Setting Perilaku terhadap Obyek Kajian
Ana Hardiana; Leny Pramesti
Selasa, 12 April 2022
1. Pengertian Setting Perilaku
• Barker (1968) melahirkan konsep setting perilaku (behavior seting), dengan
menelusuri pola perilaku manusia berkaitan dengan tatanan lingkungan fisiknya
• Menurut Setiawan (2010) penggunaan istilah setting dipakai dalam kajian
arsitektur lingkungan (fisik) dan perilaku, yang menunjuk pada hubungan integrasi antara ruang (lingkungan fisik secara spasial) dengan segala aktivitas
individu/sekelompok individu dalam kurun waktu tertentu.
• Pengertian setting diartikan sebagai tatanan suatu lingkungan yang dapat
mempengaruhi perilaku manusia, artinya di tempat yang sama, perilaku manusia
dapat berbeda kalau tatanannya berbeda.
• Barker dan Wright dalam Laurens (2005) mengungkapkan tentang kriteria yang harus dipenuhi oleh sebuah entitas, agar dapat dikatakan sebagai sebuah behaviour setting yang merupakan suatu
kombinasi yang stabil antara aktivitas & tempat, sebagai berikut :
Terdapat suatu aktifitas berulang, berupa suatu pola perilaku (standing patern of behavior), bisa terdiri atas satu ataupun lebih pola prilaku ekstra individual.
Dengan tata lingkungan tertentu (Circumfacent milieu), mileu ini berkaitan dengan pola perilaku.
Membentuk suatu hubungan yang sama antar keduanya (synomorphy) Dilakukan pada periode waktu tertentu.
• Ekstra individual menunjukan fakta operasional bahwa sebuah setting tidak tergantung hanya pada seorang manusia atau objek, tetapi konfigurasi secara keseluruhan, bagian demi bagian.
• Circumjacent milieu merujuk pada batas fisik dan temporal dari sebuah seting. Setiap behavior setting berbeda dari setting menurut waktu dan ruang.
• Synomorphic berarti struktur menunjukkan adanya hubungan antara mileu dan perilaku. Batas-batas mileu dan bagian internal sebuah setiing tidak ditentukan secara sembarangan, tetapi merupakan sesuatu yang harus selaras dengan pola perilaku ekstra individual dan setting.
• Menurut Laurens (2005) ketidakhadiran suatu bagian memang menimbulkan perbedaan dalam hal fungsi suatu setting, namun tidak berarti bahwa menghalangi terjadinya sebuah behavior setting.
Suatu tatanan fisik tertentu bisa menjadi bagian dari beberapa behavior setting apabila aktivitas yang terjadi berbeda-beda dan pada waktu yang berbeda pula (setiap kriteria meunjukan atribut tertentu dari sebuah setting).
• Behavior Setting dijabarkan dalam 2 istilah oleh Barker dalam Laurens (2005) yakni system of setting dan system of activity, dimana keterkaitan antara keduanya membentuk satu behavior setting tertentu.
• System of setting atau sistem tempat atau ruang diartikan sebagai rangkaian unsur-unsur fisik dan spasial yang mempunyai hubungan tertentu dan terkait, sehingga dapat digunakan untuk suatu kegiatan tertentu.
• System of activity atau sistem kegiatan merupakan suatu rangkaian perilaku yang secara sengaja dilakukan.
2. Sistem Aktivitas
• Menurut Chapin dan Brail dalam Laurens (2005) sistem aktivitas dalam sebuah lingkungan
terbentuk dari rangkaian sejumlah behavior setting. Sistem aktivitas seseorang menggambarkan motivasi, sikap, dan pengetahuannya tentang dunia dengan batasan penghasilan, kompetisi, dan nilai-nilai budaya yang bersangkutan.
• Laurens (2005) menyebutkan dalam pengamatan behavior setting, dapat dilakukan melalui beberapa cara:
a. MenggunakanTime Budget. Time Budget memungkinkan orang untuk menguraikan suatu aktivitas sehari-hari, aktivitas mingguan atau musiman, kedalam seperangkatbehavior. Fungsi dari time budget adalah memperlihatkan bagaimana seseorang individu menggunakan waktunya.
Jumlah waktu yang dialokasikan untuk kegiatan tertentu, dengan variasi waktu dalam sehari, seminggu, atau semusim.
Frekuensi dari aktivitas dan jenis aktivitas yang dilakukan.
Pola tipikal dari aktivitas yang dilakukan.
b. Melakukan Sensus. Untuk mendapatkan data mengenai pola interaksi dalam lingkungan tersebut, dilakukan sejumlah pengamatan yang membandingkan bagian demi bagian dalam sebuah lingkungan, atau membanndingkan lingkungan yang sama pada waktu yang berbeda, atau membandingkan
lingkungan yang berbeda sama sekali. Biasanya waktu dilakukannya pengamatan dalam suatu interval tertentu untuk mendapatkan data rata-rata dari fluktuasi perubahan yang mungkin terjadi (adanya pergantian penghuni, musim, atau faktor lain).
Hal yang dapat mewakili data pengamatanbehavior Setting meliputi:
Manusia (siapa yang datang, kemana dan mengapa, siapa yang mengendalikan setting?).
Karakteristik ukuran (berapa banyak orang per jam ada di dalam setting, bagaimana ukuran setting secara fisik, berapa sering dan berapa lama setting itu ada?).
Objek (ada berapa banyak objek dan apa jenis objek yang dipakai dalam Setting, kemungkinan apa saja yang ada bagi stimulasi/ respon/ adaptasi?).
Pola aksi (aktivitas apa saja yang terjadi disana, seberapa sering terjadi pengulangan yang dilakukan orang?).
Setiap setting diamati secara individual. Orang-orang yang memiliki informasi dan pengetahuan dapat dimintai keterangannya mengenai setting yang bersangkutan.
Adanya sampel dari semua setting merupakan kekuatan metode ini karena dapat
menghindari terjadinya masalah sampling. Namun, sekaligus juga merupakan kelemahan ini karena menjadi sangat sulit untuk memetakan semua lingkungan.
c. Studi Asal dan Tujuan. Studi asal dan tujuan adalah suatu studi yang mengamati,
mengidentifikasi awal dan akhir dari pola-pola pergerakan. Studi semacam ini menggambarkan pola perilaku yang sesungguhnya terjadi, bukan hanya seperti yang dibayangkan oleh arsitek, melainkan yang membentuk kehidupan seseorang atau sekelompok orang.
Citra suatu tempat dapat dipelajari dari komponen visual yang membentuk citra atau aura tempat atau lingkungan tersebut. Bagaimana persepsi pengguna terhadap lingkungan dan memberi respons terhadap affordances yang ada. Studi asal dan Tujuan ini dapat dilakukan
dengan bantuan foto atau rekaman video untuk mengungkapkan pengalaman visual dan spasial dan mempelajari sekuen ruang serta perilaku pengguna dalam ruang secara runtut dan logis.
3. Sistem Setting
• Menurut Barker dalam Laurens (2005), behaviour settingyaitu pola perilaku manusia yang berkaitan dengan tatanan lingkungan fisiknya.
• Beberapa aspek yang harus dipenuhi oleh sebuah entitas untuk menjadi sebuah behaviour setting adalah :
Aktivitas Penghuni
Kepemimpinan, Untuk mengetahui posisi fungsional penghuni, untuk mengetahui peran sosialnya yang ada di dalam komunitas tersebut.
Populasi, sebuah setting dapat mempunyai banyak atau sedikit partisipan. Komunitas dianggap lebih baik apabila memiliki banyak setting.
Ruang tempat terjadinya setting tertentu sangat beragam, bisa di ruang terbuka atau ruang tertutup.
Waktu, kelangsungan sebuah setting dapat terjadi secara rutin atau sewaktu-waktu. Durasi pada setting yang sama dapat berlangsung sesaat atau terus-menerus sepanjang tahun.
Objek
Mekanisme pelaku
4. Hubungan Antara Setting dan Perilaku Manusia
• Aktivitas manusia sebagai wujud dari perilaku dapat mempengaruhi dan dipengaruhi oleh tatanan (setting) fisik yang terdapat dalam ruang yang menjadi wadahnya, sehingga dibutuhkan beberapa aspek:
Kenyamanan, menyangkut keadaan lingkungan yang memberikan rasa sesuai dengan panca indra Aksesibilitas, berkaitan dengan kemudahan bergerak melalui dan menggunakan lingkungan, sehingga sirkulasi menjadi lancar dan tidak menyulitkan pemakai.
Legibilitas, mengenai kemudahan bagi pemakai untuk dapat mengenal dan memahami elemen-elemen kunci dan hubungannya dalam suatu lingkungan, sehingga orang tersebut mudah untuk menemukan arah atau jalan.
Kontrol, menyangkut kondisi suatu lingkungan untuk mewujudkan personalitas, menciptakan teritori dan membatasi suatu ruang.
Teritorialitas, berkaitan dengan suatu pola tingkah laku yang ada hubungannya dengan kepemilikan atau hak seseorang atau sekelompok orang atas suatu tempat.)
Keamanan, menyangkut rasa aman terhadap berbagai gangguan yang ada baik dari dalam maupun dari luar.
• Ruang yang menjadi wadah dari aktivitas diupayakan untuk memenuhi kemungkinan kebutuhan manusia, yaitu ruang yang memberikan kepuasan bagi pemakainya.
• Setting berkaitan langsung dengan aktivitas manusia, sehingga dengan mengidentifikasi sistem aktivitas yang terjadi dalam suatu ruang akan teridentifikasi pula sistem settingnya yang terkait dengan keberadaan elemen dalam ruang.
Pustaka
1. Haryadi B Setiawan, Arsitektur, Lingkungan dan Perilaku, 2010
2. Heimsath, C, 1988, Arsitektur Dari Segi Perilaku, terjemahan, Intermatra, Bandung 3. Laurens, J. M., 2005, Arsitektur dan Perilaku Manusia, PT. Grasindo, Jakarta.
4. R. B. Bechtel and A. Ts’erts’man, Handbook of environmental psychology. 2002.
5. R. Gifford, L. Steg, and J. P. Reser, Environmental Psychology, no. April. 2011.
6. S. Wirawan, Psikologi Lingkungan. 1995.
7. C. M. Deasy and T. E. Lasswell, Designing places for people: A Handbook on Human Behavior for Architects, Designers, and Facility Managers. Grasindo, Jakarta, 1985.