• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI - IAIN Repository - IAIN Metro

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "SKRIPSI - IAIN Repository - IAIN Metro"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

Permasalahan penelitian ini adalah bagaimana Islam memandang kesetaraan gender dalam rumah tangga. Manfaat penelitian dari penelitian ini adalah sebagai referensi untuk menjawab kebingungan gender yang mendiskriminasikan Islam dalam rumah tangga.

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Bagi sebagian orang, agama kerap dituding sebagai biang keladi masalah tersebut karena ketidakadilan gender dalam rumah tangga. Islam, sebagai salah satu ajaran yang sangat menekankan pembentukan institusi domestik, juga tidak luput dari tuntutan kaum feminis.

Pertanyaan Penelitian

Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian Relevan

Pada intinya tesis ini menjelaskan bahwa para ulama dan pemikir masa lalu tidak membenarkan bahwa perempuan dapat menempati kedudukan yang lebih tinggi dari laki-laki, karena di dalam Al-Qur'an dijelaskan bahwa Arrijalu Qawwamuuna ala nisa yang dapat diartikan secara harafiah (laki-laki lebih kuat dari laki-laki). . ). Sedangkan tesis ketiga peneliti kutip dari tesis Maria Ulfa (NIM: E0.3399071) berjudul Kepemimpinan Suami Terhadap Istri dalam Al-Qur'an Ditinjau dari Perspektif Tafsir Ulama.

Metode Penelitian

  • Jenis Penelitian dan Sifat Penelitian a. Jenis Penelitian
  • Sumber Data
  • Teknik Pengumpulan Data
  • Teknik Analisis Data

Bahan hukum sekunder yang menjelaskan bahan hukum primer 18 Bahan hukum primer sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya adalah berupa undang-undang, hasil penelitian atau pendapat ahli. Bahan hukum sekunder ini seperti buku berjudul Gender Skateboard Kekuatan Spirit Gender dalam Rumah Tangga, Teks dan Konteks Gender dan Islam, Dekonstruksi Kritik Gender terhadap Wacana Perempuan dalam Islam.

Pengertian Kesetaraan Jender

Menurut teori parenting, perbedaan laki-laki dan perempuan merupakan hasil konstruksi sosial budaya yang mengarah pada perbedaan peran dan tugas. Untuk mewujudkan gagasan tersebut, setiap kebijakan dan strategi pembangunan harus memperhatikan kepentingan dan peran perempuan dan laki-laki secara setara.

Kesetaraan Jender Menurut Barat

Misalnya kepuasan biologis tidak boleh datang dari laki-laki, tetapi dari perempuan lain (lesbian), mencemooh lembaga perkawinan dan tidak mencintai. Karena mereka sudah memiliki pandangan negatif terhadap pernikahan yang dianggap menghambat perempuan.Yang terjadi di masyarakat Barat adalah semacam ideologi balas dendam terhadap laki-laki yang sudah lama membenci perempuan. The Encyclopedia of Women's Studies menjelaskan bahwa gender adalah konsep budaya yang berusaha membuat perbedaan dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan dalam masyarakat.

Sementara itu, Wilson menginterpretasikan gender dalam bentuk untuk menentukan pengaruh faktor budaya dan kehidupan kolektif untuk membedakan antara laki-laki dan perempuan. Dari berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa gender merupakan konsep yang digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam hal pengaruh sosial budaya. Berdasarkan uraian di atas, kesetaraan gender memiliki konsep dasar dan struktur bahwa perempuan memiliki hak yang sama dengan laki-laki, yang dipengaruhi oleh kondisi sosial, agama, ekonomi, hukum yang berlaku di masyarakat dan faktor lainnya.

Ratna Megawangi menggali gagasan kesetaraan gender yang dianut oleh banyak feminis lainnya, bersumber dari ideologi Marxis yang menempatkan perempuan sebagai kelas tertindas dan laki-laki sebagai kelas penindas. Paradigma Marxis melihat institusi keluarga sebagai “musuh” yang perannya harus dihilangkan atau dihilangkan terlebih dahulu jika ingin mempertahankan masyarakat komunis, yaitu masyarakat yang tidak ada kaya dan miskin, dan tidak ada perbedaan peran antara laki-laki dan perempuan. .

Kesetaraan Jender Menurut Islam

Jika ditelusuri kefahaman gender yang ada, maka konsep yang mendekati maksud penjelasan di atas adalah yang dikemukakan oleh Majlis Ulama Indonesia, iaitu gender boleh dikatakan sebagai hubungan sosial antara lelaki dan perempuan membezakan mengikut kepada kedudukan, fungsi dan peranan masing-masing dalam pelbagai keadaan dan bidang kehidupan.54. 34; Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya rasa kasih dan sayang di antaramu. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang yang berfikir." (Ar-Ruum: 21).

34. Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang lelaki dan seorang perempuan.' daripada keduanya Allah menghasilkan banyak lelaki dan perempuan. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain…” (An-Nisaa’: 1).

ني ِرِكاَّشلا َنِم

34; Allah menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri dan menciptakan untukmu dari isteri-isterimu, anak-anak dan cucu-cucumu dan memeliharamu dari yang baik-baik. 34. Sesungguhnya orang-orang yang mendatangkan cobaan kepada orang-orang yang beriman lelaki dan perempuan, kemudian mereka tidak bertaubat, maka bagi mereka azab Jahanam, dan bagi mereka azab (neraka) yang membakar.” (Al-Buruuj: 10) ) 34. Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mukmin dan orang-orang mukmin tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah berdusta dan melakukan dosa yang nyata." (Al-Ahzab: 58).

مُكا َوْثَم َو

Keyakinan perempuan sama dengan keyakinan laki-laki, bahkan perempuan boleh dilarang shalat saat haid. Dan barangsiapa mengerjakan amal saleh baik laki-laki maupun perempuan, sedang dalam keadaan beriman, maka mereka akan masuk surga, di dalamnya akan diberikan rezeki tanpa perhitungan." (Al-Mu'min: 40). Islam datang untuk memperbaiki tatanan tersebut di atas. , memperlakukan laki-laki dan perempuan dalam semangat keadilan, pembebasan, anti penindasan dan anti diskriminasi.

Beliau adalah sosok suami, bapa dan lelaki yang berpegang teguh pada prinsip keadilan dan anti keganasan. Salah satu tujuan penciptaan manusia, untuk beribadah kepada Allah SWT., sebagaimana disebutkan dalam Surat az-Zariyat/51:56, sbb. Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan."

Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak Adam dari sulbi mereka, dan Allah bersaksi terhadap jiwa mereka (dan berkata): "Bukankah Aku Tuhanmu?" Mereka menjawab: “Ya (Engkau Tuhan kami), kami adalah saksi”. Kami lakukan) agar di hari kiamat kamu tidak berkata: “Kami (bani Adam) sesungguhnya adalah orang-orang yang tidak mempedulikan hal ini (Keesaan Tuhan)”. Islam menawarkan konsep ideal kesetaraan gender dengan menekankan bahwa pencapaian individu, baik dalam bidang spiritual maupun karir profesional tidak perlu dimonopoli oleh satu jenis kelamin, sebagaimana terlihat dari surat Ali-Imran/3:195, yang berbunyi:.

ةيلْا

Ayat di atas memberikan gambaran kepada kita tentang persamaan antara laki-laki dan perempuan, baik dalam hal ibadah (dimensi spiritual) maupun aktivitas sosial (masalah karir profesional). Husein Muhammad percaya bahwa laki-laki dan perempuan harus bekerja sama dan memenuhi peran sosial, budaya dan politik dalam arti luas. Bahkan banyak nas-nas Islam yang menunjukkan bahwa Islam menentang kesetaraan gender, misalnya mengenai pembatasan pakaian antara laki-laki dan perempuan, pembagian harta warisan antara laki-laki dan perempuan adalah 2 banding 1, yang jelas-jelas diskriminatif dan anti kesetaraan gender.

Ketika berhadapan dengan kesetaraan gender, Islam pertama-tama berurusan dengan historisitas Islam yang menjunjung tinggi harkat dan martabat perempuan, dan kedua dengan nash-nash Islam (Quran dan Hadits) yang menekankan bahwa kesetaraan tidak ada dalam konsep gender yang merupakan kodratnya. perempuan dan laki-laki, melainkan peran, hak, dan tanggung jawab perempuan yang menuntut kesetaraan pada hakekatnya. Karena menurut konsep Islam, tugas, peran dan tanggung jawab perempuan dan laki-laki baik dalam keluarga (ruang domestik) maupun dalam masyarakat (ruang publik) didasarkan pada wahyu Tuhan dan tidak semuanya produk budaya. Persamaan antara laki-laki dan perempuan tidak berarti persamaan antara laki-laki dan perempuan.

Contoh lain, laki-laki dititipkan sebagai pemimpin dan berumah tangga yang bertugas mencari nafkah untuk keluarga, hal ini ditentukan berdasarkan Wahyu. Dalam hal ini kedudukan laki-laki dan perempuan tidak sama, tetapi keduanya sama di mata Tuhan.

KESETARAAN JENDER DALAM RUMAH TANGGA MENURUT PANDANGAN ISLAM

Kesetaraan Jender Dalam Rumah Tangga Menurut Kaum Liberal Berdasarkan defenisi jender yang banyak dikemukakan oleh kaum feminis,

Liberal mengklaim bahwa sekarang kondisi perempuan telah berubah sehingga anak perempuan harus mendapat bagian yang sama dengan laki-laki. Kaum liberal khususnya kaum feminis justru menuntut kesetaraan antara laki-laki dan perempuan di segala bidang dengan alasan adanya ketidakadilan yang membuat peran perempuan menjadi terbatas dan perempuan tertindas karenanya. Jargon yang diusung kaum liberal adalah kebebasan dan kesetaraan, yang telah melahirkan semangat mendobrak dominasi laki-laki dalam hal kepemimpinan dalam rumah tangga.

Menuntut mengapa perempuan bukan imam shalat bagi laki-laki dan mengapa shalat Jumat hanya untuk laki-laki tetapi tidak wajib bagi perempuan. Menurut kaum liberal, ada yang disebut teori hermeneutik yang digunakan untuk menempatkan al-Qur'an dalam pemahaman feminis. Ini karena tidak ada indikasi bahwa kata ganti laki-laki dalam Al-Qur'an berbahasa Arab digunakan untuk menindas perempuan.

Pertanyaan yang mereka ajukan adalah mengapa kata ganti Tuhan selalu laki-laki dan bukan perempuan, ini menunjukkan hegemoni laki-laki. Hal ini terjadi karena budaya mereka yang memungkinkan perempuan dan laki-laki yang tidak berkerabat tinggal dalam satu rumah tanpa ikatan apapun.

Tinjauan Islam Terhadap Kesetaraan Jender dalam Rumah Tangga Menurut Kaum Liberal

Karena konsep yang mereka anut adalah persamaan, maka mereka juga menuntut pembagian hak waris yang sama antara laki-laki dan perempuan. Islam sebenarnya lahir dengan konsepsi hubungan antarmanusia berdasarkan keadilan bagi posisi laki-laki dan perempuan. Dalam hal ini, kaum liberal menuntut agar tanggung jawab laki-laki sebagai kepala rumah tangga dan pencari nafkah keluarga didasarkan pada wahyu (Al-Qur'an dan Sunnah Nabi).

Karena berdasarkan wahyu, maka konsep Islam tentang pemisahan peran laki-laki dan perempuan bersifat abadi, sepanjang abad dan sepanjang masa. Maka cara pandang yang menetapkan pemisahan peran laki-laki dan perempuan (gender) sebagai budaya ini jelas bertentangan dengan ajaran Islam. Jika kaum liberal mengizinkan pria dan wanita yang belum menikah untuk tinggal di rumah yang sama.

Kecenderungan ini tentu saja berkaitan dengan perjalanan pernikahan antara laki-laki dan perempuan. Oleh karena itu, pengurusan rumah tangga dipegang oleh laki-laki atau laki-laki.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Maka jika dilihat dari perbandingan konsep Barat (liberal) dengan konsep Islam tentang kesetaraan gender, gerakan kesetaraan gender justru memisahkan perempuan dari kodrat dan kodratnya.

Saran

DAFTAR PUSTAKA

Henry Salahuddin, Meninjau Kembali Pemahaman Kesetaraan Gender: Konsep dan Latar Belakang Sejarah, makalah yang dipresentasikan pada acara training of trainers di INSIST Jakarta. Julia Cleves Mosse, Gender & Development, Yogyakarta: Rifka Annisa Women's Crisi Center and Student Library, 1996. Marzuki, "Studi tentang Kesetaraan Gender dalam Berbagai Aspek", makalah yang dipresentasikan dalam Sosialisasi Kegiatan KKN Kesetaraan Gender bagi Mahasiswa UNY (Kelompok 18) di PKBM “Sekar Melati” Sinduadi Melati Sleman pada tanggal 24 Desember 2008.

PSW UIN Sunan Kalijaga og The Asia Foundation, Gender and Islam Text and Context, Yogyakarta: PSW Sunan Kalijaga, 2009. Waryono Abdul Ghafur, Living with the Qur'an, Yogyakarta: Rihlah. 2006 Zainuddin Ali, Legal Research Methods, Jakarta: Sinar Grafik, 2009.

Referensi

Dokumen terkait

Semiotika