ANALISIS EVALUASI REMPANG BATAM
BERDASARKAN CIRO MODEL
NOVI INDAH EARLYANTI
Model evaluasi CIRO dikembangkan oleh P. Ward, M. Bird, dan N. Rackman pada tahun 1970, evaluasi ini tujuan awalnya untuk mengevaluasi pendidikan dan latihan (Diklat), akan tetapi selanjutnya berkembang dan dapat digunakan untuk mengevaluasi berbagai program baik program bersifat umum maupun yang lebih spesifik atau khusus.
Model CIRO (ini memiliki 4 tahap evaluasi seperti singkatannya Context (C), Input (I), Reaction (R) dan Outcome (O)
Jika komponen CIRO disederhanakan maka (1) Konteks (C), merupakan awal pengumpulan informasi dan data, (2) Masukkan (I) yaitu ketersediaan sumber daya (SDM, sumber daya Lingkungan, dsb), (3) Reaksi (R) merupakan penggunaan informasi dan data reaksi peserta/pengguna untuk meningkatkan dan memperbaiki proses (bersifat subyektif, sifatnya positif atau negatif), (4) Outcame (O) lebih melihat dampak atau pengaruh dari informasi dan data program tersebut.
EVALUASI MODEL CIRO
Rakya t
Pemerint ah
Pengusah a
Dialog
MASALAH REMPANG BATAM ADA TIGA YANG BERKEPENTINGAN
BP BATAM,
Pemda, Walikota, Gubernur dan Pemerintah Pusat
POLRI dan TNI Lembaga Adat,
Rakyat, LSM dan Penduduk Asli
Evaluasi
Konteks (C) Input (I) Reaction (R) Outcome (O)
• Memahami konteks/latar belakang konflik agraria meliputi sejarah, budaya, hukum, sosial, ekonomi, dan politik
• Keadilan bagi
• Peraturan dan Undang-undang Agraria.
Identifikasi dan evaluasi yang terlibat dalam konflik agraria:
kebijakan tanah, sumber daya, dan rencana
pembangunan.
Masa depan
penduduk jangka panjang
Analisis respons dan tindakan yang diambil oleh
berbagai pemangku kepentingan dalam konflik agraria dan masalah HAM.
Tindakan pemerintah,
masyarakat adat, pengusaha, LSM, dan pihak-pihak terkait lainnya.
Dampak dan hasil dari
konflik agraria dan masalah HAM.
mencakup
dampak sosial, ekonomi,
psikologis, dan lingkungan
yang mungkin terjadi akibat konflik.
IMPLEMENTASI MODEL CIRO “MASALAH REMPANG BATAM”
MODEL EVALUASI CIRO
• Rakyat terusir dari tanah mereka
• Tidak ada jaminan ikut terlibat dari investasi tersebut
• Masa Depan melaut tidak jelas
• Rakyat diberi konsesi atau jaminan kerja
• Ikut dilibatkan
• Boleh melaut/Proyek berkelanjutanrsam(
• Pengusaha
• Negara
• Investasi
• Peraturan
• Tanah Adat
• Investasi negara atau pengusaha
• Kemakmuran dan keadilan bersama
Contex Input
Reaction
Outcame
AKAR MASALAH
• Rakyat jadi penonton Investasi
• Pengusaha merasa sudah membayar
• Pemerintah dianggap gagal
• Polisi dan Tentara jadi tameng dan musuh rakyat (sama-sama korban)
• Saling tidak percaya antara pemrintah, pegusaha dan rakyat
• Ada pematokan lahan tanpa seizin pemilik lahan
• Janji lahan dan tempat tinggal jangka waktu hanya 30-50 tahun
• Masa depan rakyat tidak jelas, apakah masih dapat melaut atau tidak
untuk mata pencaharian mereka
Context (Konteks):
• Identifikasi dan analisis konteks di mana konflik ini terjadi. Ini termasuk pemahaman tentang sejarah daerah, budaya, sosial, ekonomi, dan politik.
• Lakukan penilaian dampak sosial dan lingkungan dari pembangunan pabrik pada penduduk yang tinggal di sana.
• Identifikasi pemangku kepentingan utama, termasuk
penduduk, pengusaha, pemerintah, LSM, dan lainnya.
Input (Masukan):
• Evaluasi masukan, rencana, dan tujuan pengusaha dalam membangun pabrik. Ini mencakup analisis bisnis, dampak ekonomi, dan manfaat yang
diharapkan.
• Pertimbangan alternatif solusi, seperti pemindahan pabrik ke lokasi lain yang tidak mengusir penduduk
• Tanah Adat
Reaction (Reaksi):
• Tinjau proses interaksi dan komunikasi antara pengusaha, penduduk, dan pemerintah selama perencanaan dan
pelaksanaan proyek.
• Evaluasi apakah ada proses konsultasi dan partisipasi publik yang adil dan inklusif.
• Identifikasi masalah atau ketidaksesuaian dalam proses yang
mungkin telah memicu konflik.
Hasil (Outcame):
• Nilai dampak nyata dari pembangunan pabrik terhadap penduduk dan lingkungan.
• Bandingkan produk akhir (pabrik yang sudah beroperasi)
dengan tujuan awal dan manfaat yang diharapkan.
Reevaluasi:
1. Revisi Rencana: Jika hasil evaluasi menunjukkan dampak negatif yang signifikan pada penduduk dan lingkungan, pengusaha dapat mempertimbangkan untuk merevisi rencana mereka. Ini mungkin melibatkan pemindahan pabrik atau penyesuaian rencana pembangunan.
2. Partisipasi Publik: Meningkatkan partisipasi publik dalam proses pengambilan keputusan dapat membantu mengatasi konflik. Ini melibatkan penduduk dalam perencanaan dan mengakomodasi kekhawatiran mereka.
3. Pemulihan dan Kompensasi: Pengusaha dapat mempertimbangkan kompensasi atau bantuan pemulihan kepada penduduk yang terkena dampak negatif dari proyek, seperti pemindahan mereka ke tempat yang lebih baik atau memberikan pekerjaan.
4. Mediasi dan Dialog: Pihak-pihak yang terlibat dalam konflik dapat mengadakan mediasi atau dialog untuk mencari solusi yang dapat diterima bersama.
5. Peraturan dan Kepatuhan: Pastikan bahwa seluruh proses dan produk proyek sesuai
dengan peraturan dan regulasi yang berlaku. .
Reevaluasi:
1.Pemeriksaan Keabsahan Sertifikat Tanah:
1.Melakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap sertifikat tanah yang dimiliki oleh pengusaha dan penduduk.
2.Memastikan bahwa sertifikat tanah yang dimiliki oleh pengusaha memiliki dasar hukum yang kuat dan sah.
2.Verifikasi Hak-hak Penduduk:
1.Mengidentifikasi dan memverifikasi hak-hak tanah penduduk yang digusur.
2.Mengevaluasi apakah ada pemilik tanah yang memiliki hak sah atas tanah tersebut, dan apakah penduduk telah tinggal di sana selama bertahun- tahun dengan hak-hak yang sah.
3.Mediasi dan Dialog:
1.Mendorong mediasi antara pengusaha dan penduduk untuk mencapai kesepakatan yang dapat diterima bersama.
2.Membuka saluran dialog yang konstruktif antara semua pihak yang terlibat dalam konflik.
4.Hukum dan Pengadilan:
1.Jika mediasi gagal, masalah ini dapat diajukan ke pengadilan agraria atau pengadilan lain yang berwenang untuk memutuskan kepemilikan tanah dan hak-hak yang terkait.
2.Pengadilan harus berjalan sesuai dengan hukum yang berlaku dan prinsip-prinsip keadilan.
5.Kompensasi yang Adil:
1.Jika penggusuran diperlukan, pastikan bahwa penduduk yang terkena dampak menerima kompensasi yang adil dan sesuai dengan nilai tanah dan kerugian lainnya.
6.Penguatan Hak-hak Tanah Penduduk:
1.Memperkuat kerangka kerja hukum yang melindungi hak-hak tanah penduduk.
2.Mendorong penduduk untuk mendapatkan sertifikat tanah mereka secara sah dan mengamankan hak kepemilikan tanah.
7.Pengawasan dan Transparansi:
1.Menjalankan proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan proyek secara transparan.
2.Melibatkan LSM dan pihak ketiga independen untuk mengawasi dan memastikan kepatuhan terhadap hukum dan prinsip-prinsip keadilan.
8.Edukasi dan Pemberdayaan Masyarakat:
1.Memberikan pendidikan dan pelatihan kepada penduduk tentang hak-hak tanah mereka dan cara melindungi mereka.
2.Mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan tanah mereka.