• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI KETERSEDIAAN SUMBER DAYA AIR DA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "EVALUASI KETERSEDIAAN SUMBER DAYA AIR DA"

Copied!
239
0
0

Teks penuh

(1)

     

 

 

 

 

 

POLITEKNIK

 

BANYUWANGI

 

   

   

EVALUASI

 

KETERSEDIAAN

 

SUMBER

 

DAYA

 

AIR

 

DAERAH

 

ALIRAN

 

SUNGAI

 

BENDO

 

UNTUK

 

PERENCANAAN

 

PLTMH

 

DI

 

KABUPATEN

 

BANYUWANGI

 

(2)

LAPORAN

 

PENELITIAN

 

 

EVALUASI

 

KETERSEDIAAN

 

SUMBER

 

DAYA

 

AIR

 

DAERAH

 

ALIRAN

 

SUNGAI

 

BENDO

 

UNTUK

 

PERENCANAAN

 

PLTMH

 

DI

 

KABUPATEN

 

BANYUWANGI

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Oleh

 

:

 

1.

Zulis

 

Erwanto,

 

ST.,

 

MT.

 

2.

Yuni

 

Ulfiyati,

 

ST.

 

3.

Mirza

 

Ghulam

 

R.,

 

ST.

 

 

 

 

POLITEKNIK

 

BANYUWANGI

 

(3)

EVALUASI KETERSEDIAAN SUMBER DAYA AIR DAERAH ALIRAN SUNGAI BENDO UNTUK PERENCANAAN PLTMH

DI KABUPATEN BANYUWANGI

ABSTRAK

Penelitian dengan judul ”Evaluasi Ketersediaan Sumber Daya Air Daerah Aliran Sungai Bendo Untuk Perencanaan PLTMH Di Kabupaten Banyuwangi“, dilakukan dengan tujuan untuk mengevaluasi ketersediaan sumber daya air khususnya air permukaan di daerah aliran sungai Bendo sebagai sarana pendukung pengembangan potensi sumber daya air di wilayah Kabupaten Banyuwangi yaitu berupa Pembangkit Listrik Tenaga Mini/Mikro Hidro (PLTMH).

Metode yang digunakan dalam mengevaluasi ketersediaan air adalah dengan Neraca Air Permukaan (Surface Water Balance) serta menggunakan bantuan program WEAP (Water Evaluation And Planning System) yang bersifat skematis, sehingga mempermudah dalam mengidentifikasi potensi sumber daya air yang ada.

Hasil analisa perubahan cadangan air permukaan Sungai Bendo, didapatkan debit andalan rata-rata tahunan sebesar 0,17 m3/dt, dan debit surplus rata-rata tahunan di Sungai Bendo sebesar 0,12 m3/dt. Jadi ketersediaan sumber air di Sungai Bendo secara kuantitas dan kontinyuitas layak karena mengalir sepanjang tahun. Sedangkan analisa finansial perencanaan pembangunan PLTMH Bendo menunjukkan benefit yang baik pada penjualan listrik selama 360 hari dengan discount rate 10% dan layak dilaksanakan dengan nilai BCR = 3,04 ; NPV = Rp. 2.186.343.154,74 ; IRR = 15% ; PP = 12 tahun dan B-C = Rp. 517.205.373,75. Untuk PLTMH Antogan di Kecamatan Kalipuro, tidak layak dilaksanakan karena kuantitas air tidak mencukupi pada waktu musim kemarau, serta secara finansial tidak memenuhi syarat.

Potensi air dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan, dan dikembangkan dalam wujud Pembangkit Listrik Tenaga Mini/Mikro Hidro (PLTMH), serta menjadi sumber devisa daerah khususnya di Kabupaten Banyuwangi.

(4)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Allah SWT, karena hanya dengan izin-Nya maka laporan penelitian dengan judul “Evaluasi Ketersediaan Sumber Daya Air Daerah Aliran Sungai Bendo Untuk Perencanaan PLTMH Di Kabupaten Banyuwangi” ini dapat terselesaikan. Semoga studi ini dapat bermanfaat bagi para pembacanya.

Penyusun sangat menyadari bahwa studi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca untuk perbaikan kedepannya.

Sekian singkat kata dari penyusun, semoga studi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Banyuwangi, 31 Desember 2011

(5)

DAFTAR ISI

1.3 Batasan Dan Ruang Lingkup Penelitian ... 3

1.4 Tujuan Dan Manfaat Penelitian ... 3

1.5 Kontribusi Penelitian... 4

1.6 Hasil Yang Diharapkan ... 4

2.4.3 Kebutuhan Air Untuk Perkotaan (Municiple) ... 17

2.4.4 Kebutuhan Air Untuk Industri ... 18

2.5 Kapasitas Produksi ... 19

2.6 Ketersediaan Debit ... 22

2.7 Verifikasi Dan Kalibrasi Model ... 23

2.8 Pembangkit Listrik Tenaga Mini / Mikro Hidro (PLTMH).... 26

2.8.1 Pengertian PLTMH ... 26

2.8.2 Cara Kerja PLTMH... 29

2.8.3 Prinsip Pembangkit Listrik Tenaga Air ... 29

(6)

2.8.5 Desain Konstruksi Sipil ... 36

2.8.6 Perkiraan Biaya Untuk Tahap Perencanaan Kasar ... 45

2.8.7 Perkiraan Biaya Untuk Tahap Detail Desain PLTMH 58 2.8.8 Metode Penentuan Tarif... 60

2.9 Analisa Finansial ... 62

2.9.1 Pengertian Analisa Finansial... 62

2.9.2 Aliran Kas (Cash Flow) ... 64

4.2.1 Air Terjun Antogan Gombengsari, Kalipuro ... 82

4.2.2 Kali Bendo ... 83

4.3 Kependudukan... 87

4.4 Perindustrian ... 88

4.5 Pariwisata ... 89

4.6 Pertanian... 89

4.7 Rencana Tata Ruang Wilayah Lokasi Studi... 90

4.8 Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Prasarana Sumber Daya Air ... 93

4.9 Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Prasarana Energi ... 95

(7)

5.5.2 Curah Hujan Rancangan Dengan Metode Log

Person III... 113

5.5.3 Probabilitas... 116

5.6 Analisis Hidrograf Banjir Rancangan ... 120

5.6.1 Sebaran Hujan Jam-Jaman ... 120

5.6.2 Nisbah Hujan Jam-Jaman... 121

5.6.3 Hujan Netto Jam-Jaman ... 122

5.6.4 Banjir Rancangan Kala Ulang 1, 2, 5, 10, 20, 25, 30, 50, 100, 200 Dengan Metode Nakayasu ... 125

5.7 Perkiraan Daya Listrik PLTMH... 135

5.8 Analisa Klimatologi ... 138

5.9 Proyeksi Jumlah Penduduk ... 140

5.10 Kebutuhan Air Domestik Dan Non Domestik ... 151

5.10.1 Kebutuhan Air Domestik ... 151

5.10.2 Kebutuhan Air Non Domestik ... 158

5.11 Proyeksi Kebutuhan Air Total ... 160

5.12 Ketersediaan Sumber Air ... 168

5.13 Verifikasi Model ... 174

5.14 Hasil Analisa WEAP... 178

5.15 Spesifikasi Teknis Perencanaan PLTMH... 183

5.15.1 Identifikasi Lokasi... 183

5.15.2 Perencanaan ... 185

5.15.3 Desain Untuk Konstruksi Sipil ... 187

5.15.4 Desain Untuk Struktur Mekanikal dan Elektrikal... 188

5.15.5 Desain Untuk Fasilitas Distribusi ... 189

5.16 Rencana Anggaran Biaya Global Perencanaan PLTMH ... 195

5.17 Analisis Finansial ... 200

5.18 Upaya Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu (Integrated Water Resource Management) ... 211

BAB 6. PENUTUP ... 217

6.1 Kesimpulan ... 217

6.2 Saran... 219

DAFTAR PUSTAKA ... 220

(8)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Siklus Hidrologi ... 5

Gambar 2.2 Grafik Lengkung Massa Ganda ... 7

Gambar 2.3 Cara Kerja PLTMH Secara Sederhana ... 29

Gambar 2.4 Komponen-Komponen Besar Dari Sebuah Skema Pembangkit Listrik Tenaga Mini / Mikro Hidro ... 32

Gambar 2.5 Bendung Pengalih dan Intake... 33

Gambar 2.6 Bak Pengendap... 33

Gambar 2.12 Perbandingan Cost Untuk Dam Intake... 47

Gambar 2.13 Cost Untuk Bak Pengendap ... 48

Gambar 2.14 Biaya Untuk Saluran Pembawa... 49

Gambar 2.15 Biaya Untuk Bak Penenang ... 50

Gambar 2.16 Biaya Untuk Pekerjaan Sipil Pipa Pesat... 51

Gambar 2.17 Berat Jenis Untuk Pipa Pesat ... 52

Gambar 2.18 Biaya Untuk Dasar Rumah Pembangkit ... 53

Gambar 2.19 Biaya Untuk Bangunan Rumah Pembangkit... 54

Gambar 2.20 Biaya Untuk Pekerjaan Mekanikal – Elektrikal... 55

Gambar 2.21 Biaya Untuk Pekerjaan Distribusi... 56

Gambar 2.22 Biaya Untuk Sambungan Pelanggan... 57

Gambar 3.1 Flowchart Penelitian ... 78

Gambar 4.1 Lokasi Penelitian... 79

Gambar 4.2 Air Terjun Antogan, Gombengsari, Ds. Sumberwaru, Kec. Kalipuro ... 82

Gambar 4.3 Vertikal Profile Lokasi Air Terjun Antogan, Gombengsari, Kalipuro ... 83

Gambar 4.4 Air Terjun Kali Bendo, Kec. Glagah ... 84

Gambar 4.5 Vertikal Profile Air Terjun Kali Bendo ... 85

Gambar 4.6 Air Terjun Kampung Anyar, Ds. Kampung Anyar, Kec. Glagah ... 86

Gambar 4.7 Vertikal Profile Air Terjun Kampung Anyar, Ds. Kampung Anyar, Kec. Glagah ... 87

Gambar 4.8 Lokasi Agropolitan Kecamatan Glagah Kabupaten Banyuwangi ... 91

Gambar 5.1 Pengukuran Debit Menggunakan Pelampung... 98

Gambar 5.2 Pengukuran Debit Menggunakan Bendung ... 99

(9)

Gambar 5.4 Pengukuran Debit Di Upstream Air Terjun Antogan ... 100

Gambar 5.5 Pengukuran Lebar Penampang Basah Sungai Di

Upstream Kali Bendo... 100 Gambar 5.6 Pengukuran Tinggi Muka Air Kali Bendo ... 101

Gambar 5.7 Pengukuran Kecepatan Aliran Kali Bendo Dengan

Stopwatch... 101 Gambar 5.8 Penentuan Titik Lokasi Air Terjun Dan Pengukuran

Ketinggian Air Terjun Dengan Alat GPS ... 102 Gambar 5.9 Pengukuran Debit di Upstream Air Terjun Kampung

Anyar Menggunakan Bendung Irigasi Teknis ... 102 Gambar 5.10 Grafik Extreme Probability Data Curah Hujan Rancangan

Metode Log Person III di DAS Bendo... 118 Gambar 5.11 Grafik Extreme Probability Data Curah Hujan Rancangan

Metode Log Person III di DAS Antogan ... 119 Gambar 5.12 Grafik Parameter Hidrograf Banjir ... 127

Gambar 5.13 Grafik Hidrograf Banjir Rancangan Sungai Bendo

Metode Nakayasu Berbagai Tingkat Alfa... 129

Gambar 5.14 Grafik Hidrograf Banjir Rancangan Sungai Bendo

Metode Nakayasu Berbagai Kala Ulang ... 131 Gambar 5.15 Grafik Hidrograf Banjir Rancangan Sungai Antogan

Metode Nakayasu Berbagai Tingkat Alfa... 133 Gambar 5.16 Grafik Hidrograf Banjir Rancangan Sungai Antogan

Metode Nakayasu Berbagai Kala Ulang ... 135

Gambar 5.17 Grafik Temperatur Rata-Rata Tahunan Stasiun

Klimatologi Banyuwangi ... 138 Gambar 5.18 Grafik Evapotranspirasi Potensial Rata-Rata Tahunan

Stasiun Klimatologi Banyuwangi ... 140 Gambar 5.19 Grafik Proyeksi Jumlah Penduduk Kecamatan Glagah

Antara Metode Least Square, Geometrik, dan Aritmatik .. 145 Gambar 5.20 Grafik Proyeksi Jumlah Penduduk Kecamatan Kalipuro

Antara Metode Least Square, Geometrik, dan Aritmatik .. 150 Gambar 5.21 Grafik Perubahan Cadangan Air Permukaan DAS Bendo. 168 Gambar 5.22 Grafik Perubahan Debit Surplus Sungai Bendo, Kec.

Glagah ... 169

Gambar 5.23 Grafik Perubahan Cadangan Air Permukaan DAS

Antogan ... 170 Gambar 5.24 Grafik Perubahan Debit Surplus Sungai Antogan, Kec.

Kalipuro ... 171 Gambar 5.25 Grafik Korelasi Debit Observasi Dan Debit Model Sungai

Bendo ... 175 Gambar 5.26 Grafik Korelasi Debit Observasi Dan Debit Model Sungai

Antogan ... 177 Gambar 5.27 Grafik Nilai Parameter Proses Kalibrasi Dan Verifikasi

Model ... 178 Gambar 5.28 Daerah Aliran Sungai Bendo dan Antogan... 179

Gambar 5.29 Skematik Jaringan Sungai Dan Sebaran Node-Node

(10)

Gambar 5.30 Hasil Running WEAP ... 181 Gambar 5.31 Skematik Jaringan Sungai Bendo dan Sungai Antogan

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Kebutuhan Air Bersih Berdasarkan Kategori Kota dan

Jumlah Penduduknya ... 15

Tabel 2.2 Standar Kebutuhan Air Rumah Tangga ... 16

Tabel 2.3 Asumsi Kebutuhan Air Untuk Non Domestik ... 17

Tabel 2.4 Besarnya Kebutuhan Air Perkotaan Menurut Jumlah Penduduk... 18

Tabel 2.5 Besarnya Kebutuhan Air Perkotaan Menurut Kepadatan Penduduk... 18

Tabel 2.6 Klasifikasi Industri Berdasar Jumlah Tenaga ... 19

Tabel 2.7 Kebutuhan Air Untuk Proses Industri ... 19

Tabel 2.8 Tipe-Tipe Saluran Pembawa Untuk PLTMH ... 39

Tabel 2.9 Pokok-Pokok Untuk Membuat Sebuah Kalkulasi Percobaan Dari Biaya Konstruksi ... 45

Tabel 2.10 Metode Untuk Membuat Sebuah Kalkulasi Percobaan Dari Biaya Konstruksi Pada Tahap Perencanaan Kasar .... 46

Tabel 2.11 Jenis Biaya Konstruksi PLTMH ... 58

Tabel 3.1 Jadwal Pelaksanaan Penelitian... 77

Tabel 4.1 Deliniasi Batas Wilayah Daerah Studi Berdasarkan RTRW Kab. Banyuwangi 2009-2031 ... 91

Tabel 5.1 Data Pengukuran Debit Aliran Dasar Sungai Pengamatan (Base Flow) ... 99

Tabel 5.2 Data Curah Hujan Maksimum DAS Bendo, Kecamatan Glagah ... 103

Tabel 5.3 Data Curah Hujan Maksimum DAS Antogan, Kecamatan Kalipuro ... 104

Tabel 5.4 Rekapitulasi Konsistensi Data Curah Hujan DAS Bendo Glagah ... 105

Tabel 5.5 Rekapitulasi Konsistensi Data Curah Hujan DAS Antogan Kalipuro... 105

Tabel 5.6 Curah Hujan Rerata Daerah Tahunan DAS Bendo Kec. Glagah ... 106

Tabel 5.7 Curah Hujan Rerata Daerah Tahunan DAS Antogan Kec. Kalipuro ... 107

Tabel 5.8 Uji Abnormalitas Data Curah Hujan Untuk Harga Maksimum DAS Bendo ... 109

Tabel 5.9 Uji Abnormalitas Data Curah Hujan Untuk Harga Minimum DAS Bendo ... 110

Tabel 5.10 Uji Abnormalitas Data Curah Hujan Untuk Harga Maksimum DAS Antogan... 111

(12)

Tabel 5.12 Curah Hujan Rerata Daerah Untuk Curah Hujan Rancangan Metode Log Person III DAS Bendo ... 114 Tabel 5.13 Perhitungan Curah Hujan Rancangan Log Person III

Dengan Kala Ulang DAS Bendo... 114

Tabel 5.14 Curah Hujan Rerata Daerah Untuk Curah Hujan

Rancangan Metode Log Person III DAS Antogan... 115 Tabel 5.15 Perhitungan Curah Hujan Rancangan Log Person III

Dengan Kala Ulang DAS Antogan ... 116 Tabel 5.16 Uji Probabilitas Curah Hujan Rerata Daerah Untuk Curah

Hujan Rancangan DAS Bendo... 117 Tabel 5.17 Uji Probabilitas Curah Hujan Rerata Daerah Untuk Curah

Hujan Rancangan DAS Antogan ... 119 Tabel 5.18 Perhitungan Distribusi Frekuensi Hujan Netto DAS

Bendo ... 123 Tabel 5.19 Perhitungan Distribusi Frekuensi Hujan Netto Jam-Jaman

DAS Bendo ... 123 Tabel 5.20 Perhitungan Distribusi Frekuensi Hujan Netto DAS

Antogan ... 124 Tabel 5.21 Perhitungan Distribusi Frekuensi Hujan Netto Jam-Jaman

DAS Antogan ... 124 Tabel 5.22 Kumulatif Hidrograf Banjir Rancangan Metode Nakayasu

S. Bendo ... 128 Tabel 5.23 Debit Banjir Rancangan Metode Nakayasu Sungai Bendo

Berbagai Kala Ulang ... 130 Tabel 5.24 Kumulatif Hidrograf Banjir Rancangan Metode Nakayasu

S. Antogan... 132

Tabel 5.25 Debit Banjir Rancangan Metode Nakayasu Sungai

Antogan Berbagai Kala Ulang ... 134 Tabel 5.26 Perkiraan Daya Dari Debit Minimum Untuk Perencanaan

PLTMH di DAS Bendo dan DAS Antogan ... 136

Tabel 5.27 Perkiraan Daya Dari Debit Maksimum Untuk

Perencanaan PLTMH di DAS Bendo dan DAS Antogan .. 137 Tabel 5.28 Perkiraan Daya Dari Debit Rata-Rata Untuk Perencanaan

PLTMH di DAS Bendo dan DAS Antogan ... 137 Tabel 5.29 Evapotranspirasi Potensial Rata-Rata Tahunan Stasiun

Klimatologi Banyuwangi ... 139 Tabel 5.30 Jumlah Penduduk Kecamatan Glagah Tahun 2000-2010 .. 141

Tabel 5.31 Proyeksi Jumlah Penduduk Kecamatan Glagah

Kabupaten Banyuwangi ... 144 Tabel 5.32 Jumlah Penduduk Kecamatan Kalipuro Tahun 2000-2010 146

Tabel 5.33 Proyeksi Jumlah Penduduk Kecamatan Kalipuro

Kabupaten Banyuwangi ... 149

Tabel 5.34 Perhitungan Kebutuhan Air Domestik Kec. Glagah

Dengan Tingkat Pelayanan 100% ... 152

Tabel 5.35 Perhitungan Kebutuhan Air Domestik Kec. Glagah

(13)

Tabel 5.36 Perhitungan Kebutuhan Air Domestik Kec. Glagah Dengan Tingkat Pelayanan 60% ... 154

Tabel 5.37 Perhitungan Kebutuhan Air Domestik Kec. Kalipuro

Dengan Tingkat Pelayanan 100% ... 155

Tabel 5.38 Perhitungan Kebutuhan Air Domestik Kec. Kalipuro

Dengan Tingkat Pelayanan 75% ... 156

Tabel 5.39 Perhitungan Kebutuhan Air Domestik Kec. Kalipuro

Dengan Tingkat Pelayanan 60% ... 157

Tabel 5.40 Kebutuhan Air Non Domestik Kecamatan Glagah

Kabupaten Banyuwangi ... 158

Tabel 5.41 Kebutuhan Air Non Domestik Kecamatan Kalipuro

Kabupaten Banyuwangi ... 159 Tabel 5.42 Perhitungan Debit Puncak Kebutuhan Air Domestik Dan

Non Domestik Kec. Glagah Pada Tingkat Pelayanan

100% ... 161 Tabel 5.43 Perhitungan Debit Puncak Kebutuhan Air Domestik Dan

Non Domestik Kec. Glagah Pada Tingkat Pelayanan 75% 162 Tabel 5.44 Perhitungan Debit Puncak Kebutuhan Air Domestik Dan

Non Domestik Kec. Glagah Pada Tingkat Pelayanan 60% 163 Tabel 5.45 Perhitungan Debit Puncak Kebutuhan Air Domestik Dan

Non Domestik Kec. Kalipuro Pada Tingkat Pelayanan

100% ... 165 Tabel 5.46 Perhitungan Debit Puncak Kebutuhan Air Domestik Dan

Non Domestik Kec. Kalipuro Pada Tingkat Pelayanan

75% ... 166 Tabel 5.47 Perhitungan Debit Puncak Kebutuhan Air Domestik Dan

Non Domestik Kec.Kalipuro Pada Tingkat Pelayanan

60% ... 167

Tabel 5.48 Perubahan Cadangan Air Permukaan Daerah Aliran

Sungai Bendo, Glagah... 172

Tabel 5.49 Perubahan Cadangan Air Permukaan Daerah Aliran

Sungai Antogan, Kalipuro... 172 Tabel 5.50 Ketersediaan Debit di DAS Bendo, Kec. Glagah, Kab.

Banyuwangi ... 173 Tabel 5.51 Ketersediaan Debit di DAS Antogan, Kec. Kalipuro, Kab.

Banyuwangi ... 173 Tabel 5.52 Verifikasi Debit Model Dengan Debit Observasi Sungai

Bendo ... 174 Tabel 5.53 Verifikasi Debit Model Dengan Debit Observasi Sungai

Antogan ... 176 Tabel 5.54 Hasil Analisa WEAP Ketersediaan Sumber Air di DAS

Bendo dan DAS Antogan... 182 Tabel 5.55 Spesifikasi Teknik PLTMH Bendo, Glagah ... 192 Tabel 5.56 Spesifikasi Teknik PLTMH Antogan, Kalipuro ... 193

Tabel 5.57 Nilai Parameter Perencanaan PLTMH Bendo dan

(14)

Tabel 5.58 Rencana Anggaran Biaya Global Perencanaan PLTMH

Bendo ... 197 Tabel 5.59 Rekapitulasi RAB Perencanaan PLTMH Bendo, Glagah.. 198

Tabel 5.60 Rencana Anggaran Biaya Global Perencanaan PLTMH

Antogan ... 199

Tabel 5.61 Rekapitulasi RAB Perencanaan PLTMH Antogan, Kec.

Kalipuro ... 200

Tabel 5.62 Rencana Biaya Operasional dan Perawatan PLTMH

Bendo, Glagah... 202 Tabel 5.63 Rekapitulasi Analisa Finansial Perencanaan PLTMH

Bendo ... 205

Tabel 5.64 Rencana Biaya Operasional dan Perawatan PLTMH

Antogan, Kalipuro... 207 Tabel 5.65 Rekapitulasi Analisa Finansial Perencanaan PLTMH

(15)

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Air merupakan salah satu sumber daya alam dan kebutuhan hidup yang paling penting dan merupakan unsur sadar bagi semua peri-kehidupan di bumi. Tanpa air, berbagai proses kehidupan tidak dapat berlangsung. Air termasuk sumber daya alam yang dapat diperbaharui (renewable) oleh alam dan karena itu, air dianggap sebagai sumber daya alam yang tidak dapat habis. Air dianggap pula sebagai milik umum (common property) dan terkesan gratis. Sehingga penggunaanya sering dilakukan secara tidak hemat dan kurang hati-hati. Anggapan itu keliru, karena air terbatas jumlahnya dan memiliki siklus tata air yang relatif tetap.

Sekarang ini ketersediaan sumber daya air dirasakan semakin terbatas sehingga penggunaannya ditinjau dari segi “warung jamu” (waktu, ruang, jumlah, dan mutu) harus efisien dan memperhatikan keseimbangan antara pasokan (supply system) dengan tuntutan penggunaan (demand system).

Beberapa sektor kehidupan yang terkait dengan ketersediaan air misalnya : irigasi (sawah dan tambak), domestik (kebutuhan air untuk domestik), industri (kebutuhan air untuk industri), municiple (kebutuhan air untuk perkotaan). Sektor-sektor ini akan berkembang sehingga kebutuhan air akan meningkat, di lain sisi debit air semakin menurun pada musim kemarau. Dengan demikian perlu memperhitungkan ketersediaan air untuk menunjang pertumbuhan sektor-sektor yang membutuhkan air.

(16)

Di Daerah Aliran Sungai Bendo Kabupaten Banyuwangi memiliki potensi sumber daya air yang masih terjaga. Bentuk topografi daerah aliran sungai Bendo yang berbukit sehingga banyak sekali dijumpai air terjun – air terjun. Potensi air terjun inilah yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber teknologi tepat guna seperti Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH). Selain untuk perencanaan PLTMH juga dapat dimanfaatkan sebagai objek wisata air terjun, sehingga dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat sekitar. Jika dioptimalkan dengan merencanakan suatu kawasan agropolitan di daerah aliran sungai Bendo tersebut, maka penduduk sekitar melalui swadayanya dapat meningkatkan potensi daerahnya sendiri. Hal ini tentu dapat meningkatkan sumber devisa khususnya di Kabupaten Banyuwangi dalam hal pengembangan potensi wilayah menjadi daerah otonomi yang lebih mandiri.

Dalam merencanakan PLTMH tersebut, maka perlu evaluasi dan analisa keseimbangan air permukaan (surface water balance) di Daerah Aliran Sungai Bendo untuk mengetahui ketersediaan debit air dengan menggunakan bantuan program WEAP (Water Evaluation And Planning System). Sebagai database, WEAP menyediakan suatu sistem informasi untuk pengaturan permintaan air (water demand), dan informasi ketersediaan air (water supply). Sebagai alat peramalan, WEAP mensimulasi permintaan air, persediaan air, aliran, tampungan air, polusi, pengolahan air, dan debit. Sebagai alat pengambilan kebijakan, WEAP mengevaluasi keseluruhan pengembangan dan pengelolaan air, dan memperhitungkan berbagai penggunaan sistem penyediaan air.

Melalui evaluasi ketersediaan sumber daya air dari program WEAP tersebut, diharapkan Daerah Aliran Sungai Bendo mempunyai sumber daya air yang cukup berlimpah guna menunjang pengembangan PLTMH.

(17)

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka permasalahan yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah analisis dan evaluasi ketersediaan sumber daya air di Daerah Aliran Sungai Bendo Kabupaten Banyuwangi ?

2. Bagaimanakah kelayakan secara finansial Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) di Daerah Aliran Sungai Bendo Kabupaten Banyuwangi ?

1.3 Batasan Dan Ruang Lingkup Penelitian

Untuk memfokuskan pembahasan, maka diberikan batasan dan ruang lingkup sebagai berikut :

1. Penelitian dilakukan di Daerah Aliran Sungai Bendo Kabupaten

Banyuwangi.

2. Evaluasi dan analisis hanya difokuskan pada ketersediaan air permukaan (surface water supply).

3. Evaluasi ketersediaan sumber air menggunakan bantuan program WEAP (Water Evaluation And Planning System) dan Ms. Excel.

4. Wujud rekomendasi dari penelitian ini berupa pengelolaan sumber daya air terpadu dan kelayakan secara finansial pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) di Daerah Aliran Sungai Bendo Kabupaten Banyuwangi.

1.4 Tujuan Dan Manfaat Penelitian Tujuan dari penelitian ini antara lain :

1. Untuk menganalisis dan mengevaluasi ketersediaan sumber daya air di Daerah Aliran Sungai Bendo Kabupaten Banyuwangi.

(18)

Manfaat dari penelitian ini antara lain :

1. Memberikan informasi kepada khalayak umum tentang ketersediaan air dan potensi-potensi sumber daya air di Daerah Aliran Sungai Bendo Kabupaten Banyuwangi.

2. Memberikan informasi tentang kelayakan secara finansial pengembangan PLTMH di DAS Bendo Kabupaten Banyuwangi.

3. Memberikan sumbangan ilmu bagi para pembaca.

1.5 Kontribusi Penelitian

Kontribusi penelitian ini adalah untuk pengembangan keilmuan dibidang teknik sipil khususnya dalam rekayasa dan manajemen sumber daya air serta dapat menjadi pertimbangan dan sumber informasi di BAPPEDA, Dinas Pengairan, BMKG Banyuwangi, PDAM, Dinas Kehutanan, dan Dinas ESDM Kabupaten Banyuwangi.

1.6 Hasil Yang Diharapkan

Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui ketersediaan sumber daya air di Daerah Aliran Sungai Bendo Kabupaten Banyuwangi.

2. Bisa mengembangkan dan merencanakan Pembangkit Listrik Tenaga

Mikro Hidro (PLTMH) di Daerah Aliran Sungai Bendo Kabupaten Banyuwangi.

3. Rekomendasi hasil penelitian berupa kelayakan secara finansial

(19)

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Daerah Aliran Sungai (DAS)

Daerah Aliran Sungai (DAS) secara umum didefinisikan sebagai suatu

wilayah daratan yang secara topografik dibatasi oleh punggung-punggung gunung

yang menampung dan menyimpan air hujan untuk kemudian menyalurkannya ke

laut melalui sungai utama. Wilayah daratan tersebut dinamakan Daerah

Tangkapan Air (DTA) atau catchment area yang merupakan suatu ekosistem

dengan unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam (tanah, air, dan vegetasi) dan

sumberdaya manusia sebagai pemanfaat sumberdaya alam (Asdak, 2004 : 4).

Dalam pendefinisian DAS pemahaman akan konsep daur hidrologi sangat

diperlukan terutama untuk melihat masukan berupa curah hujan yang selanjutnya

didistribusikan melalui beberapa cara seperti diperlihatkan pada Gambar 2.1.

(20)

2.2 Analisis Hidrologi 2.2.1 Pengisian Data Kosong

Data curah hujan yang hilang disebabkan oleh beberapa hal, seperti alat

ukur rusak, pengamat berhalangan, dan data pencatatan hilang. Untuk data dari

stasiun (selain stasiun yang datanya hilang) terdapat pencatatan hujan jangka

panjang, maka dapat dicari dengan metode Normal Ratio dengan rumus sebagai

berikut (Soewarno, 2000) :

Ra = Jumlah hujan tahunan normal pada stasiun yang datanya hilang

R1…Rn = Jumlah hujan tahunan pada stasiun 1 s/d n

r1…rn = Hujan pada saat yang sama dengan hujan yang akan dicari dari

stasiun 1 s/d n

n = Jumlah stasiun hujan disekitar stasiun yang akan dicari

2.2.2 Pengecekan Kualitas Data Hujan

Data hujan yang diperlukan harus dicek sebelum digunakan untuk analisis

hidrologi lebih lanjut. Agar tidak mengandung kesalahan dan harus tidak

mengandung data kosong (missing record), maka perlu dilakukan pengecekan

kualitas data dengan melakukan uji konsistensi yang berarti menguji kebenaran

data.

Salah satu cara untuk menguji konsistensi adalah dengan menggunakan

analisis kurva massa ganda (double mass curve analysis) untuk data hujan

musiman atau tahunan dari suatu DAS. Dengan metode ini dapat dilakukan

koreksi untuk data hujan yang tidak konsisten. Langkah yang dilakukan adalah

membandingkan harga akumulasi curah hujan tahunan pada stasiun yang diuji

(21)

yang diuji dan memiliki kondisi meteorologi yang sama dengan stasiun yang diuji

(Subarkah, 1980 : 28).

Gambar 2.2 Grafik Lengkung Massa Ganda (Nemec, 1973 : 179)

2.2.3 Curah Hujan Areal

Hujan yang terjadi dapat merata di seluruh kawasan yang luas atau terjadi

hanya bersifat setempat. Jika terjadi hujan setempat saja maka kita hanya

mendapat curah hujan di daerah itu. Sedangkan di suatu areal terdapat beberapa

alat penakar atau pencatat curah hujan, maka dapat diambil nilai rata-rata untuk

mendapatkan nilai curah hujan areal (Soemarto, 1995).

Di dalam analisa curah hujan rerata wilayah di DAS Bendo Kabupaten

Banyuwangi menggunakan metode rata-rata aritmatik.

(

R R R Rn

)

n

(22)

dengan :

R = Curah hujan daerah (mm)

R1, R2, …, Rn = Curah hujan ditiap titik pengamatan

n = Jumlah titik atau pos pengamatan

2.2.4 Evapotranspirasi

Evapotranspirasi adalah proses kembalinya air ke udara yang disebabkan

oleh penguapan yang berasal dari permukaan tanah (sungai, danau) dan

tumbuh-tumbuhan. Proses serupa, namun hanya berasal dari tubuh air (water body) atau

permukaan tanah tanpa tumbuhan disebut dengan evaporasi, sedangkan yang

berasal dari tumbuhan disebut transpirasi.

Perhitungan evapotranspirasi dilakukan berdasarkan data tersebut diatas

dengan menggunakan metode Penman modifikasi yang telah disesuaikan dengan

keadaan daerah Indonesia :

Eto = c x Eto* (2.3)

Eto* = W (0,75.Rs – Rn1) + (1 – W) . f(u) . (ea – ed) (2.4)

Rumus penyederhanaan Penman ini mempunyai ciri khusus sebagai

berikut :

W = faktor yang berhubungan dengan suhu (t) dan elevasi daerah.

Rs = radiasi gelombang pendek (mm/hari)

= (0,25 + 0,54 . n/N) . Ra

Ra = radiasi gelombang pendek yang memenuhi batas luar atmosfir

(angka angot)

Rn1 = radiasi bersih gelombang panjang (mm/hari)

= f(t) . f(ed) . f(n/N)

f(T) = fungsi suhu = σ . Ta4

f(ed) = fungsi tekanan uap = 0,34 – 0,044 . (ed)1/2

f(n/N) = fungsi kecerahan = 0,1 + 0,9 . n/N

(23)

(ea – ed) = perbedaan tekanan uap jenuh dengan uap sebenarnya

ed = ea . RH

RH = kelembaban udara relative (%)

c = angka koreksi Penman yang besarnya melihat kondisi siang dan

malam.

2.2.5 Limpasan Permukaan

Limpasan permukaan (surface run off, RO) adalah air yang mencapai

sungai tanpa mencapai permukaan air tanah, yakni curah hujan dikurangi sebagian

dari besarnya infiltrasi, air yang tertahan dan genangan. Termasuk didalamnya

adalah air yang mencapai danau. Di wilayah studi air permukaan dijumpai pada

sungai – sungai utama, sementara anak – anak sungai umumnya bersifat musiman

atau kering pada musim kemarau dan berair pada musim penghujan. Banyaknya

air yang mengalir sebagai limpasan permukaan dihitung dengan menggunakan

pendekatan Sharma, 1990 (lembaga riset pertanian, India) sebagai berikut :

0613

Yang dimaksud dengan neraca air (water balance) adalah keseimbangan

air yang terjadi di alam atau di suatu daerah yang membentuk suatu daur hidrologi.

Komponen hidrologi yang diperlukan dalam perhitungan neraca air meliputi curah

hujan (P), evapotranspirasi nyata (ETa), limpasan permukaan (RO), dan jumlah

(24)

studi menggunakan rumus umum neraca air sebagai berikut ini (Dunne dan

Leopold, 1978) :

P = RO + ETa + U + ∆Sm + ∆Sg (2.6)

dengan :

P = curah hujan tahunan rerata di wilayah studi (mm)

RO = limpasan permukaan (mm)

ETa = evapotranspirasi nyata (mm)

U = perkolasi (mm)

∆Sm = perubahan cadangan kelengasan tanah (mm) ∆Sg = perubahan cadangan air tanah (mm)

∆Sm dan ∆Sg : terdapat pada kedudukan konstan pada kondisi tahunan.

Faktor – faktor yang berpengaruh antara lain :

- Iklim (Evaporasi, Evapotranspirasi, dll)

- Topografi (kemiringan, panjang sungai, dll)

- Tata guna lahan ( prosentase hutan, sawah dll)

Model neraca DAS secara sederhana dapat digambarkan sebagai berikut :

Untuk selang waktu tertentu :

Umpamanya 1 tahun :

Tebal Hujan = H

Evapotranspirasi actual = Eta

Tebal aliran (keluaran) = Q

Sehingga dapat dimodelkan sebagai berikut :

H = Q + Eta ± ∆S (2.7)

(25)

dengan :

∆S = perubahan keseluruhan volume waduk air baik yang di permukaan maupun yang di dalam tanah di seluruh DPS

Penggunaan air yang semakin meningkat maka berakibat berkurangnya

ketersediaan air. Untuk mengetahui ketersediaan air dan kebutuhan air maka

dilakukan analisis neraca air agar bisa mengetahui potensi air masa kini dan akan

datang dengan rumus :

Qt = Qir + Qi + Qd + Qpr (2.8)

dengan :

Qt = Debit yang tersedia (m3/dt)

Qir = Kebutuhan untuk pertanian (m3/dt)

Qi = Kebutuhan industri (m3/dt)

Qd = Kebutuhan untuk domestik (m3/dt)

Qpr = Kebutuhan perkotaan (m3/dt)

2.3 Proyeksi Jumlah Penduduk dan Fasilitas 2.3.1 Proyeksi Jumlah Penduduk

Data kependudukan merupakan salah satu faktor terpenting dalam proses

penyusunan suatu rencana, mengingat bahwa setiap perencanaan dilakukan serta

ditujukan untuk kepentingan penduduk itu sendiri. Peningkatan jumlah penduduk

akan mempengaruhi peningkatan kebutuhan fasilitas termasuk peningkatan

pelayanan air bersih.

Semua sistem penyediaan air bersih harus direncanakan untuk memenuhi

kebutuhan masyarakat di waktu sekarang hingga beberapa tahun ke depan sesuai

dengan jumlah tahun proyeksi. Maka diperlukan proses perhitungan proyeksi

penduduk sebagai awal dari kegiatan perencanaan, dimana tingkat perkembangan

penduduk suatu daerah dipengaruhi oleh tingkat kelahiran (nartalitas), kematian

(26)

Untuk memperoleh nilai proyeksi yang relatif akurat, maka perlu dicari

terlebih dahulu nilai koefisien korelasi (r) dari rumus-rumus proyeksi yang akan

digunakan.

Nilai koefisien korelasi yang dipakai adalah yang mendekati nilai 1, yang

menggambarkan bahwa rumus yang dipakai adalah yang lebih mewakili nilai

pendekatan pertumbuhan penduduk secara optimum terhadap pola pertumbuhan

yang terjadi sebenarnya untuk masa yang akan datang.

Ada beberapa macam persamaan yang dapat digunakan untuk melakukan

perhitungan proyeksi penduduk, antara lain :

a. Metode Perbandingan

Digunakan untuk wilayah perencanaan dengan data penduduk tidak lengkap,

dimana proyeksinya menggunakan daerah lain yang dianggap memiliki

kondisi sosial ekonomi serta kebijakan pembangunan yang relatif sama.

b. Metode Ekstrapolasi

Meliputi :

- Metode Ekstrapolasi Grafis, dan

- Metode Ekstrapolasi Matematis, yang terdiri dari :

1. Metode Aritmatik

Metode ini umumnya dipakai apabila pertumbuhan penduduknya

(27)

digunakan jika data penduduk yang dimiliki relatif pendek, dimana

data waktu proyeksi yang diambil disesuaikan dengan jumlah data

yang dimiliki.

Persamaan yang digunakan adalah :

Pn = Po + r .n ... (2.10)

Dengan : Pn = Jumlah penduduk pada tahun ke-n

Po = Jumlah penduduk mula-mula

r = Jumlah pertambahan penduduk tiap tahun

n = Banyaknya tahun proyeksi

2. Metode Geometrik

Metode ini umumnya digunakan bila tingkat pertumbuhan penduduk

naik secara berganda atau tingkat pertumbuhan populasinya berubah

secara ekuivalen dengan jumlah penduduk tahun sebelumnya.

Persamaan yang digunakan adalah :

Pn = Po (1 + r )n ... (2.11)

Dengan : Pn = Jumlah penduduk pada tahun ke-n

Po = Jumlah penduduk mula-mula

r = Prosentase pertambahan penduduk tiap tahun

n = Banyaknya tahun proyeksi / kurun waktu

3. Metode Least Square (Kuadrat Minimum)

Digunakan apabila garis regresi data perkembangan penduduk masa

lalu menggambarkan kecenderungan garis linier, meskipun

pertumbuhan penduduk tidak selalu bertambah.

(28)

Dengan : y = Jumlah penduduk

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi ketelitian proyeksi penduduk,

antara lain :

ƒ Jumlah populasi penduduk dalam suatu area.

ƒ Kecepatan pertambahan penduduk, dimana kecepatan pertambahan penduduk tinggi akan mengurangi ketelitian proyeksi.

ƒ Kurun waktu proyeksi.

2.3.2 Proyeksi Fasilitas

Dalam menentukan kebutuhan air bersih yang berpengaruh terhadap

perencanaan instalasi juga harus memperhitungkan keberadaan fasilitas umum

yang ada sekarang serta perkembangannya pada daerah perencanaan.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pertambahan fasilitas adalah : ƒ Pertambahan penduduk

ƒ Jenis fasilitas

ƒ Perluasan fasilitas yang ada ƒ Perkembangan sosial ekonomi.

Yang termasuk fasilitas umum dalam kaitannya dengan perencanaan unit

pengolahan air bersih adalah : ƒ Tempat ibadah

(29)

ƒ Sarana Kesehatan ƒ Komersial ƒ Industri

ƒ Fasilitas umum yang lain

2.4 Kebutuhan Air Bersih 2.4.1 Kebutuhan Air Domestik

Pemenuhan kebutuhan air untuk domestik memiliki bagian terbesar dalam

kebutuhan dasar perencanaan unit pengolahan. Faktor kebiasaan, pola dan tingkat

kehidupan yang didukung oleh adanya perkembangan sosial ekonomi

memberikan pengaruh terhadap peningkatan kebutuhan dasar air.

Dikenal dua kategori fasilitas penyediaan air minum, yaitu :

a. Fasilitas Perpipaan, terdiri dari : ƒ Sambungan Rumah (SR) ƒ Sambungan Halaman ƒ Sambungan Umum

b. Fasilitas Non perpipaan, terdiri dari :

Sumur umum, kendaraan tangki air (water tank), mata air.

Yang perlu diketahui juga adalah jumlah kebutuhan rata-rata air bersih per

orang per hari, dimana dibedakan atas kategori kota. Berikut ini standar yang

dikeluarkan oleh Dirjen Cipta Karya Departemen PU :

Tabel 2.1 Kebutuhan Air Bersih Berdasarkan Kategori Kota Dan Jumlah Penduduknya.

Penyediaan air (liter/org/hari) Kategori kota Jumlah Penduduk

SR HU

Kehilangan Air

(%)

Metropolitan > 1.000.000 190 30 20

Besar 500.000-1.000.000 170 30 20

Sedang 100.000-500.000 150 30 20

Kecil 20.000-100.000 130 30 20

IKK < 20.000 100 30 20

(30)

Adapun standar yang digunakan dalam klasifikasi kebutuhan air rumah

tangga beserta besarnya jumlah kebutuhan air rumah tangga berdasarkan

Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah (2003), dapat dilihat pada Tabel

2.2.

Tabel 2.2. Standar Kebutuhan Air Rumah Tangga

No. Jumlah Penduduk Jenis Kota Kebutuhan Air (l//Hari)

Sumber: Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2003

2.4.2 Kebutuhan Air Non Domestik

Kebutuhan air non domestik merupakan tahap selanjutnya dalam

perhitungan kebutuhan air bersih. Besaran pemakaiannya ditentukan oleh jumlah

konsumen non domestik yang terdiri dari fasilitas-fasilitas sebagaimana dijelaskan

pada halaman sebelumnya.

Sebagaimana penjelasan sebelumnya bahwa ada beberapa faktor yang

dapat menentukan perkembangan jumlah fasilitas tersebut, yaitu pertambahan

penduduk, jenis dan perluasan fasilitas serta perkembangan sosial ekonomi.

Perhitungan proyeksi fasilitas dapat dilakukan dengan pendekatan

(31)

Tabel 2.3 Asumsi Kebutuhan Air Untuk Non Domestik

No. Kategori Pemakaian Air Rata-Rata / Hari

(liter) Keterangan

Sumber : Juknis Perencanaan Sistem Penyediaan Air Minum Perkotaan, (vol.1I), 1998.

2.4.3 Kebutuhan Air Untuk Perkotaan (Municiple)

Kebutuhan air perkotaan adalah kebutuhan air untuk fasilitas kota, seperti

fasilitas komersial, fasilitas wisata, fasilitas rumah ibadah, fasilitas kesehatan,

fasilitas pendidikan, dan fasilitas pendukung kota seperti taman, penggelontoran

kota. (Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2003).

Besarnya kebutuhan air perkotaan merupakan persentase dari jumlah

kebutuhan air rumah tangga (domestic). Penentuan besarnya persentase tergantung

dari jumlah penduduk atau kepadatan penduduk. Besarnya kebutuhan air

perkotaan berkisar antara 25 sampai dengan 40 persen dari kebutuhan air rumah

tangga. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2.4 menunjukkan bahwa

kebutuhan air perkotaan ditinjau menurut jumlah penduduk dan dapat juga

ditinjau pula kebutuhan air perkotaan ditinjau menurut kepadatan penduduk dapat

(32)

Tabel 2.4. Besarnya Kebutuhan Air Perkotaan Menurut Jumlah Penduduk

No. Kriteria (Jumlah Penduduk)

Kebutuhan Air Perkotaan

(Persentase dari Kebutuhan Air Rumah Tangga) 1

Sumber: Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2003

Tabel 2.5. Besarnya Kebutuhan Air Perkotaan Menurut Kepadatan Penduduk

No. Kriteria (Kepadatan Penduduk)

Kebutuhan Air Perkotaan

(Persentase dari Kebutuhan Air Rumah Tangga) 1

Sumber: Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2003

2.4.4 Kebutuhan Air Untuk Industri

Kebutuhan air industri adalah kebutuhan air untuk proses industri

termasuk bahan baku, kebutuhan air pekerja, industri dan pendukung kegiatan

industri. Namun, besar kebutuhan air industri ditentukan oleh kebutuhan air untuk

proses dan bahan baku industri serta kebutuhan air untuk pekerja industri

(Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2003).

Klasifikasi industri diperlukan untuk menentukan besarnya kebutuhan air

industri. Adapun klasifikasi industri dapat dilihat pada Tabel 2.6. Kebutuhan air

pekerja industri merupakan kebutuhan air domestik yang telah disesuikan dengan

kebutuhan pekerja pabrik. Adapun jumlah kebutuhan air tersebut adalah 60

(33)

Tabel 2.6. Klasifikasi Industri Berdasar Jumlah Tenaga

Sumber: Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2003

Tabel 2.7. Kebutuhan Air untuk Proses Industri

No. Jenis Industri Jenis Proses Industri Kebutuhan Air (l//Hari)

Sumber: Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2003

2.5 Kapasitas Produksi

Penentuan besaran kebutuhan air menurut Al-layla, dkk (1980) mengacu

pada kebutuhan air harian maksimum (Qmax.day) serta kebutuhan air jam

maksimum (Q hour.max) dengan referensi kebutuhan air rata-rata.

a. Kebutuhan air rata-rata harian (Q av.day)

Adalah jumlah air yang diperlukan untuk pemenuhan kebutuhan domestik,

(34)

b. Kebutuhan air harian maksimum (Q max.day)

Merupakan jumlah air terbanyak yang diperlukan pada satu hari dalam

kurun satu tahun berdasarkan nilai Q rata-rata harian. Diperlukan faktor

fluktuasi kebutuhan harian maksimum dalam perhitungannya.

Q max.day = f x Q av.day...(2.16)

Dengan :

f = Faktor harian maksimum ( 1 < f max.hour < 1,5)

Q av.day = Kebutuhan air harian maksimum (ltr/dtk)

c. Kebutuhan air jam maksimum (Q max.hour)

Adalah jumlah air terbesar yang diperlukan pada jam-jam tertentu. Faktor

fluktuasi kebutuhan jam maksimum (F max.hour) diperlukan dalam

perhitungannya.

Q max.hour = f x Q max.hour...(2.17)

Dengan :

f = Faktor fluktuasi jam maksimum (1,5 - 2,5)

Q max.day = Kebutuhan air harian maksimum

Q max.hour = Kebutuhan air jam maksimum (ltr/jam)

Banyak faktor yang mempengaruhi fluktuasi pemakaian air jam per jam,

dan untuk mendapatkan data fluktuasi ini diperlukan survey (penelitian)

terhadap aktivitas atau kebutuhan air konsumen.

Selain penentuan kapasitas produksi pada unit pengolahan, maka perlu

diperhitungkan lagi faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap

perencanaan unit pengolahan.

d. Kehilangan Air

(35)

dilapangan, kejadian akan kehilangan air ini selalu terjadi. Adapun bentuk

kehilangan dapat bersifat teknis dan non teknis.

Terdapat 3 macam pengertian menyangkut istilah kehilangan air, yaitu :

1) Kehilangan air rencana

Kehilangan yang disebabkan oleh pengaruh operasional dan

pemeliharaan unit pengolahan.

2) Kehilangan air percuma

Meliputi segala aspek penggunaan fasilitas penyediaan air bersih dan

pengelolaannya. Kehilangan ini dapat dibagi dua, yaitu :

ƒ Leakage; merupakan kehilangan air percuma pada komponen

fasilitas yang disebabkan oleh kurangnya pengendalian pengelola.

ƒ Wastage; adalah kehilangan air yang terjadi pada tingkatan

konsumen.

3) Kehilangan air insidentil

Jika kehilangan air yang terjadi akibat hal-hal yang berada diluar

kemampuan manusia dan bersifat spontan seperti bencana dan

sebagainya.

Namun secara umum dalam melakukan perencanaan unit pengolahan

air bersih, nilai kehilangan yang terjadi baik khilangan air percuma dan

insidentil sudah masuk dalam perhitungan. Besarnya nilai kehilangan

air tersebut berkisar antara 15 – 25 % dari total kebutuhan air bersih

baik domestik maupun non domestik.

e. Kebutuhan air untuk pemadam kebakaran

Q fire = 5% x Q av.day ... (2.18)

Untuk penentuan besar pemakaian untuk pemadam kebakaran di Indonesia

belum ada standarisasinya, sehingga cenderung bersifat subyektif

tergantung dari kondisi dan kebijakan setempat. Menurut Al-layla, dkk

(36)

f. Kebutuhan air total

Q total = Q max.hour + Q fire ... (2.19)

Kebutuhan air total adalah merupakan jumlah kebutuhan air domestik

ditambah dengan kebutuhan non domestik dan ditambah dengan jumlah

kebocoran serta kebutuhan untuk pemadam kebakaran.

Analisa kapasitas produksi kebutuhan air total diproyeksikan dengan

tingkat pelayanan 100%, 75%, dan 60% terhadap proyeksi jumlah penduduk

(domestik dan non domestik).

2.6 Ketersediaan Debit

Mock memperkenalkan cara perhitungan aliran sungai dari data curah

hujan, evaporasi dan karakteristik hidrologi daerah pengaliran untuk menaksir

tersedianya air sungai bila data debit tidak ada. Untuk menganalisis ketersediaan

air di Daerah Aliran Sungai Bendo dilakukan dengan cara mensistensis data

dengan cara “Rainfall – Runoff Model” Mock (Mock, 1973).

Perhitungan debit andalan digunakan model Mock, model ini didasarkan

pada data curah hujan, data klimatologi dan kondisi DAS yang bersangkutan.

Adapun data-data yang diperlukan dalam perhitungan model neraca air Mock,

antara lain :

1. Hujan bulanan rata-rata, (mm)

2. Hari hujan bulanan rata-rata, (hari)

3. Evapotranspirasi potensial bulanan (mm/bulan)

Debit andalan metode Mock, dirumuskan sebagai berikut :

Q = (Dro + Bf )F (2.20)

Dro = Ws − 1 (2.21)

Ws = R − Et (2.22)

(37)

dengan :

Et = Evapotranspirasi Penman modifikasi (mm)

Run off = (I – Vn) + 0,60 (P – EL) (mm/bln)

Q = run off. A (m2/dt)

2.7 Verifikasi Dan Kalibrasi Model

Proses verifikasi model WEAP (Water Evaluation And Planning System)

menggunakan data debit pengukuran di lapangan terhadap debit andalan hasil

perhitungan.

Sedangkan dalam proses kalibrasi sendiri menggunakan kriteria evaluasi

model antara lain dapat dilihat dari nilai parameter-parameter berikut :

a. Root Mean Squared Error (RMSE) :

b. Normalised Root Mean Squared Error (NRMSE) :

Data

(38)

(

)

Pada dasarnya sebuah model yang baik adalah model yang

mampu ”menirukan” perilaku DAS sedekat mungkin. Ukuran kedekatan ini

berbeda untuk setiap tujuan pembuatan model, yang dapat diukur dalam besaran

volume, variabilitas waktu, bentuk hidrograf atau besaran yang lain. Model dapat

disusun dengan memanfaatkan rumus-rumus (teori-teori) yang ada atau dengan

mengembangkan sendiri rumus yang digunakan dalam satu atau lebih komponen

proses. Dalam setiap pengembangan model, akan dijumpai parameter-parameter

yang tidak diketahui secara pasti sifatnya atau ada besaran tertentu yang tidak

dapat ditemukan datanya. Oleh sebab itu untuk dapat menyakinkan bahwa model

yang disusun dapat memberikan hasil yang baik, maka harus dilakukan proses

kalibrasi.

Kalibrasi dapat dilakukan dengan beberapa cara, baik cara manual (trial

and error), otomatik (automatic calibration) atau gabungan antara keduanya.

Kalibrasi manual dilakukan dengan mencoba besaran parameter dalam model agar

dicapai hasil yang baik. Apabila terdapat lebih dari satu parameter yang akan

dikalibrasi, diperlukan ketelitian dalam penentuan parameter yang peka dan besar

pengaruhnya terhadap hasil akhir model. Kalibrasi otomatis sebenarnya sama,

hanya perubahan parameternya dilakukan secara otomatis oleh komputer (sesudah

diberikan besaran awalnya) dan kepekaan parameter dilakukan dengan mencari

kombinasi dari semua kemungkinan yang memberikan hasil terbaik. Kalibrasi

(39)

memberikan besaran-besaran tertentu pada parameter tertentu dan selebihnya

kalibrasi dilakukan secara otomatis.

Parameter yang digunakan dalam proses kalibrasi adalah berupa data debit

observasi yang diperoleh dari pengukuran secara langsung di lapangan atau bisa

menggunakan data AWLR (Automatic Water Level Recorder) jika tersedia. Yang

akan dicek dengan nilai debit model yang dihasilkan oleh perhitungan WEAP.

Semakin kecil nilai sebarannya, maka semakin baik kualitas permodelan yang

telah dilakukan.

Penggunaan parameter hasil kalibrasi, merupakan parameter yang layak

dan dapat digunakan sebagai masukan model pada kejadian hujan yang lain,

sehingga akan menghasilkan aliran permukaan (run off).

Untuk mengetahui nilai dari kalibrasi koefisien determinan menggunakan

persamaan Kriteria NASH (KN) yang dirumuskan sebagai berikut :

(

)

KN = Koefisien Deterministik Nash

Qpi = Debit Observasi ke i (m3/dt)

Qmi = Debit Model ke i (m3/dt)

Qp = Debit Observasi rata-rata (m3/dt)

Keterangan :

o Jika modelnya sempurna nilai (Qpi – Qmi)2 mendekati nol, maka nilai KN

mendekati 1 (100%). Sedangkan jika KN < 0, model menghasilkan simulasi

yang jelek dan jauh berbeda dari nilai rata-rata Qp.

o Jika KN > 1 (100%) positif berarti model simulasi under estimate. Sedangkan

(40)

Apabila dalam tahap ini model menunjukkan hasil yang baik, maka model

dapat digunakan untuk analisis lebih lanjut.

2.8 Pembangkit Listrik Tenaga Mini / Mikro Hidro (PLTMH) 2.8.1 Pengertian PLTMH

PLTMH merupakan singkatan dari Pembangkit Listrik Tenaga Mini /

Mikro Hidro, yaitu instalasi peralatan yang kompleks yang dapat menghasilkan

tenaga listrik dengan menggunakan sumber tenaga air. Yang membedakan

antara istilah Mikro Hidro dengan Mini Hidro adalah output daya / kapasitas

pembangkit yang dihasilkan. Mikro Hidro menghasilkan daya lebih rendah dari

100 kW (antara 5 kW sampai 100 kW), sedangkan untuk Mini Hidro daya

keluarannya berkisar antara 10 kW sampai 1 MW. (JICA, 2003)

Mikrohidro adalah istilah yang digunakan untuk instalasi pembangkit

listrik yang mengunakan energi air. Kondisi air yang bisa dimanfaatkan sebagai

sumber daya (resources) penghasil listrik adalah memiliki kapasitas aliran dan

ketinggian tertentu dari instalasi. Semakin besar kapasitas aliran maupun

ketinggiannya dari istalasi maka semakin besar energi yang bisa dimanfaatkan

untuk menghasilkan energi listrik. (Wibowo, 2005)

Biasanya Mikrohidro dibangun berdasarkan kenyataan bahwa adanya air

yang mengalir di suatu daerah dengan kapasitas dan ketinggian yang memadai.

Istilah kapasitas mengacu kepada jumlah volume aliran air persatuan waktu (flow

capacity) sedangan beda ketinggian daerah aliran sampai ke instalasi dikenal

dengan istilah Head.

Mikrohidro juga dikenal sebagai white resources dengan terjemahan bebas

bisa dikatakan "energi putih". Dikatakan demikian karena instalasi pembangkit

listrik seperti ini mengunakan sumber daya yang telah disediakan oleh alam dan

ramah lingkungan. Suatu kenyataan bahwa alam memiliki air terjun atau jenis

lainnya yang menjadi tempat air mengalir. Dengan teknologi sekarang maka

energi aliran air beserta energi perbedaan ketinggiannya dengan daerah tertentu

(tempat instalasi akan dibangun) dapat diubah menjadi energi listrik.

(41)

merupakan sesuatu yang baku namun bisa dibayangkan bahwa Mikrohidro, pasti

mengunakan air sebagai sumber energinya.

Secara teknis, Mikrohidro memiliki tiga komponen utama yaitu air

(sumber energi), turbin dan generator. Air yang mengalir dengan kapasitas

tertentu disalurkan dari ketinggian tertentu menuju rumah instalasi (rumah turbin).

Di rumah instalasi air tersebut akan menumbuk turbin dimana turbin sendiri,

dipastikan akan menerima energi air tersebut dan mengubahnya menjadi energi

mekanik berupa berputamya poros turbin. Poros yang berputar tersebut kemudian

ditransmisikan ke generator dengan mengunakan kopling. Dari generator akan

dihasilkan energi listrik yang akan masuk ke sistem kontrol arus listrik sebelum

dialirkan ke rumah-rumah atau keperluan lainnya (beban). Begitulah secara

ringkas proses Mikrohidro merubah energi aliran dan ketinggian air menjadi

energi listrik.

Besarnya tenaga air yang tersedia dari suatu sumber air bergantung pada

besarnya head dan debit air. Dalam hubungan dengan reservoir air maka head

adalah beda ketinggian antara muka air pada reservoir dengan muka air keluar

dari kincir air/turbin air. Total energi yang tersedia dari suatu reservoir air adalah

merupakan energi potensial air yaitu : (Wibowo, 2005)

mgh

(42)

gh

Selain memanfaatkan air jatuh hydropower dapat diperoleh dari aliran air datar.

Dalam hal ini energi yang tersedia merupakan energi kinetik.

2

dengan v adalah kecepatan aliran air

Daya air yang tersedia dinyatakan sebagai berikut :

(43)

atau dengan menggunakan persamaan kontinuitas

Q

=

Av

maka :

3

2

1

Av

P

=

ρ

(2.33)

dengan A adalah luas penampang aliran air

( )

m

2 .

2.8.2 Cara Kerja PLTMH

“Secara teknis, Mini/Mikro Hidro memiliki tiga komponen utama yaitu

air (sumber energi), turbin dan generator. Air yang mengalir dengan kapasitas

tertentu disalurkan dari ketinggian tertentu menuju rumah instalasi (rumah

turbin). Di rumah instalasi air tersebut akan menumbuk turbin dimana turbin

sendiri, dipastikan akan menerima energi air tersebut dan mengubahnya menjadi

energi mekanik berupa berputarnya poros turbin. Poros yang berputar tersebut

kemudian ditransmisikan ke generator dengan menggunakan kopling. Darl

generator akan dihaslikan energi listrik yang akan masuk ke sistem kontrol arus

listrik sebelum dialirkan ke rumah-rumah atau keperluan lainnya (beban).

Begitulah secara ringkas proses Mini / Mikro Hidro merubah energi aliran dan

ketinggian air menjadi energi listrik”(Wibowo, 2005)

Gambar 2.3 Cara Kerja PLTMH Secara Sederhana (Wibowo, 2005)

2.8.3 Prinsip Pembangkit Listrik Tenaga Air

Dalam merencanakan suatu Pembangkit Listrik Tenaga Air harus

(44)

maka daya yang dihasilkan dari kualitas air yang lewat memiliki energi potensial

yang besarnya sebagai berikut : (Wibowo, 2005)

H g m

E = . . (2.34)

Dengan :

E = Energi potensial

m = Massa

g = Percepatan gravitasi (m/det²)

H = Tinggi relatif terhadap permukaan bumi (m)

Sehingga daya yang dapat dihasilkan oleh kualitas air yang lewat suatu

instalasi pembangkit sebesar :

H Q g

P = . . (2.35)

Dengan :

P = Daya ( kW )

g = Percepatan gravitasi

Q = Debit air (m3/detik)

H = Tinggi relatif terhadap permukaan bumi (meter)

Maka jelaslah bahwa energi yang dihasilkan oleh sungai sangat tergantung

pada 2 (dua) faktor yaitu Debit (Q) dan Head (H). Head (H) dapat dibagi menjadi

2 yaitu :

1. Tinggi terjun total (Gross Head) merupakan perbedaan ketinggian antara

elevasi.

2. Tinggi terjun bersih / efektif (Net Head) merupakan perbedaan ketinggian

(45)

Tenaga listrik pada pembangkit listrik tenaga air dihasilkan oleh generator

yang dikopel langsung ke turbin. Besarnya tenaga listrik yang dihasilkan ini

tergantung dari hasil perkalian dari besarnya efisiensi turbin (nt), efisiensi

generator (ng) dan efisiensi hidrolis secara teoritis (nh).

Daya (P) yang dihasilkan oleh generator atau pusat pembangkitan adalah :

H Q nh nt ng

P =9,806652048. . . (2.36)

Dengan :

nt = ( 0,8 – 0,9 )

ng = 0,9

nh = 0,9

Pendekatan praktis Daya Listrik (P) yang dihasikan PLTMH adalah :

) ( . . 15 ,

7 Q H kW

P= (2.37)

Dengan :

P = Daya ( kW )

Q = Debit air (m3/detik)

H = Tinggi relatif terhadap permukaan bumi (meter)

Keberhasilan dari suatu pembangkit tergantung daripada usaha untuk

mendapatkan tinggi jatuh air dan debit yang besar secara efektif dan ekonomis.

a. Head

Semakin tinggi jatuh air yang terjadi akan dapat memperbesar daya yang

akan dihasilkan oleh pembangkit.

b. Debit

Debit merupakan kecepatan aliran air dalam meter kubik perdetik. Dalam

(46)

debit minimum dan maksimum rata-rata tahunan dalam kurun waktu

minimal 5 tahun.

ª Debit Minimum digunakan untuk menentukan daya yang ada dalam satu tahun.

ª Debit Maksimum digunakan dalam perencanaan konstruksi agar

tidakmembahayakan bila terjadi banjir.

ª Debit rata–rata digunakan untuk menentukan kapasitas daya bangkit. c. Kontinuitas

Dalam perencanaan pemakaian air baik untuk pembangkitan tenaga listrik

atau kebutuhan air irigasi dalam kenyataan terjadi penyimpangan–

penyimpangan karena adanya faktor alam yang tidak menentu. Oleh

karena itu kontinuitas dari suatu aliran air merupakan faktor yang sangat

berpengaruh sekali terhadap penyediaan daya listrik.

2.8.4 Komponen-Komponen PLTMH

Gambar 2.4 Komponen-Komponen Besar Dari Sebuah Skema Pembangkit Listrik

(47)

Komponen – komponen PLTMH antara lain :

1. Diversion Weir dan Intake (Bendung Pengalih dan Intake)

Bendung pengalih berfungsi untuk mengalihkan air melalui sebuah

pembuka di bagian sisi sungai (‘Intake’ pembuka) ke dalam sebuah bak

pengendap (Settling Basin). Pada pintu air biasanya terdapat perangkap sampah.

Gambar 2.5 Bendung Pengalih dan Intake (Wibowo, 2005)

2. Settling Basin (Bak Pengendap)

Bak pengendap digunakan untuk memindahkan partikel-partikel pasir dari

air. Selain itu, mengendapkan tanah yang terbawa dalam air sehingga tidak masuk

ke pipa pesat.

(48)

3. Headrace (Saluran Pembawa)

Saluran pembawa mengikuti kontur dari sisi bukit untuk menjaga elevasi

dari air yang disalurkan. Saluran Pembawa, membawa air dari saluran pemasukan

(Intake) ke arah bak pengendap.

Gambar 2.7 Saluran Pembawa (Wibowo, 2005)

4. Headtank (Bak Penenang)

Fungsi dari bak penenang adalah untuk mengatur perbedaan keluaran air

antara sebuah penstock dan headrace, dan untuk pemisahan.

(49)

5. Penstock (Pipa Pesat)

Pipa Pesat (Penstock) dihubungkan pada sebuah Turbin. Pipa pesat juga

mempertahankan tekanan air jatuh sehingga energi di dalam gerakan air tidak

terbuang.

Gambar 2.9 Pipa Pesat (Wibowo, 2005)

6. Turbine dan Generator (Turbin dan Generator)

Perputaran gagang dari roda dapat dimanfaatkan untuk memutar sebuah

alat mekanikal (seperti sebuah penggilingan biji, pemeras minyak, mesin bubut

kayu dan sebagainya), atau untuk mengoperasikan sebuah generator listrik.

(50)

7. Power House (Rumah Pembangkit)

Rumah Pembangkit (Power House), adalah rumah tempat semua peralatan

mekanik dan elektrik PLTMH. Peralatan mekanik seperti turbin, dan generator

berada di dalam rumah pembangkit, juga peralatan elektrik seperti panel /

kontroler.

Gambar 2.11 Rumah Pembangkit (Dokumentasi, 2008)

2.8.5 Desain Konstruksi Sipil

Desain konstruksi dalam perencanaan PLTMH terdiri dari : ( JICA, 2003 )

1. Dam intake

Terdapat beberapa jenis tipe dasar dam intake seperti yang

disebutkan dibawah ini :

Dam beton gravity

Dam beton mengapung

Dam tanah

Dam urugan batu

Dam pasangan batu basah

Dam batu bronjong

Dam batu bronjong diperkuat beton

Dam ranting kayu

Dam kayu

(51)

Dari jenis – jenis di atas, secara mendasar dam urugan batu

fleksibel dan dam batu bronjong biasa digunakan di Asia Tenggara karena

beberapa keuntungan seperti, (i) tidak terlalu dipengaruhi oleh kondisi dari

tanah dasarnya dan (ii) relatif mudah diperbaiki jika mengalami kerusakan.

Bagaimanapun, mereka dapat ditembus oleh banjir karena itu struktur dan

penggunaannya harus didahului dengan pengujian yang hati – hati dari

konstruksi yang penting seperti struktur sipil dan kondisi dari arus bawah.

2. Bak Pengendap

Bak pengendap tidak hanya mempunyai struktur yang hanya

mampu untuk menempatkan dan memindahkan sedimen yang ukurannya

lebih besar dari ukuran minimum yang dapat merusak turbin, tetapi juga

suatu saluran pelimpah untuk menjaga agar debit air yang berlebih tidak

mengalir ke saluran air. Bak pengendap mempunyai bagian – bagian dan

fungsi masing – masing, diantaranya yaitu :

a) Bagian Penyalur

Bagian penyalur menghubungkan intake dengan bak pengendap. Ini

diperlukan bahwa bagian penyalur harus membatasi panjangnya.

b) Bagian Melebar

Bagian mengatur aliran air dari saluran penyalur ke pencegah

terjadinya kolam pusaran dan aliran turbulen dan mengurangi

kecepatan aliran masuk ke bak pengendap untuk menentukan

kecepatan sebelumnya.

c) Bagian Pengendap

Fungsi dari bagian ini adalah untuk menempatkan sedimen di atas

ukuran dan panjang tertentu (L) yang kemudian dihitung dengan

menggunakan formula yang didasarkan pada hubungan antara

kecepatan pengendapan, kecepatan aliran dalam bak pengendap dan

kedalaman air. Panjang dari bak pengendap ( Ls ) biasanya ditentukan

berdasarkan sebuah margin untuk menghitung dua kali panjang dengan

(52)

hs

U = Kecepatan marginal pengendapan untuk endapan yang akan

diendapkan ( m/s )

V = Rata – rata kecepatan aliran di bak pengendap ( m/s )

Pada umumnya sekitar 0,3 m/s tetapi ditoleransi sampai 0,6

m/s pada kasus dimana lebar bak pengendapan dibatasi.

( )

Bhs

Area ini merupakan tempat penimbunan sedimen.

e) Spillway

Spillway mengalirkan aliran masuk bagian bawah dimana mengalir

dari intake. Ukuran dari spillway akan diputuskan dengan persamaan

(53)

dengan :

Saluran pembawa berfungsi untuk menjaga elevasi dari air yang

disalurkan. Saluran ini mengikuti kontur dari sisi bukit. Karena secara

umum jumlah air yang terangkut kecil, saluran pembawa untuk sebuah

pembangkit listrik tenaga air secara mendasar mengadopsi struktur terbuka,

seperti sebuah saluran terbuka sebuah saluran tertutup. Tipe – tipe saluran

pembawa untuk pembangkit listrik tenaga air skala kecil dapat dilihat pada

Tabel 2.8.

Tabel 2.8 Tipe – Tipe Saluran Pembawa Untuk PLTMH

Tipe Keuntungan Kekurangan Saluran terbuka • Relatif murah.

• Mudah mengkonstruksinya. dan daun – daunan yang jatuh di saluran.

(54)

4. Bak Penenang (Headtank)

Bak penenang berfungsi untuk mengatur perbedaan keluaran air

antara sebuah penstock dan headrace, dan untuk pemisahan akhir kotoran

dalam air seperti pasir dan kayu – kayu.

5. Pipa Pesat (Penstock)

Saat ini bahan utama pipa pesat adalah pipa – pipa baja, pipa – pipa

ductile dan pipa FRPM (Fibre Reinforced Plastic Multi-unit). Sedangkan

pembangkit tenaga air skala kecil menggunakan pipa – pipa hard vinyl

chloride, pipa – pipa howell atau pipa – pipa spiral welded dapat

dipertimbangkan karena diameternya kecil dan tekanan internalnya rendah.

Perhitungan ketebalan pipa baja dapat menggunakan rumus :

t

P = Desain tekanan air, yaitu tekanan hidrostatis + water hammer

(kgf/cm²), dalam skema mikrohidro P = 1,1 x tekanan

hidrostatis. Secara singkat, jika head (Hp) dimana dari bak

penenang ke turbin adalah 25 meter, P= 2,5 x 1,1 = 2,75 kgf/cm²

d = Diameter dalam (cm)

θa = Stress yang dapat diterima (kgf/cm²) SS400: 1300 kgf/cm² Η = Efisiensi pengelasan (0,85 ~ 0,90)

δt = Margin (pada umumnya 0,15 cm)

Menentukan diameter pipa pesat biasanya ditentukan berdasarkan

pembandingan dengan biaya pipa pesat dan biaya kehilangan head pipa

(55)

5

Vopt = Kecepatan aliran optimal (m/s)

6. Pondasi rumah pembangkit

Rumah pembangkit dapat diklasifikasikan ke dalam ‘tipe diatas

tanah’, ‘tipe semi dibawah tanah’, dan ‘tipe dibawah tanah’. Sebagian

besar pembangkit listrik tenaga air skala kecil adalah ‘tipe diatas tanah’.

Dimensi untuk lantai rumah pembangkit seperti peralatan dasar dan

pendukung seharusnya ditentukan dengan memperhitungkan kenyamanan

selama operasi, perawatan dan pekerjaan pemasangan, dan area lantai

seharusnya digunakan secara efektif.

Berbagai tipe pondasi rumah pembangkit dapat dipertimbangkan

tergantung pada tipe turbin. Bagaimanapun tipe pondasi untuk rumah

pembangkit dapat diklasifikasikan kedalam ‘untuk turbin Impulse’ (seperti

turbin Pelton, turbin Turgo dan turbin Crossflow) dan ‘untuk turbin

Reaction’ (seperti turbin Francis, dan turbin Propeller).

Turbin Propeller terdiri atas Turbin Kaplan, Diagonal Mixed Flow,

Turbin Tubular (Turbin tubular S-type, Turbin tubular Vertical, Turbin

Runner Rotor Integreted, Turbin Propeller Vertical, Turbin Propeller

Horizontal) , dan Turbin Straight Flow (Turbin Package).

Perencanaan pondasi untuk Turbin Pelton dapat didesain dengan

(56)

dengan :

he = Kedalaman air di afterbay (meter)

Qd = Desain debit (m³/detik)

b = Lebar saluran tailrace (meter)

Output dari turbin dihitung dengan rumus :

t e

mas xH xQ x

P =9,806652048 max η (2.47)

sedangkan kecepatan spesifik dan kecepatan putaran dari turbin dapat

ditentukan dengan rumus sebagai berikut :

4

η = Efisiensi maksimum (%, tetapi sebuah desimal digunakan dalam perhitungan)

(57)

Output generator yang diperlukan dapat ditentukan dengan rumus :

η = Digabungkan efisiensi turbin, transmitter dan generator (%) = efisiensi turbin (ηt) x efisiensi transmitter (ηm) x efisiensi

generator (ηg)

pf = Faktor daya (% atau desimal)

Sedangkan kecepatan dan jumlah batang generator dapat ditentukan

sebagai berikut :

a. Untuk generator synchronous

Gambar

Gambar 2.1  Siklus Hidrologi (www.dardel.info)
Tabel 2.6. Klasifikasi Industri  Berdasar Jumlah Tenaga
Gambar 2.4 Komponen-Komponen Besar Dari Sebuah Skema Pembangkit Listrik
Gambar 2.11 Rumah Pembangkit (Dokumentasi, 2008)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Marinal Indoprima cukup baik dikarenakan tingkat kepuasan karyawan yang naik dan turun, retensi karyawan yang mengalami peningkatan yang tidak stabil,

Dari kegiatan in i kita dapat mengetahui bahwa dengan menggunakan perbandingan yang baik untuk campuran sirup sehingga kita bisa menghe mat biaya untuk pesta Gu ru :. Ba

Dalam prosedur sistem akuntansi penggajian CV Andi Offset Yogyakarta masih terdapat kelemahan seperti bagian pembuat daftar gaji dan rekap daftar gaji masih rangkap

Bab I – Pendahuluan, menjelaskan secara ringkas latar belakang, aspek strategis Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, serta struktur organisasi; Bab II – Perencanaan dan

Komponen - komponen pada sistem pendinginan mesin Toyota Avanza 1300 cc K3-VE yang sering mengalami kerusakan antara lain sistem pendingin bocor cara mengatasinya dengan

Ilmu Kedokteran Forensik, Bagian Kedokteran Forensik Fakulatas Kedokteran Universitas Indonesia.. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik Fakulatas Kedokteran

Dalam penelitian ini, data primer yang diperoleh oleh peneliti adalah: hasil wawancara dengan Ketua Program Akselerasi, para guru Pendidikan Agama Islam di kelas