POLITEKNIK
BANYUWANGI
EVALUASI
KETERSEDIAAN
SUMBER
DAYA
AIR
DAERAH
ALIRAN
SUNGAI
BENDO
UNTUK
PERENCANAAN
PLTMH
DI
KABUPATEN
BANYUWANGI
LAPORAN
PENELITIAN
EVALUASI
KETERSEDIAAN
SUMBER
DAYA
AIR
DAERAH
ALIRAN
SUNGAI
BENDO
UNTUK
PERENCANAAN
PLTMH
DI
KABUPATEN
BANYUWANGI
Oleh
:
1.
Zulis
Erwanto,
ST.,
MT.
2.
Yuni
Ulfiyati,
ST.
3.
Mirza
Ghulam
R.,
ST.
POLITEKNIK
BANYUWANGI
EVALUASI KETERSEDIAAN SUMBER DAYA AIR DAERAH ALIRAN SUNGAI BENDO UNTUK PERENCANAAN PLTMH
DI KABUPATEN BANYUWANGI
ABSTRAK
Penelitian dengan judul ”Evaluasi Ketersediaan Sumber Daya Air Daerah Aliran Sungai Bendo Untuk Perencanaan PLTMH Di Kabupaten Banyuwangi“, dilakukan dengan tujuan untuk mengevaluasi ketersediaan sumber daya air khususnya air permukaan di daerah aliran sungai Bendo sebagai sarana pendukung pengembangan potensi sumber daya air di wilayah Kabupaten Banyuwangi yaitu berupa Pembangkit Listrik Tenaga Mini/Mikro Hidro (PLTMH).
Metode yang digunakan dalam mengevaluasi ketersediaan air adalah dengan Neraca Air Permukaan (Surface Water Balance) serta menggunakan bantuan program WEAP (Water Evaluation And Planning System) yang bersifat skematis, sehingga mempermudah dalam mengidentifikasi potensi sumber daya air yang ada.
Hasil analisa perubahan cadangan air permukaan Sungai Bendo, didapatkan debit andalan rata-rata tahunan sebesar 0,17 m3/dt, dan debit surplus rata-rata tahunan di Sungai Bendo sebesar 0,12 m3/dt. Jadi ketersediaan sumber air di Sungai Bendo secara kuantitas dan kontinyuitas layak karena mengalir sepanjang tahun. Sedangkan analisa finansial perencanaan pembangunan PLTMH Bendo menunjukkan benefit yang baik pada penjualan listrik selama 360 hari dengan discount rate 10% dan layak dilaksanakan dengan nilai BCR = 3,04 ; NPV = Rp. 2.186.343.154,74 ; IRR = 15% ; PP = 12 tahun dan B-C = Rp. 517.205.373,75. Untuk PLTMH Antogan di Kecamatan Kalipuro, tidak layak dilaksanakan karena kuantitas air tidak mencukupi pada waktu musim kemarau, serta secara finansial tidak memenuhi syarat.
Potensi air dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan, dan dikembangkan dalam wujud Pembangkit Listrik Tenaga Mini/Mikro Hidro (PLTMH), serta menjadi sumber devisa daerah khususnya di Kabupaten Banyuwangi.
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kepada Allah SWT, karena hanya dengan izin-Nya maka laporan penelitian dengan judul “Evaluasi Ketersediaan Sumber Daya Air Daerah Aliran Sungai Bendo Untuk Perencanaan PLTMH Di Kabupaten Banyuwangi” ini dapat terselesaikan. Semoga studi ini dapat bermanfaat bagi para pembacanya.
Penyusun sangat menyadari bahwa studi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca untuk perbaikan kedepannya.
Sekian singkat kata dari penyusun, semoga studi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Banyuwangi, 31 Desember 2011
DAFTAR ISI
1.3 Batasan Dan Ruang Lingkup Penelitian ... 3
1.4 Tujuan Dan Manfaat Penelitian ... 3
1.5 Kontribusi Penelitian... 4
1.6 Hasil Yang Diharapkan ... 4
2.4.3 Kebutuhan Air Untuk Perkotaan (Municiple) ... 17
2.4.4 Kebutuhan Air Untuk Industri ... 18
2.5 Kapasitas Produksi ... 19
2.6 Ketersediaan Debit ... 22
2.7 Verifikasi Dan Kalibrasi Model ... 23
2.8 Pembangkit Listrik Tenaga Mini / Mikro Hidro (PLTMH).... 26
2.8.1 Pengertian PLTMH ... 26
2.8.2 Cara Kerja PLTMH... 29
2.8.3 Prinsip Pembangkit Listrik Tenaga Air ... 29
2.8.5 Desain Konstruksi Sipil ... 36
2.8.6 Perkiraan Biaya Untuk Tahap Perencanaan Kasar ... 45
2.8.7 Perkiraan Biaya Untuk Tahap Detail Desain PLTMH 58 2.8.8 Metode Penentuan Tarif... 60
2.9 Analisa Finansial ... 62
2.9.1 Pengertian Analisa Finansial... 62
2.9.2 Aliran Kas (Cash Flow) ... 64
4.2.1 Air Terjun Antogan Gombengsari, Kalipuro ... 82
4.2.2 Kali Bendo ... 83
4.3 Kependudukan... 87
4.4 Perindustrian ... 88
4.5 Pariwisata ... 89
4.6 Pertanian... 89
4.7 Rencana Tata Ruang Wilayah Lokasi Studi... 90
4.8 Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Prasarana Sumber Daya Air ... 93
4.9 Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Prasarana Energi ... 95
5.5.2 Curah Hujan Rancangan Dengan Metode Log
Person III... 113
5.5.3 Probabilitas... 116
5.6 Analisis Hidrograf Banjir Rancangan ... 120
5.6.1 Sebaran Hujan Jam-Jaman ... 120
5.6.2 Nisbah Hujan Jam-Jaman... 121
5.6.3 Hujan Netto Jam-Jaman ... 122
5.6.4 Banjir Rancangan Kala Ulang 1, 2, 5, 10, 20, 25, 30, 50, 100, 200 Dengan Metode Nakayasu ... 125
5.7 Perkiraan Daya Listrik PLTMH... 135
5.8 Analisa Klimatologi ... 138
5.9 Proyeksi Jumlah Penduduk ... 140
5.10 Kebutuhan Air Domestik Dan Non Domestik ... 151
5.10.1 Kebutuhan Air Domestik ... 151
5.10.2 Kebutuhan Air Non Domestik ... 158
5.11 Proyeksi Kebutuhan Air Total ... 160
5.12 Ketersediaan Sumber Air ... 168
5.13 Verifikasi Model ... 174
5.14 Hasil Analisa WEAP... 178
5.15 Spesifikasi Teknis Perencanaan PLTMH... 183
5.15.1 Identifikasi Lokasi... 183
5.15.2 Perencanaan ... 185
5.15.3 Desain Untuk Konstruksi Sipil ... 187
5.15.4 Desain Untuk Struktur Mekanikal dan Elektrikal... 188
5.15.5 Desain Untuk Fasilitas Distribusi ... 189
5.16 Rencana Anggaran Biaya Global Perencanaan PLTMH ... 195
5.17 Analisis Finansial ... 200
5.18 Upaya Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu (Integrated Water Resource Management) ... 211
BAB 6. PENUTUP ... 217
6.1 Kesimpulan ... 217
6.2 Saran... 219
DAFTAR PUSTAKA ... 220
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Siklus Hidrologi ... 5
Gambar 2.2 Grafik Lengkung Massa Ganda ... 7
Gambar 2.3 Cara Kerja PLTMH Secara Sederhana ... 29
Gambar 2.4 Komponen-Komponen Besar Dari Sebuah Skema Pembangkit Listrik Tenaga Mini / Mikro Hidro ... 32
Gambar 2.5 Bendung Pengalih dan Intake... 33
Gambar 2.6 Bak Pengendap... 33
Gambar 2.12 Perbandingan Cost Untuk Dam Intake... 47
Gambar 2.13 Cost Untuk Bak Pengendap ... 48
Gambar 2.14 Biaya Untuk Saluran Pembawa... 49
Gambar 2.15 Biaya Untuk Bak Penenang ... 50
Gambar 2.16 Biaya Untuk Pekerjaan Sipil Pipa Pesat... 51
Gambar 2.17 Berat Jenis Untuk Pipa Pesat ... 52
Gambar 2.18 Biaya Untuk Dasar Rumah Pembangkit ... 53
Gambar 2.19 Biaya Untuk Bangunan Rumah Pembangkit... 54
Gambar 2.20 Biaya Untuk Pekerjaan Mekanikal – Elektrikal... 55
Gambar 2.21 Biaya Untuk Pekerjaan Distribusi... 56
Gambar 2.22 Biaya Untuk Sambungan Pelanggan... 57
Gambar 3.1 Flowchart Penelitian ... 78
Gambar 4.1 Lokasi Penelitian... 79
Gambar 4.2 Air Terjun Antogan, Gombengsari, Ds. Sumberwaru, Kec. Kalipuro ... 82
Gambar 4.3 Vertikal Profile Lokasi Air Terjun Antogan, Gombengsari, Kalipuro ... 83
Gambar 4.4 Air Terjun Kali Bendo, Kec. Glagah ... 84
Gambar 4.5 Vertikal Profile Air Terjun Kali Bendo ... 85
Gambar 4.6 Air Terjun Kampung Anyar, Ds. Kampung Anyar, Kec. Glagah ... 86
Gambar 4.7 Vertikal Profile Air Terjun Kampung Anyar, Ds. Kampung Anyar, Kec. Glagah ... 87
Gambar 4.8 Lokasi Agropolitan Kecamatan Glagah Kabupaten Banyuwangi ... 91
Gambar 5.1 Pengukuran Debit Menggunakan Pelampung... 98
Gambar 5.2 Pengukuran Debit Menggunakan Bendung ... 99
Gambar 5.4 Pengukuran Debit Di Upstream Air Terjun Antogan ... 100
Gambar 5.5 Pengukuran Lebar Penampang Basah Sungai Di
Upstream Kali Bendo... 100 Gambar 5.6 Pengukuran Tinggi Muka Air Kali Bendo ... 101
Gambar 5.7 Pengukuran Kecepatan Aliran Kali Bendo Dengan
Stopwatch... 101 Gambar 5.8 Penentuan Titik Lokasi Air Terjun Dan Pengukuran
Ketinggian Air Terjun Dengan Alat GPS ... 102 Gambar 5.9 Pengukuran Debit di Upstream Air Terjun Kampung
Anyar Menggunakan Bendung Irigasi Teknis ... 102 Gambar 5.10 Grafik Extreme Probability Data Curah Hujan Rancangan
Metode Log Person III di DAS Bendo... 118 Gambar 5.11 Grafik Extreme Probability Data Curah Hujan Rancangan
Metode Log Person III di DAS Antogan ... 119 Gambar 5.12 Grafik Parameter Hidrograf Banjir ... 127
Gambar 5.13 Grafik Hidrograf Banjir Rancangan Sungai Bendo
Metode Nakayasu Berbagai Tingkat Alfa... 129
Gambar 5.14 Grafik Hidrograf Banjir Rancangan Sungai Bendo
Metode Nakayasu Berbagai Kala Ulang ... 131 Gambar 5.15 Grafik Hidrograf Banjir Rancangan Sungai Antogan
Metode Nakayasu Berbagai Tingkat Alfa... 133 Gambar 5.16 Grafik Hidrograf Banjir Rancangan Sungai Antogan
Metode Nakayasu Berbagai Kala Ulang ... 135
Gambar 5.17 Grafik Temperatur Rata-Rata Tahunan Stasiun
Klimatologi Banyuwangi ... 138 Gambar 5.18 Grafik Evapotranspirasi Potensial Rata-Rata Tahunan
Stasiun Klimatologi Banyuwangi ... 140 Gambar 5.19 Grafik Proyeksi Jumlah Penduduk Kecamatan Glagah
Antara Metode Least Square, Geometrik, dan Aritmatik .. 145 Gambar 5.20 Grafik Proyeksi Jumlah Penduduk Kecamatan Kalipuro
Antara Metode Least Square, Geometrik, dan Aritmatik .. 150 Gambar 5.21 Grafik Perubahan Cadangan Air Permukaan DAS Bendo. 168 Gambar 5.22 Grafik Perubahan Debit Surplus Sungai Bendo, Kec.
Glagah ... 169
Gambar 5.23 Grafik Perubahan Cadangan Air Permukaan DAS
Antogan ... 170 Gambar 5.24 Grafik Perubahan Debit Surplus Sungai Antogan, Kec.
Kalipuro ... 171 Gambar 5.25 Grafik Korelasi Debit Observasi Dan Debit Model Sungai
Bendo ... 175 Gambar 5.26 Grafik Korelasi Debit Observasi Dan Debit Model Sungai
Antogan ... 177 Gambar 5.27 Grafik Nilai Parameter Proses Kalibrasi Dan Verifikasi
Model ... 178 Gambar 5.28 Daerah Aliran Sungai Bendo dan Antogan... 179
Gambar 5.29 Skematik Jaringan Sungai Dan Sebaran Node-Node
Gambar 5.30 Hasil Running WEAP ... 181 Gambar 5.31 Skematik Jaringan Sungai Bendo dan Sungai Antogan
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Kebutuhan Air Bersih Berdasarkan Kategori Kota dan
Jumlah Penduduknya ... 15
Tabel 2.2 Standar Kebutuhan Air Rumah Tangga ... 16
Tabel 2.3 Asumsi Kebutuhan Air Untuk Non Domestik ... 17
Tabel 2.4 Besarnya Kebutuhan Air Perkotaan Menurut Jumlah Penduduk... 18
Tabel 2.5 Besarnya Kebutuhan Air Perkotaan Menurut Kepadatan Penduduk... 18
Tabel 2.6 Klasifikasi Industri Berdasar Jumlah Tenaga ... 19
Tabel 2.7 Kebutuhan Air Untuk Proses Industri ... 19
Tabel 2.8 Tipe-Tipe Saluran Pembawa Untuk PLTMH ... 39
Tabel 2.9 Pokok-Pokok Untuk Membuat Sebuah Kalkulasi Percobaan Dari Biaya Konstruksi ... 45
Tabel 2.10 Metode Untuk Membuat Sebuah Kalkulasi Percobaan Dari Biaya Konstruksi Pada Tahap Perencanaan Kasar .... 46
Tabel 2.11 Jenis Biaya Konstruksi PLTMH ... 58
Tabel 3.1 Jadwal Pelaksanaan Penelitian... 77
Tabel 4.1 Deliniasi Batas Wilayah Daerah Studi Berdasarkan RTRW Kab. Banyuwangi 2009-2031 ... 91
Tabel 5.1 Data Pengukuran Debit Aliran Dasar Sungai Pengamatan (Base Flow) ... 99
Tabel 5.2 Data Curah Hujan Maksimum DAS Bendo, Kecamatan Glagah ... 103
Tabel 5.3 Data Curah Hujan Maksimum DAS Antogan, Kecamatan Kalipuro ... 104
Tabel 5.4 Rekapitulasi Konsistensi Data Curah Hujan DAS Bendo Glagah ... 105
Tabel 5.5 Rekapitulasi Konsistensi Data Curah Hujan DAS Antogan Kalipuro... 105
Tabel 5.6 Curah Hujan Rerata Daerah Tahunan DAS Bendo Kec. Glagah ... 106
Tabel 5.7 Curah Hujan Rerata Daerah Tahunan DAS Antogan Kec. Kalipuro ... 107
Tabel 5.8 Uji Abnormalitas Data Curah Hujan Untuk Harga Maksimum DAS Bendo ... 109
Tabel 5.9 Uji Abnormalitas Data Curah Hujan Untuk Harga Minimum DAS Bendo ... 110
Tabel 5.10 Uji Abnormalitas Data Curah Hujan Untuk Harga Maksimum DAS Antogan... 111
Tabel 5.12 Curah Hujan Rerata Daerah Untuk Curah Hujan Rancangan Metode Log Person III DAS Bendo ... 114 Tabel 5.13 Perhitungan Curah Hujan Rancangan Log Person III
Dengan Kala Ulang DAS Bendo... 114
Tabel 5.14 Curah Hujan Rerata Daerah Untuk Curah Hujan
Rancangan Metode Log Person III DAS Antogan... 115 Tabel 5.15 Perhitungan Curah Hujan Rancangan Log Person III
Dengan Kala Ulang DAS Antogan ... 116 Tabel 5.16 Uji Probabilitas Curah Hujan Rerata Daerah Untuk Curah
Hujan Rancangan DAS Bendo... 117 Tabel 5.17 Uji Probabilitas Curah Hujan Rerata Daerah Untuk Curah
Hujan Rancangan DAS Antogan ... 119 Tabel 5.18 Perhitungan Distribusi Frekuensi Hujan Netto DAS
Bendo ... 123 Tabel 5.19 Perhitungan Distribusi Frekuensi Hujan Netto Jam-Jaman
DAS Bendo ... 123 Tabel 5.20 Perhitungan Distribusi Frekuensi Hujan Netto DAS
Antogan ... 124 Tabel 5.21 Perhitungan Distribusi Frekuensi Hujan Netto Jam-Jaman
DAS Antogan ... 124 Tabel 5.22 Kumulatif Hidrograf Banjir Rancangan Metode Nakayasu
S. Bendo ... 128 Tabel 5.23 Debit Banjir Rancangan Metode Nakayasu Sungai Bendo
Berbagai Kala Ulang ... 130 Tabel 5.24 Kumulatif Hidrograf Banjir Rancangan Metode Nakayasu
S. Antogan... 132
Tabel 5.25 Debit Banjir Rancangan Metode Nakayasu Sungai
Antogan Berbagai Kala Ulang ... 134 Tabel 5.26 Perkiraan Daya Dari Debit Minimum Untuk Perencanaan
PLTMH di DAS Bendo dan DAS Antogan ... 136
Tabel 5.27 Perkiraan Daya Dari Debit Maksimum Untuk
Perencanaan PLTMH di DAS Bendo dan DAS Antogan .. 137 Tabel 5.28 Perkiraan Daya Dari Debit Rata-Rata Untuk Perencanaan
PLTMH di DAS Bendo dan DAS Antogan ... 137 Tabel 5.29 Evapotranspirasi Potensial Rata-Rata Tahunan Stasiun
Klimatologi Banyuwangi ... 139 Tabel 5.30 Jumlah Penduduk Kecamatan Glagah Tahun 2000-2010 .. 141
Tabel 5.31 Proyeksi Jumlah Penduduk Kecamatan Glagah
Kabupaten Banyuwangi ... 144 Tabel 5.32 Jumlah Penduduk Kecamatan Kalipuro Tahun 2000-2010 146
Tabel 5.33 Proyeksi Jumlah Penduduk Kecamatan Kalipuro
Kabupaten Banyuwangi ... 149
Tabel 5.34 Perhitungan Kebutuhan Air Domestik Kec. Glagah
Dengan Tingkat Pelayanan 100% ... 152
Tabel 5.35 Perhitungan Kebutuhan Air Domestik Kec. Glagah
Tabel 5.36 Perhitungan Kebutuhan Air Domestik Kec. Glagah Dengan Tingkat Pelayanan 60% ... 154
Tabel 5.37 Perhitungan Kebutuhan Air Domestik Kec. Kalipuro
Dengan Tingkat Pelayanan 100% ... 155
Tabel 5.38 Perhitungan Kebutuhan Air Domestik Kec. Kalipuro
Dengan Tingkat Pelayanan 75% ... 156
Tabel 5.39 Perhitungan Kebutuhan Air Domestik Kec. Kalipuro
Dengan Tingkat Pelayanan 60% ... 157
Tabel 5.40 Kebutuhan Air Non Domestik Kecamatan Glagah
Kabupaten Banyuwangi ... 158
Tabel 5.41 Kebutuhan Air Non Domestik Kecamatan Kalipuro
Kabupaten Banyuwangi ... 159 Tabel 5.42 Perhitungan Debit Puncak Kebutuhan Air Domestik Dan
Non Domestik Kec. Glagah Pada Tingkat Pelayanan
100% ... 161 Tabel 5.43 Perhitungan Debit Puncak Kebutuhan Air Domestik Dan
Non Domestik Kec. Glagah Pada Tingkat Pelayanan 75% 162 Tabel 5.44 Perhitungan Debit Puncak Kebutuhan Air Domestik Dan
Non Domestik Kec. Glagah Pada Tingkat Pelayanan 60% 163 Tabel 5.45 Perhitungan Debit Puncak Kebutuhan Air Domestik Dan
Non Domestik Kec. Kalipuro Pada Tingkat Pelayanan
100% ... 165 Tabel 5.46 Perhitungan Debit Puncak Kebutuhan Air Domestik Dan
Non Domestik Kec. Kalipuro Pada Tingkat Pelayanan
75% ... 166 Tabel 5.47 Perhitungan Debit Puncak Kebutuhan Air Domestik Dan
Non Domestik Kec.Kalipuro Pada Tingkat Pelayanan
60% ... 167
Tabel 5.48 Perubahan Cadangan Air Permukaan Daerah Aliran
Sungai Bendo, Glagah... 172
Tabel 5.49 Perubahan Cadangan Air Permukaan Daerah Aliran
Sungai Antogan, Kalipuro... 172 Tabel 5.50 Ketersediaan Debit di DAS Bendo, Kec. Glagah, Kab.
Banyuwangi ... 173 Tabel 5.51 Ketersediaan Debit di DAS Antogan, Kec. Kalipuro, Kab.
Banyuwangi ... 173 Tabel 5.52 Verifikasi Debit Model Dengan Debit Observasi Sungai
Bendo ... 174 Tabel 5.53 Verifikasi Debit Model Dengan Debit Observasi Sungai
Antogan ... 176 Tabel 5.54 Hasil Analisa WEAP Ketersediaan Sumber Air di DAS
Bendo dan DAS Antogan... 182 Tabel 5.55 Spesifikasi Teknik PLTMH Bendo, Glagah ... 192 Tabel 5.56 Spesifikasi Teknik PLTMH Antogan, Kalipuro ... 193
Tabel 5.57 Nilai Parameter Perencanaan PLTMH Bendo dan
Tabel 5.58 Rencana Anggaran Biaya Global Perencanaan PLTMH
Bendo ... 197 Tabel 5.59 Rekapitulasi RAB Perencanaan PLTMH Bendo, Glagah.. 198
Tabel 5.60 Rencana Anggaran Biaya Global Perencanaan PLTMH
Antogan ... 199
Tabel 5.61 Rekapitulasi RAB Perencanaan PLTMH Antogan, Kec.
Kalipuro ... 200
Tabel 5.62 Rencana Biaya Operasional dan Perawatan PLTMH
Bendo, Glagah... 202 Tabel 5.63 Rekapitulasi Analisa Finansial Perencanaan PLTMH
Bendo ... 205
Tabel 5.64 Rencana Biaya Operasional dan Perawatan PLTMH
Antogan, Kalipuro... 207 Tabel 5.65 Rekapitulasi Analisa Finansial Perencanaan PLTMH
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Air merupakan salah satu sumber daya alam dan kebutuhan hidup yang paling penting dan merupakan unsur sadar bagi semua peri-kehidupan di bumi. Tanpa air, berbagai proses kehidupan tidak dapat berlangsung. Air termasuk sumber daya alam yang dapat diperbaharui (renewable) oleh alam dan karena itu, air dianggap sebagai sumber daya alam yang tidak dapat habis. Air dianggap pula sebagai milik umum (common property) dan terkesan gratis. Sehingga penggunaanya sering dilakukan secara tidak hemat dan kurang hati-hati. Anggapan itu keliru, karena air terbatas jumlahnya dan memiliki siklus tata air yang relatif tetap.
Sekarang ini ketersediaan sumber daya air dirasakan semakin terbatas sehingga penggunaannya ditinjau dari segi “warung jamu” (waktu, ruang, jumlah, dan mutu) harus efisien dan memperhatikan keseimbangan antara pasokan (supply system) dengan tuntutan penggunaan (demand system).
Beberapa sektor kehidupan yang terkait dengan ketersediaan air misalnya : irigasi (sawah dan tambak), domestik (kebutuhan air untuk domestik), industri (kebutuhan air untuk industri), municiple (kebutuhan air untuk perkotaan). Sektor-sektor ini akan berkembang sehingga kebutuhan air akan meningkat, di lain sisi debit air semakin menurun pada musim kemarau. Dengan demikian perlu memperhitungkan ketersediaan air untuk menunjang pertumbuhan sektor-sektor yang membutuhkan air.
Di Daerah Aliran Sungai Bendo Kabupaten Banyuwangi memiliki potensi sumber daya air yang masih terjaga. Bentuk topografi daerah aliran sungai Bendo yang berbukit sehingga banyak sekali dijumpai air terjun – air terjun. Potensi air terjun inilah yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber teknologi tepat guna seperti Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH). Selain untuk perencanaan PLTMH juga dapat dimanfaatkan sebagai objek wisata air terjun, sehingga dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat sekitar. Jika dioptimalkan dengan merencanakan suatu kawasan agropolitan di daerah aliran sungai Bendo tersebut, maka penduduk sekitar melalui swadayanya dapat meningkatkan potensi daerahnya sendiri. Hal ini tentu dapat meningkatkan sumber devisa khususnya di Kabupaten Banyuwangi dalam hal pengembangan potensi wilayah menjadi daerah otonomi yang lebih mandiri.
Dalam merencanakan PLTMH tersebut, maka perlu evaluasi dan analisa keseimbangan air permukaan (surface water balance) di Daerah Aliran Sungai Bendo untuk mengetahui ketersediaan debit air dengan menggunakan bantuan program WEAP (Water Evaluation And Planning System). Sebagai database, WEAP menyediakan suatu sistem informasi untuk pengaturan permintaan air (water demand), dan informasi ketersediaan air (water supply). Sebagai alat peramalan, WEAP mensimulasi permintaan air, persediaan air, aliran, tampungan air, polusi, pengolahan air, dan debit. Sebagai alat pengambilan kebijakan, WEAP mengevaluasi keseluruhan pengembangan dan pengelolaan air, dan memperhitungkan berbagai penggunaan sistem penyediaan air.
Melalui evaluasi ketersediaan sumber daya air dari program WEAP tersebut, diharapkan Daerah Aliran Sungai Bendo mempunyai sumber daya air yang cukup berlimpah guna menunjang pengembangan PLTMH.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka permasalahan yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah analisis dan evaluasi ketersediaan sumber daya air di Daerah Aliran Sungai Bendo Kabupaten Banyuwangi ?
2. Bagaimanakah kelayakan secara finansial Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) di Daerah Aliran Sungai Bendo Kabupaten Banyuwangi ?
1.3 Batasan Dan Ruang Lingkup Penelitian
Untuk memfokuskan pembahasan, maka diberikan batasan dan ruang lingkup sebagai berikut :
1. Penelitian dilakukan di Daerah Aliran Sungai Bendo Kabupaten
Banyuwangi.
2. Evaluasi dan analisis hanya difokuskan pada ketersediaan air permukaan (surface water supply).
3. Evaluasi ketersediaan sumber air menggunakan bantuan program WEAP (Water Evaluation And Planning System) dan Ms. Excel.
4. Wujud rekomendasi dari penelitian ini berupa pengelolaan sumber daya air terpadu dan kelayakan secara finansial pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) di Daerah Aliran Sungai Bendo Kabupaten Banyuwangi.
1.4 Tujuan Dan Manfaat Penelitian Tujuan dari penelitian ini antara lain :
1. Untuk menganalisis dan mengevaluasi ketersediaan sumber daya air di Daerah Aliran Sungai Bendo Kabupaten Banyuwangi.
Manfaat dari penelitian ini antara lain :
1. Memberikan informasi kepada khalayak umum tentang ketersediaan air dan potensi-potensi sumber daya air di Daerah Aliran Sungai Bendo Kabupaten Banyuwangi.
2. Memberikan informasi tentang kelayakan secara finansial pengembangan PLTMH di DAS Bendo Kabupaten Banyuwangi.
3. Memberikan sumbangan ilmu bagi para pembaca.
1.5 Kontribusi Penelitian
Kontribusi penelitian ini adalah untuk pengembangan keilmuan dibidang teknik sipil khususnya dalam rekayasa dan manajemen sumber daya air serta dapat menjadi pertimbangan dan sumber informasi di BAPPEDA, Dinas Pengairan, BMKG Banyuwangi, PDAM, Dinas Kehutanan, dan Dinas ESDM Kabupaten Banyuwangi.
1.6 Hasil Yang Diharapkan
Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui ketersediaan sumber daya air di Daerah Aliran Sungai Bendo Kabupaten Banyuwangi.
2. Bisa mengembangkan dan merencanakan Pembangkit Listrik Tenaga
Mikro Hidro (PLTMH) di Daerah Aliran Sungai Bendo Kabupaten Banyuwangi.
3. Rekomendasi hasil penelitian berupa kelayakan secara finansial
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Daerah Aliran Sungai (DAS)
Daerah Aliran Sungai (DAS) secara umum didefinisikan sebagai suatu
wilayah daratan yang secara topografik dibatasi oleh punggung-punggung gunung
yang menampung dan menyimpan air hujan untuk kemudian menyalurkannya ke
laut melalui sungai utama. Wilayah daratan tersebut dinamakan Daerah
Tangkapan Air (DTA) atau catchment area yang merupakan suatu ekosistem
dengan unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam (tanah, air, dan vegetasi) dan
sumberdaya manusia sebagai pemanfaat sumberdaya alam (Asdak, 2004 : 4).
Dalam pendefinisian DAS pemahaman akan konsep daur hidrologi sangat
diperlukan terutama untuk melihat masukan berupa curah hujan yang selanjutnya
didistribusikan melalui beberapa cara seperti diperlihatkan pada Gambar 2.1.
2.2 Analisis Hidrologi 2.2.1 Pengisian Data Kosong
Data curah hujan yang hilang disebabkan oleh beberapa hal, seperti alat
ukur rusak, pengamat berhalangan, dan data pencatatan hilang. Untuk data dari
stasiun (selain stasiun yang datanya hilang) terdapat pencatatan hujan jangka
panjang, maka dapat dicari dengan metode Normal Ratio dengan rumus sebagai
berikut (Soewarno, 2000) :
Ra = Jumlah hujan tahunan normal pada stasiun yang datanya hilang
R1…Rn = Jumlah hujan tahunan pada stasiun 1 s/d n
r1…rn = Hujan pada saat yang sama dengan hujan yang akan dicari dari
stasiun 1 s/d n
n = Jumlah stasiun hujan disekitar stasiun yang akan dicari
2.2.2 Pengecekan Kualitas Data Hujan
Data hujan yang diperlukan harus dicek sebelum digunakan untuk analisis
hidrologi lebih lanjut. Agar tidak mengandung kesalahan dan harus tidak
mengandung data kosong (missing record), maka perlu dilakukan pengecekan
kualitas data dengan melakukan uji konsistensi yang berarti menguji kebenaran
data.
Salah satu cara untuk menguji konsistensi adalah dengan menggunakan
analisis kurva massa ganda (double mass curve analysis) untuk data hujan
musiman atau tahunan dari suatu DAS. Dengan metode ini dapat dilakukan
koreksi untuk data hujan yang tidak konsisten. Langkah yang dilakukan adalah
membandingkan harga akumulasi curah hujan tahunan pada stasiun yang diuji
yang diuji dan memiliki kondisi meteorologi yang sama dengan stasiun yang diuji
(Subarkah, 1980 : 28).
Gambar 2.2 Grafik Lengkung Massa Ganda (Nemec, 1973 : 179)
2.2.3 Curah Hujan Areal
Hujan yang terjadi dapat merata di seluruh kawasan yang luas atau terjadi
hanya bersifat setempat. Jika terjadi hujan setempat saja maka kita hanya
mendapat curah hujan di daerah itu. Sedangkan di suatu areal terdapat beberapa
alat penakar atau pencatat curah hujan, maka dapat diambil nilai rata-rata untuk
mendapatkan nilai curah hujan areal (Soemarto, 1995).
Di dalam analisa curah hujan rerata wilayah di DAS Bendo Kabupaten
Banyuwangi menggunakan metode rata-rata aritmatik.
(
R R R Rn)
n
dengan :
R = Curah hujan daerah (mm)
R1, R2, …, Rn = Curah hujan ditiap titik pengamatan
n = Jumlah titik atau pos pengamatan
2.2.4 Evapotranspirasi
Evapotranspirasi adalah proses kembalinya air ke udara yang disebabkan
oleh penguapan yang berasal dari permukaan tanah (sungai, danau) dan
tumbuh-tumbuhan. Proses serupa, namun hanya berasal dari tubuh air (water body) atau
permukaan tanah tanpa tumbuhan disebut dengan evaporasi, sedangkan yang
berasal dari tumbuhan disebut transpirasi.
Perhitungan evapotranspirasi dilakukan berdasarkan data tersebut diatas
dengan menggunakan metode Penman modifikasi yang telah disesuaikan dengan
keadaan daerah Indonesia :
Eto = c x Eto* (2.3)
Eto* = W (0,75.Rs – Rn1) + (1 – W) . f(u) . (ea – ed) (2.4)
Rumus penyederhanaan Penman ini mempunyai ciri khusus sebagai
berikut :
W = faktor yang berhubungan dengan suhu (t) dan elevasi daerah.
Rs = radiasi gelombang pendek (mm/hari)
= (0,25 + 0,54 . n/N) . Ra
Ra = radiasi gelombang pendek yang memenuhi batas luar atmosfir
(angka angot)
Rn1 = radiasi bersih gelombang panjang (mm/hari)
= f(t) . f(ed) . f(n/N)
f(T) = fungsi suhu = σ . Ta4
f(ed) = fungsi tekanan uap = 0,34 – 0,044 . (ed)1/2
f(n/N) = fungsi kecerahan = 0,1 + 0,9 . n/N
(ea – ed) = perbedaan tekanan uap jenuh dengan uap sebenarnya
ed = ea . RH
RH = kelembaban udara relative (%)
c = angka koreksi Penman yang besarnya melihat kondisi siang dan
malam.
2.2.5 Limpasan Permukaan
Limpasan permukaan (surface run off, RO) adalah air yang mencapai
sungai tanpa mencapai permukaan air tanah, yakni curah hujan dikurangi sebagian
dari besarnya infiltrasi, air yang tertahan dan genangan. Termasuk didalamnya
adalah air yang mencapai danau. Di wilayah studi air permukaan dijumpai pada
sungai – sungai utama, sementara anak – anak sungai umumnya bersifat musiman
atau kering pada musim kemarau dan berair pada musim penghujan. Banyaknya
air yang mengalir sebagai limpasan permukaan dihitung dengan menggunakan
pendekatan Sharma, 1990 (lembaga riset pertanian, India) sebagai berikut :
0613
Yang dimaksud dengan neraca air (water balance) adalah keseimbangan
air yang terjadi di alam atau di suatu daerah yang membentuk suatu daur hidrologi.
Komponen hidrologi yang diperlukan dalam perhitungan neraca air meliputi curah
hujan (P), evapotranspirasi nyata (ETa), limpasan permukaan (RO), dan jumlah
studi menggunakan rumus umum neraca air sebagai berikut ini (Dunne dan
Leopold, 1978) :
P = RO + ETa + U + ∆Sm + ∆Sg (2.6)
dengan :
P = curah hujan tahunan rerata di wilayah studi (mm)
RO = limpasan permukaan (mm)
ETa = evapotranspirasi nyata (mm)
U = perkolasi (mm)
∆Sm = perubahan cadangan kelengasan tanah (mm) ∆Sg = perubahan cadangan air tanah (mm)
∆Sm dan ∆Sg : terdapat pada kedudukan konstan pada kondisi tahunan.
Faktor – faktor yang berpengaruh antara lain :
- Iklim (Evaporasi, Evapotranspirasi, dll)
- Topografi (kemiringan, panjang sungai, dll)
- Tata guna lahan ( prosentase hutan, sawah dll)
Model neraca DAS secara sederhana dapat digambarkan sebagai berikut :
Untuk selang waktu tertentu :
Umpamanya 1 tahun :
Tebal Hujan = H
Evapotranspirasi actual = Eta
Tebal aliran (keluaran) = Q
Sehingga dapat dimodelkan sebagai berikut :
H = Q + Eta ± ∆S (2.7)
Q
H
dengan :
∆S = perubahan keseluruhan volume waduk air baik yang di permukaan maupun yang di dalam tanah di seluruh DPS
Penggunaan air yang semakin meningkat maka berakibat berkurangnya
ketersediaan air. Untuk mengetahui ketersediaan air dan kebutuhan air maka
dilakukan analisis neraca air agar bisa mengetahui potensi air masa kini dan akan
datang dengan rumus :
Qt = Qir + Qi + Qd + Qpr (2.8)
dengan :
Qt = Debit yang tersedia (m3/dt)
Qir = Kebutuhan untuk pertanian (m3/dt)
Qi = Kebutuhan industri (m3/dt)
Qd = Kebutuhan untuk domestik (m3/dt)
Qpr = Kebutuhan perkotaan (m3/dt)
2.3 Proyeksi Jumlah Penduduk dan Fasilitas 2.3.1 Proyeksi Jumlah Penduduk
Data kependudukan merupakan salah satu faktor terpenting dalam proses
penyusunan suatu rencana, mengingat bahwa setiap perencanaan dilakukan serta
ditujukan untuk kepentingan penduduk itu sendiri. Peningkatan jumlah penduduk
akan mempengaruhi peningkatan kebutuhan fasilitas termasuk peningkatan
pelayanan air bersih.
Semua sistem penyediaan air bersih harus direncanakan untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat di waktu sekarang hingga beberapa tahun ke depan sesuai
dengan jumlah tahun proyeksi. Maka diperlukan proses perhitungan proyeksi
penduduk sebagai awal dari kegiatan perencanaan, dimana tingkat perkembangan
penduduk suatu daerah dipengaruhi oleh tingkat kelahiran (nartalitas), kematian
Untuk memperoleh nilai proyeksi yang relatif akurat, maka perlu dicari
terlebih dahulu nilai koefisien korelasi (r) dari rumus-rumus proyeksi yang akan
digunakan.
Nilai koefisien korelasi yang dipakai adalah yang mendekati nilai 1, yang
menggambarkan bahwa rumus yang dipakai adalah yang lebih mewakili nilai
pendekatan pertumbuhan penduduk secara optimum terhadap pola pertumbuhan
yang terjadi sebenarnya untuk masa yang akan datang.
Ada beberapa macam persamaan yang dapat digunakan untuk melakukan
perhitungan proyeksi penduduk, antara lain :
a. Metode Perbandingan
Digunakan untuk wilayah perencanaan dengan data penduduk tidak lengkap,
dimana proyeksinya menggunakan daerah lain yang dianggap memiliki
kondisi sosial ekonomi serta kebijakan pembangunan yang relatif sama.
b. Metode Ekstrapolasi
Meliputi :
- Metode Ekstrapolasi Grafis, dan
- Metode Ekstrapolasi Matematis, yang terdiri dari :
1. Metode Aritmatik
Metode ini umumnya dipakai apabila pertumbuhan penduduknya
digunakan jika data penduduk yang dimiliki relatif pendek, dimana
data waktu proyeksi yang diambil disesuaikan dengan jumlah data
yang dimiliki.
Persamaan yang digunakan adalah :
Pn = Po + r .n ... (2.10)
Dengan : Pn = Jumlah penduduk pada tahun ke-n
Po = Jumlah penduduk mula-mula
r = Jumlah pertambahan penduduk tiap tahun
n = Banyaknya tahun proyeksi
2. Metode Geometrik
Metode ini umumnya digunakan bila tingkat pertumbuhan penduduk
naik secara berganda atau tingkat pertumbuhan populasinya berubah
secara ekuivalen dengan jumlah penduduk tahun sebelumnya.
Persamaan yang digunakan adalah :
Pn = Po (1 + r )n ... (2.11)
Dengan : Pn = Jumlah penduduk pada tahun ke-n
Po = Jumlah penduduk mula-mula
r = Prosentase pertambahan penduduk tiap tahun
n = Banyaknya tahun proyeksi / kurun waktu
3. Metode Least Square (Kuadrat Minimum)
Digunakan apabila garis regresi data perkembangan penduduk masa
lalu menggambarkan kecenderungan garis linier, meskipun
pertumbuhan penduduk tidak selalu bertambah.
Dengan : y = Jumlah penduduk
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi ketelitian proyeksi penduduk,
antara lain :
Jumlah populasi penduduk dalam suatu area.
Kecepatan pertambahan penduduk, dimana kecepatan pertambahan penduduk tinggi akan mengurangi ketelitian proyeksi.
Kurun waktu proyeksi.
2.3.2 Proyeksi Fasilitas
Dalam menentukan kebutuhan air bersih yang berpengaruh terhadap
perencanaan instalasi juga harus memperhitungkan keberadaan fasilitas umum
yang ada sekarang serta perkembangannya pada daerah perencanaan.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pertambahan fasilitas adalah : Pertambahan penduduk
Jenis fasilitas
Perluasan fasilitas yang ada Perkembangan sosial ekonomi.
Yang termasuk fasilitas umum dalam kaitannya dengan perencanaan unit
pengolahan air bersih adalah : Tempat ibadah
Sarana Kesehatan Komersial Industri
Fasilitas umum yang lain
2.4 Kebutuhan Air Bersih 2.4.1 Kebutuhan Air Domestik
Pemenuhan kebutuhan air untuk domestik memiliki bagian terbesar dalam
kebutuhan dasar perencanaan unit pengolahan. Faktor kebiasaan, pola dan tingkat
kehidupan yang didukung oleh adanya perkembangan sosial ekonomi
memberikan pengaruh terhadap peningkatan kebutuhan dasar air.
Dikenal dua kategori fasilitas penyediaan air minum, yaitu :
a. Fasilitas Perpipaan, terdiri dari : Sambungan Rumah (SR) Sambungan Halaman Sambungan Umum
b. Fasilitas Non perpipaan, terdiri dari :
Sumur umum, kendaraan tangki air (water tank), mata air.
Yang perlu diketahui juga adalah jumlah kebutuhan rata-rata air bersih per
orang per hari, dimana dibedakan atas kategori kota. Berikut ini standar yang
dikeluarkan oleh Dirjen Cipta Karya Departemen PU :
Tabel 2.1 Kebutuhan Air Bersih Berdasarkan Kategori Kota Dan Jumlah Penduduknya.
Penyediaan air (liter/org/hari) Kategori kota Jumlah Penduduk
SR HU
Kehilangan Air
(%)
Metropolitan > 1.000.000 190 30 20
Besar 500.000-1.000.000 170 30 20
Sedang 100.000-500.000 150 30 20
Kecil 20.000-100.000 130 30 20
IKK < 20.000 100 30 20
Adapun standar yang digunakan dalam klasifikasi kebutuhan air rumah
tangga beserta besarnya jumlah kebutuhan air rumah tangga berdasarkan
Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah (2003), dapat dilihat pada Tabel
2.2.
Tabel 2.2. Standar Kebutuhan Air Rumah Tangga
No. Jumlah Penduduk Jenis Kota Kebutuhan Air (l//Hari)
Sumber: Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2003
2.4.2 Kebutuhan Air Non Domestik
Kebutuhan air non domestik merupakan tahap selanjutnya dalam
perhitungan kebutuhan air bersih. Besaran pemakaiannya ditentukan oleh jumlah
konsumen non domestik yang terdiri dari fasilitas-fasilitas sebagaimana dijelaskan
pada halaman sebelumnya.
Sebagaimana penjelasan sebelumnya bahwa ada beberapa faktor yang
dapat menentukan perkembangan jumlah fasilitas tersebut, yaitu pertambahan
penduduk, jenis dan perluasan fasilitas serta perkembangan sosial ekonomi.
Perhitungan proyeksi fasilitas dapat dilakukan dengan pendekatan
Tabel 2.3 Asumsi Kebutuhan Air Untuk Non Domestik
No. Kategori Pemakaian Air Rata-Rata / Hari
(liter) Keterangan
Sumber : Juknis Perencanaan Sistem Penyediaan Air Minum Perkotaan, (vol.1I), 1998.
2.4.3 Kebutuhan Air Untuk Perkotaan (Municiple)
Kebutuhan air perkotaan adalah kebutuhan air untuk fasilitas kota, seperti
fasilitas komersial, fasilitas wisata, fasilitas rumah ibadah, fasilitas kesehatan,
fasilitas pendidikan, dan fasilitas pendukung kota seperti taman, penggelontoran
kota. (Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2003).
Besarnya kebutuhan air perkotaan merupakan persentase dari jumlah
kebutuhan air rumah tangga (domestic). Penentuan besarnya persentase tergantung
dari jumlah penduduk atau kepadatan penduduk. Besarnya kebutuhan air
perkotaan berkisar antara 25 sampai dengan 40 persen dari kebutuhan air rumah
tangga. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2.4 menunjukkan bahwa
kebutuhan air perkotaan ditinjau menurut jumlah penduduk dan dapat juga
ditinjau pula kebutuhan air perkotaan ditinjau menurut kepadatan penduduk dapat
Tabel 2.4. Besarnya Kebutuhan Air Perkotaan Menurut Jumlah Penduduk
No. Kriteria (Jumlah Penduduk)
Kebutuhan Air Perkotaan
(Persentase dari Kebutuhan Air Rumah Tangga) 1
Sumber: Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2003
Tabel 2.5. Besarnya Kebutuhan Air Perkotaan Menurut Kepadatan Penduduk
No. Kriteria (Kepadatan Penduduk)
Kebutuhan Air Perkotaan
(Persentase dari Kebutuhan Air Rumah Tangga) 1
Sumber: Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2003
2.4.4 Kebutuhan Air Untuk Industri
Kebutuhan air industri adalah kebutuhan air untuk proses industri
termasuk bahan baku, kebutuhan air pekerja, industri dan pendukung kegiatan
industri. Namun, besar kebutuhan air industri ditentukan oleh kebutuhan air untuk
proses dan bahan baku industri serta kebutuhan air untuk pekerja industri
(Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2003).
Klasifikasi industri diperlukan untuk menentukan besarnya kebutuhan air
industri. Adapun klasifikasi industri dapat dilihat pada Tabel 2.6. Kebutuhan air
pekerja industri merupakan kebutuhan air domestik yang telah disesuikan dengan
kebutuhan pekerja pabrik. Adapun jumlah kebutuhan air tersebut adalah 60
Tabel 2.6. Klasifikasi Industri Berdasar Jumlah Tenaga
Sumber: Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2003
Tabel 2.7. Kebutuhan Air untuk Proses Industri
No. Jenis Industri Jenis Proses Industri Kebutuhan Air (l//Hari)
Sumber: Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2003
2.5 Kapasitas Produksi
Penentuan besaran kebutuhan air menurut Al-layla, dkk (1980) mengacu
pada kebutuhan air harian maksimum (Qmax.day) serta kebutuhan air jam
maksimum (Q hour.max) dengan referensi kebutuhan air rata-rata.
a. Kebutuhan air rata-rata harian (Q av.day)
Adalah jumlah air yang diperlukan untuk pemenuhan kebutuhan domestik,
b. Kebutuhan air harian maksimum (Q max.day)
Merupakan jumlah air terbanyak yang diperlukan pada satu hari dalam
kurun satu tahun berdasarkan nilai Q rata-rata harian. Diperlukan faktor
fluktuasi kebutuhan harian maksimum dalam perhitungannya.
Q max.day = f x Q av.day...(2.16)
Dengan :
f = Faktor harian maksimum ( 1 < f max.hour < 1,5)
Q av.day = Kebutuhan air harian maksimum (ltr/dtk)
c. Kebutuhan air jam maksimum (Q max.hour)
Adalah jumlah air terbesar yang diperlukan pada jam-jam tertentu. Faktor
fluktuasi kebutuhan jam maksimum (F max.hour) diperlukan dalam
perhitungannya.
Q max.hour = f x Q max.hour...(2.17)
Dengan :
f = Faktor fluktuasi jam maksimum (1,5 - 2,5)
Q max.day = Kebutuhan air harian maksimum
Q max.hour = Kebutuhan air jam maksimum (ltr/jam)
Banyak faktor yang mempengaruhi fluktuasi pemakaian air jam per jam,
dan untuk mendapatkan data fluktuasi ini diperlukan survey (penelitian)
terhadap aktivitas atau kebutuhan air konsumen.
Selain penentuan kapasitas produksi pada unit pengolahan, maka perlu
diperhitungkan lagi faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap
perencanaan unit pengolahan.
d. Kehilangan Air
dilapangan, kejadian akan kehilangan air ini selalu terjadi. Adapun bentuk
kehilangan dapat bersifat teknis dan non teknis.
Terdapat 3 macam pengertian menyangkut istilah kehilangan air, yaitu :
1) Kehilangan air rencana
Kehilangan yang disebabkan oleh pengaruh operasional dan
pemeliharaan unit pengolahan.
2) Kehilangan air percuma
Meliputi segala aspek penggunaan fasilitas penyediaan air bersih dan
pengelolaannya. Kehilangan ini dapat dibagi dua, yaitu :
Leakage; merupakan kehilangan air percuma pada komponen
fasilitas yang disebabkan oleh kurangnya pengendalian pengelola.
Wastage; adalah kehilangan air yang terjadi pada tingkatan
konsumen.
3) Kehilangan air insidentil
Jika kehilangan air yang terjadi akibat hal-hal yang berada diluar
kemampuan manusia dan bersifat spontan seperti bencana dan
sebagainya.
Namun secara umum dalam melakukan perencanaan unit pengolahan
air bersih, nilai kehilangan yang terjadi baik khilangan air percuma dan
insidentil sudah masuk dalam perhitungan. Besarnya nilai kehilangan
air tersebut berkisar antara 15 – 25 % dari total kebutuhan air bersih
baik domestik maupun non domestik.
e. Kebutuhan air untuk pemadam kebakaran
Q fire = 5% x Q av.day ... (2.18)
Untuk penentuan besar pemakaian untuk pemadam kebakaran di Indonesia
belum ada standarisasinya, sehingga cenderung bersifat subyektif
tergantung dari kondisi dan kebijakan setempat. Menurut Al-layla, dkk
f. Kebutuhan air total
Q total = Q max.hour + Q fire ... (2.19)
Kebutuhan air total adalah merupakan jumlah kebutuhan air domestik
ditambah dengan kebutuhan non domestik dan ditambah dengan jumlah
kebocoran serta kebutuhan untuk pemadam kebakaran.
Analisa kapasitas produksi kebutuhan air total diproyeksikan dengan
tingkat pelayanan 100%, 75%, dan 60% terhadap proyeksi jumlah penduduk
(domestik dan non domestik).
2.6 Ketersediaan Debit
Mock memperkenalkan cara perhitungan aliran sungai dari data curah
hujan, evaporasi dan karakteristik hidrologi daerah pengaliran untuk menaksir
tersedianya air sungai bila data debit tidak ada. Untuk menganalisis ketersediaan
air di Daerah Aliran Sungai Bendo dilakukan dengan cara mensistensis data
dengan cara “Rainfall – Runoff Model” Mock (Mock, 1973).
Perhitungan debit andalan digunakan model Mock, model ini didasarkan
pada data curah hujan, data klimatologi dan kondisi DAS yang bersangkutan.
Adapun data-data yang diperlukan dalam perhitungan model neraca air Mock,
antara lain :
1. Hujan bulanan rata-rata, (mm)
2. Hari hujan bulanan rata-rata, (hari)
3. Evapotranspirasi potensial bulanan (mm/bulan)
Debit andalan metode Mock, dirumuskan sebagai berikut :
Q = (Dro + Bf )F (2.20)
Dro = Ws − 1 (2.21)
Ws = R − Et (2.22)
dengan :
Et = Evapotranspirasi Penman modifikasi (mm)
Run off = (I – Vn) + 0,60 (P – EL) (mm/bln)
Q = run off. A (m2/dt)
2.7 Verifikasi Dan Kalibrasi Model
Proses verifikasi model WEAP (Water Evaluation And Planning System)
menggunakan data debit pengukuran di lapangan terhadap debit andalan hasil
perhitungan.
Sedangkan dalam proses kalibrasi sendiri menggunakan kriteria evaluasi
model antara lain dapat dilihat dari nilai parameter-parameter berikut :
a. Root Mean Squared Error (RMSE) :
b. Normalised Root Mean Squared Error (NRMSE) :
Data
(
)
Pada dasarnya sebuah model yang baik adalah model yang
mampu ”menirukan” perilaku DAS sedekat mungkin. Ukuran kedekatan ini
berbeda untuk setiap tujuan pembuatan model, yang dapat diukur dalam besaran
volume, variabilitas waktu, bentuk hidrograf atau besaran yang lain. Model dapat
disusun dengan memanfaatkan rumus-rumus (teori-teori) yang ada atau dengan
mengembangkan sendiri rumus yang digunakan dalam satu atau lebih komponen
proses. Dalam setiap pengembangan model, akan dijumpai parameter-parameter
yang tidak diketahui secara pasti sifatnya atau ada besaran tertentu yang tidak
dapat ditemukan datanya. Oleh sebab itu untuk dapat menyakinkan bahwa model
yang disusun dapat memberikan hasil yang baik, maka harus dilakukan proses
kalibrasi.
Kalibrasi dapat dilakukan dengan beberapa cara, baik cara manual (trial
and error), otomatik (automatic calibration) atau gabungan antara keduanya.
Kalibrasi manual dilakukan dengan mencoba besaran parameter dalam model agar
dicapai hasil yang baik. Apabila terdapat lebih dari satu parameter yang akan
dikalibrasi, diperlukan ketelitian dalam penentuan parameter yang peka dan besar
pengaruhnya terhadap hasil akhir model. Kalibrasi otomatis sebenarnya sama,
hanya perubahan parameternya dilakukan secara otomatis oleh komputer (sesudah
diberikan besaran awalnya) dan kepekaan parameter dilakukan dengan mencari
kombinasi dari semua kemungkinan yang memberikan hasil terbaik. Kalibrasi
memberikan besaran-besaran tertentu pada parameter tertentu dan selebihnya
kalibrasi dilakukan secara otomatis.
Parameter yang digunakan dalam proses kalibrasi adalah berupa data debit
observasi yang diperoleh dari pengukuran secara langsung di lapangan atau bisa
menggunakan data AWLR (Automatic Water Level Recorder) jika tersedia. Yang
akan dicek dengan nilai debit model yang dihasilkan oleh perhitungan WEAP.
Semakin kecil nilai sebarannya, maka semakin baik kualitas permodelan yang
telah dilakukan.
Penggunaan parameter hasil kalibrasi, merupakan parameter yang layak
dan dapat digunakan sebagai masukan model pada kejadian hujan yang lain,
sehingga akan menghasilkan aliran permukaan (run off).
Untuk mengetahui nilai dari kalibrasi koefisien determinan menggunakan
persamaan Kriteria NASH (KN) yang dirumuskan sebagai berikut :
(
)
KN = Koefisien Deterministik Nash
Qpi = Debit Observasi ke i (m3/dt)
Qmi = Debit Model ke i (m3/dt)
Qp = Debit Observasi rata-rata (m3/dt)
Keterangan :
o Jika modelnya sempurna nilai (Qpi – Qmi)2 mendekati nol, maka nilai KN
mendekati 1 (100%). Sedangkan jika KN < 0, model menghasilkan simulasi
yang jelek dan jauh berbeda dari nilai rata-rata Qp.
o Jika KN > 1 (100%) positif berarti model simulasi under estimate. Sedangkan
Apabila dalam tahap ini model menunjukkan hasil yang baik, maka model
dapat digunakan untuk analisis lebih lanjut.
2.8 Pembangkit Listrik Tenaga Mini / Mikro Hidro (PLTMH) 2.8.1 Pengertian PLTMH
PLTMH merupakan singkatan dari Pembangkit Listrik Tenaga Mini /
Mikro Hidro, yaitu instalasi peralatan yang kompleks yang dapat menghasilkan
tenaga listrik dengan menggunakan sumber tenaga air. Yang membedakan
antara istilah Mikro Hidro dengan Mini Hidro adalah output daya / kapasitas
pembangkit yang dihasilkan. Mikro Hidro menghasilkan daya lebih rendah dari
100 kW (antara 5 kW sampai 100 kW), sedangkan untuk Mini Hidro daya
keluarannya berkisar antara 10 kW sampai 1 MW. (JICA, 2003)
Mikrohidro adalah istilah yang digunakan untuk instalasi pembangkit
listrik yang mengunakan energi air. Kondisi air yang bisa dimanfaatkan sebagai
sumber daya (resources) penghasil listrik adalah memiliki kapasitas aliran dan
ketinggian tertentu dari instalasi. Semakin besar kapasitas aliran maupun
ketinggiannya dari istalasi maka semakin besar energi yang bisa dimanfaatkan
untuk menghasilkan energi listrik. (Wibowo, 2005)
Biasanya Mikrohidro dibangun berdasarkan kenyataan bahwa adanya air
yang mengalir di suatu daerah dengan kapasitas dan ketinggian yang memadai.
Istilah kapasitas mengacu kepada jumlah volume aliran air persatuan waktu (flow
capacity) sedangan beda ketinggian daerah aliran sampai ke instalasi dikenal
dengan istilah Head.
Mikrohidro juga dikenal sebagai white resources dengan terjemahan bebas
bisa dikatakan "energi putih". Dikatakan demikian karena instalasi pembangkit
listrik seperti ini mengunakan sumber daya yang telah disediakan oleh alam dan
ramah lingkungan. Suatu kenyataan bahwa alam memiliki air terjun atau jenis
lainnya yang menjadi tempat air mengalir. Dengan teknologi sekarang maka
energi aliran air beserta energi perbedaan ketinggiannya dengan daerah tertentu
(tempat instalasi akan dibangun) dapat diubah menjadi energi listrik.
merupakan sesuatu yang baku namun bisa dibayangkan bahwa Mikrohidro, pasti
mengunakan air sebagai sumber energinya.
Secara teknis, Mikrohidro memiliki tiga komponen utama yaitu air
(sumber energi), turbin dan generator. Air yang mengalir dengan kapasitas
tertentu disalurkan dari ketinggian tertentu menuju rumah instalasi (rumah turbin).
Di rumah instalasi air tersebut akan menumbuk turbin dimana turbin sendiri,
dipastikan akan menerima energi air tersebut dan mengubahnya menjadi energi
mekanik berupa berputamya poros turbin. Poros yang berputar tersebut kemudian
ditransmisikan ke generator dengan mengunakan kopling. Dari generator akan
dihasilkan energi listrik yang akan masuk ke sistem kontrol arus listrik sebelum
dialirkan ke rumah-rumah atau keperluan lainnya (beban). Begitulah secara
ringkas proses Mikrohidro merubah energi aliran dan ketinggian air menjadi
energi listrik.
Besarnya tenaga air yang tersedia dari suatu sumber air bergantung pada
besarnya head dan debit air. Dalam hubungan dengan reservoir air maka head
adalah beda ketinggian antara muka air pada reservoir dengan muka air keluar
dari kincir air/turbin air. Total energi yang tersedia dari suatu reservoir air adalah
merupakan energi potensial air yaitu : (Wibowo, 2005)
mgh
gh
Selain memanfaatkan air jatuh hydropower dapat diperoleh dari aliran air datar.
Dalam hal ini energi yang tersedia merupakan energi kinetik.
2
dengan v adalah kecepatan aliran air
⎟
⎠
Daya air yang tersedia dinyatakan sebagai berikut :
atau dengan menggunakan persamaan kontinuitas
Q
=
Av
maka :3
2
1
Av
P
=
ρ
(2.33)
dengan A adalah luas penampang aliran air
( )
m
2 .2.8.2 Cara Kerja PLTMH
“Secara teknis, Mini/Mikro Hidro memiliki tiga komponen utama yaitu
air (sumber energi), turbin dan generator. Air yang mengalir dengan kapasitas
tertentu disalurkan dari ketinggian tertentu menuju rumah instalasi (rumah
turbin). Di rumah instalasi air tersebut akan menumbuk turbin dimana turbin
sendiri, dipastikan akan menerima energi air tersebut dan mengubahnya menjadi
energi mekanik berupa berputarnya poros turbin. Poros yang berputar tersebut
kemudian ditransmisikan ke generator dengan menggunakan kopling. Darl
generator akan dihaslikan energi listrik yang akan masuk ke sistem kontrol arus
listrik sebelum dialirkan ke rumah-rumah atau keperluan lainnya (beban).
Begitulah secara ringkas proses Mini / Mikro Hidro merubah energi aliran dan
ketinggian air menjadi energi listrik”(Wibowo, 2005)
Gambar 2.3 Cara Kerja PLTMH Secara Sederhana (Wibowo, 2005)
2.8.3 Prinsip Pembangkit Listrik Tenaga Air
Dalam merencanakan suatu Pembangkit Listrik Tenaga Air harus
maka daya yang dihasilkan dari kualitas air yang lewat memiliki energi potensial
yang besarnya sebagai berikut : (Wibowo, 2005)
H g m
E = . . (2.34)
Dengan :
E = Energi potensial
m = Massa
g = Percepatan gravitasi (m/det²)
H = Tinggi relatif terhadap permukaan bumi (m)
Sehingga daya yang dapat dihasilkan oleh kualitas air yang lewat suatu
instalasi pembangkit sebesar :
H Q g
P = . . (2.35)
Dengan :
P = Daya ( kW )
g = Percepatan gravitasi
Q = Debit air (m3/detik)
H = Tinggi relatif terhadap permukaan bumi (meter)
Maka jelaslah bahwa energi yang dihasilkan oleh sungai sangat tergantung
pada 2 (dua) faktor yaitu Debit (Q) dan Head (H). Head (H) dapat dibagi menjadi
2 yaitu :
1. Tinggi terjun total (Gross Head) merupakan perbedaan ketinggian antara
elevasi.
2. Tinggi terjun bersih / efektif (Net Head) merupakan perbedaan ketinggian
Tenaga listrik pada pembangkit listrik tenaga air dihasilkan oleh generator
yang dikopel langsung ke turbin. Besarnya tenaga listrik yang dihasilkan ini
tergantung dari hasil perkalian dari besarnya efisiensi turbin (nt), efisiensi
generator (ng) dan efisiensi hidrolis secara teoritis (nh).
Daya (P) yang dihasilkan oleh generator atau pusat pembangkitan adalah :
H Q nh nt ng
P =9,806652048. . . (2.36)
Dengan :
nt = ( 0,8 – 0,9 )
ng = 0,9
nh = 0,9
Pendekatan praktis Daya Listrik (P) yang dihasikan PLTMH adalah :
) ( . . 15 ,
7 Q H kW
P= (2.37)
Dengan :
P = Daya ( kW )
Q = Debit air (m3/detik)
H = Tinggi relatif terhadap permukaan bumi (meter)
Keberhasilan dari suatu pembangkit tergantung daripada usaha untuk
mendapatkan tinggi jatuh air dan debit yang besar secara efektif dan ekonomis.
a. Head
Semakin tinggi jatuh air yang terjadi akan dapat memperbesar daya yang
akan dihasilkan oleh pembangkit.
b. Debit
Debit merupakan kecepatan aliran air dalam meter kubik perdetik. Dalam
debit minimum dan maksimum rata-rata tahunan dalam kurun waktu
minimal 5 tahun.
ª Debit Minimum digunakan untuk menentukan daya yang ada dalam satu tahun.
ª Debit Maksimum digunakan dalam perencanaan konstruksi agar
tidakmembahayakan bila terjadi banjir.
ª Debit rata–rata digunakan untuk menentukan kapasitas daya bangkit. c. Kontinuitas
Dalam perencanaan pemakaian air baik untuk pembangkitan tenaga listrik
atau kebutuhan air irigasi dalam kenyataan terjadi penyimpangan–
penyimpangan karena adanya faktor alam yang tidak menentu. Oleh
karena itu kontinuitas dari suatu aliran air merupakan faktor yang sangat
berpengaruh sekali terhadap penyediaan daya listrik.
2.8.4 Komponen-Komponen PLTMH
Gambar 2.4 Komponen-Komponen Besar Dari Sebuah Skema Pembangkit Listrik
Komponen – komponen PLTMH antara lain :
1. Diversion Weir dan Intake (Bendung Pengalih dan Intake)
Bendung pengalih berfungsi untuk mengalihkan air melalui sebuah
pembuka di bagian sisi sungai (‘Intake’ pembuka) ke dalam sebuah bak
pengendap (Settling Basin). Pada pintu air biasanya terdapat perangkap sampah.
Gambar 2.5 Bendung Pengalih dan Intake (Wibowo, 2005)
2. Settling Basin (Bak Pengendap)
Bak pengendap digunakan untuk memindahkan partikel-partikel pasir dari
air. Selain itu, mengendapkan tanah yang terbawa dalam air sehingga tidak masuk
ke pipa pesat.
3. Headrace (Saluran Pembawa)
Saluran pembawa mengikuti kontur dari sisi bukit untuk menjaga elevasi
dari air yang disalurkan. Saluran Pembawa, membawa air dari saluran pemasukan
(Intake) ke arah bak pengendap.
Gambar 2.7 Saluran Pembawa (Wibowo, 2005)
4. Headtank (Bak Penenang)
Fungsi dari bak penenang adalah untuk mengatur perbedaan keluaran air
antara sebuah penstock dan headrace, dan untuk pemisahan.
5. Penstock (Pipa Pesat)
Pipa Pesat (Penstock) dihubungkan pada sebuah Turbin. Pipa pesat juga
mempertahankan tekanan air jatuh sehingga energi di dalam gerakan air tidak
terbuang.
Gambar 2.9 Pipa Pesat (Wibowo, 2005)
6. Turbine dan Generator (Turbin dan Generator)
Perputaran gagang dari roda dapat dimanfaatkan untuk memutar sebuah
alat mekanikal (seperti sebuah penggilingan biji, pemeras minyak, mesin bubut
kayu dan sebagainya), atau untuk mengoperasikan sebuah generator listrik.
7. Power House (Rumah Pembangkit)
Rumah Pembangkit (Power House), adalah rumah tempat semua peralatan
mekanik dan elektrik PLTMH. Peralatan mekanik seperti turbin, dan generator
berada di dalam rumah pembangkit, juga peralatan elektrik seperti panel /
kontroler.
Gambar 2.11 Rumah Pembangkit (Dokumentasi, 2008)
2.8.5 Desain Konstruksi Sipil
Desain konstruksi dalam perencanaan PLTMH terdiri dari : ( JICA, 2003 )
1. Dam intake
Terdapat beberapa jenis tipe dasar dam intake seperti yang
disebutkan dibawah ini :
• Dam beton gravity
• Dam beton mengapung
• Dam tanah
• Dam urugan batu
• Dam pasangan batu basah
• Dam batu bronjong
• Dam batu bronjong diperkuat beton
• Dam ranting kayu
• Dam kayu
Dari jenis – jenis di atas, secara mendasar dam urugan batu
fleksibel dan dam batu bronjong biasa digunakan di Asia Tenggara karena
beberapa keuntungan seperti, (i) tidak terlalu dipengaruhi oleh kondisi dari
tanah dasarnya dan (ii) relatif mudah diperbaiki jika mengalami kerusakan.
Bagaimanapun, mereka dapat ditembus oleh banjir karena itu struktur dan
penggunaannya harus didahului dengan pengujian yang hati – hati dari
konstruksi yang penting seperti struktur sipil dan kondisi dari arus bawah.
2. Bak Pengendap
Bak pengendap tidak hanya mempunyai struktur yang hanya
mampu untuk menempatkan dan memindahkan sedimen yang ukurannya
lebih besar dari ukuran minimum yang dapat merusak turbin, tetapi juga
suatu saluran pelimpah untuk menjaga agar debit air yang berlebih tidak
mengalir ke saluran air. Bak pengendap mempunyai bagian – bagian dan
fungsi masing – masing, diantaranya yaitu :
a) Bagian Penyalur
Bagian penyalur menghubungkan intake dengan bak pengendap. Ini
diperlukan bahwa bagian penyalur harus membatasi panjangnya.
b) Bagian Melebar
Bagian mengatur aliran air dari saluran penyalur ke pencegah
terjadinya kolam pusaran dan aliran turbulen dan mengurangi
kecepatan aliran masuk ke bak pengendap untuk menentukan
kecepatan sebelumnya.
c) Bagian Pengendap
Fungsi dari bagian ini adalah untuk menempatkan sedimen di atas
ukuran dan panjang tertentu (L) yang kemudian dihitung dengan
menggunakan formula yang didasarkan pada hubungan antara
kecepatan pengendapan, kecepatan aliran dalam bak pengendap dan
kedalaman air. Panjang dari bak pengendap ( Ls ) biasanya ditentukan
berdasarkan sebuah margin untuk menghitung dua kali panjang dengan
hs
U = Kecepatan marginal pengendapan untuk endapan yang akan
diendapkan ( m/s )
V = Rata – rata kecepatan aliran di bak pengendap ( m/s )
Pada umumnya sekitar 0,3 m/s tetapi ditoleransi sampai 0,6
m/s pada kasus dimana lebar bak pengendapan dibatasi.
( )
BhsArea ini merupakan tempat penimbunan sedimen.
e) Spillway
Spillway mengalirkan aliran masuk bagian bawah dimana mengalir
dari intake. Ukuran dari spillway akan diputuskan dengan persamaan
dengan :
Saluran pembawa berfungsi untuk menjaga elevasi dari air yang
disalurkan. Saluran ini mengikuti kontur dari sisi bukit. Karena secara
umum jumlah air yang terangkut kecil, saluran pembawa untuk sebuah
pembangkit listrik tenaga air secara mendasar mengadopsi struktur terbuka,
seperti sebuah saluran terbuka sebuah saluran tertutup. Tipe – tipe saluran
pembawa untuk pembangkit listrik tenaga air skala kecil dapat dilihat pada
Tabel 2.8.
Tabel 2.8 Tipe – Tipe Saluran Pembawa Untuk PLTMH
Tipe Keuntungan Kekurangan Saluran terbuka • Relatif murah.
• Mudah mengkonstruksinya. dan daun – daunan yang jatuh di saluran.
4. Bak Penenang (Headtank)
Bak penenang berfungsi untuk mengatur perbedaan keluaran air
antara sebuah penstock dan headrace, dan untuk pemisahan akhir kotoran
dalam air seperti pasir dan kayu – kayu.
5. Pipa Pesat (Penstock)
Saat ini bahan utama pipa pesat adalah pipa – pipa baja, pipa – pipa
ductile dan pipa FRPM (Fibre Reinforced Plastic Multi-unit). Sedangkan
pembangkit tenaga air skala kecil menggunakan pipa – pipa hard vinyl
chloride, pipa – pipa howell atau pipa – pipa spiral welded dapat
dipertimbangkan karena diameternya kecil dan tekanan internalnya rendah.
Perhitungan ketebalan pipa baja dapat menggunakan rumus :
t
P = Desain tekanan air, yaitu tekanan hidrostatis + water hammer
(kgf/cm²), dalam skema mikrohidro P = 1,1 x tekanan
hidrostatis. Secara singkat, jika head (Hp) dimana dari bak
penenang ke turbin adalah 25 meter, P= 2,5 x 1,1 = 2,75 kgf/cm²
d = Diameter dalam (cm)
θa = Stress yang dapat diterima (kgf/cm²) SS400: 1300 kgf/cm² Η = Efisiensi pengelasan (0,85 ~ 0,90)
δt = Margin (pada umumnya 0,15 cm)
Menentukan diameter pipa pesat biasanya ditentukan berdasarkan
pembandingan dengan biaya pipa pesat dan biaya kehilangan head pipa
5
Vopt = Kecepatan aliran optimal (m/s)
6. Pondasi rumah pembangkit
Rumah pembangkit dapat diklasifikasikan ke dalam ‘tipe diatas
tanah’, ‘tipe semi dibawah tanah’, dan ‘tipe dibawah tanah’. Sebagian
besar pembangkit listrik tenaga air skala kecil adalah ‘tipe diatas tanah’.
Dimensi untuk lantai rumah pembangkit seperti peralatan dasar dan
pendukung seharusnya ditentukan dengan memperhitungkan kenyamanan
selama operasi, perawatan dan pekerjaan pemasangan, dan area lantai
seharusnya digunakan secara efektif.
Berbagai tipe pondasi rumah pembangkit dapat dipertimbangkan
tergantung pada tipe turbin. Bagaimanapun tipe pondasi untuk rumah
pembangkit dapat diklasifikasikan kedalam ‘untuk turbin Impulse’ (seperti
turbin Pelton, turbin Turgo dan turbin Crossflow) dan ‘untuk turbin
Reaction’ (seperti turbin Francis, dan turbin Propeller).
Turbin Propeller terdiri atas Turbin Kaplan, Diagonal Mixed Flow,
Turbin Tubular (Turbin tubular S-type, Turbin tubular Vertical, Turbin
Runner Rotor Integreted, Turbin Propeller Vertical, Turbin Propeller
Horizontal) , dan Turbin Straight Flow (Turbin Package).
Perencanaan pondasi untuk Turbin Pelton dapat didesain dengan
dengan :
he = Kedalaman air di afterbay (meter)
Qd = Desain debit (m³/detik)
b = Lebar saluran tailrace (meter)
Output dari turbin dihitung dengan rumus :
t e
mas xH xQ x
P =9,806652048 max η (2.47)
sedangkan kecepatan spesifik dan kecepatan putaran dari turbin dapat
ditentukan dengan rumus sebagai berikut :
4
η = Efisiensi maksimum (%, tetapi sebuah desimal digunakan dalam perhitungan)
Output generator yang diperlukan dapat ditentukan dengan rumus :
η = Digabungkan efisiensi turbin, transmitter dan generator (%) = efisiensi turbin (ηt) x efisiensi transmitter (ηm) x efisiensi
generator (ηg)
pf = Faktor daya (% atau desimal)
Sedangkan kecepatan dan jumlah batang generator dapat ditentukan
sebagai berikut :
a. Untuk generator synchronous