• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Praktikum Manajemen Limbah Indus

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Laporan Praktikum Manajemen Limbah Indus"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PRAKTIKUM MANAJEMEN LIMBAH INDUSTRI PERIKANAN ACARA I

ANALISIS DAN PREDIKSI BEBAN PENCEMARAN LIMBAH CAIR INDUSTRI PERIKANAN

Oleh:

Nur Afidah Bekti Ardiasih 13/353832/PN/13509 Teknologi Hasil Perikanan

LABORATORIUM MIKROBIOLOGI DEPARTEMEN PERIKANAN

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS GADJAH MADA

(2)

A. Latar Belakang

Meningkatnya industrialisasi dan aktifitas manusia, khusunya di bidang perikanan memberikan dampak positif bagi perekonomian masyarakat dan memberikan peningkatan nilai sektor industri perikanan. Dampak negatif juga terjadi karena industri pengolahan ikan belum semua menerapkan pengolah lingkungan yang baik. Hal ini mengakibatkan bertambahnya limbah yang masuk ke lingkungan khususnya di perairan, pada konsentrasi tertentu limbah dapat memberikan dampak negatif bagi kualitas air dan kelangsungan hidup organisme yang ada di perairan (Wibowo et al., 2013)

Limbah industri perikanan berpotensi menimbulkan pencemaran karena mengandung protein dan lemak yang bersifat terlarut, tersuspensi, dan mudah terurai. Bentuk pencemaran yang timbul dan dikeluhkan masyarakat akibat limbah industri perikanan adalah pencemaran air tanah dan air permukaan, pencemaran udara berupa bau busuk dan debu/partikel, perubahan peruntukan badan air (terutama air sungai untuk kebutuhan minum, mandi, dan budidaya biota air), kematian masal biota air budidaya (ikan dan udang), konflik kepentingan, dan bentuk pencemaran lainnya (Sahubawa, 2011).

Limbah perikanan berbentuk padatan, cairan dan gas. Limbah tersebut ada yang berbahaya dan sebagian lagi beracun. Limbah padatan memiliki ukuran bervariasi, mulai beberapa mikron hingga beberapa gram atau kilogram. Beberapa limbah padatan masih dapat dimanfaatkan dan sisanya tidak dapat dimanfaatkan dan berpotensi sebagai pencemar lingkungan. Kualitas limbah sangat ditentukan oleh volume, kandungan bahan pencemar dan frekuensi pembuangan limbah. Volume limbah berkaitan dengan kemampuan alam untuk mendaur ulangnya. Peningkatan volume limbah akan meningkatkan beban siklus alami, terutama peningkatan yang berlangsung secara cepat. Bahan pencemar yang terkandung didalam limbah berpengaruh terhadap kualitas limbah. Bahan pencemar berupa bahan organik relatif tidak berbehaya dibandingkan dengan logam berat. Demikian pula bahan pencemar yang berupa senyawa beracun (Soeparman, 2000).

(3)

memberatkan karena membutuhkan biaya yang tidak kecil (Arsawan et al., 2007). Berbagai teknik penanganan dan pengolahan limbah telah dikembangkan. Masing-masing jenis limbah membutuhkan cara penanganan khusus, berbeda antara jenis limbah yang satu dengan limbah lainnya. Teknik penanganan dan pengolahan limbah dapat dibagi menjadi penanganan dan pengolahan limbah secara fisik, kimiawi, dan biologis. Salah satu penanganan dan pengolahan limbah yang dilakukan dalam praktikum yaitu dengan cara bioremediasi. Bioremediasi merupakan pengembangan dari bidang bioteknologi lingkungan dengan memanfaatkan proses biologi dalam mengendalikan pencemaran (Sugiharto, 1987).

B. Tujuan

1. Mengidentifikasi parameter fisika dan kimia dari limbah cair industri perikanan. 2. Menghitung kuantitas tiap parameter hasil penanganan limbah cair industri

perikanan.

3. Menganilisis dan memprediksi hasil beban pencemaran dari limbah cair industri perikanan.

4. Mengetahui dan menerapkan cara penanganan limbah secara biologis meliputi fitoremediasi, aerob, dan anaerob.

C. Manfaat

1. Mahasiswa mendapatkan suatu keterampilan dalam melakukan pengukuran parameter fisika, kimia, dan biologi pada hasil penanganan limbah cair industri perikanan.

2. Mahasiswa dapat memahami dan menerapkan aplikasi metode bioremediasi sederhana untuk mendegradasi limbah cair industri perikanan.

3. Mahasiswa mengetahui dan memahami cara menghitung debit limbah dan bahan pencemar limbah industri perikanan.

(4)

Limbah adalah konsekuensi logis dari setiap pendirian pabrik meskipun tidak semua pabrik menghasilkan limbah. Limbah berdasarkan nilai ekonominya dikelompokkan menjadi limbah ekonomis dan limbah non ekonomis. Limbah ekonomis yaitu limbah dengan proses lanjut dapat memberikan nilai tambah sedangakan limbab non ekonomis adalah limbah yang diolah dalam proses apapun tidak memberikan nilai tambah namun mempermudah sistem pembuangan (Gintings, 1992).

Limbah memiliki karakter khas. Berdasarkan karakter tersebut limbah dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu limbah yang masih dapat dimanfaatkan dan sudah tidak dapat dimanfaatkan. Limbah hasil perikanan dapat berbentuk padatan, cairan atau gas. Limbah berbentuk padat berupa potongan daging ikan, sisik, insang atau saluran pencernaan. Limbah ikan yang berbentuk cairan antara lain darah, lendir dan air cucian ikan. Sedangkan limbah ikan yang berbentuk gas adalah bau yang ditimbulkan karena adanya senyawa amonia, hidrogen sulfida atau keton (Jenie et al., 1993).

Berbagai produk telah dihasilkan dari limbah yang berkualitas baik, seperti surimi, produk fermentasi dan kerupuk. Sedangkan dari limbah yang kualitasnya telah menurun dapat dihasilkan tepung ikan, tepung tulang, dan silase. Masih banyak peluang yang dapat diperoleh dari pemanfaatan limbah tersebut. Limbah yang sudah membusuk tidak dapat dimanfaatkan dengan cara apapun. Limbah demikian harus ditangani secara baik agar tidak menyebabkan pencemaran lingkungan (Soeparman, 2000).

B. Parameter Pencemaran

Pada pengolahan air limbah industri dikenal tiga parameter utama yaitu parameter kimia, fisika, dan biologi. Parameter kimia terdiri atas oksigen terlarut atau Dissolved Oxygen (DO) Kebutuhan Oksigen Biologis atau Biologycal Oxygen Demand (BOD) dan Kebutuhan Oksigen Kimia atau Chemical Oxygen Demand (COD) serta pH. Parameter fisika yang diamati terdiri dari TSS, kekeruhan, bau, warna. Parameter biologi yang biasa diamati adalah jenis dan deskripsi mikrobia secara morfologis. Pada praktikum ini parameter yang diuji untuk kimia adalah DO, BOD, dan pH. Parameter fisik yang diamati yaitu TSS, kekeruhan dan bau (Kordi, 2005).

(5)

1. DO

Oksigen terlarut (DO) adalah jumlah oksigen terlarut dalam air yang berasal dari fotosintesis dan absorbsi atmosfer/udara. Oksigen terlarut di suatu perairan sangat berperan dalam proses penyerapan makanan oleh mahkluk hidup yang berada dalam air. Untuk mengetahui kualitas air dalam suatu perairan, dapat dilakukan dengan mengamati beberapa parameter kimia seperti aksigen terlarut (DO). Semakin banyak jumlah DO (Dissolved Oxygen) maka kualitas air semakin baik. Jika kadar oksigen terlarut yang terlalu rendah akan menimbulkan bau yang tidak sedap akibat degradasi anaerobik yang mungkin saja terjadi. Tingkat kelarutan oksigen dalam perairan kadarnya bertolak belakang dengan beberapa parameter kualitas air lainnya. Kadar oksigen akan meningkat pada suhu yang rendah dan akan berkurang seiring dengan naiknya suhu (Fujaya, 2000). Kelarutan oksigen juga akan menurun bila terjadi kenaikan salinitas, pH, dan kadar CO2 (Effendi, 2003).

2. BOD

BODadalah kebutuhan oksigen yang terlarut dalam air yang dipergunakan untukmenguraikan senyawa organik dengan bantuan mikroorganisme pada kondisitertentu (Jenie et al., 1993). Kebutuhan oksigen biokimia adalah ukuran kandungan bahan organik dalam limbah cair. Kebutuhan oksigen biokimia ditentukan dengan mengukur jumlah oksigen yang diserap oleh sampel limbah cair akibat adanya mikroorganisme selama periode waktu tertentu, biasanya 5 hari, pada satu temperatur tertentu, umumnya 20°C (Kordi, 2005).

3. pH

(6)

pertumbuhan ikan sangat terhambat. Maka dari itu pH yang diperlukan agar ikan mengalami pertumbuhan yang optimal yaitu 6,5 – 9,0 (Kordi, 2005).

4. TSS

TSS (Total Suspended Solid) atau total padatan tersuspensi adalah padatan yang tersuspensi di dalam air berupa bahan-bahan organik dan anorganic yang dapat disaring dengan kertas millipore berpori 0,45 μm. Materi yang tersuspensi mempunyai dampak buruk terhadap kualitas air karena mengurangi penetrasi matahari ke dalam badan air, kekeruhan air meningkat yang menyebabkan gangguan pertumbuhan bagi organisme produser. Padatan tersuspensi terdiri atas lumpur, pasir halus, dan jasad-jasad renik, terutama disebabkan oleh kikisan atau erosi tanah yang terbawa ke dalam perairan (Effendi, 2003).

5. Kekeruhan

Kekeruhan merupakan kandungan bahan organik maupun anorganik yang terdapat di perairan sehingga mempengaruhi proses kehidupan organisme yang ada di perairan tersebut. Apabila di dalam air terjadi kekeruhan yang tinggi maka kandungan oksigen akan menurun, hal ini disebabkan intensitas cahaya matahari yang masuk kedalam perairan sangat terbatas sehingga tumbuhan/fitoplankton tidak dapat melakukan proses fotosintesis untuk mengasilkan oksigen. Kekeruhan didalam air disebabkan oleh adanya zat tersuspensi, seperti lempung, lumpur, zat organik, plankton, dan zat-zat halus lainnya (Effendi, 2003).

6. Bau

Senyawa utama yang menimbulkan bau adalah hidrogen sulfida, senyawa – senyawa lain seperti indol, skatol, cadaverin dan mercaptan yang terbentuk pada kondisi anaerobik dan menyebabkan bau yang sangat menusuk hidung dari pada bau hidrogen sulfida (Mellor, 1996).

7. Suhu

Suhu Suhu air buangan umumnya tidak banyak berbeda dengan suhu udara tapi lebih tinggi daripada suhu air minum. Suhu dapat mempengaruhi kehidupan dalam air. Kecepatan reaksi atau pengurangan, proses pengendapan zat padat serta kenyamanan dalam badan-badan air (Kusnoputranto, 1985).

(7)

parameter. Semakin sedikit parameter dan semakin kecil konsentrasi menunjukkan peluang pencemar terhadap lingkungan semakin kecil (Gintings, 1992).

C. Debit Limbah Cair

Debit limbah cair adalah ukuran banyaknya volume limbah cair yang dapat lewat dalam suatu tempat atau yang dapat ditampung dalam suatu tempat tiap satu satuan waktu. Beban organik pada limbah perikanan terbesar secara berurutan adalah industri pengalengan, industri pengolahan fillet ikan salmon dan industri krustasea dengan perbandingan 74,3%, 21,6% dan 4,1% (Veranita, 2001). Debit maksimum adalah debit tertinggi yang masih diperbolehkan dibuang ke lingkungan hidup. Beban pencemaran maksimum adalah beban pencemaran tertinggi yang masih diperbolehkan dibuang ke lingkungan hidup. Baku mutu limbah cair industri perikanan adalah batas maksimum limbah cair yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan hidup dari suatu industri perikanan.Mutu limbah cair adalah keadaan limbah cair yang dinyatakan dengan debit,kadar dan beban pencemar (PP RI No. 82, 2001). Limbah cair yang dikeluarkan oleh beberapa industri peikanan memiliki nilai yang tidak sama setiap harinya. Hal tersebut sesuai tindak berapa banyak atau berapa besar skala kegiatan yang dilakukan. Beban limbah cair berbeda-beda tergantung jenis pengolahannya (Veranita, 2001).

Debit maksimum adalah debit tertinggi yang masih diperbolehkan dibuang ke lingkungan (Kepmen LH No. 51 tahun 2009). Metode analisis dari perhitungan debit limbah cair yaitu debit limbah cair maksimum (DM) dan debit limbah cair sebenarnya (DA) dengan metode volumetric berdasarkan baku mutu limbah cair industri, yaitu (Sahubawa, 2009):

DM = Dm x Pb

(8)

DM = debit limbah cair maksimum yang diperbolehkan bagi industri bersangkutan (m3/bulan)

Dm = debit limbah cair maksimum sesuai industri yang bersangkutan (m3/satuan produk)

Pb = produksi sebenarnya dalam sebulan

D. Beban Pencemaran Limbah

(9)

Nilai BOD dan COD berbanding terbalik dengan DO. Semakin tinggi nilai BOD dan COD suatu perairan maka kandungan atau nilai DO perairan tersebut akan rendah. Nilai BOD tertinggi pada adalah pengolahan kerang konvensional dengan nilai 18,7 satuan kg/t.

Beban pencemaran limbah merupakan nilai konsentrasi parameter pencemaran yang terdapat dalam air limbah. Beban Pencemaran Maksimum adalah beban tertinggi yang masih diperbolehkan dibuang ke lingkungan (Kepmen LH No. 51 tahun 1995). Metode analisis dari perhitungan beban pencemaran limbah yaitu beban pencemaran maksimum (BPM) dan beban pencemaran sebenarnya (BPA) berdasarkan baku mutu limbah cair industri, yaitu: (Sahubawa, 2009)

BPM = (CM)j x Dm x F

Keterangan:

BPM = beban pencemaran maksimum

(CM)j = kadar maksimum unsur pencemar-j (mg/l)

Dm = limbah cair maksimum sesuai industri yang bersangkutan (m3/satuan produk) F = faktor konversi = (1000/m3) x (1Kg / 1.000.000 mg) = 0,001

Rumus analisis lain yaitu:

BPA = (CA)j x (DA/Pb) x F Keterangan:

BPA = beban pencemaran sebenarnya (Kg parameter per satuan produk) (CA)j = kadar sebenarnya unsur pencemar-j (mg/l)

DA = debit limbah cair sebenarnya Pb = produksi sebenarnya dalam sebulan

F = 0,001

E. Baku Mutu Limbah Industri Perikanan

(10)

pencemaran lingkungan. Standar baku mutu limbah industri perikanan berdasarkan Peraturan Menteri No.6 Tahun 2007 dapat dilihat pada Tabel. 2 dan Tabel. 3:

a. Baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pengolahan hasil perikanan yang melakukan lebih dari satu jenis kegiatan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Baku Mutu Air Limbah Industri Perikanan

Parameter Satuan Kadar

Sumber : Kementrian Negara Lingkungan Hidup (2007)

b. Baku mutu limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pengolahan hasil perikanan yang melakukan satu jenis kegiatan pengolahan dapat pada Tabel 3.

Tabel 3. Baku Mutu Limbah Industri Perikanan

Paramete r

Pembekuan Ikan Pengalengan Ikan Tepung Ikan

(11)

5

Sumber : Kementrian Negara Lingkungan Hidup (2007)

F. Mekanisme Reduksi Limbah

Pengolahan primer semata-mata mencakup pemisahan kerikil, lumpur, dan penghilangan zat padat yang terapung (Sugiharto,1987). Hal ini biasa dilakukan dengan penyaringandan pengendapan di kolam-kolam pengendapan. Buangan daripengolahan primer biasanya akan mengandung bahan organik yang lumayan banyak dan BOD-nya relatif tinggi.

b. Pengolahan sekunder

Pengolahan sekunder mencakup pengolahan lebih lanjutdari buangan pengolahan primer. Hal ini menyangkut pembuangan bahan organik dan sisa-sisa bahan terapung dan biasanya dilaksanakan dengan proses biologis mempergunakan filter, aerasi, kolam oksidasi dan cara-cara lainnya (Tchobanoglous,1991). Buangan dari pengolahan sekunder biasanya mempunyai BOD5 yang kecil dan mungkin mengandung beberapa mg/L oksigen terlarut. c. Pengolahan lanjutan (tersier)

(12)

Bioaugmentasi merupakan metode pengolahan limbah dengan menginokulasikan mikroba pendegradasi ke daerah tercemar untuk melengkapi populasi mikroba yang telah ada. Proses bioaugmentasi dilakukan dengan menambahkan sejumlah besar mikroorganisme yang telah diisolasi, diseleksi dan ditumbuhkan ke dalam lingkungan yang terkontaminansi. Mikroba tresebut akan bertahan hidup dengan mengkonsumsi hidrokarbon sampai polutan tersubstrasi. Salah satu bakteri pendegradasi protein adalah Bacillus sp. yang bekerja dengan cara spesifik dalam memotong ikatan senyawa organik. Tanaman air memiliki kemampuan secara umum untuk menetralisir komponen-komponen tertentu di dalam perairan dan hal tersebut sangat bermanfaat dalam proses pengolahan limbah cair (Stowell et al., 2000). Proses penyerapan zat-zat yang terdapat dalam limbah ini dilakukan oleh ujung-ujung akar dengan jaringan meristem terjadi karena adanya gaya tarik menarik oleh molekul-molekul air yang ada pada tumbuhan. Zat-zat yang telah diserap oleh akar akan masuk ke batang melalui pembuluh pengangkut (xylem) yang kemudian diteruskan ke dalam akar (Reed et al., 2005).

Menurut Gossalam (1999), fitoremediasi merupakan pemanfaatan tumbuhan untuk meminimalisasi dan mendetoksifikasi polutan, strategi remediasi ini cukup penting, karena tanaman berperan menyerap logam dan mineral yang tinggi atau sebagai fitoakumulator dan fitochelator. Konsep pemanfaatan tumbuhan untuk meremediasi tanah yang terkontaminasi polutan adalah pengembangan terbaru dalam teknik pengolahan limbah. Berdasarkan pengamatan diketahui bahwa di tanah yang ditanami tumbuhan hijau kandungan senyawa kimia organiknya lebih sedikit dibandingkan di sekitar tanah yang tidak ditanami tumbuhan hijau. Fitoremediasi dapat diaplikasikan ada limbah organik maupun anorganik dalam bentuk padat, cair, dan gas.

Saat ini pengetahuan mengenai mekanisme fisiologi fitoremediasi mulai digabungkan dengan biologi dan teknik untuk mengoptimalkan fitoremediasi sehingga terbagi menjadi: (Gossalam, 1999)

1. Fitoekstraksi : pemanfaatan tumbuhan pengakumulasi polutan untuk memindahkan logam berat atau polutan organik dari tanah dengan cara mengakumulasikannya di bagian tumbuhan yang dapat dipanen.

(13)

3. Rhizofiltrasi : pemanfaatan akar tumbuhan untuk menyerap polutan, terutama logam berat, dari air dan aliran limbah.

4. Fitostabilisasi : pemanfaatan tumbuhan untuk mengurangi polutan dalam lingkungan.

5. Fitovolatilisasi : pemanfaatan tumbuhan untuk menguapkan polutan. Pemanfaatan tumbuhan untuk memindahkan polutan dari udara.

Tanaman meremediasi polutan organik melalui tiga cara, yaitu menyerap secara langsung bahan kontaminan, mengakumulasi metabolisme non fitotoksik ke sel-sel tanaman, dan melepaskan eksudat dan enzim yang dapat menstimulasi aktivitas mikroba, serta menyerap mineral pada daerah rhizosfer. Tanaman juga dapat menguapkan sejumlah uap air. Tanaman melepaskan eksudatnya yang dapat membantu bioremediasi bahan organik oleh mikroba agar bahan organik tersebut dapat diserap dan dimetabolisme dalam tubuh tanaman. Penyerapan polutan berupa bahan organik dibatasi oleh mekanisme penyerapan oleh tanaman dan jenis tanaman (Steven dan Marc, 1996).

III. HIPOTESIS

(14)

IV. METODOLOGI PENELITIAN A. Alat

(15)

indikator pH, pipet ukur, pipet tetes, erlenmeyer. Alat perlakuan bioremediasi terdiri dari aerator, ember plastik, plastik hitam penutup, dan selang.

B. Bahan

Bahan persiapan isolate terdiri dari atas media Luria Bertani, aquadest, bacto agar, Tryotone Soya Broth (TSB), NaCl 0,85%, dan phenol blue. Bahan pengukuran parameter fisika dan kimia terdiri atas MnSO4, reagen oksigen, H2SO4 pekat, indikator amilum, 1/80 Na2S2O3 untuk penentuan kadar DO (Disolved Oksigen). H2SO4 4N, 0,1N kalium permanganat, 0,1 N amonium oksalat, MnSO4, reagen oksigen, H2SO4 pekat, 1/80 Na2S2O3 untuk pengukuran BOD (Biologycal Oxygen Demand). Bahan untuk perlakuan terdiri atas limbah cair UKM Mina Tayu tanaman air dan bakteri proteolitik yaitu Lactobacillus acidophilus dan Bacillus licheriformis.

C. Tata Laksana

Pembuatan Medium LB (Luria Bertani) cair

a. Enrichment I

b. Enrichment II Bahan:

Tryptone : 10g/L  2,5g NaCl (Sodium Chloride) : 5g/L  1,25g Yeast Extract : 10g/L  2,5g

Aquadest : 50 ml

Stirer tanpa panas hingga homogen

Autoklaf 15 menit pada 121°C

(16)

LB 10 ml

Inkubasi 24 jam, 35 ± 2°C dalam inkubator shaker

Limbah cair disaring

3. Perlakuan kultur bakteri + aerasi (aerob) 4. Perlakuan kultur bakteri tanpa aerasi (anerob) 5. Perlakuan fitoremediasi + kultur bakteri + aerasi

4 2

Amati parameter DO, BOD, BOD5, TSS, pH, kekeruhan, dan bau Inkubasi air limbah selama 7 hari

Bandingkan dengan baku mutu

(17)
(18)

Pengukuran DO Pengukuran pH

Pengukuran TSS Kertas pH

indikator Dicelup ke limbah

Dibaca dari perubahan warna

pH indikator airdalambotoloks

igen

1 mL reagenoksigen

1 mLMnSO4

timbangkertassaringawal (a mg)

saring 100 mL sampel air diamkan 10 menit

50 mL larutansampelkeerlenmeyer

titrasi Na2S2O3 1/80 N

keringkan 24 jam

DO=1000/50x V Na2S2O3x0,1 mg/L

TSS= (b-a)x10x1000x1/1liter=Xmg/L timbangkertassaringakhir (b

mg) 3-4 tetes indicator

amilum

(bening) 1 mL H2SO4pekat,

(19)

Penentuan kandungan protein terlarut (Lowry-Follin) a. Bahan :

 Sampel

 BSA

 Larutan A (larutkan 2,8598 g NaOH dan 14,3084 g Na2CO3 dalam aquadest hingga mencapai volume 500 ml)

 Larutan B (larutkan 1,4232 g CuSO4.5H2O dalam aquadest hingga mencapai volume 100 ml)

 Larutan C (larutkan 2,85299 g Na2-tartrat.2H2O dalam aquadest hingga mencapai volume 100 ml (larutan A, B, dan C dapat disimpan)

 Larutan D (campur larutan A, B, dan C dengan perbandingan 100:1:1 kemudian digojog hingga homogen)

 Larutan E (mencampuran 5 ml reagen Follin-Ciocalteau 2 N dengan 6 ml aquadest lalu digojog)

b. Alat :

 Kuvet

 Spektrofotometer  Vortex

 Labu ukur  Gelas ukur  Pipet ukur

 Tabung sentrifuge  Kempot

 Rak tabung reaksi

c. Cara kerja

(20)

Penentuan protein dengan cara Lowry-Follin

(21)

A. Hasil

Data bioremediasi hasil praktikum dapat dilihat pada Tabel 1.

Parameter Sebelu

(mg/L) 60,07 4,36 16,5 22,93 58,64 54,36 9,36 14,36

Keterangan :

IV. Bakteri A (Lactobacillus acidophilus) V. Bakrteri B (Bacillus licheriformis)

(22)

Praktikum analisis dan prediksi beban pencemaran limbah cair industri perikanan menggunakan 6 perlakuan yang berbeda yaitu tanaman air dan aerasi, tanaman air + bakteri A (Lactobacillus acidophilus) + aerasi, tanaman air + bakteri B (Bacillus licheriformis), bakteri A (Lactobacillus acidophilus) + aerasi, bakteri B (Bacillus licheriformis) + aerasi dan kontrol.

Limbah cair industri perikanan yang digunakan berasal dari UKM Mina Tayu, tahap awal yang dilakukan adalah persiapan media LB dan TSB, fungsi dari medium LB (Luria Bertani) yaitu sebagai media pertumbuhan bakteri dengan bahan berupa tryptopane, NaCl, yeast extract dan aquadest serta berfungsi mengisolasi bakteri A (Lactobacillus acidophilus). Sedangkan untuk medium TSB (Tryptone Soya Broth), berfungsi untuk mengisolasi bakteri B (Bacillus licheriformis). Media TSB mengandung kasein dan pepton kedelai yang menyediakan asam amino dan substansi nitrogen lainnya yang membuatnya menjadi media bernutrisi untuk bermacam-macam mikroorganisme.

Dalam pembuatan medium mula-mula distirer tanpa panas hingga homogen, lalu di autoklaf pada suhu 121oC untuk agar bahan steril. Kemudian dilakukan Enrichment I untuk memperkaya biakan bakteri dengan cara mengambil 1 ose kultur bakteri bakteri A dan dimasukkan ke dalam larutan LB, sedangkan medium TSB untuk bakteri B yang masing-masing sudah dibuat secara aseptis agar tidak ada kontaminasi lingkungan dan tak memungkinkan masuknya bakteri selain Lactobacillus acidophilus dan Bacillus licheriformis. Selanjutnya inkubasi selama 24 jam dengan suhu 35 ± 2 °C dalam incubator shaker. Inkubasi berfungsi untuk menumbuhkan bakteri dalam suhu optimum. Kemudian Enrichment II yang dilakukan dengan mengambil 0.1 mL biakan bakteri dari 7 mL medium kemudian dimasukkan kedalam medium LB 10 mL, setelah itu inkubasi selama 24 jam dengan suhu 35 ± 2 °C dalam incubator shaker. Bioremediasi dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu fitoremediasi (degradasi polutan dengan bantuan tanaman), penanganan biologis yakni secara aerob dan anaerob.

(23)

menyaring limbah cair yang berasal dari UKM Mina Tayu kemudian limbah dilakukan pengamatan dengan beberapa parameter yaitu DO, BOD, TSS dan pH.

Tanaman air yang diberikan berfungsi sebagai fitoremidiasi. Fitoremidiasi adalah suatu konsep yang memanfaatkan potensi yang dimiliki oleh tumbuhan untuk menghilangkan polutan dari tanah atau perairan yang telah terkontaminasi (Handayanto dan Hairiyah, 2007). Fitoremediasi dapat didefinisikan sebagai penggunaan tumbuhan untuk menghilangkan, memindahkan, menstabilkan, atau menghancurkan bahan pencemar baik itu senyawa organik maupun anorganik (Priyanto dan Prayitno, 2006) Bakteri A dan bakteri B yang digunakan berfungsi sebagai pendegradasi polutan bahan organik, setiap perlakuan diberi aerasi sebagai penyuplai oksigen untuk pengolahan secara biologi oleh bakteri aerob dalam menurunkan kadar COD dalam limbah cair yang digunakan. Ke-6 perlakuan di inkubasi selama 7 hari untuk melihat perubahan dari masing-masing perlakuan tersebut dan dilakukan pengamatan setiap hari untuk parameter kekeruhan dan bau serta BODH5 yang berfungsi untuk melihat kebutuhan oksigen bagi bakteri dalam mendegradasi limbah. Setelah 7 hari diamati parameter DO, TSS, pH, kekeruhan dan bau untuk kemudian dibandingkan dengan baku mutu dan dihitung beban pencemaran perhari dan debit limbah cair.

Rumus pengukuran beban pencemaran : Beban pencemaran limbah bulanan

Ket:

(24)

Ket:

Qi = kuantitas air limbah yang berlaku bagi masing-masing jenis bahan baku (m3/ton)

Pi = Jumlah bahan baku yang digunakan (ton)

Data dari UKM Mina Tayu

Qi = 70 L perhari x 30 hari = 2100 L  2.100.000 m3 2.100.000 m3/6 ton = 350.000 m3/ton

Pi = tuna 50 kg per hari dan bandeng 150 kg perhari = 200 kg x 30 hari = 6 ton Qmix= Ʃi (Qi . Pi)

= 350.000 m3/ton x 6 ton = 2.100.000 m3

Contoh perhitungan kel. 2 a) TTS

Lmix, TSS = 100 x 1.750.000 x 0,001

= 175.000 kg  baku mutu Lmix, TSS= 0,75 x 1.750.000 x 0.001

= 1312,5 kg  sebenarnya

Jadi, 1312,5 kg (sebenarnya) < 175.000 kg (baku mutu) b) BOD

Lmix, BOD = 75 x 1.750.000 x 0,001 = 131.250 kg  baku mutu

Lmix, BOD = (BOD – BOD5 ) x 1.750.000 x 0.001 = (2,3 – 0) x 1.750.000 x 0.001

= 4025 kg  sebenarnya

Jadi, 4025 kg (sebenarnya ) < 131.250 kg (baku mutu)

(25)

diujikan yaitu BOD5 (Biologycal Oxygen Demand (hari kelima), DO (Dissolved Oxygen) dan pH (derajad keasaman).

Berdasarkan hasil pengukuran parameter maka didapatkan hasil sebagai berikut:

1. Pengukuran DO (Dissolved Oxygen)

Oksigen terlarut ini dipergunakan sebagai tanda derajat atau tingkat kekotoran limbah yang ada. Semakin besar oksigen terlarut menunjukkan tingkat kekotoran limbah yang semakin kecil atau dapat menguraikan limbah. Jadi ukuran DO berbanding terbalik dengan BOD (Sugiharto, 1987). Hasil pengamatan DO awal sebesar 5 mg/L, pada perlakuan fitoremediasi sebesar 7 mg/L, fitoremediasi + bakteri A sebesar 9 mg/L, fitoremediasi + bakteri B sebesar 15 mg/L, anaerob + bakteri A dan anaerob +bakteri B sebesar 0 mg/L. Hal ini diasumsikan bahwa kadar oksigen terlarut dalam limbah pada awal analisis didapatkan 3 mg/L telah digunakan oleh organisme untuk mengurai bahan-bahan organik. Selain itu, kadar DOnya bertambah dikarenakan faktor perlakuan aerasi. Oleh karena itu, sebelum limbah memperoleh perlakuan maka terlebih dahulu dilakukan aerasi sehingga dapat dilakukan pengukuran BOD. Fitoremediasi menggunakan tanaman air dan yang digunakan pada praktikum ini yaitu eceng gondok karena dapat berfungsi untuk transfer oksigen bagi mikroorganisme dan dapat menurunkan water table sehingga difusi gas dapat terjadi dan fungsi ini biasanya dilakukan oleh tanaman apabila kontaminannya bersifat ready degraded (Syakti, 2005).

2. Pengukuran pH

Data pH awal yaitu 7 pada kontrol dan pH optimum untuk proses penguraian bahan organik adalah 5-8 (Sunu, 2001). Nilai pH sebelum perlakuan adalah 7 dan sesudah perlakuan adalah 7-8. Hal tersebut sesuai dengan teori bahwa bahan organik optimum melakukan penguraian. Selain itu, hasil tersebut memperlihatkan bahwa kadar pH dari perlakuan dan kontrol masih dalam ambang batas baku mutu limbah industri pengolahan yaitu antara 6 – 9. Hal ini mengindikasikan bahwa limbah tersebut masih dalam pH normal. Air yang memiliki pH lebih kecil dari pH normal akan bersifat asam, sedangkan air yang memilki pH lebih besar dari pH normal akan bersifat basa. Perubahan pH air tergantung pada polutan air tersebut.

(26)

Berdasarkan pengukuran BOD, sampel fitoremidiasi memiliki kadar BOD awal (BODH0) 2,8 mg/l. Sedangkan kadar BOD pada hari ke 5 (BODH5) pada kontrol sebesar 7 mg/l; perlakuan fitoremidiasi memiliki kadar BODH5 sebesar 2,1 mg/l. Setelah masa inkubasi selama 5 hari maka dapat dihitung kadar oksigen yang digunkan oleh bakteri untuk mendegradasi bahan-bahan organik (BOD5). Baku mutu limbah untuk parameter BOD adalah 75 mg/L, dari hasil tersebut nilai BOD nya dibawah baku mutu limbah yang berarti adanya reaksi biologis yang dilakukan oleh mikroorganisme dalam mereduksi beban pencemaran. BOD5 adalah ukuran kandungan oksigen terlarut yang diperlukan oleh mikroorganisme yang hidup di perairan untuk menguraikan bahan organik yang ada di dalamnya dan apabila kandungan oksigen dalam air turun, maka kemampuan mikroorganisme aerob untuk menguraikan bahan organik tersebut juga menurun. BOD5 ditentukan dengan mengukur jumlah oksigen yang digunakan oleh mikroorganisme selama kurun waktu dan pada temperatur tertentu.

4. Pengukuran TSS

Data TSS didapat hasil pangamatan awal sebesar 0,5 mg/l dan fitoremediasi 0,74 mg/l; maka dapat disimpulkan perlakuan sudah memenuhi standar baku mutu dengan kata lain kandungan TSS yang dimiliki dibawah dari 100 mg/l. Kadar TSS berkaitan dengan BOD. Hal ini dikarenakan semakin banyak bahan organik yang dapat didegradasi atau diuraikan maka akan semakin mengurangi kadar bahan terlarut dari suatu perairan atau limbah. Sehingga semkin banyak zat organik yang diuraikan akan mengurangi kadar TSS. Ada penurunan kadar TSS perlakuan fitoremidiasi dari kontrol, hal ini terjadi karena tidak ada oksigen yang mendegradasi bahan buangan, dan akhirnya mengendap. TSS merupakan padatan yang menyebabkan kekeruhan air, tidak terlarut, dan tidak dapat mengendap langsung dan dapat membuat penurunan kejernihan air dan dapat menghalangi sinar matahari yang masuk sehingga dapat berpengaruh terhadap organisme di dalamnya (Puspita, 2008).

(27)

organik yang diuraikan oleh organisme. Semakin banyak bahan organik yang diurai maka akan semakin mengurangi tingkat kekeruhan limbah. Hal ini dikarenakan bahan-bahan organik biasanya merupakan penyebab utama dari kekeruha suatu limbah ataupun perairan.

6. Pengamatan Bau

Data pengamatan bau untuk awal yaitu sangat bau (++++) dan fitoremediasi yaitu bau (+++). Bau dapat diakibatkan oleh campuran pada limbah yang telah mengalami aktivitas enzim yang diakibatkan oleh tanaman air yang dapat memecah lemak dan protein, sehingga mengurangi bau yang menyengat. Hal ini dikarenakan adanya penguraian bahan-bahan organik dapat mereduksi bau suatu limbah.

7. Suhu

Suhu yang terdapat pada limbah cair perikanan setelah dilakukan perlakuan fitoremidiasi mengalami perubahan setelah 7 hari dari 27 oC menjadi 28 oC. Hal ini disebabkan oleh kandungan kadar karbondioksida yang berpengaruh naik atau turunnya suhu pada limbah cair perikanan tersebut.

8. Kandungan Protein Terlarut

Nilai kandungan protein terlarut setelah dilakukan perlakuan fitoremidiasi, 7 hari kemudian mengalami penurunan menjadi 4,36 ppm yang pada hari pertama perlakuan awal nilainya 60,07 ppm. Penurunan ini menunjukkan protein yang ada di limbah cair telah dimanfaatkan oleh tanaman air sebagai sumber energi dalam bertahan hidup.

Dari hasil data pengamatan yang didapat nilai beban pencemaran berdasarkan TSS pada semua perlakuan reduksi limbah cair industri perikanan yaitu kurang dari 420 kg. Hasil tersebut maka masih dibawah standar beban pencemaran yaitu 210000 kg. Selain itu, pada nilai BOD diperoleh nilainya kurang dari 6720 kg dan nilai beban pencemaran nya adalah 157500 kg. Dengan demikian, limbah cair UKM Mina Tayu masih dalam batas aman karena nilainya masih dibawah standar beban pencemaran.

(28)

proses inkubasi. Secara teoritis, mengingat bahwa bakteri aerob yang membutuhkan oksigen bebas, maka dengan perlakuan aerasi secara kontinyu proses pengolahan limbah menjadi lebih optimal. Oleh karena itu berkembang biaknya mikroorganisme, penguraian senyawa polutan menjadi lebih efektif (Jasmiati et al, 2010).

(29)

A. Kesimpulan

1. Pengukuran parameter fisika limbah cair industri perikanan dilakukan dengan mengukur TSS, suhu, kekeruhan dan bau. Pengukuran parameter kimia dilakukan dengan mengukur pH, DO, BOD H0, BOD H5 dan BOD5

2. Kuantitas tiap parameter pencemaran limbah cair industri perikanan berbeda sesuai dengan perlakuan :

a. BODH0 tiap perlakuan 2.8 mg/L.

b. BODH5 tiap perlakuan mulai dari 0 sampai 2.3 mg/L. c. DO tiap perlakuan berkisar antara 0 sampai 15 mg/L. d. pH tiap perlakuan berkisar 7 dan 8.

e. TSS tiap perlakuan berkisar antara 0.71 sampai 0.75.

3. Beban pencemaran dari semua perlakuan jika dibandingkan dengan beban pencemaran standar adalah TSS <210000 kg dan BOD <157500 kg

4. Penanganan limbah secara biologis dengan fitoremediasi dilakukan dengan menggunakan tanaman air, secara aerob dilakukan menggunakan kultur bakteri yang diberi aerasi dan akan lebih efektif jika menggabungkan ketiganya.

B. Saran

Sebaiknya sumber limbah cair industri perikanan berasal dari UKM yang bervariasi.

DAFTAR PUSTAKA

(30)

Effendi. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Kanisius, Yogyakarta.

Fujaya, Y., 2000, “Fisiologi Ikan Dasar. Pengembangan Teknik Perikanan”, Rineka Cipta, Jakarta.

Gintings, P. 1992. Mencegah dan Mengendalikan Pencemaran Industri, Sinar Harapan, Jakarta.

Gossalam. 1999. Kemampuan Degradasi Hidrokarbon Minyak Bumi oleh Isolat Bakteri dari Lingkungan Hutan Magrove. Tesis. Magister ITB, Bandung

Handayanto dan Hairiyah, K. 2007. Biologi Tanah. Pustaka Adipura, Yogyakarta.

Jasmiati, Sofia Anita, Thamrin. 2010 . Bioremidiasi Limbah Cair Industri Tahu Menggunakan Efektif Mikroorganisme (EM4). Pascasarjana Ilmu Lingkungan dan FMIPA Universitas Riau. Jurnal Ilmu Lingkungan. 2 (4)

Jenie, Betty dan Winiaty. 1993. Penanganan Limbah Industri Pangan. Kanisius, Yogyakarta.

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup. 1995. Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kesehatan Industri. KEP-51/MENLH/10/1995

Kordi, K. M. G. H. 2005. Pengelolaan Kualitas Air Dalam Budidaya Perairan. Rineka Cipta, Jakarta.

Kusnoputranto, H. 1985. Kesehatan Lingkungan. FKM UI, Jakarta.

Mellor, E., Landin P, O’Donovan C., Connor, D. 1996. Microbiology og in situ bioremediation. Environ Scu Technol. 12: 60-64

Nasution, D.Y. 2004. Pengolahan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit yang Berasal dari Kolam Akhir (Final Pond) dengan Proses Koagulasi Melalui Elektrolisis. Jurnal Sains Kimia Vol. 8, No.2, 2004: 38-40. Pedoman Design Teknik IPAL Agroindustri, Bogor.

Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 6 tahun 2007. Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Pengolahan Hasil Perikanan. Menteri Negara Lingkungan Hidup, Jakarta.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 82 Tahun 2001. Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.

Priyanto B, dan Prayitno J. 2006. Fitoremidiasi sebagai Sebuah Teknologi Pemulihan

Pencemaran, Khususnya Logam Berat. Melalui

http://ltl.bppt.tripod.com/sublab/lflora.htm

Puspita, D. 2008. Penurunan Konsentrasi Total Suspended Solid (TSS) Pada Limbah Laundry dengan Menggunakan Reaktor Biosand Filter Disertai dengan Reaktor Activated Carbon. Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan. UII. Yogyakarta. Tugas Akhir.

Reed, S.C., E.J. Midlebrooks dan R.W. Crites. 2005. Natural System WasteManagement and Treatment. McGraw Hill Book Company, New York.

Sahubawa, L. 2009. Analisis dan Prediksi Beban Pencemaran Limbah Cair Industri Kayulapis PT. Jati Dharma Indah, Serta Dampaknya Terhadap Perairan Laut. Jurnal Manusia dan Lingkungan. 15 (2) : 70-78

Sahubawa, L. 2011. Analisis dan Beban Pencemaran Limbah Cair Pabrik Pengalengan Ikan. Jurnal Manusia dan Lingkungan. 18 (1) : 9 - 18

Soeparman. 2000. Pengelolaan Limbah Cair. Buku Kedokteran, Jakarta.

(31)

http:www.cee.vt.edu/program_areas/enviromental/teach/gwprimer/group1/ind/ex /html. Diakses tanggal 18 April 2013 pukul 14.55 WIB.

Stowell, RR., J.C. Ludwig dan G. Thobanogmus. 2000. Towad the rational design ofaquatic treatments of wastewater. University of California, California.

Sugiharto. 1987. Dasar-Dasar Pengelolaan Air Limbah. UI Press, Jakarta.

Sunu, P. 2001. Melindungi Lingkungan dengan Menerapkan ISO 14001. Penerbit PT.Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta.

Syakti, A., 2005. Multi-Proses Remediasi Didalam Penanganan Tumpahan Minyak (Oil Spill) Di Perairan Laut Dan Pesisir. Seminar Bioremediasi. http-www.pksplipb.or.id

Tchobanoglous, G.1991. Edisi ketiga Teknik Sumber Daya Air. Erlangga, Jakarta. Veranita, D. 2001. Studi Tentang Karakteristik Limbah Cair Industri Pengolahan Tuna

Beku di PT. Indomaguro Tunas Unggul, Jakarta. Skripsi. Jurusan THP FKIP-IPB. Bogor.

Gambar

Tabel 2. Baku Mutu Air Limbah Industri Perikanan

Referensi

Dokumen terkait

Pada pembuatan sirup ubi jalar ungu, sari lemon yang ditambahkan berfungsi memberikan aroma yang khas sehingga panelis lebih menyukai sirup yang beraroma

Pemerintah kota Semarang sudah menginformasikan tentang program kejar paket C kepada masyarakat tetapi keberhasilan untuk mengajak anak putus sekolah mengikuti

Tidak ada ketentuan yang secara spesifik mengatur perlakuan akuntansi atas pengeluaran dana dalam rangka pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan (termasuk PKBL). Akan

Penyelidikan terhadap proses pencairan batubara Banko Selatan dilakukan untuk mempelajari karakteristik batubara jika dioperasikan pada temperatur yang berbeda,

Deteksi *s+g dapat dilakukan dengan 5e5erapa metode pemeriksaan6 #aitu Deteksi *s+g dapat dilakukan dengan 5e5erapa metode pemeriksaan6 #aitu serologi dan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) penerapan hak cipta atas lagu didalam media internet, (2) perlindungan hukum yang diberikan Pemerintah kepada