• Tidak ada hasil yang ditemukan

speksi t dan ke - erhada esehata - ADOC.PUB

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "speksi t dan ke - erhada esehata - ADOC.PUB"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

INS

A. P

1

SPEKSI T DAN KE

PENDAHUL

. Latar Be Sa tingginya dalam ber resiko po tambang) Besar ata minat ora

Da yang pali kerja (bac pekerja ta

Se 1. Cina 2. Pran 3. Jepan 4. Wale

ERHADA ESEHATA

Ol LUAN

lakang alah satu s

resiko yang rbagai bentu litik, dan ya .

au kecilnya r ng untuk ber

Gam ari berbagai ing riskan d ca: kecelaka ambang.

epuluh Benc a, 26 April 19 ncis, 10 Mare

ng, 9 Novem es, 14 oktobe

AP PENER AN KERJA

leh: DR. Rij

sifat atau k g dihadapi ol uk, antara la ang paling b

resiko-resiko rinvestasi da

mbar 1. Hubu Sumber: A kenyataan l dalam usaha aan tambang

ana Tamban 942, Honkei et 1906, Cou mber 1963, O

er 1913, Sen

RAPAN N A USAHA

jal Abdullah

karakteristik leh para pela ain resiko ge besar adalah

o itu merupa alam bidang

ungan Resiko Abdullah (2009

lapangan, tam a pertamban g) pada akhir

ng Terbesar d iko Colliery:

urrières: 110 Omuta: 447 nghennyd: 43

NORMA K A PERTAM

h, MT.

k dari usah aku usaha in eologi, resik

resiko kece

akan insentif pertambang

o dengan Mi : 78)

mpak bahwa ngan. Beber

r-akhir ini te

di dunia:

: 1549 tewas 0

38

KESELAM MBANGA

ha pertamba ni. Resiko ini ko alam, res elakaan kerja

f dan disinse gan (lihat Ga

inat Investas

a kecelakaan rapa kejadia

elah menew

s

MATAN AN

angan adala i dapat terjad siko ekonom

a (kecelakaa

entif terhada ambar 1).

i

n kerja adala an kecelakaa askan banya ah

di mi, an

ap

ah an ak

(2)

5. Afrika Selatan, 1 Januari 1960, Coalbrook: 437

6. Rhodesia (sekarang Zimbabwe), 6 Juni 1972, Wankie: 427 7. India, 28 Mei 1965, Dhanbad: 375

8. India, 27 Desember 1975, Chasnala: 372 9. Inggris, 12 Desember 1866, Barnsley: 361

10. Amerika Serikat, 6 December 1907, Monongah (West-Virginia): 361

Sumber: http://archief.rnw.nl/bahasa-indonesia/article/insiden pertam- bangan-murni-kecelakaan diakses tanggal 2 Desember 2014.

Semua jenis pekerjaan yang berkaitan dengan usaha pertambangan pada dasarnya memiliki resiko kecelakaan yang besar. Berikut ini beberapa rekaman kejadian kecelakaan fatal yang berkaitan dengan pekerjaan-pekerjaan dalam usaha pertambangan (lihat Gambar 2, Gambar 3, dan Gambar 4).

Gambar 2. Kecelakaan pada Mesin Bubut Sumber: Abdullah (2013, 4)

(3)

Gambar 3. Kecelakaan Tambang Batubara Bawah Tanah Sumber: Abdullah (2013, 7)

Gambar 4. Kecelakaan pada Tambang Terbuka dan Transportasi Batubara

Sumber: Abdullah (2013, 10)

Sebagaimana kita ketahui, bahwa setiap kecelakaan kerja itu pasti ada sebabnya. Hendri Richman (seorang peneliti dari Jerman) dalam penelitiannya antara tahun 1953 sampai 1963, telah menemukan fakta, bahwa kecelakaan berat dan agak berat pada berbagai institusi kerja (industri) yang terjadi dalam 10 tahun tersebut disebabkan oleh dua hal, yaitu: 1) Perbuatan berbahaya dan kondisi berbahaya (unsafe acts and unsafe condition) oleh pekerja mencapai 96%, dan 2) Sumber lainnya di luar kemampuan kendali manusia (4%).

Berdasarkan observasi lapangan pada beberapa perusahaan pertambangan, ternyata kecelakaan-kecelakaan kerja itu utamanya disebabkan oleh keengganan para pekerja memakai alat pelindung diri, seperti helmet, safety shoes, masker,

(4)

kacamata, sarung tangan, dan lain sebagainya. Ketika ditanyakan kepada mereka (para pekerja tersebut), alasannya sederhana sekali, yaitu karena alat pelindung diri memberikan berbagai keterbatasan dalam gerakan orang yang memakainya sewaktu bekerja.

Penyebab lain timbulnya kecelakaan kerja pada usaha pertambangan adalah kesalahan dalam prosedur kerja (tidak sesuai dengan prosedur baku), kesalahan posisi kerja, dan tidak disiplin dalam bekerja.

Faktor di luar kontrol manusia juga dapat menimbulkan kecelakaan kerja, walaupun dari kenyataannya tidak ditemui tindakan atau kondisi tidak aman dan penyebab penunjang lainnya. Sering orang mengatakan hal ini sudah merupakan nasib atau takdirnya.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa penyebab kecelakaan kerja yang utama berasal dari tindakan atau perbuatan tidak aman oleh manusia.

Berkaitan dengan hal tersebut di atas, tentu timbul pertanyaan bagi kita, yaitu kenapa tindakan tidak aman atau kondisi tidak aman itu bisa terjadi?

Jawaban sederhananya adalah karena kurangnya pengawasan oleh pihak manajemen terhadap penerapan norma keselamatan dan kesehatan kerja oleh para kerja. Pada hal masalah keselamatan dan kesehatan kerja merupakan beban melekat pada fungsi manajemen tersebut.

Sesuai dengan pengertian yang tertera dalam UU No. 5 Tahun 1996 tentang Sistem Manajemen K3, pelaksanaan K3 adalah “Segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja melalui upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja dan mengendalikan atau meniadakan potensi bahaya untuk mencapai tingkat risiko yang dapat diterima dan sesuai dengan standard yang ditetapkan.

Dalam kaitan inilah penulis mengemukakan kajian tentang urgensi inspeksi terhadap penerapan norma keselamatan dan kesehatan kerja pertambangan. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk memberikan pemahaman dan kesadaran mendalam bagi kita, terutama bagi para manajer keselamatan dan

kesehatan kerja perusahaan-perusahaan pertambangan.

(5)

B. PENGERTIAN INSPEKSI DAN DASAR HUKUM

1. Pengertian Inspeksi

Jatmika (Tanpa Tahun, 2) menyatakan: “Inspeksi, inspectie (Belanda) yang artinya memeriksa. Orang yang menginspeksi disebut inspektur.

Secara bahasa, inspeksi artinya adalah pemeriksaan dengan saksama, pemeriksaan secara langsung tentang pelaksanaan peraturan, tugas, dan sebagainya (http://artikata.com/arti-330820-inspeksi.html). Persamaan kata inspeksi antara lain: pemeriksaan, pengawasan, peninjauan, penilikan, atau survey atas pelaksanaan aturan yang telah ditetapkan.

Menurut Asosiasi Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja Konstruksi (A2K4), Inspeksi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah pemeriksaan rutin dan berkala terhadap satu objek kegiatan atau departemen.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa inspeksi adalah tindakan pemeriksaan terhadap suatu unit kerja/perusahaan agar semua pihak yang terkait dapat meningkatkan ketaatannya terhadap segala ketentuan perundang- undangan yang ada, terutama dalam bidang keselamatan dan kesehatan kerja, serta perlindungan terhadap lingkungan.

2. Dasar Hukum

Khusus untuk keselamatan kerja pada usaha pertambangan, ada beberapa dasar hukum yang perlu menjadi rujukan bagi pihak manajemen usaha seperti berikut.

a. UU No. 1/1970 tentang Keselamatan Kerja.

b. PP No. 19/1973 tentang pendelegasian wewenang pengawasan Keselamatan Kerja dari Menaker kepada Mentamben.

c. Peraturan Menteri Tamben No. 1/P/M/Pertamb/1978 tentang Pengawasan Keselamatan Kerja Kapal Keruk.

d. Kepmen No. 555.K/26/M.PE/1995 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pertambangan Umum.

e. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor: Per. 05/Men/1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Menteri Tenaga Kerja

f. PP No. 50 Tahun 2012 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

(6)

C. TUJUAN, JENIS, DAN FUNGSI INSPEKSI PERTAMBANGAN

1. Tujuan Inspeksi Pertambangan

Sejalan dengan pengertian yang sudah dijelaskan di atas, inspeksi K3 Pertambangan ditujukan untuk peningkatan ketaatan semua pihak terhadap segala ketentuan perundang-undangan yang ada dalam suatu usaha pertambangan, terutama dalam bidang keselamatan dan kesehatan kerja dan perlindungan terhadap lingkungan.

Menurut Pasal 11 PP No. 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, setiap manajemen K3 perlu melakukan berbagai usaha keselamatan dan kesehatan kerja yang meliputi paling sedikit: a) Tindakan pengendalian, b) Perancangan (design) dan rekayasa, c) Prosedur dan instruksi kerja, d) Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan, e) Pembelian/pengadaan barang dan jasa, f) Produk akhir, g) Upaya menghadapi keadaan darurat kecelakaan dan bencana industri, dan h) Rencana dan pemulihan keadaan darurat.

Alasan utama kenapa perlu diadakan inspeksi terhadap penerapan norma keselamatan dan kesehatan kerja pada usaha pertambangan, maupun pada satuan kerja lainnya, adalah karena kecenderungan orang/para pekerja untuk bekerja pada aturan terendah, bahkan kalau perlu tidak ada aturan. Maksudnya adalah bahwa bila seseorang pekerja yang diberi suatu tugas, tidak diawasi atau dikontrol, maka dia akan mengerjakan tugas itu seenak perutnya, seperti dia bekerja tidak memenuhi prosedur kerja yang benar, tidak disiplin, dan cenderung lalai terhadap pekerjaannya, yang semua itu dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja.

Pekerjaan utama bagi seorang inspektur adalah mengidentifikasi: 1) masalah potensial, masalah-masalah yang tidak diantisipasi, atau standard yang terlewatkan pada desain atau SOP pekerjaan, 2) peralatan dan fasilitas yang non standard, rusak, atau salah dalam pemakaian, 3) tindakan pekerja yang salah, baik terkait atau pun tidak terkait dengan kejadian kecelakaan, dan 4) akibat perubahan pada proses kerja dan pemakaian material.

Adapun cakupan bidang usaha pertambangan yang perlu diinspeksi adalah:

(7)

a. Eksplorasi

b. Pembersihan lahan

c. Pengupasan tanah penutup

d. Konstruksi dan sarana prasarana penunjang e. Ekploitasi

f. Pengolahan/pemurnian g. Pasca tambang

2. Jenis Inspeksi

Inspeksi menurut sifat pelaksanaannya dapat dibagi atas dua jenis yaitu inspeksi formal dan informal. Inspeksi formal biasanya terjadwal, dan sistematis, misalnya inspeksi pada item khusus. Sedangkan inspeksi informal biasanya tidak terjadwal, mempunyai keterbatasan dan kurang sistematis. terkadang inspeksi informal dalam keadaan tertentu diperlukan terutama pada masalah yang harus segera ditangani.

Menurut tingkat kepentingan (urgensinya), inspeksi terbagi atas inspeksi umum dan inspeksi bagian kritis. Inspeksi umum adalah untuk melihat apakah ada perubahan terhadap prosedur kerja, peralatan, bahan, lingkungan kerja, dan standard house keeping telah terpenuhi. Sementara inspeksi bagian kritis adalah komponen dari mesin peralatan atau struktur yang akan menimbulkan masalah besar apabila rusak aus, salah pemakaian, atau pelaksanaan kerja yang tidak memadai.

Berdasarkan kepada tahapan pelaksanaannya, inspeksi dapat dibagi atas:

tahap instalasi, tahap operasi, tahap pembongkaran, dan tahap penyimpanan.

Inspeksi tahap instalasi adalah inspeksi yang dilakukan pada peralatan kerja yang akan digunakan pada saat dirakit. Inspeksi tahap operasi adalah berkenaan dengan peralatan kerja pada saat peralatan kerja tersebut dioperasikan. Inspeksi pada tahap pembongkaran berkenaan dengan uninstall terhadap peralatan yang sudah digunakan. Sedangkan instalasi tahap penyimpanan berkaitan dengan pemeriksaan terhadap prosedur penyimpanan peralatan yang sudah digunakan.

Inspeksi terhadap setiap tahapan pekerjaan itu harus dilakukan untuk melihat atau mengidentifikasi apakah semua standard operating procedure (SOP) terpenuhi atau tidak.

(8)

3. Fungsi Inspeksi

Beberapa fungsi yang melekat pada kewenangan seorang inspektur tambang antara lain:

a. Inspeksi/pemeriksaan

b. Penyelidikan kecelakaan atau kejadian berbahaya c. Penyelidikan pencemaran lingkungan

d. Uji limbah

e. Pembinaan keselamatan kerja

f. Perintah atau larangan, serta saran perbaikan jika ada pelanggaran g. Menyusun laporan.

Pada fungsi pemeriksaan, seorang inspektur berwenang memeriksa semua keadaan di seluruh lokasi pada suatu sasaran inspeksinya. Fungsi penyelidikan kecelakaan atau kejadian berbahaya adalah untuk mencari atau menyelidiki sebab- sebab kecelakaan, korban kecelakaan, dan kerugian karena kecelakaan dengan maksud untuk memperoleh data bagi keperluan klaim asuransi dan santunan bagi korban kecelakaan tersebut.

Fungsi penyelidikan pencemaran lingkungan adalah untuk mengetahui data pendukung atas dugaan terjadinya pencemaran lingkungan oleh suatu usaha pertambangan. Sejalan dengan itu uji limbah dimaksudkan untuk mengetahui apakah limbah yang dihasilkan oleh suatu kegiatan pertambangan berpotensi sebagai pencemar lingkungan sebagaimana yang diprediksi pada waktu melakukan kajian atau analisis dampak lingkungan (ANDAL) dengan tujuan akhir supaya dapat diterapkan langkah-langkah pengendaliannya.

Fungsi pembinaan keselamatan kerja dimaksudkan agar setiap tindakan tidak aman atau kondisi tidak aman yang terjadi dapat dikoreksi segera, sehingga dengan demikian para pekerja akan selalu mempertahankan prosedur kerja baku (standar) dan memperbaiki kesalahan-kesalahan yang terjadi. Sementara fungsi perintah atau larangan, serta saran perbaikan jika ada pelanggaran dimaksudkan agar setiap orang atau badan yang melanggar ketentuan perundang-undangan terkait dengan kegiatan usaha pertambangan memperbaiki kesalahannya.

Setiap kali melakukan inspeksi, seorang inspektur wajib membuat dan menyampaikan laporan hasil inspeksinya kepada pejabat pemberi tugasnya.

Sesuai dengan ketentuan Undang-undang, inspeksi pertambangan dilakukan oleh seorang Inspektur Tambang. Inspektur Tambang adalah seorang

(9)

Pegawai Negeri Sipil (PNS) dalam lingkungan Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral (tingkat pusat) atau Pemda yang diberi tugas, tanggung jawab, dan wewenang serta hak penuh oleh pejabat berwenang untuk melakukan inspeksi aspek keselamatan pertambangan dan lingkungan.

Wewenang dan Tanggung Jawab Inspektur Tambang:

a. Masuk tambang setiap saat, tetapi harus disertai dengan surat tugas dari atasannya.

b. Menghentikan/menutup sementara sebagian atau seluruh kegiatan usaha pertambangan, bila dianggap tidak aman dan atau menimbulkan kerusakan lingkungan.

c. Minta bantuan pihak terkait dari Pemda setempat atau pihak terkait lainnya dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, terutama jika terdapat gangguan-gangguan keamanan terhadap pelaksanaan tugasnya.

d. Tanggung jawab dalam setiap keputusan yang diambilnya.

e. Tanggung jawab terhadap pelaporan hasil inspeksinya.

f. Tanggung jawab kepada Kepala Pelaksana Inpektur Tambang, sesuai dengan tugas dan wewenangnya.

Kewenangan dan tanggung jawab seorang inspektur tambang sangat besar, dalam beberapa ketentuan yang ada dalam Kepmen No. 555 K / 26 / M.PE / 1995 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pertambangan Umum dinyatakan bahwa syarat penggunaan berbagai peralatan pada tambang, penetapan status tambang, pemeriksaan kondisi keselamatan tambang, terutama tambang batubara bawah tanah dan tambang berbahaya gas lainnya sangat tergantung kepada kewenangan inspektur tambang.

Mengingat besarnya wewenang dan tanggung jawab yang diemban oleh seorang inspektur tambang tersebut, maka tentu saja dia harus memiliki pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman yang tinggi dalam bidang pekerjaan yang akan diinspeksinya. Dengan kata lain, inspektur tambang harus profesional dalam bidang tugasnya itu.

(10)

D. PELAKSANAAN INSPEKSI

1. Persiapan

Sebelum melaksanakan inspeksi secara langsung ke lapangan, seorang inspektur tambang harus membuat persiapan-persiapan yang matang, yakni terkait dengan semua keperluannya dalam tugas inspeksi tersebut. Persiapan-persiapan yang dilakukan meliputi:

a. Menentukan objek yang akan diinspeksi dengan pedoman inspeksi dan rencana pengujian (inspection and test plan)

Persiapan ini ditujukan agar pelaksanaan inspeksi dapat lebih fokus dan terarah. Dalam hal ini inspeksi dapat dibagi kepada pemeriksaan penerapan norma keselamatan dan kesehatan kerja atau terhadap penyelidikan kasus kecelakaan yang terjadi. Hal ini akan berkaitan langsung dengan pekerjaan lanjutan yang mesti dilaksanakan, yaitu berupa review laporan yang telah dibuat sebelumnya dan berbagai persiapan untuk pencatatan inspeksi yang akan diadakan.

b. Mereview laporan inspeksi yang lalu

Dalam rangka menentukan dan memandu langkah inspeksi yang sudah direncanakan, perlu dilakukan review terhadap laporan inspeksi yang terkait dengan aspek yang akan diinspeksi yang sudah dilakukan pada waktu yang lalu. Hal ini akan memberikan kemudahan bagi inspektur dalam pelaksanan tugas-tugasnya.

c. Melihat atau mempelajari rekomendasi laporan inspeksi yang lalu

Hal ini simaksudkan untuk melihat apakah semua saran koreksi atas berbagai temuan pada waktu inspeksi yang lalu ditindaklanjuti atau tidak. Jika sudah dilakukan, tentu akan diketahui hasilnya dan sebaliknya jika belum dilakukan, tentu harus ditemukan apa kendalanya pada waktu inspeksi yang akan dilaksanakan.

d. Mengetahui lokasi yang akan diinspeksi termasuk proses kerjanya

Tentu saja seorang inspektur harus mengetahui atau menetapkan dimana lokasi inspeksi yang akan dilakukan, hal ini berkaitan dengan keluasan skop pekerjaan inspeksi dan ketersediaan waktu untuk melaksanakan inspeksi.

Tidaklah mungkin seorang inspektur akan memeriksa semua aspek pada semua lokasi tambang, terutama pada tambang yang berskala besar.

(11)

e. Mempersiapkan check list/daftar periksa yang memadai

Untuk kemudahan dan kepraktisan kerja di lapangan, seorang inspektur harus menyiapkan semua daftar pemeriksaan yang diperlukan. Dengan adanya daftar itu, inspektur akan dapat melakukan pekerjaan inspeksi dengan cepat dan tepat sasaran.

2. Pelaksanaan

Dalam pelaksanaan inspeksi, seorang inspektur memperhatikan beberapa hal berikut:

a. Peta lokasi dan checklist

Melihat peta lokasi secara seksama, sehingga pekerjaan tidak dilakukan dalam pola yang kacau atau bolak balik. Kemudian gunakan daftar pemeriksaan (checklist) yaitu dengan memberikan tanda yang sesuai untuk setiap item yang diinspeksi dan berikan catatan ringkas pada kolom keterangannya, sehingga dengan demikian akan diperoleh data yang jelas, akurat, dan tersusun secara sistematis.

b. Petugas pendamping

Dalam pelaksanaan tugasnya, seorang instruktur sebaiknya didampingi oleh seorang pengawas internal perusahaan tambang. Pendampingan ini dimaksudkan agar setiap temuan di lokasi inspeksi dapat dikonfirmasikan langsung oleh pihak yang berkepentingan. Disamping itu, dengan pendampingan ini inspektur akan dapat melaksanakan tugasnya secara bebas dan leluasa, tidak ada pihak-pihak yang memberikan tekanan atau intimidasi.

Bahkan, jika dirasakan akan terjadi halangan dari pihak perusahaan atas kelancaran inspeksi, inspektur dapat minta bantuan unsur keamanan (kepolisian) yang ada pada daerah tersebut.

c. Tindakan koreksi segera

Seorang inspektur harus bersifat cepat tanggap, artinya adalah bahwa apabila ditemukan kesalahan prosedur kerja oleh seorang karyawan, harus segera diambil tindakan (koreksi). Sebab ketika terjadi kesalahan yang disaksikan oleh inspektur, lalu tidak ada koreksi oleh inspektur itu, maka pekerja tersebut akan menyangka bahwa tidakannya tidak salah, dan kesalahan yang sama akan berulang kembali pada waktu yang akan datang. Dengan

(12)

adanya koreksi segera ini, para pekerja akan mempertahankan prosedur kerja standar (baku).

d. Klasifikasi unsafe acts dan unsafe condition

Inspektur harus memberikan klasifikasi yang jelas tentang keadaan bahaya (unsafe condition), tindakan/perilaku yang berbahaya (unsafe acts) yang berpotensi menyebabkan cacat permanen, luka serius, dan luka ringan (first aid). Dengan penetapan itu inspektur dapat dengan cepat menterjemahkan suatu temuan, sehingga tindakan koreksinya pun dapat dilakukan dengan cepat dan tepat.

3. Pencatatan

Pencatatan data/informasi inspeksi dibuat dalam format yang terdiri dari:

a. Identifikasi

Identifikasi bahaya adalah salah satu langkah dalam Sistem Manajemen K3 dengan tujuan untuk mengidentifikasi:

1. Apa jenis bahaya yang mungkin atau sering terjadi dalam suatu kegiatan atau proses pelaksanaan pekerjaan.

2. Apa akibat yang ditimbulkan oleh kejadian kecelakaan. Dalam hal ini menyangkut tingkat keparahan suatu kecelakaan.

3. Bagaimana bahaya tersebut bisa terjadi.

Untuk melakukan identifikasi bahaya dapat digunakan berbagai instrumen, diantaranya check list/daftar pemeriksaan inspeksi, Job Safety Analysis (JSA), Job Safety Organization (JSO), What if, Hazop, dan lain-lain.

Namun pada umumnya, untuk dapat melakukan identifikasi terhadap bahaya itu, harus dilakukan Analisis Keselamatan Kerja (Job Safety Analysis).

b. Kondisi spesifik dari peralatan

Pemeriksaan kondisi khusus dari peralatan ini dapat dilakukan dengan menggunakan daftar pemeriksaan. Pencatatan data kondisi spesifik bertujuan untuk mendapat informasi lengkap dari peralatan yang dioperasikan dalam suatu lokasi kerja yang meliputi: kapasitas produksi, jadwal operasi, jadwa maintenance preventif dan korektif, dan lain-lain.

(13)

c. Frekuensi inspeksi

Tingkat keseringan (frekuensi) inspeksi perlu dicantumkan sebagai bagian dari pencatatan data inspeksi. Hal ini didapatkan memberikan gambaran jelas seberapa tinggi tingkat resiko yang dihadapi oleh pekerja pada lokasi yang dinspeksi tersebut. Artinya adalah bahwa lokasi kerja yang tingkat resikonya sangat besar akan lebih sering diinspeksi.

d. Petugas pelaksana

Dalam daftar pencatatan inspeksi harus dituliskan secara jelas nama- nama pertugas pelaksana inspeksi. Tujuannya adalah untuk memberikan kemudahan dalam melakukan kontrol atas temuan-temuan dalam pelaksanaan inspeksi tersebut.

4. Pelaporan

Pelaporan adalah bagian penting dari suatu kegiatan inspeksi yang perlu mendapat perhatian dari seorang inspektur. Pelaporan yang baik dapat menjadi alat komunikasi efektif dari seorang inspektur kepada pihak-pihak terkait, terutama kepada manajemen perusahaan yang diinspeksi dan kepada atasan pemberi tugas inspeksi. Sebaliknya pelaporan yang kacau dapat menjadi pemicu timbulnya berbagai konflik antara sesama pemangku kepentingan (stakeholder).

Sehubungan dengan hal di atas, maka laporan inspeksi setidaknya memuat beberapa poin penting sebagai berikut:

a. Identifikasi daerah yang diinspeksi

Identifikasi daerah yang diinspeksi dibuat berdasarkan kajian atas latar belakang pentingnya inspeksi dilakukan pada suatu lokasi tambang. Biasanya inspeksi pada suatu lokasi didasarkan atas adanya kejadian kecelakaan atau adanya potensi kecelakaan yang mungkin terjadi di sana. Identifikasi ini dilakukan untuk memberikan batasan yang jelas dan tegas kepada semua pihak terkait, sehingga inspeksi pelaksanaan menjadi terarah, efektif, dan efisien.

b. Observasi keadaan non standard

Pada bagian ini diuraikan berbagai bentuk temuan yang tidak sesuai dengan standar baku yang sudah ditetapkan. Uraian itu menyangkut aspek tindakan tidak aman (unsafe acts), dan aspek kondisi tidak aman (unsafe condotion) yang ditemukan sewaktu pelaksanaan inspeksi. Pencantuman suatu kejadian harus didasarkan atas pertimbangan objektif oleh inspektur dan

(14)

disaksikan oleh petugas pendamping (pengawas), sehingga jika diperlukan koreksi, dapat disetujui oleh pihak yang bersangkutan dan tidak ada perdebatan atas persoalan tersebut.

c. Klasifikasi bahaya dan resiko

Seorang inspektur harus melaporkan secara seksama semua temuannya pada waktu melakukan inspeksi. Temuan-temuan itu sudah harus diklasifikasikan secara jelas tentang tingkat bahaya dan resikonya dan juga disertai dengan bukti-bukti berupa photo/dokumentasi.

d. Tindakan perbaikan dan rekomendasi

Setelah dilakukan klasifikasi sebagaimana disebutkan di atas, adanya tindakan tidak aman atau kondisi tidak aman, seorang instruktur juga memaparkan berbagai tindakan koreksi (perbaikan) yang diusulkan kepada pihak manajemen. Perlu ditegaskan bahwa tindakan koreksi yang diusulkan harus bersifat operasional (dapat dilaksanaka) dan terukur.

e. Penanggung jawab tindakan koreksi

Inspektur juga harus mencantumkan pihak-pihak yang bertanggungjawab dalam melaksanakan tindakan koreksi yang disampaikan atau diusulkan tersebut. Jika diperlukan, inspekstur dapat meminta persetujuan kepada pihak yang diberi kewenangan oleh perusahaan dalam bidang Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, yang menyatakan bahwa perusahaan menyetujui dan akan melaksanakan koreksi yang diminta.

f. Follow up tindakan yang diambil

Setiap inspeksi yang dilakukan, seorang inspektur harus pula menegaskan bagaimana tindak lanjut yang harus dilakukan terhadap temuan inspeksinya itu. Artinya inspeksi tidak boleh berhenti pada penyelesaian pelaporan saja, tetapi secara jelas juga memuat apa tindaklanjut terhadap temuan-temuannya.

g. Verifikasi tindakan perbaikan

Berkaitan dengan folow up di atas, juga pelaporan harus memuat bagaimana inspektur atau pihak yang diserahi tanggung jawab untuk itu dapat melakukan chek and recheck atau pelaksanaan tindakan koreksi yang diusulkan.

(15)

h. Manajemen review

Bagian akhir dari suatu laporan inspeksi adalah bagaimana tindakan review (koreksi/pemeriksaan) yang dapat dilaksanakan terhadap inspeksi yang sudah diadakan itu.

5. Tindaklanjut

Sebagaimana sudah dijelaskan terdahulu, bahwa wewenang dan tanggung jawab inspektur itu sangat besar, sesuai dengan tugas yang diembannya. Oleh karena itu inspektur harus merupakan seorang yang profesional dalam bidang yang terkait dengan tugasnya tersebut. Adalah suatu hal yang tidak mungkin seseorang menjadi inspektur kalau dia tidak menguasai berbagai pengetahuan dan kompetensi berkaitan dengan tugas inspektur. Bagaimana bisa inspektur itu memberikan tindakan koreksi terhadap tindakan tidak aman (unsafe acts) seorang pekerja, jika dia tidak tahu seperti tindakan tidak aman yang dilakukannya.

Dalam kaitan dengan penetapan tindaklanjut (follow up) terhadap temuan-temuan inspeksinya, seorang inspektur harus memiliki inisiatif tentang bagaimana melakukannya.

Tindak lanjut terhadap temuan inspeksi harus secara secara tegas ditekankan pada bagaimana usaha-usaha yang perlu dilakukan agar tindakan tidak aman dan kondisi tidak aman itu tidak terulang kembali. Kalau hal itu dapat diwujudkan, maka berarti standar kerja baku dapat dipertahankan pada pekerjaan bersangkutan.

E. PENUTUP

1. Simpulan

Pertambangan adalah segala usaha yang bertujuan untuk mengambil dan memanfaatkan bahan galian yang bernilai ekonomis. Bentuk-bentuk usaha pertambangan itu antara lain: Prospeksi (desk exploration), eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi (development), eksploitasi, pengolahan/pemurnian, transportasi, dan pemasaran, serta pasca tambang.

Salah satu dari karakteristik usaha pertambangan adalah besarnya resiko yang harus dihadapi, terutama resiko kecelakaan kerja. Dalam berbagai tragedi

(16)

kecelakaan kerja pertambangan dapat menimbulkan korban nyawa yang sangat banyak, di samping korban harta benda dan kerusakan lingkungan.

Kecelakaan kerja tambang dapat terjadi disebabkan oleh adanya tindakan tidak aman (unsafe acts) oleh para pekerja tambang. Di samping itu, penyebab kecelakaan adalah adanya kondisi tidak aman (unsafe condition) pada lokasi kerja.

Kejadian-kejadian tindakan atau kondisi tidak aman itu biasanya disebabkan oleh ketidaktaatan para pekerja terhadap standar kerja baku yang sudah ditetapkan.

Manusia cenderung bekerja pada aturan terendah, bahkan kalau mungkin tanpa aturan.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, untuk dapat tetap ditaatinya setiap aturan kerja standar oleh para pekerja tambang, perlu dilakukan pemeriksaan (inspeksi), yang dilaksanakan secara periodik oleh seorang inspektur tambang. Inspektur berperan dalam: 1) Menyelidiki kecelakaan atau kejadian berbahaya, 2) Menyelidiki pencemaran lingkungan, 3) Menguji limbah yang dihasilkan oleh pekerjaan pertambangan, 4) Membina keselamatan dan kesehatan kerja, 5) Memberikan perintah atau larangan, serta saran perbaikan jika ada pelanggaran.

Kegiatan inspeksi diakhiri dengan pembuatan laporan tertulis yang disampaikan kepada pihak-pihak terkait, terutama kepada manajemen perusahaan dan atasan pemberi tugas inspeksi.

2. Saran-saran

Berdasarkan uraian di atas dapat dikemukakan beberapa saran, antara lain:

a. Penunjukan seseorang sebagai inspektur tambang harus didasarkan atas pengetahuan dan pengalamannya dalam bidang/pekerjaan yang akan diinspeksinya. Pengetahuan dapat didasarkan pada capaian akademisnya ketika menempuh pendidikan dan pengalaman dapat ditentukan dari jenjang karir yang pernah dijalani sebelum menjadi inspektur. Pada pekerjaan yang sangat berbahaya, perlu diadakan uji kelayakan yang bersangkutan untuk diangkat sebagai inspektur, baik melalui ujian tertulis maupun lisan.

b. Untuk efektivitas dan efisiensi pelaksanaan tugas dan menghindari terjadinya perselisihan dalam memahami temuan inspeksi, pihak manajemen kantor inspektur tambang perlu membuat format-format isian inspeksi yang standar (baku).

(17)

Bahan Bacaan

Abdullah, Rijal. (2009). Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Tambang Batubara Bawah Tanah. UNP Press. Padang.

Abdullah, Rijal. (2013). Bahan Kuliah Undang-undang Tambang dan Keselamatan Kerja.

(Manuskript) UNP Padang.

Jatmika, Herka Maya. (Tanpa Tahun). Inspeksi, Supervisi dan Supervisor.

http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/Herka%20Maya%20Jatmika,%20S.P d.Jas.,%20M.Pd./inspeksi%20n%20supervisi.pdf diakses Tanggal 2 Desember 2014.

Lembaran Negara No. 100. PP No. 50 Tahun 2012 Tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta.

Menteri Pertambangan dan Energi. (1995). Kepmen Nomor 555.K/26/M.PE/1995 Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pertambangan Umum. Jakarta.

Referensi

Dokumen terkait

4.8.1 Pengaruh Kualitas Layanan Terhadap Keputusan Pembelian Konsumen T’Nuners

Conclusion Based on the results of the analysis of library research library Research in the Semiotics Critical Analysis of the philosophy of "anakkon Ki Do Hamoraon Di Au" in the