Nama : Alfiana Uswatun Sholiah NIM : 22308141012
Kelas : Biologi B
SPESIASI DAN CONTOH SPESIASI PADA IKAN
Pengertian Spesiasi
Speseiasi merupakan proses terbentuknya suatu spesies baru dari populasi yang sebelumnya telah ada dan dalam dalam prosesnya membentuk kladogramnya sendiri. Menurut Wu dan Ting (2004) dalam Yalindua (2021) secara genetis spesiasi merupakan proses dimana dua populasi yang identik menyimpang secara genetik, sehingga menyebabkan kedua populasi tidak dapat digabungkan kembali dan menjadi dua spesies yang berbeda secara morfologi dan independen (isolasi reproduksi). Selama proses spesiasi, populasi dapat menunjukkan perbedaan besar dalam seberapa mudah berbagai bagian genom mereka mengalami intrograsi (penyebaran gen dari satu spesies ke spesies lain). Oleh karena itu, sulit untuk menentukan seberapa baik statistik seperti tingkat migrasi secara keseluruhan atau frekuensi hibridisasi (perkawinan silang) mencerminkan status spesies. Hal yang sama juga berlaku untuk perkiraan yang dilakukan pada gen-gen individu. Namun, selama spesiasi, efek dari sifat-sifat dan gen- gen individu pada isolasi reproduktif (kemampuan spesies untuk tidak kawin silang dengan spesies lain) dapat saling terkait dan bekerja sama untuk mengurangi aliran gen. Ini akan menyebabkan perbedaan antara spesies menjadi lebih merata di seluruh genom(Schuler et al., 2016). Menurut Seehausen & Wagner (2014) spesiasi dianggap sebagai munculnya penghalang reproduktif yang memungkinkan pemeliharaan perbedaan genetik dan fenotipik antara populasi yang berada dalam kedekatan geografis. Salah satu tantangan utama dalam penelitian spesiasi adalah membedakan dengan jelas antara peristiwa yang terjadi selama spesiasi yang penting untuk memahami proses spesiasi itu sendiri dan perbedaan yang terjadi setelah isolasi reproduktif terbentuk.
Model spesiasi
Distribusi spesies dalam setiap wilayah biogeografis tidak pernah sepenuhnya homogen, spesiasi model alopatrik memiliki signifikansi evolusioner karena adanya sifat insular (terpencil). Spesiasi ditingkat komunitas dapat memiliki konsekuensi geografis dan evolusi yang luas (Alamsyah, 2020). Menurut Schuler et al (2016) mode spesiasi biasanya didefinisikan berdasarkan distribusi geografis populasi selama proses spesiasi (misalnya, seberapa besar dan pola tumpang tindih spasial populasi yang berbeda saat isolasi reproduktif berkembang).
a. Spesiasi alopatrik
Spesiasi alopatrik, atau spesiasi geografis, terjadi ketika populasi dari spesies yang sama menjadi terisolasi karena perubahan geografis, seperti pembentukan gunung, pergeseran lempeng bumi, munculnya pulau baru, atau perubahan sosial
seperti emigrasi. Menurut Suparman dkk. (2018), spesiasi alopatrik berlangsung karena gen-gen dalam populasi yang terpisah ini terkumpul dan berubah seiring waktu.
Akibatnya, spesies yang terpisah secara alopatrik mengalami kesulitan dalam bereproduksi dengan spesies lain yang terpisah dari mereka. Isolasi ini terjadi pada tahap setelah pembentukan zigot, sehingga spesies yang terbentuk tidak bisa melakukan perkawinan yang berhasil dengan spesies yang terpisah.
b. Spesiasi simpatrik
Spesiasi simpatrik adalah proses pembentukan spesies baru tanpa adanya pemisahan geografis atau batas wilayah. Dalam spesiasi ini, populasi dari spesies yang sama hidup di wilayah yang sama atau berbagi area yang tumpang tindih, dan masih dapat saling berpindah tempat dengan bebas. Proses ini cukup jarang terjadi karena sedikitnya aliran gen bisa menghapus perbedaan genetik antara bagian-bagian populasi yang berbeda. Meskipun mereka berada di area yang sama, spesies ini bisa terbagi menjadi dua kelompok genetik yang berbeda, sehingga mereka tidak bisa lagi saling bereproduksi (Schuler et al., 2016).
c. Spesiasi parapatrik
Spesiasi parapatrik terjadi ketika ada variasi dalam frekuensi kawin di populasi yang berada di wilayah yang terpisah tetapi tidak sepenuhnya terisolasi. Artinya, meskipun ada beberapa aliran gen antara populasi yang terpisah ini, aliran gen tersebut sangat terbatas. Berbeda dengan spesiasi alopatrik dan simpatrik, di spesiasi parapatrik tidak ada penghalang fisik yang lengkap untuk aliran gen. Pada spesiasi parapatrik, isolasi reproduktif berkembang meskipun masih ada sedikit aliran gen di antara populasi yang terbatas ruangnya, dan tidak ada pemisahan habitat yang total. Terdapat zona di mana dua populasi yang sudah berbeda bertemu, yang disebut zona hibrid. Di zona ini, perubahan gen dapat menyebabkan isolasi reproduktif, sehingga spesies- spesies di populasi tersebut tidak dapat kawin atau bertukar gen
Pada spesiasi parapatrik dikenal dua model. Model clinal adalah perbedaan dalam distribusi spesies dan model stepping tone adalah spesies yang terpisah pada populasi yang berbeda. Menurut Rocha & Bowen (2008) dalam Yulindua (2021) model stepping stone merupakan model yang dapat menjelaskan terjadinya spesiasi pada ikan karang, karena habitat terumbu karang sangat terfragmentasi, dimana di dalamnya kebanyakan spesies terdiri dari populasi yang terdistribusi terpisah-pisah namun secara dihubungkan dengan larva pelagis yang terdispersi. Menurut Coyne & Orr (2004) dalam Yulindua (2021), dua faktor yang sangat berpengaruh pada spesiasi parapatrik antara lain adalah:
1. Spesies yang tersebar pada wilayah geografis yang luas dan terbagi-bagi pada populasi yang terpisah-pisah
2. Variasi temporal dan spasial pada kondisi ekologis.
Contoh Spesiasi pada Ikan 1. Spesiasi alopatrik
Contoh lain yang mendukung teori spesiasi alopatrik (spesiasi yang terjadi karena pemisahan geografis) adalah penemuan spesies ikan karang yang sangat mirip dan disebut sister spesies atau spesies geminate. Istilah "sister spesies" digunakan untuk menggambarkan dua spesies yang sebelumnya merupakan bagian dari spesies yang sama, tetapi telah mengalami pemisahan selama proses evolusi, sehingga secara genetik mereka sangat mirip (Dawson et al., 2002 dalam Yulindua, 2021),). Ketika sister spesies ditemukan di lokasi geografis yang berbeda, ini menunjukkan bahwa spesiasi alopatrik mungkin telah terjadi. Contohnya dapat dilihat pada beberapa spesies dalam genus Amphiprion dan Siganus yang hidup di lautan yang terpisah (Randall, 1998 dalam Yulindua, 2021),). Teori ini didukung oleh penelitian Leray dkk. (2010) dalam Yulindua (2021) yang mengevaluasi spesies Dascyllus trimaculatus di kawasan Indo-Pasifik dengan memeriksa DNA mitokondria dan DNA nukleus. Hasil analisis menunjukkan bahwa spesies ini terkelompok berdasarkan wilayah geografis yang berbeda (Yulindua,2021).
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk membuktikan terjadinya spesiasi alopatrik dengan berdasarkan adanya sister spesies yang terpisah secara geografis, dan tidak tumpang tindih pada wilayah geografis yang sama contohnya dari famili Chaetodontidae seperti Chaetodon trifasciatus yang hanya tersebar di laut Hindia termasuk di dalamnya pulau NTT dan Sumatera dan Chaetodon lunulatus yang tersebar di lautan Pasifik termasuk Papua New Guinea, sampai Filipina dan Jepang (Waldrop et al., 2016). Chaetodon falcula di Lautan Hindia (Bagian Barat Indonesia) dan Chaetodon ulietensis di Lautan Pasifik (Indonesia, Filipina, Jepang).
Chaetodon guttatissimus (Lautan Hindia) dan Chaetodon puctatofasciatus (Lautan Pasifik), Chaetodon madagascariensis (Lautan Hindia) dan Chaetodon xanthurus (Lautan Pasifik diantaranya Indonesia, Filipina sampai Jepang) (Blum, 1989 dalam Yulindua, 2021). Terdapat banyak contoh lain sister spesies dari famili ikan karang lain yang menunjukkan batasan antara lautan Hindia dan Pasifik misalnya Naso literatus dan Naso elegans (Acanthuridae), Bodianus diana dan Bodianus dictynna (Labridae) dan masih banyak lagi (Gaither & Rocha, 2013 dalam Yulindua, 2021).
2. Spesiasi simpatrik
Berdasarkan penelitian oleh Jones et al. (2003) dalam Yulindua (2021), seleksi reproduktif berdasarkan ukuran tubuh dapat menjelaskan spesiasi pada dua spesies kuda laut (genus Hippocampus) yang hidup di wilayah tumpang tindih antara Atlantik Barat dan Pasifik Barat. Penelitian ini menunjukkan bahwa betina lebih suka kawin dengan jantan yang memiliki ukuran tubuh yang sama, sehingga menghasilkan distribusi fenotip bimodal berdasarkan ukuran tubuh. Hal ini dapat mendorong terjadinya spesiasi simpatrik dalam populasi. Penelitian lain yang mendukung teori spesiasi simpatrik juga ditemukan pada triplefins (family Tripeterygiidae) di New Zealand. Wellenreuther et al., (2007) dalam Yulindua (2021), mempelajari tentang distribusi ekologis dan geografis, penelitian ini menemukan bahwa banyak sister spesies yang hidup dalam wilayah geografis yang sama namun berbeda habitatnya, dimana sister spesies ditemukan di wilayah geografis yang sama tetapi di habitat yang berbeda, seperti kedalaman atau tingkat paparan gelombang yang berbeda (Yulindua, 2021).
Beberapa contoh menunjukkan bagaimana spesiasi simpatrik (spesiasi tanpa pemisahan geografis) bisa terjadi melalui adaptasi. Salah satunya adalah pada genus ikan Hypoplectrus. Ada sekitar 10 spesies dalam genus ini yang bisa ditemukan di area yang sama dan memiliki bentuk tubuh serta fitur yang hampir identik.
Perbedaan utama di antara mereka hanyalah warna tubuhnya (Graves & Rosenblatt, 1980 dalam Yulindua, 2021). Menurut penelitian oleh Puebla dkk. (2007) dalam Yulindua (2021), variasi warna pada Hypoplectrus disebabkan oleh tekanan dari lingkungan yang mendorong ikan-ikan ini untuk beradaptasi dengan warna yang mirip dengan spesies lain yang tidak mengancam, agar lebih mudah menarik mangsa. Selain itu, ikan ini cenderung memilih pasangan kawin dengan warna yang sama, yang mendukung proses spesiasi simpatrik (Yulindua, 2021).
3. Spesiasi Parapatrik
Salah satu contoh ikan karang menalami spesiasi parapatrik yaitu Chaetodontoplus poliourus dan Chaetodontoplus mesoleucus (Randall & Rocha, 2009 dalam Yulindua, 2021). Perbedaan utama antara kedua spesies ini adalah warna ekor mereka (lihat Gambar 4). Chaetodontoplus poliourus ditemukan di bagian timur Samudera Hindia, mulai dari Papua Nugini, Palau, hingga Kepulauan Solomon. Sementara itu, Chaetodontoplus mesoleucus ditemukan di wilayah Pasifik, seperti Jepang, dan juga di Indo-Pasifik. Meskipun keduanya biasanya hidup di wilayah yang berbeda, mereka bertemu dan dapat berinteraksi di area tertentu, yang disebut zona hibrida, sekitar Maluku, Halmahera, dan Kepala Burung Papua (Yulindua, 2021).
DAFTAR PUSTAKA
Alamsyah,E. (2020).Biogeografi Terumbu Karang Indonesia. Jurnal Agrominasa,5(1), 37-43.
Schuler, H., Hood, G. R., Egan, S. P., & Feder, J. L. (2016). Modes and mechanisms of speciation. Houston Texas, USA.
Seehausen, O., & Wagner, C. E. (2014). Speciation in freshwater fishes. Annual review of ecology, evolution, and systematics, 45(1), 621-651.
Suparman, Roini,C., & Saban, J. (2018). Indeks isolasi sexual antara lalat buah. Jurnal Pendidikan MIPA,3(1), 41-48.
Waldrop, E., Hobbs, J. P. A., Randall, J. E., Dibattista, J. D., Rocha, L. A., … & Bowen, B. W.
(2016). Phylogeography, population structure and evolution of coral-eating butterflyfishes (Family Chaetodontidae, genus Chaetodon, subgenus Corallochaetodon). Journal of Biogeography, 43(6): 1116–1129.
https://doi.org/10.1111/jbi.12680
Yulianda,F.Y. (2021). Spesiasi dan Biogeografi Ikan di Kawasan Segitiga Terumbu Karang.
Oseana,46 (1), 30-46.