STRATEGI ADAPTASI SUKUBANGSA NIAS DI TENGAH SUKUBANGSA MINANGKABAU DI KORONG TANJUNG BASUNG II
NAGARI SUNGAI BULUAH KECAMATAN BATANG ANAI
ARTIKEL
Firman MZ NPM: 12070024
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOSIOLOGI SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
(STKIP) PGRI SUMATERA BARAT PADANG
2017
1
2
3
Adaptation Strategies in the Middle Nias Tribe Tribe Minangkabau In Korong
Nagari Sungai Tanjung Basung II Buluah District of Batang Anai
OlehFirman. MZ1,Drs.Nilda Elfemi, M.Si2,Yuhelna, MA3
ABSTRACT
This study aims to determine adaptation strategies used Tribe Tribe Nias in Minangkabau in Tanjung Basung II Korong Buluah Nagari Sungai Batang Anai District of Padang Pariaman district. Tribes Nias here is an immigrant community and live in the middle of the Minangkabau society, their arrival is due to be workers RODI in the Dutch colonial era to the construction of Teluk Bayur port so that over time they get communal land in Korong Tanjung cone II and settled there. But the differences between the tribes and ethnic Minangkabau Nias creates concord and harmony, for it is important to know what adaptation strategies used Nias tribes so that they can live together with the Minangkabau ethnic group. The research aimed to determine the form of adaptation strategies Nias tribe so that they can live in peace and harmony with society Minangkabau ethnic group in surroundings Tanjung Basung II Buluah Nagari Sungai Padang
Pariaman district.
The theory used is the structural functional theory Talcott Parsons begins with four important schemes on the functions for all system actions, such a scheme known as AGIL.
The approach used is qualitative approach with descriptive type. The technique of taking informants used by purposive sampling. Data used in the form of primary data With the technique of in-depth interviews to collect data and observations. The unit of analysis is the group. With the
qualitative data analysis model (Moleong, 2013: 248).
The results of this study reveal adaptation strategies tribes Nias amid ethnic Minangkabau in surroundings Tanjung Basung II Nagari Sungai Buluah: 1) Wear Customs Minangkabau, 2) Adaptation About Consensus Livestock Pigs, 3) Adaptation Addition Houses of Worship, 4) Adaptation Practices worship at home, 5) Adaptation About Consensus New Age teachings.
1Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sosiologi STKIP PGRI Sumatera Barat.
2Pembimbing I, Staf Pengajar Program Pendidikan Sosiologi STKIP PGRI Sumatera Barat.
3Pembimbing II, Staf Pengajar Program Pendidikan Sosiologi STKIP PGRI Sumatera Barat.
4
ABSTRAK
Firman M.Z, 12070024, Strategi Adaptasi Suku Bangsa Nias Di Tengah Suku Bangsa Minangkabau Di Korong Tanjung Basung II Nagari Sungai Buluah Kecamatan Batang Anai, Skripsi, Program Studi Pendidikan Sosiologi, STKIP PGRI Sumatera Barat, Padang, 2017.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi adaptasi yang digunakan Suku Bangsa Nias di tengah Suku Bangsa Minangkabau di Korong Tanjung Basung II Nagari Sungai Buluah Kecamatan Batang Anai Kabupaten Padang Pariaman. Suku bangsa Nias di sini merupakan masyarakat pendatang dan tinggal di tengah-tengah masyarakat Minangkabau, kedatangan mereka yaitu karena menjadi pekerja RODI di zaman penjajahan Belanda untuk pembangunan pelabuhan Teluk Bayur sehingga lama kelamaan mereka mendapatkan tanah ulayat di Korong Tanjung Basung II dan menetap di sana. Namun perbedaan yang ada antara suku bangsa Nias dan suku bangsa Minangkabau justru menciptakan kerukunan dan keharmonisan, untuk itu perlu diketahui strategi adaptasi apa yang digunakan suku bangsa Nias sehingga dapat hidup bersama dengan suku bangsa Minangkabau. Adapun tujuan penelitian ini untuk mengetahui bentuk strategi adaptasi suku bangsa Nias sehingga dapat hidup rukun dan harmonis dengan masyarakat suku bangsa Minangkabau di korong Tanjung Basung II nagari Sungai Buluah Kabupaten Padang Pariaman.
Teori yang digunakan adalah teori fungsional struktural Talcott Parson diawali dengan empat skema penting mengenai fungsi untuk semua sistem tindakan, skema tersebut dikenal dengan sebutan skema AGIL.Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan tipe penelitian deskriptif. Teknik pengambilan informan digunakan dengan cara purposive sampling. Jenis data yang digunakan berupa data primer. Dengan teknik mengumpulkan data wawancara mendalam dan observasi. Unit analisis yaitu kelompok. Dengan model analisis data kualitatif(Moleong, 2013:248).
Hasil penelitian ini mengungkapkan strategi adaptasi suku bangsa Nias ditengah suku bangsa Minangkabau di korong Tanjung Basung II Nagari Sungai Buluah: 1) Memakai Adat Istiadat Minangkabau, 2) Adaptasi Tentang Konsensus Ternak Babi, 3) Adaptasi Terhadap Penambahan Rumah Ibadah, 4) Adaptasi Terhadap Praktik Ibadah di rumah, 5) Adaptasi Tentang Konsensus Aliran Ajaran Baru.
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan salah satu bangsa yang memiliki tingkat kemajemukan tinggi, dilihat dari pengelompokan yang sifatnya horizontal maupun vertikal. Dari sudut pengelompokan yang bersifat horizontal, bangsa Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa, adat istiadat, bahasa, dan keagamaan serta kepercayaan yang
tersebar diberbagai pulau besar dan kecil serta dalam berbagai daerah otonom. Dari sudut identitas keagamaan yang dianut oleh masyarakat ada sejumlah agama besar yang dianut oleh berbagai bangsa seperti Islam, Kristen Katolik, Kristen Protestan, Hindu, Budha, dan sistem keagamaan atau kepercayaan lokal, Konghucu, Kaharingan dan kepercayaan lokal yang dianut oleh berbagai komunitas yang tersebar diberbagai
5 kepulauan Indonesia (Tholkhah, 2007 : 71-
72)
Perbedaan-perbedaan suku bangsa, perbedaan-perbedaan agama, adat dan kedaerahan seringkali disebut sebagai ciri masyarakat Indonesia yang bersifat majemuk, suatu istilah yang mula-mula sekali diperkenalkan oleh Furnivall untuk mengagambarkan masyarakat Indonesia pada masa Hindia-Belanda. Sebagai masyarakat majemuk, masyarakat Indonesia disebut sebagai suatu masyarakat daerah tropis dimana mereka yang berkuasa dan mereka yang dikuasai memiliki perbedaan ras (Nasikun, 2011 : 35)
Setiap hari di media massa yaitu media elektronik dan media cetak, mengangkat berita konflik sosial. Bentuknya bermacam-macam mulai dari konflik dengan kadar yang rendah seperti persaingan (competition) sampai pada konflik yang kompleks dan masalah seperti bentrokan massa antar pemeluk agama, antar pengikut partai politik, antar etnis, dan antar kelas sosial (Kahmad, 2011 : 168)
Pada masyarakat modern dewasa ini kita lihat pecahnya Uni Soviet bukan hanya disebabkan karena kegagalan dogma komunisme tetapi juga karena faktor-faktor demokrasi yang mengakui adanya perbedaan-perbedaan etnis seperti dalam bahasa dan agama. Demikian pula pecahnya Yugoslavia yang telah melahirkan beberapa negara pecahan karena masalah-masalah etnis (Tilaar, 2007 : 13)
Konflik adalah keniscayaan dalam masyarakat yang sedang berubah. Hal ini terjadi karena berbagai kepentingan yang menyertai proses perubahan itu. Munculnya berbagai kepentingan dilatarbelakangi oleh perbedaan nilai yang diterapkan dalam proses perubahan. Berbagai konsep dan ideologi yang ditawarkan melahirkan persaingan yang memicu konflik (Kahmad, 2011 : 169)
Agama dan budaya merupakan dua kekuatan yang dapat dijadikan pengikat bahkan pemicu konflik didalam masalah etnisitas . Oleh sebab itu peranan pemerintah, pemimpin-pemimpin politik, pemimpin-pemimpin masyarakat baik formal maupun yang informal sangat menentukan didalam menimbulkan sentimen yang positif maupun yang destruktif dari
etnisitas didalam pembngunan masyarakat (Tilaar, 2007 : 16)
Kerukunan sebagai fakta hanya terdapat pada umat pemeluk agama yang sama, sebaliknya pembenturan yang banyak terjadi antar golongan pemeluk agama yang berlainan tidak sedikit menodai lembaran- lembaran sejarah. Keadaan ini tentu saja menjadi penyebab utama adanya saling tuduh dalam kehidupan bermasyarakat yang disebabkan adanya perbedaan iman, disamping itu faktor suku, ras dan perbedaan budaya turut memainkan peran yang tidak kecil ( Puspito, 1983:169).
Tetapi lain halnya yang ditemukan di Sumatera Barat tepatnya di wilayah Kabupaten Padang Pariaman yang dihuni oleh suku Minangkabau mayoritas.
Sumatera Barat merupakan daerah yang tidak terlepas dari kemajemukan, baik dari segi suku, agama, ras, dan bahasa.
Kemajemukan tersebut sampai saat ini relatif masih hidup dalam suasana yang rukun, damai, dan harmonis. Masyarakat suku Minangkabau yang mayoritas tidak memberikan kesulitan kepada suku Nias yang minoritas untuk dapat hidup dengan nyaman di daerah mereka. (Pedoman Kerukunan Hidup Umat Beragama Sumatera Barat, 2012: 4)
Jika biasanya konflik serta perbedaan paham sering terjadi dalam masyarakat multikultural namun hal ini tidak ditemukan di Kabupaten Padang Pariaman. Tepatnya di Korong Tanjung Basung II Nagari Sungai Buluah Kecamatan Batang Anai yang masyarakatnya suku bangsa Minangkabau mayoritas. Akan tetapi pada kenyataannya mereka dapat hidup rukun dan harmonis dengan masyarakat suku Nias yang minoritas.
Berdasarkan wawancara dengan Bapak. M. Nasir pada tanggal 02 Februari 2016. Masyarakat Suku Nias adalah masyarakat yang berada pada golongan minoritas dan satu-satunya masyarakat yang memeluk agama Kristen di Korong Tanjung Basung II Nagari Sungai Buluah.
Masyarakat suku bangsa Nias ini berasal dari Gunung Sitoli, suku Nias tiba di Korong Tanjung Basung II berawal dari kerja RODI (Kerja Bakti) pada zaman Belanda untuk pembangunan pelabuhan Teluk Bayur.
Setelah pelabuhan selesai dikerjakan masyarakat suku bangsa Nias ini tidak mau
6 lagi pulang kekampung halamannya, mereka
ada menyebar ke Pesisir, Kota Padang, Padang Pariaman, Bukit Tinggi, dan ada yang nikah dengan masyarakat Minangkabau. Pada tanggal 10 Desember 1926 suku bangsa Nias yang berada di Korong Tanjung Basung II melakukan “Adat diisi limbago dituang”, (meingisi adat) kepada Niniak Mamak dan pemimpin Korong Tanjung Basung II. Isi dari adat diisi limbago dituang tersebut adalah:
1. Meminta tanah ulayat adat diisi limbago dituang kepada Niniak Mamak dan para pemimpin Korong Tanjung Basung II. Dibentuknya pula pemimpin adatsuku Nias/Penghulu Nias (Tuheneri) untuk mengatur keperluan adatnya seperti pesta dan kematian. Acara-acara yang mereka lakukan tersebut diadaptasikan dengan adat suku bangsa Minangkabau.
2. Segala bentuk tanah yang dikerjakan suku bangsa Nias yang dialihnamakan kepihak lain harus sepengetahuan niniak mamak kalau tidak jual beli dianggap tidak sah.
3. Suku bangsa Nias yang datang ke Korong Tanjung BasungII harus seizin penghulu suku Nias (Tuheneri)
Meskipun mereka hanya suku pendatang dan menganut agama Kristen, akan tetapi mereka bisa menciptakan suasana yang kondusif dengan masyarakat Minangkabau yang memeluk agama Islam.
Buktinya masyarakat suku bangsa Nias mampu hidup berdampingan salah satunya seperti dengan Minangkabau begitu pula sebaliknya, tanpa memberikan pengaruh negatif antara satu sama lain salah satunya yaitu masyarakat suku Nias mau ikut serta dalam kegiatan ronda bersama apabila ada isu pencurian yang sedang marak- maraknya.
Selain itu masyarakat suku Nias dan masyarakat suku Minangkabau mau saling berpartisipasi untuk bergotong-royong apabila ada jalan yang rusak. Bahkan sikap toleransi dan saling menghargai antar sesama umat beragama sangat kuat didalam diri mereka. Buktinya didalam acara pesta pernikahan dan acara kematian, masyarakat suku Nias yang beragama Kristen selalu ikut serta dalam acara yang dilaksanakan oleh masyarakat suku Minangkabau yang beragama Islam dan begitu juga sebaliknya.
Dari hasil wawancara dengan Bapak M.Nasir perbedaan suku dan agama yang dianut oleh masyarakat Korong Tanjung Basung II Nagari Sungai Buluah Kecamatan Batang Anai malah menghadirkan keharmonisan untuk satu tujuan. Ditengah- tengah suku Minangkabau yang memeluk agama Islam mayoritas, masyarakat suku Nias yang memeluk agama Kristen minoritas sama-sama memiliki hak dalam penyampaian pendapat maupun potensi didalam kegiatan berkorong dan bernagari.
Masyarakat Korong Tanjung Basung II senantiasa menjaga kekompakan dan menjauhi hal-hal yang akan merusak solidaritas seperti saling menghormati dalam acara keagamaan(Idul Fitri dan Natal) Masyarakat Korong Tanjung Basung II tidak pernah mengejek satu sama lain meskipun adanya perbedaan agama salah satunya seperti mengganggu jamaah yang sedang beribadah.
Jikapun terjadi penolakan terhadap sikap serta pemahaman antara masyarakat suku bangsa Minangkabau dan masyarakat suku bangsa Nias yang semuanya terjadi karena kurangnya pengetahuan mereka terhadap adat dan ajaran agama masing- masing, selain itu adanya perubahan kebiasaan di dalam hubungan berinteraksi dengan masyarakat Minangkabau juga menjadi penyebab, adanya sikap penolakan.
Sehingga jika ada kegiatan atau pembicaraan yang dapat mengganggu serta menimbulkan kesalahpahaman mereka akan membicarakannya dengan sangat hati-hati sambil perlahan-lahan memberikan pengertian.
Berdasarkan pengamatan awal interaksi yang terjalin antara masyarakat suku bangsa Nias dengan masyarakat suku bangsa Minangkabau terjalin baik.
Meskipun terkadang dalam beberapa hal masyarakat suku bangsa Nias mendapatkan perlakuan yang tidak adil dalam perolehan hak dalam hidup bersama di Korong Tanjung Basung II. Hal yang terjadi di Korong Tanjung Basung II Nagari Sungai Buluah adalah masyarakat suku Minangkabau yang membatasi masyakat suku bangsa Nias untuk menambah rumah ibadah (menambah bangunan gereja), selain itu masyarakat suku Minangkabau juga melarang masyarakat Nias yang beragama Kristen melakukan pernikahan dengan
7 masyarakat suku Minangkabau yang berada
di Korong Tanjung Basung II. Akan tetapi apabila mereka tersebut bersedia untuk masuk Islam, maka tokoh masyarakat beserta masyarakat mengizinkan mereka nikah dengan masyarakat Muslim yang berada di Korong Tanjung Basung II.
Namun hal ini tidak menjadi faktor penyebab perpecahan dan konflik bagi masyarakat Nias. Hal itu disebabkan karena Sumatera Barat identik dengan umat Muslim dan adat Minangkabaukabau yang kental.
“Adaik basandi syara’, Syara’ basandi Kitabullah”, itulah yang digenggam erat dipegang teguh oleh masyarakat suku Minangkabau yang beragama Islam di Korong Tanjung Basung II. Bagi masyarakat Korong Tanjung Basung II masyarakat Minangkabau yang beragama Islam akan diberi sanksi yang tegas dan keras apabila melakukan pernikahan dengan masyarakat suku Nias. Akan tetapi hal-hal tersebut tidak menimbulkan konflik dan perpecahan yang tampak didepan umum.
Dengan kata lain dalam melakukan adaptasi kadangkala seseorang mesti bersikap sabar, dan menghindari jangan sampai muncul konflik yang justru akan membuat proses adaptasi menjadi gagal.
Adakalanya adaptasi itu bisa berjalan dengan lancar, namun tidak menutup kemungkinan adaptasi yang dilakukan gagal, sehingga seseorang harus keluar dari lingkungan tersebut dan pindah kelingkungan lainnya.
Berikut rekapitulasi data jumlah penduduk nagari Sungai Buluah Kecamatan Batang Anai Kabupaten Padang Pariaman:
Jika dilihat dari fenomena yang terjadi di lapangan sering terjadi konflik antara masyarakat berbeda agama hidup dalam suatu wilayah (Noor, 1997). Akan tetapi lain halnya yang diemukan dimasyarakat Korong Tanjung Basung II Nagari Sungai Buluah, tingginya tingkat kemampuan beradaptasi masyarakatsuku Nias dengan masyarakat suku Minangkabau menciptakan suatu integrasi sosial tanpa adanya pembedaan. Bagi masyarakat korong Tanjung Basung II perbedaan itu bukanlah hal yang menjadi masalah untuk bersatu akan tetapi perbedaan akan menciptakan kerukunan dan keharmonisan.
Dari persoalan di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan
bentuk strategi adaptasi suku bangsa Nias sehingga dapat hidup rukun dan harmonis dengan masyarakat suku bangsa Minangkabau di Korong Tanjung Basung II Nagari Sungai Buluah. Teori yang digunakan dalam persoalan ini adalah AGIL oleh Talcolt Parson. Dengan menggunakan defenisi ini, Parson yakin bahwa ada empat fungsi penting diperlukan semua sistem- adaptation (A), goal attainment (G), integration (I), dan latensi (L) atau pemeliharaan pola. Secara bersama-sama, keempat imperatif fungsional ini dikenal sebagai AGIL. Agar tetap bertahan (survive), suatu sistem harus memiliki empat fungsi ini:
1. Adaptation(Adaptasi): sebuah sisitem harus menanggulangi situasi eksternal yang gawat. Sistem harus menyesuaikan diri dengan lingkungan dan menyesuaikan lingkungan itu dengan kebutuhannya.
2. Goal attainment(Pencapaian tujuan):
Sebuah sistem harus mendefenisikan dan mencapai tujuan utamanya.
3. Integrastion(Integrasi): sebuah sistem harus mengatur antar hubungan bagian- bagian yang menjadi komponennya.
Sistem juga harus mengelola antar hubungan ketiga fungsi penting lainnya (A, G, L).
4. Latency(latensi atau pemeliharaan pola):sebuah sistem harus memperlengkapi, memelihara dan memperbaiki, baik motivasi individual maupun pola-pola kultural yang menciptakan dan menopang motivasi.
METODOLOGI PENELITIAN
Dalam mengkaji permasalahan strategi adaptasi suku bangsa Nias ditengah suku bangsa Minangkabau di Korong Tanjung Basung II Nagari Sungai Buluah, maka peneliti menggunakan metode kualitatif dengan tipe deskriptif, Tipe penelitian deskriptif adalah berusaha untuk menggambarkan dan menjelaskan secara terperinci tentang masalah yang akan diteliti (Moleong, 2005: 4-11). Peneliti menggunakan metode kualitatif dengan tipe penelitian deskriptif bertujuan untuk agar peneliti mampu menjelaskan dan memberikan gambaran yang utuh tentang strategi adaptasi suku bangsa Nias ditengah suku bangsa Minangkabau di Korong
8 Tanjung Basung II Nagari Sungai Buluah.
Dalam penelitian ini digunakannya teknik purposive sampling, adapun informan dalam penelitian ini berjumlah 24 orang. Jenis data yan digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah pertama observasi, dalam penelitian ini penulis menggunakan non-partisipant observation, karena penulis tidak terlibat langsung dalam kegiatan yang dilakukan informan. Kedua wawancara, wawancara yang penulis lakukan untuk mengumpulkan data adalah wawancara mendalam. Ketiga studi dokumen, berfungsi sebagai bukti dari adanya suatu penelitian didaerah yang diteliti.
Unit analisis dalam penelitian ini ialah kelompok, yaitu masyarakat suku bangsa Nias dan masyarakat suku bangsa Minangkabau di korong Tanjuang Basuang II, Nagari Sungai Buluah, Kecamatan Batang Anai, Kabupaten Padang Pariaman.
Adapun teknik anlaisis data yang digunakan adalah teknik analisis data model interatif yang diajukan oleh Milles dan Huberman yaitu pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan verifikasi. Penelitian dilakukan di korong Tanjuang Basuang II, Nagari Sungai Buluah, Kecamatan Batang Anai, Kabupaten Padang Pariaman.
HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Gambaran Umum Informan
Kriteria Informan yang menjadi sumber informasi dalam penelitian ini adalah masyarakat suku bangsa Nias yang berusia diatas 30 tahun dan tokoh masyarakat suku bangsa Nias yang berada di korong Tanjung Basung II nagari Sungai Buluah kecamatan Batang Anai. Selain itu informan dalam penelitian ini adalah masyarakat suku bangsa Minangkabau yang berada di korong Tanjung Basung II nagari Sungai Buluah.
Dalam penelitian ini Informan dari masyarakat suku bangsa Nias diambil sebanyak 23 orang. Masyarakat yang menjadi informan yaitu masyarakat yang menjadi pimpinan dalam adat suku bangsa Nias seperti Tuheneri (penghulu suku bangsa Nias), petua adat, ketua pemuda, tokoh masyarakat, dan masyarakat yang
mengetahui seluk beluk adat suku bangsa Nias dan sering berinteraksi dengan masyarakat suku bangsa Minangkabau.
Informan dari masyarakat suku bangsa Minangkabau diambl sebanyak 9 orang . Masyarakat yang menjadi informan yaitu masyarakat yang menjadi pimpinan adat seperti Datuak, masyarakat yang terkemuka dibidang adat selain datuak seperti Ninik Mamak, masyarakat yang terkemuka dibidang agama seperti Labai, dan masyarakat yang mengetahui bagaimana hubungan yang terjadi antara masyarakat suku bangsa Nias dengan masyarakat suku bangsa Minangkabau di korong Tanjung Basung.
5.2 Sejarah Kedatangan Suku Bangsa Nias Di Korong Tanjung Basung II Nagari Sungai Buluah.
Di korong Tanjung Basung II nagari Sungai Buluah Kecamatan Batang Anai terdapat dua suku bangsa yaitu suku bangsa Minangkabau dan suku bangsa Nias.
Dimana suku Minangkabau adalah suku bangsa lokal atau pribumi Korong Tanjung Basung II itu sendiri, sedangkan suku bangsa Nias adalah suku bangsa pendatang dan berjumlah sedikit. Kedua suku bangsa ini memiliki ciri khas adat istiadat dan kebudayaan yang berbeda. Suku bangsa Minangkabau adalah suku bangsa yang diikat oleh kebudayaan Islami dan memiliki ciri khas yang ramah sedangkan suku bangsa Nias yang identik dengan agama Kristen.
Informan dalam penelitian ini adalah masyarakat suku bangsa Nias di Korong Tanjung Basung II Nagari Sungai Buluah Kecamatan Batang Anai. Suku bangsa Nias ini berasal dari Gunung Sitoli.
Suku Nias ini tiba di korong Tanjung Basung II berawal dari kerja RODI (Kerja Bakti) untuk pembangunan pelabuhan Teluk Bayur. Setelah pelabuhan selesai dikerjakan masyarakat, suku bangsa Nias ini tidak mau lagi pulang kekampung halamannya, mereka ada menyebar ke Pesisir , Kota Padang, Padang Pariaman, Bukit Tinggi, dan ada yang diterima sebagai urang sumando oleh masyarakat suku bangsa Minangkabau. Pada tanggal 10 desember 1926 suku bangsa Nias yang berada di korong Tanjung Basung II melakukan “Adat diisi limbago dituang”, (meingisi adat) kepada niniak mamak dan
9 pemimpin korong Tanjung Basung II.
Dalam pelaksanaan adat diisi limbago dituang ini masyarakat menyerahkan beberapa jumlah uang dan menandatangani surat perjanjian dengan masyarakat suku bangsa Minangkabau. Semenjak melaksanakan adaik diisi limbago dituang, masyakat suku Nias sudah dianggap sebagai kemenakan ke 2 oleh Datuak Rajo Sampono, Datuak Babingka Tanah di Korong Tanjung Basung II Nagari Sungai Buluah (datuak yang memiliki tanah ulayat dan sekaligus datuak yang memiliki jabatan tertinggi di Korong Tanjung Basung II Nagari Sungai Buluah)
5.3 Strategi Adaptasi Suku Bangsa Nias Di Tengah Suku Minangkabau Di Korong Tanjung Basung II Nagari Sungai Buluah.
Sebagai makhluk sosial, manusia dalam kehidupan sehari-hari membutuhkan hubungan dengan orang lain. Hubungan tersebut terjadi karena manusia saling membutuhkan untuk memenuhi kebutuhannya. Karena manusia tidak bisa lepas dari manusia lainnya dan tidak bisa melakukan seorang diri. Kecendrungan manusia berhubungan untuk melahirkan komunikasi dengan manusia yang lainnya.
Komunikasi terjadi karena saling membutuhkan antara satu dengan yang lainnya.
Dimana strategi merupakan cara-cara yang dilakukan oleh seseorang atau oleh orang lain untuk mencapai suatu yang ingin mereka capai sesuai dengan tujuan masing- masing. Adaptasi adalah cara-cara yang dipakai perantau untuk mengatasi rintangan- rintangan yang mereka hadapi dan untuk memperoleh keseimbngn positif dengan kondisi-kondisi latar belakang perantauan (Pelly,1994) Jadi adaptasi sosial dapat diartikan sebagai cara-cara ,sikap-sikap, dan perilaku individu berkaitan dengan upaya menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya (Pelly, 1994) Sehingga menghasilkan keharmonisan didalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dimana masyarakat suku bangsa Nias berupaya untuk bisa diterima dan berintegrasi oleh masyarakat suku bangsa Minangkabau sehingga hubungan antara masyarakat harmonis. Adaptasi merupakan cara atau
sikap seseorang atau sekelompok orang untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya. Dimana masyarakat suku bangsa Nias disini beradaptasii atau menyesuaikan diri dengan tempat tinggal mereka dan dapat diterima baik oleh masyarakat suku bangsa Minangkabau. Dengan kata lain adaptasi terjadi apabila individu berbuat sedemikian rupa dengan orang atau individu yang lain, sehingga menimbulkan keharmonisan antara masyarakat suku bangsa Nias dengan masyarakat suku bangsa Minangkabau.
Adaptasi yang dilakukan oleh suku bangsa Nias menghasilkan sikap saling menghargai dan kebersamaan antara suku bangsa Nias dengan suku Minangkabau.
5.3.1 Adaptasi Tentang Konsensus Proses Pencarian Jodoh
Dalam kehidupan bermasyarakat, masalah perkawinan merupakan suatu peristiwa yang sangat penting bagi setiap manusia, karena perkawinan bukan sekedar hubungan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan, akan tetapi perkawinan bertujuan untuk meneruskan garis keturunan suatu keluarga, bahkan dalam pandangan adat, perkawinan itu bertujuan untuk memelihara hubungan keluarga agar tali persaudaraan semakin erat. Membahas mengenai proses perkawinan yang terdapat di Indonesia, tentu banyak perbedaan dari segi cara dan pelaksanaannya. Dalam penelitian ini peneliti mengkaji proses perkawinan yang dilakukan oleh masyarakat sukubangsa Nias dan masyarakat suku bangsa Minangkabau. Proses perkawinan yang dilakukan oleh masyarakat sukubangsa Nias sangat jauh berbeda dengan proses perkawinan yang dilakukan oleh masyarakat sukubangsa Minangkabau. Banyak perbedaan yang terdapat mengenai proses perkawinan yang dilakukan oleh sukubangsa Nias dengan masyarakat sukubangsa Minangkabau yang terdapat di korong Tanjung Basung II nagari Sungai Buluah.
Dulunya pada saat awal kedatangannya masyarakat sukubangsa Nias yang berada di korong Tanjung Basung II nagari Sungan masih menggunakan proses perkawinan yang dilakukan oleh adat istiadat yang mereka anut semasa di Pulau Nias. Dulunya sebelum menikahkan anak dan saudara mereka, masyarakat sukubangsa Nias yang berada di korong Tanjung Basung
10 II terlebih dahulu mencari orang yang
mereka anggap pantas untuk dijadikan menantu (mencari ayam). Setelah masyarakat suku bangsa Nias menemukan orang-orang yang terbaik untuk dijadikan menantu, mereka melaksanakan acara musyawarah adat untuk pelaksanaan pesta pernikahan. Pada saat acara itu menu-menu yang disajikan adalah menu yang tidak sesuai dengan makanan dan yang dikonsumsi oleh masyarakat sukubangsa Minangkabau seperti daging babi dan minuman keras. Menu yang mereka konsumsi tersebut menimbulkan dampak yang negatif bagi masyarakat suku bangsa Nias sepeti hilangnya kesadaran. Akan tetapi setelah menuai kritikan dari masyarakat suku bangsa Minangkabau terhadap menu yang mereka konsumsi akhirnya menu tersebut mereka ganti dengan menu-menu yang lazim digunakan oleh masyarakat suku bangsa Minangkabau.
5.3.2 Adaptasi Tentang Konsensus Ternak Babi
Ternak yang menjadi hewan peliharaan sekaligus untuk penghasilan bagi masyarakat suku bangsa Nias yang berada di korong Tanjung Basung II nagari Sungai Buluah.
Babi yang merupakan hewan liar bagi masyarakat Nias dijadikan sebagai hewan peliharaan yang menguntungkan di korong Tanjung II nagari Sungai Buluah. Babi merupakan hewan yang bisa dijadikan untuk kebutuhan pribadi, adat istiadat dan komersil bagi masyarakat suku bangsa Nias. Akan tetapi bagi masyarakat suku bangsa Nias yang berada di korong Tanjung Basung II nagari Sungai Buluah diatur dan dibatasi oleh pemerintah dan tokoh masyarakat suku bangsa Minangkabau. Tapi masyarakat tetap bisa menerima aturan yang diberikan padanya tanpa ada penolakan. Ada beberapa aturan yang mengatur masyarakat suku bangsa Nias di dalam berternak babi.
Masyarakat suku Minangkabau memperbolehkan masyarakat suku bangsa Nias untuk berternak babi tapi hanya untuk konsumsi dan kebutuhan untuk acara adat dan tidak boleh dijadikan sebagai barang komersil karena kalua ternak babi sudah banyak di korong Tanjung Basung II akan menyebabkan polusi udara karena bau yang tidak enak dan virus flu babi dan kolera.
Masyarakat suku Minangkabau hanya
memperbolehkan masyarakat suku bangsa Nias untuk memelihara paling banyak dua ekor babi dan jika sudah lebih dari dua silahkan diantarkan ke pulau Mentawai.
Sekarang sudah banyak babi masyarakat.
5.3.3 Adaptasi Terhadap Penambahan Rumah Ibadah
Didalam beribadah masyarakat suku bangsa Nias selalu menjaga toleransi di dalam hidup berdampingan dengan masyarakat Minangkabau yang menganut ajaran Islami. Hal yang menjadi problem bagi masyarakat sukubangsa Nias adalah mereka tidak diperbolehkan untuk menambah rumah ibadah di korong Tanjung Basung II nagari Sungai Buluah. Gereja yang terdapat di korong Tanjung Basung II nagari Sungai Buluah tidak mampu lagi untuk menampung masyarakat sukubangsa Nias yang beragama Kristen di korong Tanjung Basung II nagari Sungai Buluah.
Masyarakat sukubangsa Minangkabau melarang masyarakat sukubangsa Nias menambah bangunan gereja, hal itu telah disepakati masyarakat suku bangsa beserta pimpinan adat dan tokoh masyarakat yang terdapat di korong Tanjung Basung II nagari Sungai Buluah. Masyarakat sukubangsa Minangkabau tidak menginginkan apabila penganut ajaran Kristen semakin berkembang di korong Tanjung Basung II nagari Sungai Buluah karena masyarakat Kabupaten Padang Pariaman adalah mayoritas menganut agama Islam. Bagi masyarakat sukubangsa Minangkabau bertahan dengan gereja yang sudah ada tidak menjadi suatu permasalahan. Masyarakat sukubangsa Minangkabau tidak memperboleh sampai kapanpun apabila masyarakat suku bangsa Nias untuk menambah bangunan gereja di korong Tanjung Basung II nagari Sungai Buluah.
5.3.4 Adaptasi Terhadap Praktik Ibadah di rumah
Tempat ibadah merupakan suatu hal yang tidak terlepaskan dari suatu agama.
Setiap agama yang dianut oleh masyarakat pasti deisertai oleh tempat ibadahnya. Salah satunya gama Islam, dari Sabang sampai Merauke pasti banyak dijumpai mesjid dan musholla yang tereletak dipemukiman penduduk yang memeluknya. Begitu juga dengan agama Kristen, diseluruh Indonesia
11 pasti terdapat gereja untuk menjadi tempat
ibadah para penganut agama Kristen.
Kemegahan suatu tempat ibadah menjadi sebuah kebanggaan bagi umat yang memeluk agama tesrsebut.
Hal yang paling sangat menonjol dalam fungsi sebuah rumah ibadah salah satunya kita lihat pada umat Islam yang setiap tiba waktu untuk sholat mereka berbondong- bondong untuk pergi kemesjid. Mereka menganggap beribadah ke mesjid pahalanya lebih besar dibandingkan dengan beribadah dirumah sendiri. Tempat ibadah hendaknya harus bisa menampung jamaahnya dengan skala banyak karena setiap tahunnya masyarakat pemeluk masing-masing akgama akan mengalami penambahan. Akan tetapi lainn halnya yang ditemukan di korong Tanjung Basung II, masyarakat suku bangsa Nias dilarang untuk menambah bangunan gereja karena masyarakat suku bangsa Nias tersebut adalah masyarakat pendatang dan berada di tengah-tengah masyarakat pribumi yang memeluk agama Islam.
5.3.5 Adaptasi Tentang Konsensus Aliran Ajaran Baru
Dalam kehidupan umat beragama terdapat pula berbagai aliran-aliran salah satunya dalam agama Islam. Agama Islam memiliki berbagai aliran-aliran yang tujuannya sama yaitu untuk jalan menuju Allah SWT. Salah satu aliran yang terdapat dalam Islam yaitu aliran Muhammadiyah.
Aliran-aliran ini memiliki ideologi yang berbeda-beda untuk menciptakan kehidupan beragama yang kondunsif. Begitu pula yang terjadi pada agama Kristen. Begitu juga dengan agama Kristen yang memiliki beberapa aliran yang memiliki ciri khas dan ideologi-ideologi tertentu. Aliran menjadi suatu ciri khas yang membuat masyarakat pemeluk salah satu agama memiliki corak- corak tertentu. Di dalam hidup bersama masyarakat dijumpai menganut berbagai aliran. Terkadang dalam satu RT masyarakat terdiri dari dua sampai tiga aliran.
Berdasarkan informasi yang didapatkan dari masyarakat suku Nias korong Tanjung Basung II nagari Sungai Buluah, mereka bersedia untuk bertahan pada yang sudah lama mereka anut dalam ajaran agama Kristen. Masyarakat suku bangsa Nias tidak pernah melakukan
penentangan terhadap aturan dan kesepakatan yang dibuat oleh masyarakat beserta pimipinan adat suku bangsa Minangkabau. Mereka menjunjung tinggi aturan yang diberikan oleh masyarakat suku bangsa Minangkabau karena segala sesuatu yang dicantumkan dalam aturan yang dibuat oleh masyarakat suku bangsa Minangkabau adalah untuk kebaikan bersama.
KEIMPULAN DAN SARAN
Setelah selesai melakukan penelitian dan menganalisis berbagai permasalahan yang dikaji pada bab-bab sebelumnya maka dapat diambil kesimpulan bahwa strategi adaptasi suku bangsa Nias ditengah suku bangsa Minangkabau merupakan suatu cara atau teknik yang digunakan oleh suku bangsa Nias untuk bisa hidup harmonis dengan masyarakat suku bangsa Minangkabau di korong Tanjung Basung II nagari Sungai Buluah. Dimana masyarakat suku bangsa Nias berupaya untuk bisa diterima dan berintegrasi oleh masyarakat suku bangsa Minangkabau sehingga hubungan antara masyarakat harmonis. Ada beberapa strategi adaptasi yang dilakukan oleh suku bangsa Nias ditengah suku bangsa Minangkabau di korong Tanjung Basung II nagari Sungai Buluah: 1) Adaptasi Tentang Konsensus Proses Pencarian Jodoh, 2) Adaptasi Tentang Konsensus Ternak Babi, 3) Adaptasi Terhadap Penambahan Rumah Ibadah, 4) Adaptasi Terhadap Praktik Ibadah di rumah, 5) Adaptasi Tentang Konsensus Aliran Ajaran Baru. Sedangkan saran penulis adalah: 1) Kepada suku bangsa Minangkabau untuk selalu bisa menghargai seluruh kegiatan yang dilakukan masyarakat suku bangsa Nias untuk kebaikan bersama di korong Tanjung Basung II nagari Sungai Buluah. 2) Kepada seluruh masyarakat korong Tanjung Basung II untuk mempertahankan keharmonisannya di dalam hidup berdampingan meskipun berbeda adat istiadat dan agama. 3) Untuk masyarakat korong Tanjung Basung II harus kritis di dalam suatu permasalahan yang terjadi karena banyak provokator yang bisa menyebabkan hancurnya keharmonisan yang selama ini yang terjadi antara masyarakat suku bangsa Nias dengan masyarakat suku bangsa Minangkaba.
DAFTAR PUSTAKA
12 Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta Afrizal. 2014. Metode Penelitian
Kualitatitif. Jakarta: Rajawali Pers Bungin, Burhan. 2012. Metododologi
Penelitian Kualitatif. Jakarta:
Rajawali Pers
H.AR. Tilaar. 2007. Mengindonesia etnisitas dan identitas bangsa Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta
Johnson Doyle Paul. 1986. Teori Sosiologi Klasik dan Modern. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Kahmad Dadang. 2006. Sosiologi Agama.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Moleong.J Lexy. 2013. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung:PT Remaja Rosdakarya
Puspito, Hendro. 1983. Sosiologi Agama.
Yogyakarta: Kanisius.
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D.
Bandung Alfabeta.
Tholkhah Imam. 2007. Manusia, Agama, dan Perdamaian. Ciputat: Al-Ghazali Center.