Startegi Diplomasi Pertahanan dalam menjaga Hubungan Internasional Republik Indonesia dalam Politik Luar Negeri: Studi Kasus Laut China Selatan
Oleh : Rizky Meliana Siagian-2101112689 [email protected]
Diplomasi pertahanan dilakukan pada masa damai menggunakan kekuatan bersenjata dan infrastruktur sebagai alat kebijakan keamanan dan kebijakan luar negeri. Diplomasi pertahanan sebagai sebuah proses yang melibatkan aktor negara (kekutan bersenjata, badan intelijen dan politisi), organisasi non-pemerintah dan masyarakat sipil. Diplomasi pertahanan dapat meningkatkan kerjasama antar negara melalui jalur formal dan non-formal.[ CITATION Sar18 \l 1033 ]
Diplomasi memiliki beberapa komponen yang mendukung keberhasilan dalam mencapai tujuan negara. Salah satunya yaitu dalam bidang milietr yang mempunyai fungsi strategis dalam menjalankan diplomasi militer yang mencakup hubungan bilateral dan multilateral. Untuk meningkatkan kekuatan pertahanan Indonesia maka diperlukan Sistem Pertahanan Rakyat Semesta (sishanta) yang melibatkan setiap elemen bangsa. Sistem pertahanan negara diatur dalam dasar- dasar Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 30 ayat 2 menyatakan “Upaya pertahanan dan keamanan negara dilaksankan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, sebagai kekuatan utama, dan rakyat, sebagai kekuatan pendukung”. Hal ini terus berkembang dalam sistem pertahanan Indonesia. Oleh karena itu diplomasi pertahanan hadir sebagai bentuk upaya dalam menangani permasalahan kemanan dan ketahanan nasional.
Namun Implementasi diplomasi pertahanan terutama wilayah maritim masih menjadi salah satu permasalahan yang ada pada proses diplomasi suatu negara. Ruang maritim menjadi suatu wilayah dari pencarian kekuatan oleh banyak negara sehingga dibutuhkan kestabilan regional dan internasional. Salah satu cara untuk membangun kestabilan regional adalah dengan meningkatkan kekuatan militer secara khusus pada angkatan laut.
Kawasan maritim yang memiliki keamanan yang stabil dapat menjadi sarana untuk membangun hubungan diplomasi dan ikatan positif antarnegara.
Diplomasi pertahanan di wilayah maritim penting dilakukan untuk menjaga keamanan maritim. Diplomasi pertahanan juga dapat menghasilakan kerja sama antar negara untuk membentuk kebijakan pertahanan dalam politik luar negeri Indoensia. Faktor-faktor seperti kepentingan nasional, stabilitas regional, dan diplomasi akan mempengaruhi kebijakan politik luar negeri Indonesia
Salah satu permasalahan utama dalam politik luar negeri Indonesia adalah sengketa wilayah di Laut China Selatan. Laut China Selatan (LCS) merupakan wilayah yang diperebutkan oleh beberapa negara di Asia Tenggara, termasuk Tiongkok, Filipina, Vietnam, Brunei, Taiwan, dan Malaysia. Walaupun Indonesia tidak termasuk dalam claimant states namun nine dash line yang di kalim Tiongkok telah bersinggungan kepentingan nasional Indonesia di LCS. Penting untuk mengetahui bagaimana strategi diplomasi hubungan internasional Indonesia dalam politik luar negeri terkait dengan permasalahan Laut China Selatan. Konflik laut Cina selatan mengancam berjalannya politik luar negeri Indonesia sehingga dibutuhkan strategi yang tepat untuk menangani serta mengantisipasi kemungkinan yang dapat menangganggu stabilitas keamanan.
China merupakan salah satu negara yang bersinggungan wikayah launya dengan Indonesia. China memiliki kepentingan untuk menganmankan wilayah laut tersebut karena menjadi jalur pengiriman produk-produk dari China. Posisi China dan Indonesia yang berada di wilayah Laut Cina Selatan menimbulkan ketegangan bagi kedua negara. Cina mengkalim 1.3 juta meter persegi wilayah Laut Cina Selatan yang meliputi Selat Malaka, Selat Taiwan dan Singapura.
Ketegangan lainnya yaitu kapal Cina yang berada di wilayah sengketa antara Vietnam, Filipina dan Malaysia. [ CITATION Kur23 \l 1033 ]
Sengketa wilayah ini telah menimbulkan ketegangan yang berkelanjutan dan menjadi fokus utama dalam politik luar negeri Indonesia. LCS menjadi wilayah strategis di Asia Tenggara dan menjadi bagian penting bagi Indonesia sejak era kolonial Hindia Belanda (1799-1942)[ CITATION Hae23 \l 1033 ]. LCS memiliki nilai yang strategis sebagai sea lines of Trade dan sea lines of
communication yang menghubungkan samudra pasifik dan Hindia sehingga LCS menjadi jalur tersibuk di dunia. LCS juga memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan minyak dan gas alam yang melimpah.
Aksi Cina yang telah membangun infrastruktur militer di Laut Cina Selatan berupa pembangunan infrastruktur fizikal seperti pembangunan pelabuhan, bandara dan jalan raya. Kemudian pembangunan infrastuktur non – fizikal seperti sistem pengawasan, jaringan komunikasi dan sistem pengaturan laut. Cina juga memiliki kemampuan menyediakan sarana prasarana militer seperti kapal perang, senjata ringan, tank, kapal perang dan pesawat tempur. Hal ini menimbulkan kekhawatiran terkait stabilitas kawasan dan kepentingan ekonomi negara-negara tetangga. [ CITATION Hik23 \l 1033 ]
Indonesia memiliki kepentingan sendiri terkait dengan Laut China Selatan, terutama terkait dengan kawasan perikanan di Laut Natuna yang berbatasan dengan Laut China Selatan. Indonesia juga berupaya untuk mempertahankan perdamaian dan kesejahteraan di kawasan tersebut melalaui diplomasi pertahanan.
Kemudian dilakukan pendekatan melalui teori realisme-neorealisme sehingga dapat diambil sebagai dasar kajian. Realisme memfokuskan pemikiran pada kepemilikan power negara untuk mencapai dan mempertahankan kepentingan nasional sementara neorealisme menfokuskan kajiannya apada posisi negara dalam sistem internasional sebagai faktor yang menentukan perilaku negara. Menurut realisme struktural negara harus mampu untuk survival dalam sistem internasional yang bersifat anarkis. Negara-negara akan terus meningkatkan kapabilias militer untuk melindungi diri dari ancaman. Sementara dalam neorialisme terdapat dua cara untuk menghadapi ancaman yaitu balancing yang dilakukan dengan membentuk aliansi negara lain untuk menyerang lawan dan bandwagoing yang dilakuakan dengan cara membentuk aliansi dengan lawan.
Realisme neoklasik menggabungkan dua pemikiran ini dengan memperhitungkan poliitk domestik dan lingkungan eksternal suatu negara. Kebijakan luar internasional Ini akan di tentukan oleh persepsi elit politik dan pengambil kebijakan. [ CITATION Ihs16 \l 1033 ]
Diplomasi pertahanan Indonsia malalui militer dapat dilihat dari diadakannya latihan militer gabungan dengan Amerika Serikat di wilayah perairan natuna yang bertujuan untuk mengukur kekuatan atau kapabilitas personil.
Latihanyang dilakukan meliputi pemanfaatan akan pengawasan dan pesawat patroli seperti pada latihan penggunaan pesawat P-3 Orion untuk mendeteksi kapal selam dan kapal di permukaan. Latihan gabungan ini sebagai uapay memperkokoh pangkallan militer di pulau natuna. Pemerintah Indonesia menyebut hal ini buakn untuk memicu ketegangan yang ada di Laut Cina Selatan namun sebagai bentuk diplomasi pertahanan.
Militer Indonesia mempersiabkan jet dan kapal selam untuk mengontrrol dan menajga kedaulatan wilayah NKRI. Indonesia juga telah mempunyai kebijakan pertahanan dan keamanan dalam upaya merespon konflik di kawasan LCS. Kebijakan tersebut berupa peningkatan anggaran untuk revitalisasi. Melalui TNI, Indoensia telah melaksanakan berbagai uaya konkret untuk memperkuatan wilayah natuna yang berbatsan langsung dengan LCS. Indonesia membangun dua pelabuahan militer untuk memperbudah kulaur masauknya kapal-kapal perang.
Indonesia juaga membangun batalyon Infanteri Raider untuk menjaga pulau natuna.
Selanjutnya terdapat bentuk diplomasi lainnya yaitu Naval Diplomacy.
Naval diplomacy merupakan sebuah konsep yang mengusung diplomasi pertahanan dengan menggunakan salah satu kekuatan yang menjamin pertahanan negara di wilayah lautnya, yakni dengan menggunakan kekuatan angkatan laut atau navies. Naval diplomacy melibatkan banyak actor dalam praktiknya, baik itu dari state actors, maupun non-state actors. Naval diplomacy merupakan diplomasi yang juag melibatkan non-militer actors dalam proses diplomasi dan negosiasi untuk menjaga wilayah laut yang bersinggungan.Sistem pertahanan non-militer disebut juga dengan sistem pertahanan rakyat semesta, yang mengedepankan peran lembaga pemerintah di luar bidang pertahanan yang didukung oleh komponen kekuatan bangsa lainnya sebagai unsur utama.
Naval diplomacy di implementasikan melalui upaya pembuatan, pengembangan dan perdagangan alutsista dengan berbagai negara secara khusus
di kawasan ASEAN. Indonesia telah berkolaborasi dengan beberapa negara di Asean seperti Malaysia, Filipina,Thailand, dan Brunai Darussalam dalam pengembangan dan penjualan alut sista. Indonesia menggunakan startegi pertahan yang berbasisi defensif aktif dengan mengutamakan kerjasmaa untuk menghadapi konflik yang ada di LCS.[ CITATION Ari20 \l 1033 ]
Indonesia memiliki kepentingan nasional di LCS yang sangat penting untuk dijaga n. Pertama, kepentingan pertahanan kedaulatan wilayah teritorial Natuna Utara. Merujuk pada UNCLIS 1982, Indonesia telah mengklaim Natuna sebagai bagain dari wilayah kedaulatannya. Kedua, kepentingan ekonomi Indonesia karena Laut Natuna yang kaya akan sumber daya minyak dan gas.
Terakhir, kepentingan tatanan dunia untuk menjaga stabilitas kawasan.
[ CITATION Sul21 \l 1033 ]
Langkah startegis yang dilakukan Indonesia sebagai upaya penyelesaian konnflik LCS yaitu dengan blancing. Hal ini dipengaruhi persepsi elit RI terhadap ancaman Cina di LCS. Pada tahun 2020, Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi, mengundang investor Amerika Serikat (AS) ntuk berinvestasi di Kepulauan Natuna. Retno Marsudi menyatakan dukungan terhadap pebisnis AS untuk berinvestasi lebih banyak di Indonesia, termasuk untuk proyek-proyek di pulau terluar Indonesia, seperti Pulau Natuna. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat bahwa AS merupakan salah satu investor utama Indonesia, dengan investasi sebesar US$279 juta pada kuartal III 2020 untuk 417 proyek. Undangan Investasi terhadap AS bertujuan untuk mengamankan wilayah Natuna dan memperkuat posisinya dalam menghadapi sengketa wilayah di LCS.
Selain itu, investasi asing di Natuna juga diharapkan dapat membantu dalam pengembangan ekonomi dan infrastruktur di wilayah tersebut.[ CITATION CNN20 \l 1033 ]
Startegi lain yang dapat dipertimbangkan untuk mencapai stabilitas dan perdamaian di kawasan LCS yaitu diplomasi multilateral dengan melakukan negosiasi antara negara-negara yang terlibat dalam sengketa wilayah di Laut Cina Selatan melalui forum-forum multilateral seperti ASEAN Regional Forum (ARF) dan East Asia Summit (EAS). Diplomasi multilateral dapat membantu
menciptakan kesepakatan yang menguntungkan semua pihak dan mengurangi ketegangan di wilayah tersebut. Selanjutnya, penerapan hukum laut internasional juga dapat dilakukan terutama dalam Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS), untuk menyelesaikan sengketa wilayah di LCS.
Hal ini dapat menjadi dasar untuk menentukan batas-batas maritim yang adil dan mengurangi ketegangan antara negara-negara di wilayah tersebut.
Kemudian,Indonesia membangun kerja sama ekonomi dan sosial antara negara-negara di wilayah LCS untuk memperkuat hubungan antar negara dan membangun kepercayaan. Kerja sama ini dapat meliputi pengelolaan sumber daya alam, penanggulangan perubahan iklim, dan pembangunan infrastruktur regional.
Indonesia harus terus mengupayakan strategi melalui pendekatan soft diplomacy mendorong pendekatan diplomasi yang lebih lunak (soft diplomacy) dalam menyelesaikan sengketa di LCS, dengan fokus pada dialog, kerja sama, dan penyelesaian konflik tanpa kekerasan. Pendekatan ini dapat membantu mengurangi ketegangan dan membangun kepercayaan di antara negara-negara yang terlibat.
Dewan Ketahanan Nasional juga mempunyai strategi yang dapat diterapkan oleh TNI disituasi yang mungkin saja terjadi 5 tahun kedepan. Karena kondisi peperangan mungkin saja terjadi di wilayah sekitar LCS karena ketegangan geopolitik antara kekuatn regional dan global. Proyeksi Perang pada tahun 2030-an berdasrakan hasil analisa dari Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) dalam koflik LCS. Bentuk perang yang kemungkinan terjadi adalah lintas medan, bayang-bayang nuklir dan gelar kecerdasan bautan. Oleh karena itu Indonesia harus memperkuat sitem pertahanan negara dan pantai. Hal tersebut dapat dilakukan dengan penambahan jumlah lanal beserta sarana prasarana yang dibutuhkan. Meperkuat TNI terutama angkatan Laut dengan alutsista yang mempuni dan seimbang. Untuk menjalankan politik Luar negeri, Indonesia harus menjadi negara yang aman dan siab menghadapi ancaman dimasa mendatang.
Dalam menghadapi kompleksitas konflik di Laut Cina Selatan, Indonesia memainkan strategi geopolitik dengan tetap mengutamakan kepentingan nasional, keamanan serta menjalankan politik luar negeri bebas-aktif. Dalam
pelaksanaannya, Indonesia menjalankan politik luar negeri bebas-aktif dengan mengimplementasikan tiga esensi hubungan internasional, yaitu kepentingan nasional, keamanan, dan power. Indonesia dapat mempertahankan strategi-strategi tersebut dan terus memperkuat diplomasi multilateral, penerapan Hukum Laut Internasional, kerja sama ekonomi dan sosial, pendekatan soft diplomacy dan membentuk aliansi. Dengan demikian, diharapkan dapat tercipta stabilitas dan perdamaian di LCS, serta mengurangi risiko terjadinya konflik bersenjata di wilayah tersebut. Stabilitas LCS sangat krusial bagi Indonesia mengingat lokasi LCS yang sangat strategis dan memiliki peranan penting dalam Politik Luar Negeri Indonesia.
Indonesia telah melaukan upaya diplomasi keamanan untuk menjaga stabiliatas keamana di wilayah LCS. Namun upaya pertahan yang telah dilakukan oleh Indonesia masih belum cukup dan diperlukan peningkatan pengawasan di LCS. Diperlukan inovasi baru untuk meningkatkan kekmampuan militer Indonesia seperti modernisasi atau terobosan persenjataan. Hal ini dapat mendorong perubahan militer Indonesia dalam menangani ancaman regional maupun internasional.
Bibliography
CNN Indonesia. (2020). RI Undang AS Investasi di Natuna. Jakarta: CNN Indonesia.
Haerulloh, A. A., & Martani, R. F. (2023). Analisis Geopolitik Abad 21 di Indo-Pasifik dan Persiapan Indonesia dalam Menyikapi Konflik Laut Cina Selatan. Jurnal Lemhanas RI, 188.
Hikmawan, E., Muhammad, F., & Sahide, A. (2023). Kebangkitan Tiongkok Dalam Membendung Hegemoni Amerika Serikat: Studi Kasus Sengketa Laut China Selatan. Jurnal Ilmiah Muqoddimah, 551.
Ihsan, R. (2016). Analisis Realisme Neoklasik Terhadap Hubungan Indonesia-Tiongkok.
Transnasioanl, 16-18.
Kurniawan, L. (2023). Indonesian Defense Diplomacy Through Naval Diplomacy and Sea Power in the South China Sea in 2020. Jurnak Kelitbangan, 130-131.
Saragih, H. M. (2018). Diplomasi Pertahanan Indonesia Dalam Konflik Laut ChinaSelatan. Jurnal Ilmu Politik dan Komunikasi, 51-52.
Sulistyani, Y. A., Pertiwi, A. C., & Sari, M. I. (2021). Indonesia’s Responses toward the South China Sea Dispute During Joko. Politica, 86-88.