• Tidak ada hasil yang ditemukan

182002468 Pengertian Hubungan Internasional Politik Internasional dan Politik Luar Negeri docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "182002468 Pengertian Hubungan Internasional Politik Internasional dan Politik Luar Negeri docx"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

Pengertian Hubungan Internasional Politik Internasional

dan Politik Luar Negeri

Pengertian hubungan internasional, politik internasional, dan politik luar negeri sesungguhnya memiliki ontologi sendiri-sendiri. Tulisan ini akan membahas secara tersendiri ketiga konsep tersebut. Konsep-konsep tersebut adalah Hubungan Internasional, Politik Luar Negeri, dan Politik Internasional. Dua konsep terakhir – Politik Luar Negeri dan Politik Internasional – adalah sub disiplin Hubungan Internasional.

Karena sifat ‘keindukan’ dari Hubungan Internasional ini-lah, maka konsep tersebut akan dijelaskan dijelaskan terlebih dahulu. Untuk lebih memperjelas sifat ‘keindukan’ dari Hubungan Internasional ini, kami persembahkan skema berikut:

---pict>>

Politik Luar Negeri dan Politik Internasional tercakup ke dalam disiplin Hubungan Internasional. Hubungan Internasional sendiri masuk ke dalam

materi disiplin Ilmu Politik secara keseluruhan.

Apa yang dimaksud dengan Hubungan Internasional? K.J. Holsti dalam bukunya International Politics, mendefinisikan bahwa Hubungan Internasional sebagai:

“Semua bentuk interaksi antara masyarakat yang berbeda, apakah itu disponsori oleh pemerintah atau tidak … ia mencakup juga studi mengenai serikat perdagangan internasional, Palang Merah Internasional, turisme, perdagangan interasional, transportasi, komunikasi, dan perkembangan nilai dan etik internasional.”

Hubungan Internasional mencakup seluruh hubungan yang dilakukan baik oleh negara maupun non-negara (individual), di mana hubungan tersebut

melewati batas yuridiksi wilayah masing-masing.

Aktor negara misalnya pemerintah Amerika Serikat, Iraq, Afganistan, atau Israel. Aktor non-negara misalnya team bulutangkis Piala Thomas, petani buah Mekar Sari yang sedang menjalin hubungan dagang dengan pengusaha di Australia, masalah turis luar negeri yang berkunjung ke Bali, ataupun pernik perizinan yang dialami oleh pelajar-pelajar Indonesia yang tengah

belajar di Mesir.

(2)

individu/organisasi non politik/negara, seperti telah disebut. Namun, hal yang patut diingat adalah, Hubungan Internasional menghendaki hubungan-hubungan yang dilakukan tersebut melewati batas yuridiksi wilayah masing

aktor yang berhubungan.

Dengan demikian, hubungan dagang antara Departemen Pertanian Republik Indonesia dengan petani beras di Cianjur, bukan termasuk Hubungan Intenasional oleh sebab batas yuridiksinya hanya berada di dalam wilayah Indonesia. Namun, jika petani Cianjur tersebut berdagang dengan agen beras di Dili (Timor Leste), proses tersebut masuk dalam kerangka Hubungan Internasional.

Hubungan Internasional juga mengkaji masalah Politik Luar Negeri dan Politik Internasional. Perbedaan Hubungan Internasional dengan kedua konsep ini adalah bahwa dua konsep yang terakhir hanya mengkaji aktor negara. Berikut kami akan uraikan apa yang dimaksud oleh dua konsep terakhir ini.

Apa yang dimaksud dengan Politik Luar Negeri? Carlton Clymer Rodee et al. mendefinisikan Politik Luar Negeri sebagai:

“Pola perilaku yang diwujudkan oleh suatu negara sewaktu memperjuangkan kepentingannya dalam hubungannya dengan negara lain … [yaitu] bagaimana cara menentukan tujuan, menyusun prioritas, menggerakkan mesin pengambilan keputusan pemerintah, dan mengelola sumber daya manusia dan alam untuk bersaing dengan negara lain di dalam lapangan internasional.”

Berbeda dengan disiplin Hubungan Internasional yang memasukkan baik aktor negara maupun non-negara ke dalam kajian, Politik Luar Negeri hanya

mengkaji aktor negara.

(3)

menetapkan politik luar negeri berupa Global War on Terrorism (GWOT).

Dalam politik luar negeri tersebut, pemerintahan Amerika Serikat menetapkan kebijakan keamanan “ekstra ketat” di dalam negeri, menseleksi ketat orang asing yang masuk ke negaranya, membangun teknologi militer anti teror, menekan parlemen untuk memberi anggaran lebih besar pada bidang keamanan, dan menjalin hubungan dengan negara lain yang “sepaham” dengan politik luar negeri anti terorisme tersebut, menekan negara-negara lain yang tidak sepaham untuk mau mendukung politik luar negeri Amerika Serikat, bahkan mencap negara-negara seperti Iran, Korea Utara, dan Kuba sebagai “poros jahat” (rogue state) akibat mereka dicurigai menghambat politik luar negeri Amerika Serikat itu.

Namun, Politik Luar Negeri hanya menganalisa apa-apa yang ditetapkan suatu negara terhadap lingkungan ‘luarnya.’ Ia tidak ingin masuk lebih dalam lagi guna membahas apa saja reaksi lingkungan (atau negara) ‘luar’

Masalah ‘reaksi’ yang dimunculkan oleh lingkungan luar ini dibahas di dalam disiplin Politik Internasional. Apa yang dimaksud dengan Politik Internasional? KJ. Holsti mendefinisikan Politik Internasional sebagai:

“ […] interaksi antara dua negara atau lebih … [yang terdiri atas] pola tindakan suatu negara dan reaksi atau tanggapan negara lain terhadap tindakan tersebut […]”

Jika Politik Luar Negeri hanya membahas bagaimana sebuah negara menanggapi serangkaian tindakan yang diambil berdasarkan analisis kondisi internasional, maka politik internasional merupakan aksi-reaksi tindakan antarnegara. Bidang yang secara khusus membahas prinsip ‘aksi-reaksi’ ini adalah Politik Internasional. Agar lebih jelas, lihat skema berikut :

Berbeda dengan Politik Luar Negeri, Politik Internasional menitikberatkan pada dinamika ‘tanggap-menanggapi’ antara dua atau lebih negara. Tentu saja, di dalam Politik Internasional juga dibahas masalah Politik Luar Negeri, tetapi sejauh Politik Luar Negeri tersebut berakibat pada kondisi aksi-reaksi antarnegara.

(4)

sebab.

Pertama, kondisi politik internasional tahun 1976 ditengarai Perang Dingin antara Blok Komunis (dipimpin Uni Sovyet) melawan Blok Kapitalis (dipimpin Amerika Serikat). Kedua, Amerika Serikat memiliki sekutu di dekat wilayah Timor Timur yaitu Australia. Ketiga, Indonesia ---yang tergabung dalam ASEAN--- juga tengah menghadapi ancaman Komunis dari Utara (lewat jalur Cina ke Vietnam Utara). Keempat, Portugal seperti “menterlarkan” wilayah Timor Timur yang berakibat di wilayah tersebut menjadi basis pelatihan gerilyawan komunis yang hendak merebut kekuasaan. Kelima, pemerintahan Indonesia berada di bawah Orde Baru Suharto yang anti komunis tetapi cenderung pro Blok Kapitalis. Kasus pemasukan Timor Timur ke dalam wilayah Indonesia, sebab itu, sangat kental dimensi Politik Internasional-nya.

Studi politik internasional dapat ditesuri hingga tulisan-tulisan pra Masehi, semisal dari Tuchydides, Aristoteles dan Plato. Mereka dinyatakan sebagai perintis awal teorisasi hubungan internasional. Masing-masing dari mereka mewakili 2 aliran dalam teori ini : Realis dan Idealis. Aliran Realis diwakili Tuchydides dan Aristoteles, sementara Plato mewakili Aliran Idealis.

Dalam studi hubungan internasional kontemporer, kedua aliran tersebut masih berpengaruh meski dengan sejumlah variasi. Aliran Realis memandang bahwa aktor dalam hubungan internasional adalah negara berdaulat serta organisasi pemerintahan internasional (misalnya PBB). Aliran ini juga memandang bahwa “dunia” berada dalam kondisi “perang”, di mana aktor-aktornya (negara atau organisasi internasional) bersaing mutlak untuk memperoleh teritori, kekuasaan, dan sumber daya (alam dan manusia).

Di sisi lain, Aliran Idealis memandang bahwa aktor dalam hubungan internasional, selain negara adalah juga termasuk Organisasi Pemerintahan Internasional, LSM Internasional, masyarakat aneka negara, serta individu. Jadi, aktor hubungan internasional dalam Aliran Idealis cukup luas dan plural. Aliran ini juga memandang bahwa masyarakat internasional terbangun atas aneka hubungan yang menyerupai “jaring laba-laba” dan tak terhitung jumlahnya. Hubungan tersebut bercorak lintas batas negara dan terkadang melewati kewenangan negara. Para aktor terlibat dalam suatu hubungan

yang bersifat positif.

Agar lebih jelas, baiklah dimuat bagan perkembangan aliran pemikiran

(5)

Realisme

Perkembangan aliran pemikiran dalam hubungan internasional pun memiliki akar filsafat politik. Realisme mendasarkan diri para filsafat politik dari Tuchydides dan Aristoteles. Thucydides dianggap sebagai penulis realis hubungan internasional yang pertama. Ia hidup tahun 400 sM di Athena dan

menulis buku The History of Peloponnesian War.

Setelah itu muncul konsep kedaulatan negara di akhir abad pertengahan Eropa. Konsep partikularis negara dari Marsilius Padua, balance of power (perimbangan kekuatan), dan teori negara dari Machiavelli melengkapi akar filosofis aliran Realisme dalam hubungan internasional.

Jika dapat disebut Realis klasik, maka Machiavelli dapat disebut Realis Modern. Melalui bukunya Il Principe dan Discourse, Machiavelli menulis tentang kekuasaan, kekuatan, formasi aliansi dan kontra aliansi, serta sebab-sebab terjadinya perang antarnegara. Tidak seperti Thucydides, Machiavelli lebih memfokuskan diri pada masalah keamanan nasional.

(6)

saling berperang dan tidak menghormati perjanjian perdamaian adalah fokusnya. Pemikiran Hobbes mengenai anarki dan kekuasaan ini berpengaruh besar pada teoretisi kontemporer semisal Hans J. Morgenthau

lewat bukunya Politics Among Nations.

Pada perkembangannya, aliran Realisme ini mengalami perkembangan. Perkembangan ini akibat munculnya Globalisme sistem politik internasional dari pihak Idealisme. Beda Neorealis dengan Realis adalah, Realis beranggapan sistem internasional selalu dalam kondisi anarki, sementara Neorealis menggap anarki adalah akibat dari ketiadaan otoritas sentral. Beda lainnya, jika Realis mengkaji aktor state yang berusaha memenuhi kepentingan nasional, maka Neorealis mengkaji sistem internasional yang

berisi hubungan antarnegara.

Realis dan Neorealis juga berbeda dalam konsep “stabilitas.” Jika Realis menganggap keteraturan otomatis muncul jika masing-masing negara memaksimalisasi kepentingan nasional dengan memperhatikan kekuatan/kelemahan negara lain, maka Neorealis memandang setiap negara harus mempertahankan posisi kekuatan relatifnya di dalam sistem yang ada. Sebab, aliran Neorealis memandang negara yang memaksimalisasi kepentingan “ala Realis” akan “dibuang” dari sistem politik internasional. Neorealisme mengajukan konsep-konsep seperti Unipolar (satu negara sebagai pusat kekuasaan), Bipolar (dua negara sebagai pusat kekuasaan), dan multipolar (banyak negara sebagai pusat kekuasaan).

Kembangan Neorealis yang paling berpengaruh adalah Neorealis-Strukturalis yang dimotori Kenneth N. Waltz. Neorealisme-Strukturalis menganggap stuktur sistem politik internasional sebagai penentu. Dalam sistem ini, kemampuan tiap negara untuk memenuhi kepentingan nasionalnya dibatasi oleh kekuatan negara lain. Sistem internasional terbentuk melalui perubahan dalam pola distribusi kemampuan antar masing-masing unit (negara). Anarki internasional akan muncul ketika kekuatan salah satu negara berubah (lebih

kuat atau lebih lemah).

Gambaran aliran Realisme atas hubungan internasional adalah, negara-negara yang ada di dunia berinteraksi seperti bola bilyard. Masing-masing terpisah dan saling bertabrakan sesuai dengan kepentingan nasionalnya sendiri-sendiri. Sebab itu, kajian atas Politik Luar Negeri menjadi inti hubungan internasional. Titik tekannya adalah pada aspek kepentingan nasional, sebagai dasar dibuatnya kebijakan politik luar negeri setiap negara. Realisme menjadi mapan setelah Liga Bangsa-bangsa tidak mampu menanggulangi konflik antarnegara di Eropa tahun 1930-an yang berakibat

Perang Dunia II.

(7)

Di sisi lain, aliran Idealisme memiliki akar filsafat dari Plato. Plato membayangkan bahwa konsep-konsep seperti keadilan dan harmonisasi yang bersifat positif merupakan ide mutlak yang dapat diterapkan di dunia. Pemimpin yang bisa menerjemahkan hal tersebut adalah seorang filosof yang sekaligus raja. Pemikiran Plato ini diteruskan oleh kaum Stoic, yaitu raja-raja yang memanfaatkan filsafat Plato untuk memerintah. Ciri raja-raja Stoic adalah upaya mereka untuk menahan nafsu berperang, dan anggapan bahwa seluruh negara adalah sama, yaitu sekumpulan warga dunia

(kosmopolitanisme) dan saling bantu-membantu.

Lebih lanjut, kosmopolitanisme ini mengembangkan ide utopis (belum ada di kenyataan) berupa satu negara dunia. Inilah yang mengilhami berdirinya Liga Bangsa-bangsa pasca terjadinya Perang Dunia I. Penekanan Liga Bangsa-bangsa adalah mencapai perdamaian internasional melalui hubungan kooperatif antarnegara. Pemikiran yang melandasi berdirinya Liga Bangsa-bangsa ini disebut Aliran Idealis, dan para pendukungnya (seperti Presiden Amerika Serikat 1920-an, Woodrow Wilson) disebut kaum Idealis. Pada kenyataannya, Liga Bangsa-bangsa tidak mampu mencegah terjadinya Perang Dunia II yang berlangsung tahun 1939 hingga 1945.

Kegagalan kaum idealis utamanya adalah tidak konsistennya negara-negara dominan dalam menciptakan perdamaian dunia lewat kerjasama interansional, pengurangan senjata secara berdisiplin, serta ketegasan sikap yang diiringi kekuatan militer pemaksa. Bagi Wilson, benih absolutisme dan militerisme adalah penyebab Perang Dunia I. Benih-benih tersebut hanya bisa dipangkas lewat penciptaan pemerintahan yang demokratis dibentuknya asosiasi bangsa-bangsa (nantinya jadi LBB). Asosiasi tersebut yang --menurut keyakinannya--- akan menjamin kemerdekaan dan integritas nasional setiap negara, besar ataupun kecil. Wilson ini juga ditengarai membawa konsep Tata Dunia Baru (New World Order) yang menggemborkan demokrasi dan kerjasama internasional sebagai cara memastikan

keteraturan dalam politik internasional.

(8)

Harga diri Jerman (Austria hilang dari peta) jatuh dan menciptakan kemarahan di publik politik dan masyarakat sipil Jerman.

Dari 33 milyar, Jerman hanya sanggup membayar cicilannya sekali saja, yaitu sebesar 2,5 milyar pada tahun 1921 dan setelah itu macet. Menyikapi kemacetan ini, Perancis langsung menganekasi Ruhr, distrik industri dan pertambangan utama milik Jerman. Jerman melakukan perlawanan pasif (karena persenjataannya telah jauh berkurang, juga akibat Perjanjian Versailles) yang dibiayai lewat percetakan uang Mark (mata uang Jerman) secara besar-besaran. Karena dicetak besar-besaran buntutnya jelas: Jerman mengalami inflasi yang justru memperburuk keuangan Jerman dan semakin jauh mengurangi kemampuannya untuk membayar kompensasi perang.

Untuk mengatasi ini, LBB membentuk komisi restorasi ekonomi Jerman (The Dawes Plan) tahun 1924. Dawes Plan diketuai bankir AS, memberi pinjaman 200 milyar dollar AS kepada Jerman guna menggerakkan perekonomiannya. Selama 1924 - 1929 ekonomi Jerman pulih 'sementara' (demikian pula Eropa daratan dan Inggris) sehingga pembicaranan 'anti militerisme', demokrasi, dan perdamaian terus dilakukan karena spirit idealisme Wilson adalah pengurangan persenjataan setiap negara hingga ke batas minimal.

Hanya kurang lebih 5 tahun 'kapitalis' AS mempertahankan jiwa idealis-nya. Perlu diingat, perbaikan ekonomi Eropa (terutama Jerman) yang 5 tahun itu murni mengandalkan uang bantuan (investasi) dari para kapitalis AS. Tahun 1928, bursa saham di New York mengalami booming Booming ini dilingkupi oleh situasi anomali pasca perang: Barang industri mahal karena banyak pabrik hancur, sementra hasil pertanian yang mengandalkan tanah justru

overproduksi dan jatuh nilai jualnya.

Untuk menjaga harga jual, masing-masing negara menaikan tarif masuk komoditas pertanian dari negara lain. Namun, di sisi lain para investor 'kapitalis' AS --karena menimbang profit taking akan lebih besar--- ramai-ramai menarik uang yang sebelumnya mereka tanamkan di dari Jerman. Karena serangan 'tiba-tiba' tahun 1929 bursa saham di NY tersebut malah 'anjlok.' Akibatnya bisa ditebak: Semakin banyak uang ditarik dari Jerman oleh investor AS untuk menutupi kerugian mereka di bursa. Bayangkan apa yang terjadi pada ekonomi Jerman yang baru pulih tersebut! Jangankan Jerman, bahkan The Credit-Ansalt, bank prestisius di Wina, Austria pun

mengalami kolaps tahun 1931.

(9)

dan Alsace-Lorraine-PrussiaTImur-Ruhr hilang? Hitler dan Lebensraum!

Kedua, LBB gagal menekan 'realisme' politik internasional. Perjanjian Versailles membuat Jerman wajib mengurangi kekuatan militer meliputi tentara hingga tinggal 100.000 orang, mengurangi kekuatan angkatan laut hingga di bawah kekuatan AL Inggris dan Perancis, serta mengeliminasi angkatan udaranya. Namun, LBB tidak mampu mem-push negara-negara selain Jerman untuk melakukan hal serupa. Ini akibat setiap negara tetap 'realis': Mereka tidak bisa mempercayakan keamanan negara mereka pada kehendak baik negara lain, yaitu jika mereka mengurangi senjata negara lain pun akan melakukan hal serupa. Contoh, ketika Jerman tidak mampu mencicil kompensasi perang sejak 1921, Perancis langsung menganeksasi Ruhr, distrik Jerman yang merupakan pusat industri dan pertambangan. Kendati Ruhn adalah legal miliknya, Jerman sulit melakukan beladiri aktif karena persenjataannya jauh dari mencukupi. Akibatnya, Jerman melakukan bela-diri pasif yang dibiayainya dengan cara mencetak sebanyak-banyak uang Mark Jerman. Akibatnya jelas, Jerman jatuh ke dalam inflasi dan semakin rendah kemampuannya membayar kompensasi perang.

Juga bayangkan, sejumlah negara terpaksa keluar atau dikeluarkan dari LBB karena melakukan invasi: Jepang (1933) karena menginvasi Manchuria-Cina 1932; Italia menginvasi Abbysinia (Ethiopia) 1935; Uni Sovyet (1939) karena menginvasi Finlandia 1939; Kostarika (1925); Brasil (1926); Haiti (1942); Jerman (1933); Luxemburg (1942). Selain itu, Konferensi Perlucutan Senjata yang disponsori LBB tahun 1932 di Jenewa tidak mampu menghentikan semangat Jerman, Jepang, dan Italia untuk meningkatkan kemampuan

persenjataan mereka.

Ketiga,, LBB tidak memiliki kekuatan realis penting dalam politik internasional: Kekuatan Bersenjata. Ketika Jepang menginvasi Manchuria atau Italia menginvasi Abbysinia, LBB tidak mampu menurunkan armed-force yang mampu memaksa negara-negara agresor kembali ke garis demarkasinya. Mengapa? Tiga kekuatan pemenang perang (Perancis, Inggris, dan AS) satu pun tidak memiliki keinginan untuk terlibat ke dalam perang baru walaupun sebenarnya legal karena mengatasnamakan LBB. Akibatnya, agresivitas negara-negara agresor sulit dihentikan karena tidak ada kekuatan 'realis' yang mampu melakukan tindakan pemaksa (kekuatan militer). LBB

jadi macan ompong.

(10)

negara-negara Eropa yang masih melakukan tindak kolonialisme seperti

Belanda di Indonesia.

Pasca kegagalan Liga Bangsa-bangsa, aliran Idealis merapatkan diri ke dalam varian barunya: Liberalisme-Institusionalis. Liberalisme-Institusionalis memandang bahwa politik dalam negeri setiap negara adalah penting. Di dalam politik dalam negeri tersebut, hal yang dipantau adalah aspek demokrasi dan penentuan nasib bangsa secara mandiri.

Liberalisme-Institusionalis juga memandang

Perang Dunia II dianggap sebagai kegagalan pandangan Idealisme dalam hubungan internasional. Terbukti, sifat hubungan antarnegara bukan kerjasama konstruktif tetapi egoisme kepentingan nasional yang dicapai Globalisme juga mengkritik Realisme yang “pesimis” pada dimensi pasifis

(suka damai) pada diri aktor politik.

Globalisme, yang tumbuh di tahun 1970-an memandang bahwa aktor politik internasional tidak cuma negara, melainkan juga meliputi pemerintahan internasional (misalnya PBB), lembaga swadaya masyarakat (misalnya Red Cross, GreenPeace), koalisi internasional (misalnya International Political Science Association), multi national corporation (misalnya McDonald, KFC, Sharp), ataupun asosiasi masyarakat transnasional (misalnya International

Olympic Committee).

Tidak seperti Realisme, Globalisme memandang hubungan antar aktor lintas negara tersebut bercorak positif. Pencapaian kepentingan para aktor diperoleh melalui sumber daya sosial yang terus-menerus berkembang sebanding dengan kemajuan teknologi, rasionalisasi cara produksi, dan makin rumitnya pembagian kerja antar aktor. “Permainan” tersebut dinamakan “kerjasama internasional”, di mana masing-masing aktor ingin memperoleh hasil yang maksimal. Tujuan dari Globalisme adalah perdamaian dunia, yang dicapai melalui kesalingtergantungan antaraktor di tingkat internasional.

(11)

kepentingan individu semaksimal mungkin.

Neoliberalisme Institusionalis mengkombinasikan antara liberalisme dengan Realisme. Aliran ini sepakat dengan Realisme bahwa negara adalah aktor internasional yang penting, tetapi ragu bahwa negara secara sendirian mampu mencapai perolehan absolut ketimbang sekadar relatif saja. Saat negara berupaya mencapai kepentingannya, maka ia akan membentuk organisasi yang diperuntukkan bagi pencapaian kepentingannya itu. Dengan demikian, posisi organisasi ---seperti organisasi internasional, lembaga swadaya masyarakat, gerakan sosial transnasional, dan multi national corporation--- menjadi sama penting dengan negara. Memang semua gerakan dalam politik internasional dilakukan oleh negara, tetapi itu sekadar langkah awal, sebab penyelesaiannya kemudian diserahkan kepada

organisasi-organisasi yang tadi telah disebutkan.

Organisasi, sebab itu, dapat mempengaruhi negara, dan sebaliknya. Negara akan mendukung kerjasama jika itu mampu menghasilkan perolehan kepentingan relatif ataupun absolut. Sebaliknya, jika negara menilai organisasi tersebut tidak mendukung perolehan kepentingannya, mereka akan menentangnya. Andrew Moravcsik bahkan menyatakan bahwa “[neoliberalisme-institusionalis] sebagai teori liberal pilihan negara yang memasukkan aktor-aktor dalam negeri secara luas ---dan sebab itu bersifat transnasionali dan internasional---- dihubungkan dengan kepentingan domestik---- ke dalam perilaku negara. Sebab itu, menurut Neoliberalisme Institusional bukan tidak mungkin bahwa politik luar negeri suatu negara

dipengaruhi aktor-aktor domestiknya.

Tokoh dari Neoliberalisme Institusional ini adalah Robert Keohane dan Robert Axelrod. Contoh dari organisasi-organisasi yang terbentuk berlatar Neoliberalisme-Institusionalis ini adalah International Monetary Fund, World Trade Organization, World Bank, ataupun perusahaan-perusahaan swasta transnasional.

Pada bagan juga dapat diperhatikan bahwa Realisme muncul sebagai lawan dari Idealisme. Realisme kemudian memperoleh couter dari Globalisme (varian Idealisme), dan Globalisme ini kembali dikritik oleh varian Realisme yang lain, yaitu Neorealisme. Neorealisme ini kemudian dilawan kembali oleh varian Idealisme yaitu Neoliberalisme Institusionalis, yang kembali dilawan

oleh varian Realisme Strukturalis.

(12)

Politik

Internasional

aspek “kekuatan” nasional, yang digunakan negara tersebut dalam bertindak di dalam sistem politik internasional. Penggambaran pada tulisan ini menggunakan tradisi berpikir yang ada di aliran Neorealisme ini.

Politik internasional dewasa ini ditandari berakhirnya Perang Dingin (Cold War) tahun 1990-an yang ditandari runtuhnya Uni Sovyet. Keruntuhan tersebut sekaligus menandai berakhirnya sistem politik bercorak Bipolar. Bipolar adalah struktur sistem politik internasional yang ditandai kehadiran 2 negara yang memiliki kekuatan relatif besar ketimbang negara-negara lainnya. Bipolar System sebelum 1990-an diwakili Amerika Serikat dan Uni Sovyet. Kini, sistem tersebut telah tiada dan digantikan dengan Unipolarity System.

William C. Wohlforth menulis bahwa secara meyakinkan, politik internasional kini ditandai pola Unipolarity System. Amerika Serikat kini menjadi negara superior dan menentukan oleh sebab menguasai sumber daya seperti ekonomi, militer, teknologi, dan geopolitik yang relatif jauh di atas negara-negara lainnya pasca Perang Dingin. Status Unipolar ini tetap ada meskipun negara-negara lain berkesempatan menduduki posisi sebaga “polar” (kutub) seperti Jepang, Cina, Jerman, Russia, Perancis, dan Inggris.

(13)

signifikan. Namun, sebuah negara hegemon menggunakan soft power dalam

melancarkan pengaruh ketimbang hardpower.

Soft power misalnya pengetahuan, diplomasi, teknologi, atau show of force. Penggunaan soft power akan secara simpatik membuat negara-negara lain, terutama yang berpotensi menjadi rival, menerima pengaruh si hegemon tanpa perlawanan yang “kasar” atau terang-terangan. Di sisi lain, penggunaan hard power berakibat pada tingginya social cost, yang membuat berkurangnya simpati negara lain akan aksi si hegemon. Ditinjau dari teori hegemoni ini, Amerika Serikat kelihatannya kurang secara penuh

dapat dinyatakan sebagai hegemon.

Kebangkitan Amerika Serikat duduk di posisi kunci Unipolarity System beraneka ragam. Namun, sekurang-kurangnya G. John Ickerberry menyebut

ada 5 faktor, yaitu:

1. Negara-negara yang potensial menjadi kutub baru relatif telah kehilangan landasannya. Misalnya, Russia mengalami kolaps segera setelah Perang Dingin berakhir dan kini pun, mereka pun Cuma memiliki setengan kekuatan ekonomi ukurang menengah jika dibanding negara-negara Eropa lainnya. Cina masih merupakan negara berkembang dengan sejumlah masalah politik dan ekonomi dalam negeri. Jepang telah satu dekade mengalami kemunduran ekonomi.

2. Perang Dingin menghilangkan ganjalan bipolar kekuasaan Amerika Serikat. Jika dahulu Amerika Serikat menghabiskan sumber daya untuk 2 hal: Menjalin aliansi dengan negara lain yang menyita biaya dan tenaga, dan; Uni Sovyet dulu mengetatkan pengawasan Amerika Serikat akan bahaya perang. Kini, sumber daya yang dihabiskan untuk menjalin aliansi jauh berkurang, sementara ancaman nyata Uni Sovyet telah hilang.

3. Tidak ada rival Amerika Serikat di bidang ideologi liberal. Komunisme telah runtuh dan sulit untuk kembali kuat.

4. Perang Afghanistan dan Iraq menunjukkan kekuatan militer Amerika Serikat yang besar.

5. Meski Perang Dingin berakhir, sistem klien dan hubungan keamanan dengan Eropa dan Asia Timur tetap berlanjut.

(14)

spider kekuatan militer, ekonomi, dan COW Index (index militer, ekonomi, medis, teknologi, pendidikan, dan semacamnya).

Pada masa Pax Brittanica, sistem politik internasional ditandai 6 negara dengan kekuatan militer, ekonomi, dan index COW tertinggi yaitu Britain (Inggris), Prussia (Jerman), France (Perancis), Russia, United States (Amerika Serikat), dan Austria. Inggris memiliki kekuatan ekonomi tertinggi sementara kekuatan militer dipegang oleh Russia.

(15)

Pada era Bipolaritas Akhir 1985, Uni Sovyet memiliki kekuatan militer yang lebih tinggi ketimbang Amerika Serikat, tetapi kekuatan ekonominya jauh melemah. Cina masuk ke dalam struktur kekuatan politik terbesar dunia.

Era Unipolaritas 1996-1997, sistem politik internasional ditandai 7 kekuatan dunia yaitu Amerika Serikat, Perancis, Jepang, Rusia, Cina, Inggris, dan Jerman. Seluruh kekuatan militer, ekonomi, dan indeks COW terkonsentrasi di Amerika Serikat. Namun, index COW Cina adalah yang paling mendekati Amerika Serikat ketimbang negara-negara lainnya.

Politik Luar Negeri

(16)

Terdapat 2 faktor yang harus dipertimbangkan dalam pembuatan kebijakan politik luar negari : Faktor internasional dan faktor domestik. Kedua faktor ini digunakan sebagai basis pertimbangan oleh para pembuat kebijakan politik luar negeri, yang melakukan proses pembuatan keputusan. Keputusan yang dihasilkan dapat berupa penyesuaian, program, masalah/tujuan, dan orientasi internasional.

Faktor Internasional

Faktor-faktor internasional yang diperhatikan para pembuat kebijakan luar negeri di antaranya adalah:

1. Faktor Global, berkaitan dengan perubahan sistem politik internasional yang punya dampak global dan juga negara dalam konteks pembuatan kebijakan luar negeri.

2. Faktor Regional, berkaitan dengan lembaga-lembaga regional (yang terdiri atas negara) yang punya dampak tertentu atas formasi kebijakan luar negeri suatu negara. Ini juga termasuk norma-norma yang disepakati di dalam suatu regional khusus yang harus dipertimbangkan tatkala suatu negara menentukan politik luar negerinya.

3. Hubungan Bilateral, berkaitan dengan hubungan bilateral antar aktor negara juga lembaga-lembaga tingkat global ataupun regional. Aktor-aktor tersebut dapat mempengaruhi negara suatu negara dengan menggunakan metode aliansi, perdagangan, juga ancaman ekonomi dan militer.

(17)

Faktor Domestik

Faktor-faktor domestik yang diperhatikan para pembuat kebijakan luar negeri adalah:

1. Birokrasi, birokrasi kerap diidentikan dengan kelambatan kerja dalam mengadaptasi perubahan politik luar negeri, tetapi cenderung terdapat satu kelompok di dalam birokrasi yang punya akses pada pejabat tinggi yang efektif mengusahakan perubahan kebijakan.

2. Opini Publik, opini publik menjadi penting tatkala pejabat pemerintah butuh dukungan pemilih dalam rangka menerapkan suatu kebijakan serta agar terpilih kembali.

3. Media, media berperan penting dalam dalam mensetting agenda, dan membentuk opini publik; media menyediakan informasi dari pemerintah ke publik; media dapat menjadi investigator, menyediakan informasi baru bagi pemerintah juga publik, yang dapat mempengaruhi perubahan kebijakan luar negeri.

4. Kelompok Kepentingan, kelompok kepentingan adalah kelompok yang terorganisir, yang terlibat dalam sejumlah aktivitas pengambilan keputusan pemerintah. Kelompok ini termasuk yang dibentuk warganegara, diorganisir berdasarkan isu-isu khusus, lobby-lobby bisnis, profesional, dan firma-firma hukum publik.

5. Partai Politik, partai politik yang memberikan dukungan pada pemerintah, ataupun untuk meneruskan/mengubah politik luar negeri.

Faktor-faktor domestik dan internasional ini diserap oleh para pembuat kebijakan. Sebagai manusia, para pembuat kebijakan dipengaruhi karakteristik yang melekat pada dirinya dalam memandang faktor-faktor domestik dan internasional tersebut, Karakteristik-karakteristik yang melekat tersebut adalah: Keyakinan (beliefs), motif, gaya pembuatan keputusan, gaya interpersonal, kepentingan dalam hubungan luar negeri, dan pelatihan yang pernah didapat dalam hubungan luar negeri.

(18)

untuk disetujui. Gaya pengambilan keputusan mengacu pada metode yang diambil seorang pembuat kebijakan seperti sebagaimana terbuka mereka akan informasi atau tingkat resiko yang harus diambil.

Gaya interpersonal mengacu pada bagaimana seorang pemimpin politik melakukan kesepakatan dengan para pembuat kebijakan lainnya, yang meliputi dua jenis yaitu paranoid (kecurigaan berlebihan) dan Machiavellian (perilaku yang manipulatif). Pelatihan yang diperoleh dalam hubungan luar negeri mengacu pada jumlah pengalaman yang diterima seorang pembuat kebijakan dalam konteks pembuatan kebijakan luar negeri, yang berpengaruh pada si pembuat kebijakan bertindadak serta strategi apa yang akan diambil. Kepentingan dalam hubungan luar negeri mengacu pada kepentingan yang hendak diambil seorang pembuat kebijakan luar negeri, di mana jika kepentingan tersebut kecil maka ia cenderung mendelegasikannya pada orang lain, sementara jika besar, maka ia akan melakukan pemantauan secara langsung.

Proses Pembuatan Keputusan. Proses pembuatan keputusan yang dilakukan oleh para pemimpin politik memiliki sejumlah tahap. Tahap-tahap tersebut adalah:

1. keinginan awal untuk membuat kebijakan

2. rangsangan dari lingkungan/aktor luar negeri

3. menerima beragam informasi

4. melakukan penghubungan antara masalah dengan kebijakan

5. membangun serangkaian alternatif

6. membangun konsensus yang otoritatif atat pilihan

7. menerapkan kebijakan baru

Aktor-aktor Non Negara dalam Hubungan

Internasional

(19)

Entitas-entitas selain negara-bangsa, termasuk ke dalamnya multinational corporation, organisasi non pemerintah, serta organisasi-organisasi internasional non pemerintah, yang memainkan peran tertentu di dalam politik internasional.

Magstadt lalu mengidentifikasi sejumlah aktor negara yang signifikan perannya dalam politik internasional, yang meliputi:

1. Multinational Corporation;

2. International Organizatioan (meliputi INGO dan IGO) 3. Uni Eropa

4. Perserikatan Bangsa-bangsa

5. Unconventional Nonstate Actors (meliputi organisasi teroris, dan firma-firma militer swasta)

(20)

Organisasi internasional terdiri atas dua jenis yaitu INGO (International NonGovernmental Organizations) dan IGO (International Governmental Organizations). INGO terdiri atas organisasi swasta individual maupun kelompok yang aktivitasnya melangkahi yuridiksi negara-negara dalam mencapai tujuan-tujuannya. Sementara itu IGO adalah kelompok yang terdiri atas sejumlah negara, yang pendiriannya didasarkan atas suatu perjanjian (treaties), punya struktur formal, dan saling bertemu dalam suatu pertemuan periodik. Contoh dari INGO adalah Amensty International, International Crisis Groups, World Vision, Greenpeace, atau Special Olympic (di Indonesia namanya SOIna, aktivitasnya kegiatan olahraga bagi yang mengalami tuna grahita). Contoh dari IGO sangat banyak dan ini yang kemudian populer disebut sebagai "rezim internasional" seperti IAEA, IPU, ASEAN, IMF, World Bank, ADB, juga termasuk ke dalamnya PBB.

INGO, kendati bersifat swasta (privat) memiliki daya "paksa" dalam memengaruhi tindakan suatu negara. Greenpeace contohnya, para aktivisnya memiliki keberanian yang luar biasa dalam menghalangi kapal-kapal negara adikuasa, swasta ataupun pemerintah, yang hendak melakukan pembuangan limbah baik di laut maupun darat. Amnesty International memerhatikan aspek kebebasan politik individual dan menghalangi represi pemerintah suatu negara di saat mereka menekan kalangan oposisi politiknya. Di sisi IGO, kita telah menyaksikan bagaimana IAEA menjalankan peran "mediator" dalam dugaan pengembangan senjata nuklir Iran yang dilancarkan oleh Amerika Serikat dan Israel. Kasus tersebut masih terus bergulir hingga kini. Atau, IPU sebagai serikat parlemen internasional yang mempromosikan kuota perwakilan politik perempuan bagi negara-negara yang menjadi anggotanya.

(21)

manusia. Inilah serangkaian faktor yang mempersulit Turki masuk ke dalam Uni Eropa selain tentunya masalah kekuatan ekonominya.

Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) merupakan satu bentuk IGO yang khusus. Ini akibat sejarah panjang pendiriannya serta luasnya keterlibatan negara-negara di dunia ke dalam organisasi ini. PBB mengemban "impian" stoisisme yaitu "satu pemerintahan dunia" atau "novum ordo seclorum." Kendati tentunya, secara kritis dapat diujarkan bahwa dalam gagasan satu pemerintahan dunia, dapat saja yang terjadi adalah kekuasaan satu negara atau satu oligarki negara di dalam organisasi ini atas "dunia." Negara dengan kekuatan ekonomi, militer, politik, dan teknologi besar memiliki kans untuk menjadi pengendalinya.

Organisasi teroris dan pasukan militer swasta dimasukkan oleh Magstadt ke dalam organisasi nonkonvensional dalam konteks aktor-aktor non negara. Organisasi teroris ini sama dengan MNC, yaitu beroperasi lintas negara dengan tujuan-tujuan spesifik masing-masing. Organisasi teroris ini beroperasi di banyak negara seperti Indonesia, Peru Bolivia, Spanyol, Pakistan, ataupun Amerika Serikat tanpa harus berasal dari negara-negara tersebut. Di Spanyol yang masih dilanda pertikaian etnis Catalan dan Basque, serangan-serangan teroris banyak dimaksudkan demi mempengaruhi hasil pemilu ataupun pemilihan gubernur. Di Amerika Serikat, operasi-operasi Al Qaeda ditunjukkan demi memberi peringatan kepada Amerika Serikat untuk bersikap adil dalam kebijakan-kebijakan politik luar negerinya di Timur Tengah.

Firma-firma militer swasta merupakan perkembangan baru yang cukup menyentak, kendati keberadaan "pasukan bayaran" di kisah-kisah politik masa lalu sesungguhnya cukup biasa. Untuk organisasi ini misalnya dapat disebut BlackWater Company (basis di Amerika Serikat), Military Professional Resources Incorporated (MPRJ) yang berbasis di Virginia (AS) merupakan sedikit contohnya. Firma-firma militer swasta ini bertindak sebagian besar bukan karena alasan moral, ideologi, ataupun politik melainkan karena alasan profit layaknya MNC. Blackwater misalnya, disewa oleh pemerintah transisi Amerika Serikat untuk mengamankan pendudukan mereka di Irak. Rekrutmen anggota militer swasta ini tidak semata-mata berasal dari dalam negeri Amerika Serikat sendiri melainkan bisa direkrut dari Filipina, Peru, Ekuador, untuk kemudian didatangkan ke Amerika Serikat untuk dilatih secara militer-profesional. Firma-firma militer swasta ini terbuka untuk direkrut aktor-aktor negara demi tujuan politik spesifik pihak penyewa.

---kebijakan luar negeri dibentuk berdasarkan pengaruh lingkungan domestik dan mancanegara suatu negara.

(22)

Balas Muat yang lain...

Ketik komentar anda. Pada Beri komentar sebagai pilih Name/URL jika anda tak memiliki Google Account. Lalu klik Publikasikan.

← Sistem Kepartaian dan Partai Politik Pengertian Jenis Kekuasaan Bentuk Negara dan Sistem Pemerintahan →

Langganan: Poskan Komentar (Atom)

Statistik

4,665,705

Telah Terbit

Label

 biografi politik (2)

 birokrasi dan demokrasi (12)  humaniora (3)

 komputer (26)

 metode penelitian (9)

 organisasi dan manajemen (13)  pengantar ilmu politik (12)  politika (5)

(23)

 sistem politik indonesia (10)

 sistem sosial dan budaya indonesia (14)  tentang negara (13)

Buku dan Film

 Conspirata (Robert Harris)

 Destiny Disrupted (Tamim Ansary)  Ghost Writer (Robert Harris)  Imperium (Robert Harris)  Pompeii (Robert Harris)  Taiko (Eiji Yoshikawa)

Cari Blog Ini

 Recent

 Popular

 Label

 Eropa Timur Negara-negara Bentuk dan Sistem Pemerintahan

 Eropa Utara Negara-negara Bentuk dan Sistem Pemerintahan

 Eropa Barat Negara-negara Bentuk dan Sistem Pemerintahan

 Eropa Selatan Negara-negara Bentuk dan Sistem Pemerintahan

 Asia Selatan Negara-negara Bentuk dan Sistem Pemerintahan

 Asia Tengah Negara-negara Bentuk dan Sistem Pemerintahan

(24)

 Alamat Website Tracer Study Pelacakan Lulusan Para Alumni STIA Sandikta

 Sistem Informasi Sekolah Gratis dan Lengkap yaitu JIBAS

 Konflik-konflik Horizontal di Indonesia dengan Contoh Kasus Poso dan Maluku

Followers

Sponsors

Tes Kecepatan Blog Direktori Indonesia

Translate

Powered by Translate

Contact us if you have any question or anything else

Seta Basri Menulis Terus © 2011 DheTemplate.com. Supported by Tips for Life and Blogging Tips

- Page 2

-Seta Basri Menulis Terus

tidak banyak yang bisa diceritakan

 Twitter

 Facebook

(25)

 Home

 Ilmu Politik

 Ilmu Budaya

 Metode Penelitian

 Dunia Komputer

 Buku Saya

 Organisasi Manajemen

Pengertian Jenis Kekuasaan Bentuk Negara dan Sistem

Pemerintahan

oleh: seta basri 132 komentar pengantar ilmu politik

Share:

Tweet

Pengertian jenis kekuasaan bentuk negara dan sistem pemerintahan merupakan aneka konsep pokok dalam studi ilmu politik. Dalam mempelajari ilmu politik kita kerap ‘dipusingkan’ oleh berbagai macam istilah yang satu sama lain saling berbeda. Peristilahan yang seringkali ditemukan tersebut misalnya monarki, tirani, aristokrasi, oligarki, demokrasi, mobokrasi, federasi, kesatuan, konfederasi, presidensil, dan parlementer. Bagaimana kita harus mengkategorikan masing-masing istilah tersebut?

Apa beda antara monarki dengan parlementer? Sama atau berbedakah pengertian antara tirani dengan monarki? Dalam konteks apa kita berbicara mengenai presidensil atau oligarki? ‘Pemusingan’ ini merupakan awal dari proses belajar, dan jangan kita surut, melainkan terus maju dengan membaca. Potret Indonesia

Jika kita berbicara mengenai monarki, tirani, aristokrasi, oligarki, demokrasi, dan mobokrasi, berarti kita tengah berbicara mengenai jenis-jenis kekuasaan. Jika kita berbicara mengenai federasi, kesatuan, dan konfederasi, berarti kita tengah berbicara mengenai bentuk-bentuk negara. Jika kita berbicara mengenai presidensil dan parlementer berarti kita tengah berbicara mengenai bentuk-bentuk pemerintahan.

(26)

orang untuk mempengaruhi pihak lain agar mereka menuruti keinginan atau maksud si pemberi pengaruh. Dalam hal ini, pihak pemberi pengaruh dapat berwujud mono, few, atau many.

Jika kita berbicara mengenai bentuk negara, berarti kita tengah membicarakan bagaimana sifat atau hubungan antara kekuasaan pusat saat berhadapan dengan daerah. Hubungan seperti ini disebut pula sebagai hubungan vertikal, artinya ‘pusat’ diasumsikan berada di atas ‘daerah’, dalam mana keberadaan pusat di ‘atas’ tersebut berbeda derajatnya baik di negara kesatuan, federasi, atau konfederasi.

Akhirnya, jika kita berbicara mengenai bentuk pemerintahan, berarti kita tengah berbicara mengenai kekuasaan dalam arti horizontal, khususnya seputar hubungan antara legislatif dengan eksekutif. Legislatif dan eksekutif, dalam doktrin Trias Politika adalah setara, yang satu tidak lebih berkuasa atau lebih tinggi posisinya ketimbang yang lain. Dalam hubungan horizontal inilah kita akan menemui pembicaraan mengenai presidensil atau parlementer.

Jenis-Jenis Kekuasaan

1. Monarki dan Tirani

Monarki berasal dari kata ‘monarch’ yang berarti raja, yaitu jenis kekuasaan politik di mana raja atau ratu sebagai pemegang kekuasaan dominan negara (kerajaan). Para pendukung monarki biasanya mengajukan pendapat bahwa jenis kekuasaan yang dipegang oleh satu tangan ini lebih efektif untuk menciptakan suatu stabiltas atau konsensus di dalam proses pembuatan kebijakan. Perdebatan yang bertele-tele, pendapat yang beragam, atau persaingan antarkelompok menjadi relatif terkurangi oleh sebab cuma ada satu kekuasaan yang dominan.

Negara-negara yang menerapkan jenis kekuasaan monarki hingga saat ini adalah Inggris, Swedia, Denmark, Belanda, Norwegia, Belgia, Luxemburg, Jepang, Muangthai, dan Spanyol. Di negara-negara ini, monarki menjadi instrumen pemersatu yang cukup efektif, misalnya sebagai simbol persatuan antar berbagai kelompok yang ada di tengah masyarakat. Kita perhatikan negara yang modern dan maju seperti Inggris dan Jepang pun masih menerapkan sistem monarki.

(27)

pemerintahan sehari-hari (kepala pemerintahan). Di ke-10 negara monarki yang telah disebut di atas, pihak yang relatif lebih berkuasa untuk menentukan jalannya pemerintahan adalah parlemen dengan perdana menteri sebagai kepala pemerintahannya.

Jenis monarki lainnya yang kini masih ada adalah Arab Saudi. Negara ini berupa kerajaan dan raja adalah sekaligus kepala negara dan pemerintahan. Kekuasaan raja tidak dibatasi secara konstitusional, tidak ada partai politik dan oposisi di sana. Pola kekuasaan di Arab Saudi juga dikenal sebagai dinasti (Dinasti al-Saud), di mana pewaris raja adalah keturunannya.

Bentuk pemerintahan yang buruk di dalam satu tangan adalah Tirani. Tiran-tiran kejam yang pernah muncul dalam sejarah politik dunia misalnya Kaisar Nero, Caligula, Hitler, atau Stalin. Meskipun Hitler atau Stalin memerintah di era negara modern, tetapi jenis kekuasaan yang mereka jalankan pada hakekatnya terkonsentrasi pada satu tangan, di mana keduanya sama sekali tidak mau membagi kekuasaan dengan pihak lain, dan kerap kali bersifat kejam baik terhadap rakyat sendiri maupun lawan politik.

2. Aristokrasi dan Oligarki

Dalam jenis kekuasaan monarki, raja atau ratu biasanya bergantung pada dukungan yang diberikan oleh para penasihat dan birokrat. Jika kekuasaan lebih banyak ditentukan oleh orang-orang ini (penasihat dan birokrat) maka jenis kekuasaan tidak lagi berada pada satu orang (mono) melainkan beberapa (few).

Aristokrasi sendiri merupakan pemerintahan oleh sekelompok elit (few) dalam masyarakat, di mana mereka ini mempunyai status sosial, kekayaan, dan kekuasaan politik yang besar. Ketiga hal ini dinikmati secara turun-temurun (diwariskan), menurun dari orang tua kepada anak. Jenis kekuasaan aristokrasi ini disebut pula sebagai jenis kekuasaan kaum bangsawan (aristokrasi).

Biasanya, di mana ada kelas aristokrat yang dominan secara politik, maka di sana ada pula monarki. Namun, jenis kekuasaan oleh beberapa orang ini — aristokrasi— tidak bertahan lama, oleh sebab orang-orang yang orang tuanya bukan bangsawan pun bisa duduk mempengaruhi keputusan politik negara asalkan mereka berprestasi, kaya, berpengaruh, dan cerdik. Jika kenyataan ini terjadi, yaitu peralihan dari kekuasaan para bangsawasan ke kelompok non-bangsawan, maka hal tersebut dinyatakan sebagai peralihan atau pergeseran dari aristokrasi menuju oligarki.

(28)

jenis kekuasaan monarki dengan kaum bangsawasan (aristokrat) sebagai pemberi pengaruh yang besar.

Namun, setelah Revolusi Industri mulai menunjukkan efek, yaitu berupa munculnya kelas menengah baru (pengusaha baru yang kekayaan diperoleh sendiri bukan diwariskan), maka kekuasaan kaum bangsawasan dalam mempengaruhi kekuasaan monarki mulai ‘digerogoti.’ Kelas menengah baru ini mulai menentukan jalannya kekuasaan di parlemen, dan, pengaruh kaum ‘Orang Kaya Baru’ ini dinyatakan sebagai jenis kekuasaan oligarki.

Hingga saat ini, di parlemen Inggris terdapat dua kamar yaitu House of Lords dan House of Commons. Kamar yang pertama berisikan kaum bangsawan (namanya didahului dengan Sir), sementara yang kedua banyak diisi oleh kaum kaya yang berpengaruh, meskipun mereka bukan berdarah bangsawan. House of Commons lebih menentukan jalannya parlemen Inggris ketimbang House of Lords. Dengan demikian, oligarki-lah yang lebih berkuasa di Inggris ketimbang aristokrasi pada masa kini.

3. Demokrasi dan Mobokrasi

Jika kekuasaan dipegang oleh seluruh rakyat, bukan oleh mono atau few, maka kekuasaan tersebut dinamakan demokrasi. Di dalam sejarah politik, jenis kekuasaan demokrasi yang dikenal terdiri dari dua kategori. Kategori pertama adalah demokrasi langsung (direct democracy) dan demokrasi perwakilan (representative democracy).

Demokrasi langsung berarti rakyat memerintah dirinya secara langsung, tanpa perantara. Salah satu pendukung demokrasi langsung adalah Jean Jacques Rousseau, di mana Rousseau ini mengemukakan 4 kondisi yang memungkinkan bagi dilaksanakannya demokrasi langsung yaitu:

 Jumlah warganegara harus kecil.

 Pemilikan dan kemakmuran harus dibagi secara merata (hampir merata).  Masyarakat harus homogen (sama) secara budaya.

 Terpenuhi di dalam masyarakat kecil yang bermata pencaharian pertanian.

(29)

pencaharian penduduk dunia tengah beralih dari pertanian ke industri. Masih mungkinkah demokrasi langsung dilaksanakan?

Di dalam demokrasi langsung, memang kedaulatan rakyat lebih terpelihara oleh sebab kekuasaannya tidak diwakilkan. Semua warganegara ikut terlibat di dalam proses pengambilan keputusan, tanpa ada yang tidak ikut serta. Namun, di zaman pelaksanaan demokrasi langsung sendiri, yaitu di masa negara-kota Yunani Kuno, ada beberapa kelompok masyarakat yang tidak diizinkan untuk ikut serta di dalam proses demokrasi langsung yaitu: budak, perempuan, dan orang asing.

Dengan alasan kelemahan demokrasi langsung, terutama oleh ketidakrealistisannya untuk diberlakukan dalam keadaan negara modern, maka demokrasi yang saat ini dikembangkan adalah demokrasi perwakilan. Di dalam demokrasi perwakilan, tetap rakyat yang memerintah. Namun, itu bukan berarti seluruh rakyat berbondong-bondong datang ke parlemen atau istana negara untuk memerintah atau membuat UU. Tentu tidak demikian.

Rakyat terlibat secara ‘total’ di dalam mekanisme pemilihan pejabat (utamanya anggota parlemen) lewat Pemilihan Umum periodik (misal: 4 atau 5 tahun sekali). Dengan memilih si anggota parlemen, rakyat tetap berkuasa untuk membuat UU, akan tetapi keterlibatan tersebut melalui si wakil. Wakil ini adalah orang yang mendapat delegasi wewenang dari rakyat. Di Indonesia, 1 orang wakil rakyat (anggota parlemen) kira-kira mewakili 300.000 orang pemilih.

Dengan demokrasi perwakilan, rakyat tidak terlibat secara penuh di dalam membuat UU negara. Misalnya saja, dari hampir 200 juta jiwa warganegara Indonesia, proses pemerintahan demokrasi di tingkat parlemen hanya dilakukan oleh 500 orang wakil rakyat yang duduk menjadi anggota DPR. Bandingkan kalau saja Indonesia menerapkan demokrasi langsung di mana 200 juta rakyat Indonesia duduk di parlemen. Kacau dan pasti memakan biaya mahal, bukan? Dengan kenyataan ini maka demokrasi perwakilan lebih praktis ketimbang demokrasi langsung.

(30)

4. Timokrasi

Menurut Stanley Rosen, Timokrasi adalah jenis kekuasaan yang pernah disebutkan oleh Sokrates, filosof Yunani. Timokrasi dirujuk Sokrates dalam menggambarkan rezim pemerintahan negara kota Sparta. Konsep ini mengacu pada “timocratic man”, yaitu seseorang yang gandrung akan kemenangan dan kehormatan. Timokrasi terletak di posisi tengah antara Aristokrasi dan Oligarki. Juga disebutkan Timokrasi adalah Aristokrasi yang tengah mengalami kemerosotan ke arah jenis kekuasaan Oligarki.

Jika Aristokrasi adalah jenis pemerintahan ideal, penuh keberanian dan kehormatan dalam pemerintahan. Namun, tatkala keberanian dan kehormatan dari kekuasaan di tangan beberapa orang atau kelompok ini (aristokrasi) mulai diwarnai motivasi kesejahteraan pribadi atau kelompok, maka dimulaikan Timokrasi. Timokrasi bukan Oligarki, oleh sebab di dalam Timokrasi, menurut Sokrates, masih meniru Aristokrasi. Barulah, tatkala karena --biasanya-- kelompok-kelompok massa tersebut punya senjata atau massa besar, mereka memerintah memanfaatkan rasa takut. Amerika Serikat tahun 1930-an hampir masuk ke dalam kategori ini, di mana keluarga-keluarga mafia mengendalikan negara secara ilegal dan inkonstitusional.

6. Plutokrasi

Plutokrasi adalah jenis kekuasaan di mana negara “disetir” oleh orang-orang kaya. Plutokrasi ini mirip dengan Oligarki. Namun, Plutokrasi terjadi tatkala tercipta suatu kondisi ekstrim ketimpangan antara “kaya” dan “miskin” di dalam suatu negara. Plutokrat (penguasa dalam Plutokrasi) tidak hanya menguasai sumber ekonomi dan politik, melainkan juga sumber-sumber militer (pasukan, senjata, teknologi). Dalam kondisi seperti ini, Plutokrat biasanya, secara de facto, lebih berkuasa ketimbang pemerintah resmi.

7. Kleptokrasi

(31)

tingkat tinggi yang secara sistematis menggunakan posisinya untuk mengalirkan dana publik ke dalam kantong-kantong pribadinya. Semakin massal tindak korupsi oleh para pejabat publik, maka semakin mendekati suatu negara menganut jenis pemerintahan Kleptokrasi.

Bentuk-Bentuk Negara

Bentuk-bentuk negara yang dikenal hingga saat ini terdiri dari tiga bentuk yaitu Konfederasi, Kesatuan, dan Federal. Meskipun demikian, bentuk negara Konfederasi kiranya jarang diterapkan di dalam bentuk-bentuk negara pada masa kini. Namun, untuk keperluan analisis, baiklah di dalam materi kuliah ini dicantumkan pula masalah Konfederasi minimal untuk lebih meluaskan wawasan kita mengenai bentuk-bentuk negara yang ada.

1. Negara Konfederasi

Bagi L. Oppenheim, “konfederasi terdiri dari beberapa negara yang berdaulat penuh yang untuk mempertahankan kedaulatan ekstern (ke luar) dan intern (ke dalam) bersatu atas dasar perjanjian internasional yang diakui dengan menyelenggarakan beberapa alat perlengkapan tersendiri yang mempunyai kekuasaan tertentu terhadap negara anggota Konfederasi, tetapi tidak terhadap warganegara anggota Konfederasi itu.”

Menurut kepada definisi yang diberikan oleh L. Oppenheim di atas, maka Konfederasi adalah negara yang terdiri dari persatuan beberapa negara yang berdaulat. Persatuan tersebut diantaranya dilakukan demi mempertahankan kedaulatan dari negara-negara yang masuk ke dalam Konfederasi tersebut. Pada tahun 1963, Malaysia dan Singapura pernah membangun suatu Konfederasi, yang salah satunya dimaksudkan untuk mengantisipasi politik luar negeri yang agresif dari Indonesia di masa pemerintahan Sukarno. Malaysia dan Singapura mendirikan Konfederasi lebih karena alasan pertahanan masing-masing negara.

Dalam Konfederasi, aturan-aturan yang ada di dalamnya hanya berefek kepada masing-masing pemerintah (misal: pemerintah Malaysia dan Singapura), dengan tidak mempengaruhi warganegara (individu warganegara) Malaysia dan Singapura. Meskipun terikat dalam perjanjian, pemerintah Malaysia dan Singapura tetap berdaulat dan berdiri sendiri tanpa intervensi satu negara terhadap negara lainnya di dalam Konfederasi.

(32)

Garis putus-putus yang melambangkan ‘rantai komando’ dari Konfederasi menuju Pemerintah Negara A, B, dan C, dimaksudkan guna menunjukkan hirarki yang kurang tegas antara kedua ‘negara’ tersebut (tanpa petunjuk panah plus garis putus-putus). Dapat dilihat misalnya, garis ‘komando’ hanya beranjak dari Konfederasi menuju pemerintah negara A, B, dan C, tetapi tidak pada warganegara di ketiga negara.

Garis ‘komando’ langsung terhadap warganegara di masing-masing negara dilakukan oleh pemerintah masing-masing. Kesediaan pemerintah ketiga negara berdaulat untuk bergabung ke dalam konfederasi lebih disebabkan oleh motivasi sukarela ketimbang kewajiban. Pengaruh Konfederasi terhadap ketiga negara berdaulat (A, B, dan C) hanya bersifat kecil saja. Mengenai ‘lingkaran’ yang melingkupi masing-masing pemerintah dan negara bagaian mengindikasikan kedaulatan yang tetap ada di masing-masing negara anggota Konfederasi.

2. Kesatuan

Negara Kesatuan adalah negara yang pemerintah pusat atau nasional memegang kedudukan tertinggi, dan memiliki kekuasaan penuh dalam pemerintahan sehari-hari. Tidak ada bidang kegiatan pemerintah yang diserahkan konstitusi kepada satuan-satuan pemerintahan yang lebih kecil (dalam hal ini, daerah atau provinsi).

Dalam negara Kesatuan, pemerintah pusat (nasional) bisa melimpahkan banyak tugas (melimpahkan wewenang) kepada kota-kota, kabupaten-kabupaten, atau satuan-satuan pemerintahan lokal. Namun, pelimpahan wewenang ini hanya diatur oleh undang-undang yang dibuat parlemen pusat (di Indonesia DPR-RI), bukan diatur di dalam konstitusi (di Indonesia UUD 1945), di mana pelimpahan wewenang tersebut bisa saja ditarik sewaktu-waktu.

(33)

tangan pemerintah pusat dan dengan demikian, baik kedaulatan ke dalam maupun kedaulatan ke luar berada pada pemerintah pusat.

Miriam Budiardjo menulis bahwa yang menjadi hakekat negara Kesatuan adalah kedaulatannya tidak terbagi dan tidak dibatasi, di mana hal tersebut dijamin di dalam konstitusi. Meskipun daerah diberi kewenangan untuk mengatur sendiri wilayahnya, tetapi itu bukan berarti pemerintah daerah itu berdaulat, sebab pengawasan dan kekuasaan tertinggi tetap berada di tangan pemerintah pusat. Pemerintah pusat-lah sesungguhnya yang mengatur kehidupan setiap penduduk daerah.

Keuntungan negara Kesatuan adalah adanya keseragaman Undang-Undang, karena aturan yang menyangkut ‘nasib’ daerah secara keseluruhan hanya dibuat oleh parlemen pusat. Namun, negara Kesatuan bisa tertimpa beban berat oleh sebab adanya perhatian ekstra pemerintah pusat terhadap masalah-masalah yang muncul di daerah.

Penanganan setiap masalah yang muncul di daerah kemungkinan akan lama diselesaikan oleh sebab harus menunggu instruksi dari pusat terlebih dahulu. Bentuk negara Kesatuan juga tidak cocok bagi negara yang jumlah penduduknya besar, heterogenitas (keberagaman) budaya tinggi, dan yang wilayahnya terpecah ke dalam pulau-pulau. Untuk lebih memperjelas masalah negara Kesatuan ini, baiklah kami buat skema berikut:

Ada sebagian kewenangan yang didelegasikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, yang dengan kewenangan tersebut pemerintah daerah mengatur penduduk yang ada di dalam wilayahnya. Namun, pengaturan pemerintah daerah terhadap penduduk di wilayahnya lebih bersifat ‘instruksi dari pusat’ ketimbang improvisasi dan inovasi pemerintah daerah itu sendiri.

Dalam negara Kesatuan, pemerintah pusat secara langsung mengatur masing-masing penduduk yang ada di setiap daerah. Misalnya, pemerintah pusat berwenang menarik pajak dari penduduk daerah, mengatur kepolisian daerah, mengatur badan pengadilan, membuat kurikulum pendidikan yang bersifat nasional, merelay stasiun televisi dan radio pemerintah ke seluruh daerah, dan bahkan menunjuk gubernur kepala daerah.

(34)

Negara Federasi ditandai adanya pemisahan kekuasaan negara antara pemerintahan nasional dengan unsur-unsur kesatuannya (negara bagian, provinsi, republik, kawasan, atau wilayah). Pembagian kekuasaan ini dicantumkan ke dalam konstitusi (undang-undang dasar). Sistem pemerintahan Federasi sangat cocok untuk negara-negara yang memiliki kawasan geografis luas, keragaman budaya daerah tinggi, dan ketimpangan ekonomi cukup tajam.

Apakah ada perbedaan antara Konfederasi dengan Federasi ? Ya, ada! Negara-negara yang menjadi anggota suatu Konfederasi tetap merdeka sepenuhnya atau berdaulat, sedangkan negara-negara yang tergabung ke dalam suatu Federasi kehilangan kedaulatannya, oleh sebab kedaulatan ini hanya ada di tangan pemerintahan Federasi.

Di Amerika Serikat, terdapat 50 negara bagian semisal Alabama, New Hampshire, New Mexico, Maine, Utah, Wisconsin, South Dakota, Wyoming, West Virginia, Nevada, New Jersey, Florida, Hawaii, Alaska, New Mexico, California, Kansas, Phoenix, Nebraska, Pennsylvania, atau Texas. Negara-negara bagian ini tidaklah berdaulat sendiri-sendiri melainkan kedaulatan tersebut hanya ada di tangan pemerintah Federasi yang dikenal sebagai United States of America (Amerika Serikat) dengan ibukotanya di Washington D.C. (District Columbia) itu!

Bagaimana selanjutnya, adakah perbedaan antara negara Federasi dengan negara Kesatuan ? Ya, juga ada! Negara-negara bagian suatu Federasi memiliki wewenang untuk membentuk undang-undang dasar sendiri serta pula wewenang untuk mengatur bentuk organisasi sendiri dalam batas-batas konstitusi federal, sedangkan di dalam negara Kesatuan, organisasi pemerintah daerah secara garis besar telah ditetapkan oleh undang-undang dari pusat.

(35)

Di dalam negara Federasi, kedaulatan hanya milik pemerintah Federal, bukan milik negara-negara bagian. Namun, wewenang negara-negara bagian untuk mengatur penduduk di wilayahnya lebih besar ketimbang pemerintah daerah di negara Kesatuan.

Wewenang negara bagian di negara Federasi telah tercantum secara rinci di dalam konstitusi federal, misalnya mengadakan pengadilan sendiri, memiliki undang-undang dasar sendiri, memiliki kurikulum pendidikan sendiri, mengusahakan kepolisian negara bagian sendiri, bahkan melakukan perdagangan langsung dengan negara luar seperti pernah dilakukan pemerintah Indonesia dengan negara bagian Georgia di Amerika Serikat di masa Orde Baru.

Kendatipun negara bagian memiliki wewenang konstitusi yang lebih besar ketimbang negara Kesatuan, kedaulatan tetap berada di tangan pemerintah Federal yaitu dengan monopoli hak untuk mengatur Angkatan Bersenjata, mencetak mata uang, dan melakukan politik luar negeri (hubungan diplomatik). Kedaulatan ke dalam dan ke luar di dalam negara Federasi tetap menjadi hak pemerintah Federal bukan negara-negara bagian.

Korelasi Demografis dengan Bentuk Negara dan Pemerintahan

(36)

Dari tabel di atas dapat kita sama-sama lihat bahwa negara-negara dengan luas wilayah besar (di atas 1 juta kilometer persegi), biasanya memilih bentuk negara Federasi, kecuali Indonesia, Mesir, dan Bolivia.

Namun, antara Indonesia, Mesir dan Bolivia terdapat sejumlah perbedaan. Indonesia terpecah ke dalam pulau-pulau di mana penduduk di masing-masing pulau tersebut memiliki budaya yang saling berbeda. Sementara Mesir dan Bolivia seluruh wilayahnya berada di daratan. Jumlah penduduk Bolivia dan Mesir pun jauh berada di bawah jumlah penduduk Indonesia.

Anda pun dapat menganalisis berdasarkan tabel di atas khususnya sehubungan dengan masalah keragaman budaya di masing-masing negara dengan pemilihan bentuk negara (Federasi atau Kesatuan). Di Indonesia sendiri, Provinsi Nangroe Aceh Darussalam telah diberi hak untuk menerapkan sistem hukum sendiri (syariat Islam), tetapi tetap tidak diperbolehkan memiliki angkatan perang, mata uang, dan melakukan politik luar negeri sendiri. Apakah Indonesia tengah berjalan menuju bentuk negara Federasi atau tidak? Bagaimana argumentasi Anda?

Bentuk Pemerintahan

Pemerintahan tidak sekedar menyangkut pihak eksekutif, melainkan juga eksekutif. Dalam pembicaraan mengenai bentuk pemerintahan, kita sekaligus menelaah hubungan antara badan eksekutif dengan legislatif. Pembicaraan ini juga menyangkut bagaimana proses perekrutan anggota eksekutif dan legislatif di suatu negara.

Dua bentuk pemerintahan yang paling luas digunakan negara-negara di dunia adalah Parlementer dan Presidensil. Kedua bentuk tersebut memiliki mekanisme perekrutan yang berbeda satu dengan lainnnya.

1. Bentuk Pemerintahan Parlementer

Dalam sistem Parlementer, warganegara tidak memilih kepala negara secara langsung. Mereka memilih anggota-anggota dewan perwakilan rakyat, yang diorganisasi ke dalam satu atau lebih partai politik. Umumnya, sistem Parlementer mengindikasikan hubungan kelembagaan yang erat antara eksekutif dan legislatif.

(37)

Dalam bentuk pemerintahan parlementer, pemilu hanya diadakan satu macam yaitu untuk memilih anggota parlemen. Lewat mekanisme pemilihan umum, warganegara memilih wakil-wakil mereka untuk duduk di parlemen. Wakil-wakil yang mereka pilih tersebut merupakan anggota dari partai-partai politik yang ikut serta di dalam pemilihan umum.

Jika sebuah partai memenangkan suara secara mayoritas (misalnya 51% suara pemilih), maka secara otomatis, ketua partai tersebut menjadi perdana menteri. Selanjutnya, tugas yang harus dilakukan si perdana menteri ini adalah membentuk kabinet, di mana anggota-anggota kabinet diajukan oleh para anggota parlemen terpilih, sehingga anggota kabinet dapat berasal baik dari partainya sendiri maupun partai saingannya yang punya jumlah suara signifikan. Menteri-menteri inilah yang nantinya mengarahkan atau mengepalai kementerian-kementerian yang dibentuk.

Jika pemilu tidak menghasilkan jumlah suara mayoritas (misalnya 30% hingga 50%), maka partai-partai harus berkoalisi untuk kemudian memilih siapa perdana menterinya. Biasanya, partai dengan jumlah suara paling besar-lah yang ketua partainya menjadi perdana menteri di dalam koalisi (kabinet koalisi). Susunan kabinet pun, dengan koalisi ini, tidak bisa dimonopoli oleh satu partai saja, layaknya ketika pemilu menghasilkan suara mayoritas 51%. Masing-masing partai yang berkoalisi biasanya menuntut ‘jatah’ menteri sesuai dengan jumlah suara yang mereka hasilkan dalam pemilu. Untuk selanjutnya, perdana menteri (beserta kabinetnya) bertanggung jawab kepada parlemen sebagai representasi rakyat hasil pemilihan umum.

Dalam bentuk parlementer, perdana menteri menjadi kepala pemerintahan sekaligus pemimpin partai. Dalam sistem parlementer, partai yang menang dan masuk ke dalam kabinet menjadi ‘pemerintah’ sementara yang tetap berada di dalam parlemen menjadi ‘oposisi.’

(38)

‘yang dipercepat’ atau pemilihan perdana menteri baru. Sistem ‘kabinet bayangan’ ini berlangsung efektif di Inggris di mana ‘kabinet bayangan’ tersebut bekerja layaknya kabinet pemerintah dan … digaji pula.

Matthew Soberg Shugart menyatakan bahwa, bentuk pemerintahan parlementer murni adalah sebagai berikut:

Executive authority, consisting of a prime minister and cabinet, arises out of the legislative assembly;

The executive is at all times subject to potential dismissal via a vote of “no confidence” by a majority of the legislative assembly.

Shugart menekankan bahwa hubungan antara legislatif dan eksekutif dalam parlementer bersifat hirarkis. Dalam poin 1, otoritas eksekutif terdiri atas perdana menteri dan kabinet. Keduanya lahir dari parlemen (legislatif). Karena keduanya lahir dari parlemen, maka baik perdana menteri ataupun anggota kabinet merupakan sasaran potensial bagi “mosi tidak percaya” yang disuarakan oleh parlemen. Mudahnya, posisi perdana menteri dan para menterinya amat bergantung pada kepercayaan politik yang diberikan para anggota parlemen. Sebab itu, secara hirarkis, posisi perdana menteri dan anggota kabinet ada di bawah parlemen atau, eksekutif berada di bawah legislatif.

Shugart juga menambahkan bahwa sistem pemerintahan Parlementer punya 2 varian, yaitu : (1) Parlementer Mayoritas dan (2) Parlementer Namun, pasca Bagehot muncul keadaan di mana konsentrasi kekuasaan ada di tangan kepemimpinan partai mayoritas (partai itu sendiri) ketimbang kepemimpinan partai di dalam parlemen. Kondisi lain yang juga mengemuka, pimpinan partai yang duduk di dalam kabinet semakin beroleh otonomi yang lebih besar dan cenderung “lepas” dari sokongan politik mereka di parlemen. Ini misalnya terjadi di Inggris atau negara yang menganut demokrasi Westminster.

(39)

menghentikannya. Parlementer Transaksional ini bersifat hirarkis dalam rangka hubungan legislatif – eksekutif-nya.

2. Bentuk Pemerintahan Presidensil

Presidensil cenderung memisahkan kepala eksekutif dari dewan perwakilan rakyat. Sangat sedikit media tempat di mana eksekutif dan legislatif dapat saling bertanya satu sama lain. Untuk lebih jelasnya, mari kita lihat skema presidensil di bawah ini :

Dalam sistem presidensil, pemilu diadakan dua macam. Pertama untuk memilih anggota parlemen dan kedua untuk memilih presiden. Presiden inilah yang dengan hak prerogatifnya menunjuk pembantu-pembantunya, yaitu menteri-menteri di dalam kabinet. Pola penunjukkan menteri oleh presiden ini efektif di dalam sistem dua partai, di mana dengan dua partai yang bersaing tersebut, pasti salah satu partai akan menang secara mayoritas. Di dalam sistem banyak partai, penunjukkan menteri oleh presiden juga dapat efektif jika salah satu partai menang secara 51%.

Di Indonesia yang bersistemkan presidensil, mekanisme penunjukkan anggota kabinet efektif di masa pemerintahanan Soeharto. Namun, di masa reformasi, pemenang pemilu, misalnya PDI-P, hanya mengantongi sekitar 35% suara, dan itu tidaklah mayoritas, sehingga di dalam menunjuk menteri-menteri Megawati harus mempertimbangkan pendapat dari partai-partai lain, apalagi yang punya suara cukup besar seperti Golkar, PPP, PAN, dan PKB.

(40)

mana jika si perdana menteri dianggap tidak bertanggung jawab, parlemen, terutama partai-partai oposisi, dapat mengajukan mosi tidak percaya kepada perdana menteri yang jika didukung oleh 51% suara parlemen, si perdana menteri tersebut beserta kabinetnya terpaksa harus mengundurkan diri— dalam sistem presidensil, hal seperti ini sulit untuk dilakukan mengingat yang memilih si presiden bukanlah parlemen melainkan rakyat secara langsung.

Matthew Soberg Shugart menyatakan, bentuk murni dari presidensil adalah sebagai berikut:

 Eksekutif dikepalai oleh presiden yang dipilih rakyat secara langsung dan ia merupakan “kepala eksekutif.”

 Posisi eksekutif dan legislatif didefinisikan secara jelas dan keduanya tidak saling bergantung.

 Presiden memilih dan mengarahkan kabinet dan punya sejumlah kewenangan pembuatan legislasi yang diatur secara konstitusional.

Bagi Shugart, posisi hubungan eksekutif dan legislatif adalah transaksional. Keduanya independen satu sama lain karena dipilih rakyat lewat dua pemilu berbeda. Posisi legislatif tidak lebih tinggi ketimbang eksekutif dan demikian pula sebaliknya. Namun, eksekutif dan legislatif terlibat dalam hubungan pertukaran (transaksional) seputar keputusan-keputusan atau kebijakan-kebijakan politik bergantung permasalahan yang mengemuka.

Varian bentuk sistem Presidensil terjadi bergantung kebutuhan presiden dalam melakukan transaksi dengan legislatif. Kebutuhan tersebut utamanya dalam hal presiden mengimplementasikan kebijakan.

Kala parlemen terdiri atas partai mayoritas, baik itu partai-nya presiden atau bukan, pasti terdapat kapasitas institusional untuk tawar-menawar dengan presiden seputar kepentingan partai mayoritas tersebut. Dalam konteks ini, presiden mungkin tidak membutuhkan kabinet yang merefleksikan transaksi eksekutif-legislatif. Legislatif dan eksekutif yang otonomi tercipta.

Referensi

Dokumen terkait

sesuatu yang berkaitan dengan uraian tugas yang telah ditetapkan. - Tanggung

Secara amnya, jika dilihat purata min bagi setiap bahagian seperti dalam jadual 7, dapat digambarkan bahawa persepsi pelajar terhadap aktiviti kokurikulum berada dalam

proses pemipilan, penyempurnaan dalam pegolahan dimana selama perebusan kadar air dalam buah akan berkurang karena proses penguapan dan dengan berkurangnya

[r]

Adapun prinsip kerja dari hall effect sensor adalah : (a) Magnet yang berada pada kabel yang berarus di deteksi menggunakan bagian IC yang peka terhadap magnet.(b) Magnet

Usahakan berkomunikasi dan bergaul dengan peserta lain selama program karena dengan berbagi cerita bisa belajar dari peserta lain dan membentuk pertemanan yang solid sehingga

Perancangan power supply dalam sistem ini harus sesuai dengan kebutuhan arus dan tegangan yang sesuai dengan spesifikasi komponen – komponen utama yang merupakan

Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan yang bertujuan mengetahui efek dan menentukan dosis ekstrak etanol daun sendok terhadap penurunan kadar darah pada tikus