BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sejarah Kelapa Sawit
Tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis Jack) berasal dari Nigeria, Afrika Barat.
Meskipun demikian, ada yang menyatakan bahwa kelapa sawit berasal dari
Amerika Selatan yaitu Brazil karena ditemukan spesies kelapa sawit dihutan
Brazil dibandingkan dengan Afrika. Pada kenyataannya tanaman kelapa sawit
hidup subur diluar daerah asalnya, seperti Malaysia, Indonesia, Thailand, dan
Papua Nugini bahkan mampu memberikan hasil produksi per hektar yang lebih
tinggi.
Bagi Indonesia, tanaman kelapa sawit memiliki arti penting bagi
pembangunan perkebunan nasional. Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di
Indonesia oleh pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1848. Ketika itu ada
empat batang bibit kelapa sawit yang dibawa dari Mauritius dan Amsterdam dan
ditanam di Kebun Raya Bogor. Tanaman kelapa sawit mulai diusahakan dan
dibudidayakan secara komersial pada tahun 1911. Perkebunan kelapa sawit
pertama berlokasi di Pantai Timur Sumatera (Deli) dan Aceh. Di Indonesia mulai
mengekspor minyak sawit pada tahun 1919 sebesar 576 ton ke negara- negara
Eropa, kemudian tahun 1923 mulai mengekspor minyak inti sawit sebesar 850 ton
2.1.1 Varietas Kelapa Sawit
Ada beberapa varietas tanaman kelapa sawit yang telah dikenal. Varietas- varietas
itu dapat dibedakan berdasarkan tebal tempurung dan daging buah, atau
berdasarkan warna kulit buahnya.
Tabel 2.1. varietas kelapa sawit berdasarkan tebal tempurung dan daging buah
Tipe buah Bentuk buah
Dura Tempurung (cangkang)
tebal,kandungan minyak dalam buah rendah
Pisifera Tempurung sangat tipis, kandungan
minyak dalam buah tinggi
Tenera Persilangan dura dan tenera. Tenera
bertempurung tipis namun kandungan minyak tinggi
(Risza, S. 1994).
Tabel 2.2 varietas kelapa sawit berdasarkan warna kulit buahnya
Varietas Warna kulit buah (setelah masak)
Nigrescens Merah kehitaman
Varescens Merah terang
Albescens Hitam
( Ketaren, 1986).
2.1.2 Fraksi Tandan Buah Segar (TBS)
Ada beberapa tingkatan atau fraksi dari TBS yang dipanen. Fraksi-fraksi TBS
tersebut sangat mempengaruhi mutu panen, termasuk kualitas minyak yang
derajat kematangan yang baik adalah jika tandan-tandan yang dipanen berada
pada fraksi 1, 2, dan 3.
Tabel 2.3 Beberapa Tingkat Fraksi TBS
Fraksi Jumlah berondolan Tingkat kematangan
00 tidak ada, buah berwarna hitam Sangat mentah
0 1-12,5% buah luar membrondol Mentah
1 12,5-25% buah luar membrondol Kurang matang
2 25-50% buah luar membrondol Matang I
3 50-75% buah luar membrondol Matang II
4 75-100% buah luar membrondol Lewat matang I
5 Buah luar juga membrondol,ada buah yang busuk
Lewat matang II
(Fauzi, 2002).
2.2 Proses Pengolahan Kelapa Sawit
Proses pengolahan TBS (Tandan Buah Segar) kelapa sawit umumnya terdiri dari beberapa stasiun yaitu:
1. Stasiun penerima buah (fruit reception)
Sebelum diolah dalam pabrik kelapa sawit, tandan buah segar (TBS) yang berasal dari kebun pertama kali diterima distasiun penerimaan buah untuk ditimbang dijembatan timbang (weight bridge) dan ditampung sementara dipenampungan buah (loading ramp).
2. Stasiun perebusan (sterilizer)
proses pemipilan, penyempurnaan dalam pegolahan dimana selama perebusan kadar air dalam buah akan berkurang karena proses penguapan dan dengan berkurangnya air susunan daging buah akan berubah yang akan memberikan efek positif yaitu mempermudah pengambilan minyak selama proses pengempaan dan mempermudah pemisahan minyak dari zat non lemak (non-oil solid).
3. Stasiun pemipilan (stripper)
Tandan buah segar (TBS) juga lori yang telah direbus akan dikirim kebagian pemipilan dan dituangkan ke alat pemipil (thresser) dengan bantuan transfer carriage. Proses pemipilan terjadi akibat tromol berputar pada sumbu mendatar yang membawa tandan buah segar ikut berputar sehingga membanting-banting tandan buah segar (TBS) tersebut dan menyebabkan brondolan lepas dari tandannya. Pada bagian dalam dari pemipil, dipasang batang-batang besi perantara sehingga membentuk kisi-kisi yang memungkinkan brondolan keluar dari pemipil. Brondolan yang keluar dari bagian bawah pemipil dan ditampung oleh sebuah screw conveyor untuk dikirim kebagian digesting dan pressing.
4. Stasiun pencacahan (digester) dan pengempaan (presser)
Brondolan yang telah terpipil dari stasiun pemipilan diangkut kebagian pengadukan/ pencacahan (digester). Alat yang digunakan untuk pengadukan/ pencacahan berupa sebuah tangki vertikal yang dilengkapi dengan lengan-lengan pencacah dibagian dalamnya. Lengan-lengan pencacah ini diputar oleh motor listrik yang dipasang dibagian atas dari alat pencacah (digester). Putaran lengan-lengan pengaduk berkisar 25-26 rpm. Tujuan utama dari proses digesting yaitu mempersiapkan daging buah untuk pengempaan (pressing) sehingga minyak dengan mudah dapat dipisahkan dari daging buah dengan kerugian yang sekecil-kecilnya.
5. Stasiun pemurnian (clarifier)
pembersihan/pemurnian minyak kasar yaitu agar diperoleh minyak dengan kualitas sebaik mungkin dan dapat dipasarkan dengan harga yang layak.
Minyak kasar yang diperoleh dari hasil pengempaan dialirkan menuju saringan getar (vibrating screen) untuk disaring agar kotoran yang berupa serabut kasar tersebut dialirkan ketangki penampungan minyak kasar (crude oil tank). Minyak kasar yang terkumpul di crude oil tank (COT) dipanaskan hingga mencapai temperatur 95-100˚ C. Menaikkan temperature minyak kasar sangat penting artinya, yaitu untuk memperbesar perbedaan berat jenis (BJ) antara minyak, air, dan sludge, sehingga sangat membantu dalam proses pengendapan. Selanjutnya minyak dari COT dikirim ketangki pengendap (continous settling tank/ clarifier tank).
Di clarifier tank, minyak kasar terpisah menjadi minyak dan sludge karena proses pengendapan. Minyak dari clarifier tank selanjutnya dikirim ke oil tank, sedangkan sludge akan dikirim ke sludge tank. Sludge merupakan fasa campuran yang masih mengandung minyak. Di pabrik kelapa sawit (PKS), sludge diolah untuk dikutip kembali untuk mengambil minyak yang masih terkandung didalamnya (Pahan, 2006).
6. Pengeringan dan penimbunan Minyak kelapa sawit terdiri dari 2 tahap yaitu:
a. Pengeringan minyak sawit
Kadar air dalam minyak setelah pemurnian masih terlalu tinggi untuk mencegah
peningkatan kadar ALB karena hidrolisis. Untuk mendapat kadar air yang
diinginkan (0,08 %) minyak masih harus dikeringkan. Untuk ini sebaiknya
dipakai pengering vakum pada suhu relatif rendah, agar minyak tidak teroksidasi pada waktu pengeringan pada suhu tinggi. Minyak yang masuk pada suhu 80˚ C
b. Penimbunan minyak sawit
Minyak dan inti sawit hasil pemurnian tidak selamanya dapat langsung dikirim
untuk dipasarkan. Untuk sementara waktu masih perlu ditimbun dipabrik.
Persyaratan penimbunan yang baik adalah :
1. Kebersihan tangki dijaga, khususnya terhadap kotoran dan air
2. Jangan mencampur minyak berkadar ALB tinggi atau minyak kotor
dengan minyak berkadar ALB rendah atau bersih atau kering
3. Membersihkan tangki dan memeriksa pipa-pipa uap pemanas, tutup
tangki, alat-alat pengukur dan lain-lain setiap ada kesempatan
4. Memelihara suhu sekitar 40˚ C
5. Pipa pemasukan minyak harus terbenam ujungnya dibawah permukaan
minyak
6. Melapisi dinding tangki dengan dammar epoksi (hanya untuk minyak
sawit bermutu tinggi) ( Mangoensoekarjo, 2003 ).
Suhu minyak pada waktu pemuatan kedalam tangki angkut adalah
50-55˚C. untuk menjaga suhu, disarankan tangki memiliki sistem pengatur suhu (thermostat) yang dapat menjaga fluktuasi suhu sebesar 1˚ C serta pencatatan suhu (recorder).
Prosedur pencucian tangki penyimpanan minyak kelapa sawit adalah
sebagai berikut:
1. Dinding tangki dan pipa pemanas dibersihkan dengan menggunakan alat
sikat secara manual
3. Tangki dikeringkan dengan udara tekan
4. Apabila masih belum bersih, tangki dapat dicuci dengan larutan detergen
panas yang diikuti dengan pembilasan menggunakan air panas dan air
dingin ( Naibaho, 1998 ).
2.3 Minyak dan Lemak
Minyak dan lemak tidak berbeda dalam bentuk umum trigliseridanya, tetapi hanya
berbeda dalam bentuk (wujud). Perbedaan ini didasarkan pada perbedaan titik
lelehnya. Pada suhu kamar lemak berwujud padat, sedangkan minyak berwujud
cair. Titik leleh minyak dan lemak tergantung pada strukturnya, biasanya
meningkat dengan bertambahnya jumlah atom karbon. Banyaknya ikatan rangkap
atom karbon juga berpengaruh. Dimana semaikin banyak ikatan rangkap atom
karbon maka lemak akan semakin cair didalam suhu kamar. Trigliserida yang
kaya akan lemak tak jenuh, seperti asam oleat dan linoleat, biasanya berwujud cair
sedangkan trigliserida yang kaya akan lemak jenuh seperti asam stearat dan
palmitat, biasanya adalah berwujud padat. Semua jenis lemak tersusun oleh
asam-asam lemak yang terikat oleh gliserol.
Trigliserida alami ialah triester dari asam lemak berantai panjang dan
gliserol merupakan penyusun utama lemak hewan dan nabati. Trigliserida
termasuk lipid sederhana dan juga merupakan bentuk cadangan lemak dalam
tubuh manusia (Tambun, 2006).
Asam karboksilat yang diperoleh dari hidrolisis suatu lemak atau minyak,
tak bercabang. Lemak dan minyak sering kali dibuat nama sebagai derivat
asam-asam lemak ini. Misalnya tristearat dari gliserol diberi nama tristearin, dan
tripalmitat dari gliserol disebut tripalmitin. Minyak dan lemak dapat juga diberi
nama dengan cara yang biasa dipakai untuk penamaan suatu ester sebagai contoh,
gliseril tristearat dan gliseril tripalmitat.
CH2O2C(CH2)16CH3 CH2OH
CHO2C(CH2)16CH3 + 3 H2O CHOH + 3 CH3(CH2)16CO2H
CH2O2C(CH2)16CH3 CH2OH
Tristearin gliserol asam stearat
(gliserol tristearat)
Rantai hidrokarbon dalam suatu asam lemak dapat bersifat jenuh atau
dapat pula mengandung ikatan- ikatan rangkap. Konfigurasi disekitar ikatan
rangkap apa saja dalam asam lemak alamiah adalah cis, suatu konfigurasi yang
menyebabkan titik leleh minyak itu rendah. Asam lemak jenuh membentuk rantai
zig-zag yang cocok satu sama lain sehingga gaya tarik van der waalsnya tinggi,
oleh karena itu lemak-lemak jenuh berbentuk padat. Jika beberapa ikatan rangkap
cis terdapat dalam rantai dan molekul itu tidak dapat membentuk kisi yang rapi,
tetapi cenderung untuk melingkar, trigliserida tak jenuh ganda maka cenderung
berbentuk minyak (Fessenden, 1986).
Asam lemak adalah asam organik yang mempunyai struktur sebagai
berikut:
O
R -- C -- OH
Dimana R adalah rantai karbon yang jenuh atau yang tidak jenuh yang terdiri atas
4 sampai 24 buah atom karbon. Rantai karbon yang jenuh ialah rantai karbon yang
tidak mengandung ikatan rangkap, sedangkan yang mengandung ikatan rangkap
disebut rantai karbon tidak jenuh. Pada umumnya asam lemak mempunyai jumlah
atom karbon genap. Makin panjang rantai karbon, makin tinggi titik lebur dari
asam lemak. Apabila dibandingkan dengan asam lemak jenuh, asam lemak tidak
jenuh mempunyai titik lebur lebih rendah. Asam lemak adalah asam lemah.
Apabila dapat larut dalam air. Kelarutan asam lemak dalam air berkurang dengan
bertambah panjangnya rantai karbon (Poedjiadi, 1994).
2.4. Sumber-sumber minyak dan lemak
Lemak dan minyak yang dapat dimakan (edible fat) dihasilkan oleh alam, yang
dapat bersumber dari bahan nabati atau hewani. Dalam tanaman atau hewan,
minyak dan lemak tersebut berfungsi sebagai cadangan energi. Minyak dan lemak
dapat diklasifikasikan berdasarkan sumbernya yaitu yang bersumber dari tanaman
misalnya minyak kelapa sawit, minyak jagung, minyak kacang, minyak biji kapas,
minyak zaitun, minyak kelapa, minyak bunga matahari dan sebagainya.
Sedangkan yang bersumber dari hewani misalnya minyak sapi, minyak ikan
2.4.1 Minyak Kelapa Sawit
Sebagai minyak atau lemak, minyak sawit adalah suatu trigliserida, yaitu senyawa
gliserol dengan asam lemak. Sesuai dengan bentuk bangun rantai asam lemaknya,
minyak sawit termasuk golongan minyak asam oleat-linoleat. Minyak sawit berwarna merah jinggan karena kandungan karotenoida (terutama β- karotena),
berkonsistensi setengah padat pada suhu kamar (terkonsistensi dan titik lebur
banyak ditentukan oleh kadar ALB-nya), dan dalam keadaan segar dan kadar
asam lemak bebas yang rendah, bau dan rasanya cukup enak
(Mangoensoekarjo, 2003).
Asam lemak minyak sawit dihasilkan dari proses hidrolisis, baik secara
kimiawi maupun enzimatik. Proses hidrolisis menggunakan enzim lipase dari
jamur Aspergillus niger dinilai lebih menghemat energi karena dapat berlangsung
pada suhu 10 - 25˚ C. selain itu, proses ini juga dapat dilakukan pada fase padat. Namun, hidrolisis enzimatik mempunyai kekurangan pada kelambatan prosesnya
yang berlangsung 2-3 hari. Asam lemak yang dihasilkan dihidrogenasi, lalu
didestilasi, dan selanjutnya difraksinasi sehingga menghasilkan asam-asam lemak
murni. Asam- asam lemak tersebut digunakan sebagai bahan untuk detergen,
Tabel 2.4 Komposisi asam lemak minyak sawit dan Inti sawit
asam palmitat C16:0 (jenuh) dan asam oleat C18:1 (tidak jenuh). Minyak kelapa
sawit adalah minyak nabati semi padat. Hal ini karena minyak sawit mengandung
sejumlah besar asam lemak tidak jenuh dengan atom karbon lebih dari C8. Warna
minyak ditentuksn oleh adanya pigmen yang dikandung. Minyak sawit berwarna
kuning karena kandungan beta karoten yang merupakan bahan vitamin A
(Pahan, 2006).
2.5 Mutu Minyak Kelapa Sawit
Akhir-akhir ini minyak sawit berperan cukup penting dalam perdagangan dunia.
Berbagai industri, baik pangan maupun non pangan, banyak yang
Didalam perdagangan kelapa sawit, istilah mutu sebenarnya dapat
dibedakan menjadi dua arti. Yang pertama adalah mutu minyak sawit dalam arti
benar-benar murni dan tidak tercampur dengan minyak nabati lain. Mutu minyak
sawit dalam arti yang pertama dapat ditentukan dengan menilai sifat-sifat
fisiknya, antara lain titik lebur, angka penyabunan, dan bilangan yodium.
Sedangkan yang kedua, yaitu mutu minyak sawit dilihat dalam arti penilaian
menurut ukuran. Dalam hal ini syarat mutunya diukur berdasarkan spesifikasi
standart mutu internasional, yang meliputi kadar asam lemak bebas (ALB, FFA),
air, kotoran, logam besi, logam tembaga, peroksida, dan ukuran pemucatan.
Dalam dunia perdagangan, mutu minyak sawit dalam arti yang kedua lebih
penting.
Industri pangan maupun nonpangan selalu menghendaki minyak sawit
dalam mutu yang terbaik, yaitu minyak sawit yang dalam keadaan segar, asli,
murni dan tidak tercampur bahan tambahan lain seperti kotoran, air, logam-logam
(dari alat-alat selama pemrosesan), dan lain-lain. Adanya bahan-bahan yang tidak
semestinya terikut dalam minyak sawit ini akan menurunkan mutu dan harga
jualnya (Tim penulis,1997).
Warna minyak kelapa sawit sangat dipengaruhi oleh kandungan karoten
dalam minyak tersebut. Karoten dikenal sebagai sumber vitamin A, pada
umumnya terdapat pada tumbuhan yang berwarna hijau dan kuning termasuk
kelapa sawit, tetapi para konsumen tidak menyukainya. Oleh karena itu para
produsen berusaha untuk menghilangkannya dengan berbagai cara. Salah satu
Mutu minyak kelapa sawit juga dipengaruhi oleh kadar asam lemak
bebasnya, karena jika kadar asam lemak bebasnya mtinggi, maka akan timbul bau
tengik disamping juga dapat merusak peralatan karena mengakibatkan timbulnya
korosi (Tambun, 2006).
2.5.1 Faktor yang mempengaruhi mutu minyak sawit
Rendahnya mutu minyak sawit sangat ditentukan oleh banyak faktor. Berikut ini
akan dikemukakan beberapa hal yang secara langsung berkaitan dengan
penurunan mutu minyak sawit dan sekaligus cara pencegahannya, serta standar
mutu minyak sawit yang dikehendaki pasar.
a. Asam Lemak Bebas (free fatty acid)
Asam lemak bebas dalam konsentrasi tinggi yang terikut dalam minyak sawit
sangat merugikan. Tingginya asam lemak bebas ini mengakibatkan rendemen
minyak turun. Untuk itulah perlu dilakukan usaha pencegahan terbentuknya asam
lemak bebas dalam minyak sawit.
Kenaikan kadar ALB ditentukan mulai dari saat tandan dipanen sampai
tandan diolah dipabrik. Kenaikan ALB ini disebabkan adanya reaksi hidrolisa
pada minyak. Hasil reaksi hidrolisa minyak sawit adalah gliserol dan ALB. Reaksi
ini akan dipercepat dengan adanya faktor-faktor panas, air, keasaman, dan katalis
(enzim). Semakin lama reaksi ini berlangsung, maka semakin banyak kadar ALB
O
CH2 -- O –C-- R CH2 -- OH
O O
panas, air
CH -- O-- C-- R CH -- OH + R -- C -- OH
O
CH2 --O-- C-- R CH2 -- OH
Minyak sawit Gliserol ALB
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan peningkatan kadar ALB yang
relatif tinggi dalam minyak sawit antara lain :
1. Pemanenan buah sawit yang tidak tepat waktu
2. Keterlambatan dalam pengumpulan dan pengambilan buah
3. Penumpukan buah yang terlalu lama, dan
4. Proses hidrolisa selama pemrosesan di pabrik
b. Kadar zat menguap dan kotoran
Meskipun kadar ALB dalam minyak sawit kecil, tetapi hal itu belum menjamin
mutu minyak sawit. Kemantapan minyak sawit harus dijaga dengan cara
membuang kotoran dan zat menguap. Hal ini dilakukan dengan peralatan
pemurnian modern.
c. Kadar logam
Beberapa jenis bahan logam yang dapat terikut dalam minyak sawit antara lain
besi, tembaga, dan kuningan. Logam-logam tersebut biasanya berasal dari
dilakukan untuk menghindari terikutnya kotoran yang berasal dari pengelupasan
alat-alat dan pipa adalah mengusahakan alat-alat dari stainless steel.
Mutu dan kualitas minyak sawit yang mengandung logam-logam tersebut
akan turun. Sebab dalam kondisi tertentu, logam-logam itu dapat menjadi
katalisator yang menstimulir reaksi oksidasi minyak sawit. Reaksi ini dapat
dimonitor dengan melihat perubahan warna minyak sawit yang semakin gelap dan
akhirnya menyebabkan ketengikan.
d. Bilangan peroksida
Proses oksidasi yang distimulir oleh logam jika berlangsung dengan intensif akan
mengakibatkan ketengikan dan perubahan warna (menjadi semakin gelap).
Keadaan ini jelas sangat merugikan sebab mutu minyak sawit menjadi menurun.
Angka oksidasi dihitung berdasarkan angka peroksida. Sebagai standar
umum dipakai angka 10 meq (milligram equivalent), tetapi ada yang memakai
standar lebih ketat lagi yaitu 6 meq. Diatas angka tersebut mutu barang jadi yang
dihasilkan dapat dipastikan kurang baik.
e. Pemucatan
Minyak sawit mempunyai warna kuning oranye sehingga jika digunakan sebagai
bahan baku untuk pangan perlu dilakukan pemucatan. Pemucatan ini
dimaksudkan untuk mendapatkan warna minyak sawit yang lebih memikat dan
sesuai dengan kebutuhannya. Keintensifan pemucatan minyak sawit sangat
ditentukan oleh kualitas minyak sawit yang bersangkutan. Semakin jelek
sawit yang bermutu baik akan mengurangi biaya pemucatan pada pabrik
konsumen.
Berdasarkan standar mutu minyak sawit untuk pemucatan dengan alat
lovibond dapat diketahui dosis bahan-bahan pemucatan yang dibutuhkan, biaya,
serta randemen hasil akhir yang akan diperoleh. Untuk standar mutu didasarkan
pada warna merah 3,5 dan warna kuning 35 (Tim penulis, 1997).
2.6 Standart Mutu Minyak Kelapa Sawit
Karakteristik Minyak sawit Keterangan
Asam Lemak Bebas 5 % Maksimal
Kadar kotoran 0.,5 % Maksimal
Kadar zat menguap 0,5 % Maksimal
Bilangan peroksida 6 meq Maksimal
Bilangan iodine 44-58 mg/gr -
Kadar logam (Fe, Cu) 10 ppm -
Lovibond 3-4 R -
Kadar minyak - Minimal
Kontaminasi - Maksimal
Kadar pecah - Maksimal