• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRUKTUR PEMENTASAN DAN NILAI BUDAYA TRADISI LISAN BAPANDUNG (STAGING STRUCTURE AND CULTURAL VALUES OF THE ORAL TRADITION OF BAPANDUNG)

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "STRUKTUR PEMENTASAN DAN NILAI BUDAYA TRADISI LISAN BAPANDUNG (STAGING STRUCTURE AND CULTURAL VALUES OF THE ORAL TRADITION OF BAPANDUNG)"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

STRUKTUR PEMENTASAN DAN NILAI BUDAYA TRADISI LISAN BAPANDUNG

(STAGING STRUCTURE AND CULTURAL VALUES OF THE ORAL TRADITION OF BAPANDUNG)

M. Maulana Fajariyanto SMK Darussalam Martapura

Jalan Tanjung Rema, Martapura, Kalimantan Selatan e-mail: maulanafajar11394@gmail.com

Abstract

Staging Structure And Cultural Values Of The Oral Tradition Of Bapandung. The purpose of this study is to describe the structure of the performance of bapandung and to describe the cultural values rooted in society that reflect the dignity and quality of human life. This research is a qualitative research with descriptive research type. Data collection techniques used in this study were observation techniques and interview techniques. The data analysis technique used is data reduction, data display, and conclusion. The results of this study indicate that staging structure of the oral tradition of bapandung consists of , namely: Premise, Character, Plot (protasis, epitasio, catastasis, and catastrophe). The cultural values of the oral tradition of bapandung, include: (1) Human relationship with God; (2) Human relations with nature; (3) Human relations with the community; (4) Human relations with humans; and (5) Human relations with oneself.

Keywords: Staging Structure, Cultural Values, Oral Tradition, Folk Thetatre, Bapandung.

Abstrak

Struktur Pementasan dan Nilai Budaya Tradisi Lisan Bapandung. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan struktur pementasan pertunjukan bapandung serta mendeskripsikan nilai-nilai budaya yang berakar dari masyarakat yang mencerminkan harkat dan kualitas hidup manusianya.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik observasi dan teknik wawancara. Teknik analisis data yang digunakan adalah reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa struktur pementasan tradisi lisan bapandung terdiri atas 3, yaitu:

premise, character, plot (protasis, epitasio, catastasis, dan catastrophe). Nilai budaya tradisi lisan bapandung antara lain: (1) Hubungan Manusia dengan Tuhan; (2) Hubungan manusia dengan alam; (3) Hubungan manusia dengan masyarakat; (4) Hubungan manusia dengan manusia; dan (5) Hubungan manusia dengan diri sendiri.

Kata-kata Kunci: Struktur Pementasan, Nilai Budaya, Tradisi Lisan, Teater Rakyat, Bapandung

PENDAHULUAN

Warisan budaya merupakan bagian dari kekayaan bangsa Indonesia yang harus dijaga dan dilestarikan karena memuat ciri khas budaya serta cikal bakal budaya yang terdapat kaidah Indonesia. Tradisi lisan bukan hanya sebuah bagian dari budaya akan tetapi sebuah ciri khas yang memiliki nilai dan rumit untuk diukur. Seni teater tradisional yang berasal dari Kalimantan Selatan ialah mamanda, japin carita, wayang gong, dan lain-lain. Suatu kebiasaan rakyat Banjar kalau mereka berkumpul misalnya makan, istirahat, malam pengantin, masing- masing mengeluarkan cerita humor. Kebiasaan tersebut adalah kebiasaan dari zaman dahulu yang mereka sebut bapandung (Abdussukur, 2016). Bapandung merupakan salah satu seni teater tradisional di Kalimantan Selatan yang hampir punah.

(2)

Jurnal Bahasa, Sastra, dan Pembelajarannya | 30 Bapandung memiliki pola penggarapan artistik berupa monolog tradisional yakni cerita yang dimainkan oleh satu orang. Gaya ungkapannya adalah berdialog, mengisahkan, bernyanyi-nyani dan beberapa kesempatan menari. Nyanyian dan tarian yang dibawakan tukang pandung adalah yang sudah populer dikalangan masyarakat, misalnya lagu Tirik, Japin, nasib dan lain-lain. Bahasa yang digunakan dalam pertunjukan bapandung adalah bahasa Banjar. Bentuk pentas sebuah pertunjukan bapandung adalah setengah lingkaran (tapal kuda), biasanya mengambil tempat di halaman atau beranda. Setting yang dihadirkan berupa sebuah meja atau bangku dan sebagainya.

Sebuah pertunjukan memiliki sebuah unsur-unsur dramatik yang mendukung pertunjukan itu agar berjalan dengan baik. Gambaran sebuah dramatik plot menurut Aristoteles pada pementasan drama klasik dan modern. Dramatik plot tersebut terbagi menjadi empat bagian. Pertama, menjelaskan pengenalan dan penggambaran tokoh dan karakter. Kedua, menjelaskan awal mula konflik antartokoh dan konflik batin diri sendiri tokoh yang bersangkutan. Ketiga, menjelaskan puncak dari sebuah adegan. Mulai terdapat alur cerita yang memuncak (rising action). Keempat, menjelaskan mengenai penyelesaian.

Penyelesaian bisa diakhiri dengan duka cita (tragedi), suka cita (komedi), dan diakhiri dengan pertnyaan(?) (Harymawan dalam Suroso, 2015). Alur cerita bisa saja lurus (linier) ataupun berurutan. Peristiwa dapat dimulai dari awal cerita sampai penyelesaian diakhir cerita atau bisa sebaliknya flashback. Peristiwa terjadi terlebih dahulu kemudian dipaparkan adegan berikutnya mengapa peristiwa itu terjadi. Hal tersebut diperkuat dengan tahapan alur yang berisi adegan-adegan. Beberapa adegan terhimpun dalam satu babak. Masing-masing tahapan alur dapat menjadi suatu babak. Satu alur naskah, dari awal sampai akhir, bisa terdiri dari lima babak, yaitu satu babak dalam tahap Protasis (permulaan), satu babak dalam tahap Despacito, saru babak dalam Catastasis (klimaks), dan satu babak dalam tahap Catastrophe (penutup) (Aristoteles dalam Suhariyadi, 2000).

Bapandung yang merupakan tradisi lisan yang menuangkan sebuah cerita rakyat dalam suatu pertunjukan teater tradisional, berfungsi sebagai apresiasi sastra dalam bentuk teater tutur tradisional. Secara implisit, sastra lama yang memiliki tradisi tersebut memaparkan dan mengandung unsur-unsur budaya setempat. Unsur kebudayaan yang terdapat pada sastra lama mewujudkan representasi manusia dan kebudayaan zaman dahulu yang tidak pernah dialami. Kita tahu bagaimana saat itu mereka hidup, apa pekerjaan sehari-hari mereka, bagaimana yang mereka rasakan dan apa sikap hidup mereka. Bapandung memberi pengajaran tak langsung tentang nilai-nilai budaya setempat pada masa tertentu. Kalimat yang dituturkan oleh pamandungan mengandung beberapa nilai yang terdapat petunjuk yang dicerminkan dalam tuturan, tindakan, dan tingkah laku yang tampak ketika pamandungan menampilkan sebuah pementasan bapandung. Nilai itu membuat sebuah pewarisan kebudayaan dengan cara turun-temurun saat pementasan bapandung. Oleh karena itu, nilai budaya merupakan nilai dominan yang terkandung dalam bapandung. Nilai budaya sangat erat kaitannya dengan sebuah tradisi lisan tradisional sehingga susah untuk digantikan dengan nilai budaya manapun.

Sistem nilai budaya menggambarkan kedudukan tertinggi dan tidak berwujud dalam adat-istiadat. Hal tersebut dikarenakan nilai budaya merupakan sebuah rancangan tentang hal yang besar dalam bermasyarakat mengenai suatu anggapan yang memiliki nilai, berharga, dan berguna pada kehidupan sehingga difungsikan sebagai suatu petunjuk agar memberikan kehidupan yang terarah dan terorientasi pada masyarakat (Koentjaraningrat, 1983). Sebuah nilai budaya tidak hanya sesuatu yang kongkrit sehingga konsep tentang nilai budaya itu tertuang dibenak manusia itu sendiri dan diharapkan memberi petunjuk dalam hidup.

(3)

Penelitian mengenai “Bentuk dan Struktur Pertunjukan Teater Dulmuluk dalam Lakon Zainal Abidinsyah di Palembang”, menerangkan bahwa Teater Dulmuluk memiliki sifat-sifat yang baru dalam segi bentuk (form) dan fungsi (function), Pemain atau tokoh dalam pementasan Teater Dulmuluk memiliki perubahan di dalam pementasan yang ditampilkan, Struktur yang pertama yaitu; (1) kisoh atau bekisoh, (2) bermas merupakan salam pembuka, (3) adegan demi adegan, (4) bermas penutup. Fungsi pertunjukan Teater Dulmuluk pada masyarakat Palembang terdapat dua fungsi yaitu; fungsi manifest dan fungsi laten (fungsi tampak dan fungsi terselubung) (Dhony, 2014).

Penelitian mengenai “Struktur dan Tekstur Drama Kabale Und Liebe Karya Friedrich Schiller”, menerangkan bahwa struktur drama Kabale und Liebe terdiri dari plot, karakter dan tema. Tekstur drama Kabale und Liebe terdiri dari monolog, mood, dan spectacle(Hidayatulloh, 2010).

Penelitian mengenai “Nilai Budaya dalam Tradisi Lisan Pernikahan Adat Dayak Maanyan di Kalimantan Tengah”, menerangkan bahwa pelaksanaan prosesi perkawinan adat Dayak Maanyan terbagi atas 3 tahapan, antara lain: 1) Natas Banjang, 2) I Wurung Ju, 3) I Gunung Pirak, 4) Pemenuhan Hukum Adat, dan 5) Turus Tajak,. Nilai budaya yang terkandung dalam prosesi perkawinan adat Dayak Maanyan adalah (1) Nilai budaya tentang hubungan atara manusia dengan Tuhan; (2) Nilai budaya tentang hubungan antara manusia dengan alam, (3) Nilai budaya tentang hubungan antara manusia dengan masyarakat; (4) Nilai buday tentang hubungan antara manusia dengan manusia/ orang lain; (5) Nilai budaya tentang hubungan antara manusia dengan diri sendiri (Puji, 2018).

Penelitian mengenai “Nilai-Nilai yang Terkandung dalam Tradisi Lisan Biduk Sayak Masyarakat Desa Jernih”, menerangkan bahwa nilai budaya dikelompokkan ke dalam lima pola hubungan, yaitu: (1) nilai budaya dalam hubungan manusia dengan Tuhan; (2) nilai budaya dalam hubungan manusia dengan alam; (3) nilai budaya dalam hubungan manusia dengan masyarakat; (4) nilai budaya dalam hubungan manusia dengan orang lain atau sesamanya; (5) nilai budaya dalam hubungan manusia dengan dirinya sendiri (Suryani et al., 2019).

Penelitian mengenai “Struktur dan Nilai Budaya Batak Toba dalam tradisi Lisan Huta Silahisabungan” menerangkan bahwa dalam tradisi lisan Huta silahisabungan terdapat nilai- nilai budaya Batak Toba. Masing-masing nilai budaya tersebut adalah nilai kekerabatan, religi, konflik, hasangapon, hagabeon, hamoraon, hukum dan pengayoman (Sigalingging, 2015).

Penelitian mengenai “Nilai Budaya Banjar dalam Naskah Mamanda” menerangkan bahwa unsur budaya yang terkandung dalam naskah mamanda yaitu: (1) Unsur budaya Banjar yang berhubungan dengan religi (2) Unsur budaya Banjar yang berhubungan dengan tata kelakuan di lingkungan keluarga dan masyarakat Banjar (3) Unsur budaya Banjar yang berhubungan dengan bahasa (Wulandari, 2016).

Bapandung merupakan sebuah produk masa lalu yang berawal dari cerita rakyat yang tak pernah luntur oleh zaman, kemajuan ilmu pengetahuan, dan kemajuan teknologi karena cerita rakyat suatu kebutuhan manusia dan potensi berbahasa dengan cara tradisi lisan.

Bapandung sebagai sarana hiburan dan sekaligus pendidikan. Sebagai seni tradisi yang memiliki fungsi tunggal, yaitu fungsi hiburan. Bapandung harus dipertunjukan di tempat terbuka, di halaman yang luas atau tanah lapang. Bapandung juga berperan sebagai media pendidikan, kritik sosial, penerangan agama, penerangan umum, serta media komunikasi antara pemerintah dengan masyarakat (Abdussukur, 2016). Sejalan dengan pendapat tersebut, dalam teater tutur bapandung sebagai karya seni merupakan satu kesatuan yang utuh antara

(4)

Jurnal Bahasa, Sastra, dan Pembelajarannya | 32 manusia (pemeran) bagian keseluruhan tubuhnya sebagai alat atau media utamanya sebagian atau keseluruhan unsur pengggunanya, Muslim dalam (Saefuddin, 2019).

Fungsi-fungsi kesenian tradisi bapandung memang tidak langgeng lagi karena zaman telah berubah, era globalisasi dimana masyarakat global yang industrial menumbuhkan seni pertunjukan pop dan kontemporer, maka seni tradisi menjadi kehilangan pamor, sekarat dan menunggu perawatan agar dapat bangun (Tim Penyusun, 2001). Penelitian terhadap struktur pementasan dan nilai budaya dalam tradisi lisan bapandung perlu dilakukan berdasarkan beberapa alasan. Pertama, tradisi lisan tradisional bapandung masih dipertontonkan sampai dengan saat ini. Pengelolaan cerita yang menarik, berkomunikasi dengan bahasa masa kini, teknik pemeranan yang mutakhir dan penunjang yang dapat serasi menyerasikan. Namun, alih generasi bapandung kurang diminati oleh kalangan generasi muda. Kedua, tradisi lisan tradisional bapandung terkandung nilai budaya yang masih relevan bagi kehidupan saat ini.

Nilai-nilai budaya tersebut berakar dari masyarakat yang mencerminkan harkat dan kualitas hidup manusianya. Ketiga, bapandung juga memiliki struktur pementasan yang terstruktur.

Oleh sebab itu, penelitian ini difokuskan pada struktur pementasan tradisi lisan bapandung dan nilai budaya dalam tradisi lisan tradisional bapandung.

METODE

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan sebuah pendekatan yang mengutarakan kondisi sosial khusus dengan menjabarkan realita secara benar, terbentuk dari kata-kata berdasar pada teknik analisis data yang signifikan, didapat dari kondisi alami (Moleong, 2017). Data tersebut berupa hasil wawancara, observasi, dokumentasi (kumpulan video), dan sumber dari arsip. Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data berupa observasi, teknik wawancara, dan mentranskrip tuturan dari video yang dilihat. Penelitian ini menggunakan teknik analisis data berupa reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan (Miles dan Huberman dalam Sugiyono, 2014).

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Struktur pementasan tradisi lisan bapandung 1) Premise (Tema)

Premise dalam naskah bapandung yang berjudul Galau Akan Menjadi Tajau adalah Berkehidupan di dunia janganlah berprilaku serakah.

2) Character (Karakter)

Karakter dalam naskah bapandung yang berjudul Galau Akan Menjadi Tajau yaitu: Jamran Tahir, Nilam Sari, Siti Zuleha.

a) Jamran Tahir

1. Usianya sekitar 50 tahun

2. Tingkat kehidupan termasuk kaya 3. Humoris

b) Nilam Sari

1. Usianya sekitar 35 tahun

2. Tingkat kehidupan termasuk menengah kebawah 3. Optimis

c) Siti Zuleha

1. Usianya sekitar 20 tahun

2. Tingkat kehidupan menengah kebawah 3. Percaya diri

(5)

3) Plot (Alur) a) Protasis

“Di kampung Indah Marista ngarannya, siapa yang kada tahu lawan unda. Makhluk nang paling panyugihnya. Jamran Tahir. Tapi ingat akan, Jamran Tahir itu lamunnya manyambat tolong banar “R” nya jangan ditinggal. Manusia nang paling sugih. Saking sugihnya bayangakan pian. Bila beelang ke rumah ulun. Di muka rumah itu munnya pagar beton biasa sudah. Dari muara pagar beton itu menuju ke lawang masuk, itu harus naik ojek. Tulak baisukan sampai kamarian, bayangakan pian. Buka lawang ada kamar tamu. Bila pian handak bakamih atau handak BAB.

Itu mulai kamar tamu menuju WC itu, harus 3 hari kita badahulu. Kalau mulai pagar menuju lawang, tulak baisukan sampai kamarian. Tapi mulai kamar tamu menuju WC, itu kira-kira mulai Banjar menuju ke Kotabaru lah kira-kira.

Bayangakan, lamun sudah handak hanyar manuju. Bayangakan, saking ganalnya.”

Kutipan di atas mengungkapkan tentang pengenalan tempat dan tokoh yang digambarkan oleh aktor. Dalam kutipan tersebut diungkapkan aktor memperkenalkan tempat yang bernama kampung Indah marista dan memperkenalkan tokoh Jamran Tahir.

b) Epitasio

“Karamput. Ulun ni lagi galau. Lagi galau. Jaka galau Banjar nyaman langay. Mun galau bujur apa? Tapi nasib lah, percaya-percaya kada-kada. Jamran Tahir tu sama lawan pamandungan aslinya ngitu umur 50 tahun. Umur kaya 15 tahun ja lagi yakada. Imbah nang ngaran umur kada babau. Bisa nang anum badahulu bisa. Atau ulun tadudi pada nang anum bisa. Tarnyata nyaman jadi urang kaini pada urang gagah. Nang gagah balum tantu payu, ulun na na na. Terlepas apa maksudnya babinian akur lawan ulun. Amun umur 30 tahun, inya umur 16 tahun ulun kapling.

Paling bungas paling cantik muha inya waktu itu. Nang lain banyak gagah sugih pada ulun. Ditolak. Soalnya wayah dalam parut sudah ulun lamar. Baisi anak saling bungasan, cuma bini ulun lawan anak ulun ni aneh banar. Handak banar ditampuh akan bartaan. Baju sama. Salawar sama. Jilbab sama. Bedanya sebuting aja. Bini ulun katuju lawan boneka, anak ulun katuju lawan lipas. Kaitu aja. Cuma sakit hatinya baisi bini anum lawan anak anum ni bila bajalan batiga. Jakanya tu nah uy jar kaluarga harmonis lah, kamanaan maarak itu jar. Ini kada, kai kamana pian mambawa cucu jar”.

Kutipan di atas mengungkapkan tentang penjabaran karakter tokoh yang digambarkan oleh aktor. Dalam kutipan tersebut diungkapkan aktor yang menggambarkan karakter tokoh Jamran Tahir. Karakter Jamran Tahir merupakan seorang laki-laki berumur kurang lebih 50 tahun, berperawakan tidak berlebihan, tidak terlalu kaya, mempunyai seorang istri dan seorang anak.

c) Catastasis

“Hari ini sepuluh hari sudah lewat masa idah, artinya 101 hari sudah Aa meninggalkan sebuah arti penting, maaf kaka lah ulun ni manusia biasa yang bisa merasa haus, lapar, kepanasan bisa kedinginanan yang terakhir tadi ulun kada tahan ka ai. Apalagi wahini musim ngalih banar ditangguh. Ada urang melamar ulun kaai, urangnya bungas pada pian, sugih pada pian, gagah pada pian lawan anum, 15 tahun bedanya lawan ulun. Mun wahini ulun 35 tahun inya 20 tahun ibarat gumbili masih hapuk.”

(6)

Jurnal Bahasa, Sastra, dan Pembelajarannya | 34 Kutipan di atas mengungkapkan tentang penjabaran cerita yang mencerminkan karakter Siti Zuleha yang berbicara secara serius dengan ibunya yang bersisi tentang bagaimana hidup seorang diri ketika ditinggalkan oleh seorang suami.

d) Catastrophe

“Hari ini sepuluh hari sudah lewat masa idah, artinya 101 hari sudah Aa meninggalkan sebuah arti penting, maaf kaka lah ulun ni manusia biasa yang bisa merasa haus, lapar, kepanasan bisa kedinginanan yang terakhir tadi ulun kada tahan ka ai. Apalagi wahini musim ngalih banar ditangguh. Ada urang melamar ulun kaai, urangnya bungas pada pian, sugih pada pian, gagah pada pian lawan anum, 15 tahun bedanya lawan ulun. Mun wahini ulun 35 tahun inya 20 tahun ibarat gumbili masih hapuk.”

Kutipan di atas mengungkapkan tentang penjabaran cerita yang mencerminkan karakter Siti Zuleha yang berbicara secara serius dengan ibunya yang bersisi tentang bagaimana hidup seorang diri ketika ditinggalkan oleh seorang suami.

2. Nilai budaya tradisi lisan bapandung a. Hubungan manusia dengan Tuhan

Nilai budaya yang terdapat dalam naskah bapandung dalam hubungan manusia dengan tuhan meliputi: ingat kepada Tuhan, percaya kepada Tuhan, berilmu agama, dan bersyukur.

1. Ingat kepada Tuhan

Ingat kepada Tuhan merupakan upaya seseorang dalam memperbesar rasa berterima kasih kepada Allah. Kutipan naskah bapandung yang berjudul Galau Akan Menjelma Menjadi Tajau yang mengandung nilai budaya tentang hubungan manusia dengan Tuhan mengenai ingat kepada Tuhan adalah:

Rajaki, umur, jodoh kada bebau, nang bebau pakasam.

“Inalilillahi wa inna ilaihi roji’un telah berpulang ke rahmatullah umur 50 lewat sebulan, meninggal akibat karena memicik jerawat Aslan di muka rumah tarus ka pinggir jalan, di hantam oleh trak.”

Kutipan “Inalilillahi wa inna ilaihi roji’un telah berpulang ke rahmatullah…”

di atas mengungkapkan penjabaran tentang tujuan orang mengingat kepada Allah swt terhadap kematian.

2. Percaya kepada Tuhan

Percaya kepada Tuhan merupakan upaya seseorang dalam memperbesar keimanannya dalam menjalani kehidupan. Kutipan naskah bapandung yang berjudul Ketika Cinta Belum Bertasbih yang mengandung nilai budaya tentang hubungan manusia dengan Tuhan mengenai percaya kepada Tuhan adalah:

“Masang tasbih gasan tanaga dalam. Tasbih itu artinya, Midah ay mambuntii kahidupan. Jangan tasbih itu mangatek sudah ay sudah ay 33x, itu lain.”

Kutipan “…Tasbih itu artinya, Midah ay mambuntii kahidupan…” di atas mengungkapkan penjabaran tentang tujuan seseorang yang percaya kepada Allah swt terhadap perjalanan hidup.

3. Berilmu agama

Berilmu agama merupakan keadaan seseorang dalam menjalani kehidupan mengetahui sesuatu hal yang baik dan yang tidak baik. Naskah bapandung yang berjudul Ketika Cinta Belum Bertasbih yang mengandung nilai budaya tentang hubungan manusia dengan Tuhan mengenai berilmu agama adalah:

(7)

Paribahasa barat nang kada layak ditiru, apalah arti sebuah nama itu menyesatkan. Nama itu sudah tercatat di yaumul mahfudz. Siapa nang manyangka itu bukan halnya, kada lapas pada banyu wudhu.

Kutipan “…kada lapas pada banyu wudhu…” di atas mengungkapkan penjabaran tentang tujuan seseorang yang mengerti tentang tata cara membersihkan diri dari hadas kecil.

4. Bersyukur

Bersyukur merupakan tindakan berterimakasih kepada Allah swt atas dikabulkan atau diberikan sesuatu. Naskah bapandung yang berjudul Kisah Burung Darakuku Lawan Tikus yang mengandung nilai budaya tentang hubungan manusia dengan Tuhan mengenai bersyukur adalah:

Jadi garing umanya tikus. Pada waktu garing itu bahajat… ku apabila sudah ampih kaina garingku ini. Aku baniat bakajian dibulan tarang. Jadi lawas-lawas ampih garing si Tikus tadi

Kutipan “Pada waktu garing itu bahajat… ku apabila sudah ampih kaina garingku ini. Aku baniat bakajian dibulan tarang. Jadi lawas-lawas ampih garing si Tikus tadi” di atas mengungkapkan penjabaran tentang tentang keinginan (hajat) seseorang ketika diberi kesembuhan oleh Tuhan.

b. Hubungan manusia dengan alam

Nilai budaya yang terdapat dalam naskah bapandung dalam hubungan manusia dengan alam sekitarnya meliputi: cinta tanah air.

1. Cinta Tanah Air

Cinta tanah air merupakan seseorang mencintai tanah kelahirannya. Naskah bapandung yang berjudul Palidangan mengandung nilai budaya tentang hubungan manusia dengan alam sekitarnya mengenai cinta tanah air adalah:

Sudah terlalu sering kami berteriak, protes.

Bahkan maju ke ranah hukum.

Kami adalah orang-orang pribumi.

Tapi mereka, orang-orang berdasi itu tetap tidak perduli.

Mereka terus saja mengeruk isi bumi dan mengunyahnya tanpa perduli kepada orang-orang yang perduli.

Seperti kami orang-orang pribumi.

Palidangan, tempat yang lapang.

Palidangan, tempat yang lapang itu sekarang mungkin akan menjadi kenangan.

Oh palidangan, tempat yang lapang itu sekarang akan menjadi kenangan.

Oh palidangan.

Kita pertahankan putih yang diawal bengkok diakhir harus putih kembali lurus.

Kutipan “Mereka terus saja mengeruk isi bumi dan mengunyahnya tanpa perduli kepada orang-orang yang perduli” di atas mengungkapkan penjabaran tentang kesetiaan, kepedulian dan harapan seseorang terhadap tanah airnya (negaranya).

c. Hubungan manusia dengan masyarakat

Nilai budaya yang terdapat dalam naskah bapandung dalam hubungan manusia dengan masyarakat meliputi: silaturahmi, musyawarah, nasionalis, adat istiadat.

1. Silaturahmi

(8)

Jurnal Bahasa, Sastra, dan Pembelajarannya | 36 Silaturahmi merupakan kegiatan masyarakat dalam mempererat kekerabatan dan persaudaraan. Naskah bapandung yang berjudul Kisah Burung Darakuku Lawan Tikus mengandung nilai budaya mengenai silaturahmi adalah:

Sasudah talu hari lawasnya garing. Pangantin mulai sigar. Kabalujuran di subalah rumah ada urang aruh manyaruani Pangantin lawan (basama) mintuhanya.

“Pakacil kaina limbah isya pian supaya ka rumah kami dan tulung bawai akan si Pangantin (minantu pian)” ujar urang yang handak aruth itu basaruan.

Kutipan “Pakacil kaina limbah isya pian supaya ka rumah kami dan tulung bawai akan si Pangantin (minantu pian)” ujar urang yang handak aruth itu basaruan.”

di atas mengungkapkan penjabaran tentang seseorang yang menjalin tali silaturahmi dengan kerabat dan masyarakat sekitarnya.

2. Musyawarah

Naskah bapandung yang berjudul Galau Akan Menjelma Menjadi tajau juga mengandung nilai budaya tentang hubungan antara manusia dengan masyarakat mengenai musyawarah adalah:

“Ya Allah ya Rasulullah, Leha. Unda handak minta persutujan nyawa, intinya umamu ni handak kawin.”

“Apa? Mun pian handak kawin maai, ulun handak jua kawin.”

“Nyawa lah! Unda dulu!”

Kutipan “Ya Allah ya Rasulullah, Leha. Unda handak minta persutujan nyawa, intinya umamu ni handak kawin.” di atas mengungkapkan penjabaran tentang ketika mendapat permasalahan, masyarakat bermusyawarah untuk memecahkan permasalahannya.

3. Nasionalis

Nasionalis merupakan wujud seseorang atau masyarakat yang mencintai nusa dan bangsa. Nahkah bapandung yang berjudul Palidangan mengandung nilai budaya tentang hubungan antara manusia dengan masyarakat mengenai nasionalis adalah:

Pancasila,

Satu ketuhanan yang maha esa.

Dua, kemanusiaan yang adil dan beradab.

Tiga, persatuan indonesia.

Empat, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.

Lima, keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia.

Palidangan. Palidangan.

Palidangan.

Seperti halnya NKRI.

Harga mati.

Kutipan “ketidak adilan sosial bagi saluruh urang banua”, “Masih suasana hari pahlawan, bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati para pahlawannya”,

“Seperti halnya NKRI. Harga mati.” di atas mengungkapkan penjabaran tentang seseorang yang peduli dengan kesatuan nusa dan bangsanya.

4. Adat istiadat

Adat istiadat merupakan kebiasaan masyarakat sekitar dalam wilayah tertentu.

Dalam naskah bapandung yang berjudul Pangantin dan Kiai mengandung nilai budaya tentang hubungan antara manusia dengan masyarakat mengenai adat istiadat adalah:

Pada zaman bahari (dahulu kala) urang manyambat (mangiyau) mintuha kiai. Mintuha (mangiyau) minantu pangantin.

(9)

Kutipan “Pada zaman bahari (dahulu kala) urang manyambat (mangiyau) mintuha kiai. Mintuha (mangiyau) minantu pangantin.” di atas mengungkapkan penjabaran tentang kebiasaan masyarakat dalam memanggil seseorang.

d. Hubungan manusia dengan manusia

Nilai budaya yang terdapat dalam naskah bapandung dalam hubungan manusia dengan manusia meliputi: memuji, perhatian, akademis, menyindir, penyayang, percaya, peduli, kompetitif, jahat, balas dendam, kerjasama, menolong, menipu, memberi pengertian, menasihati, tolong menolong, kasih sayang.

1. Memuji

Memuji merupakan sikap dalam menyampaikan sesuatu terhadap seseorang karena telah melakukan sebuah kegiatan atau suatu pekerjaan. Naskah bapandung yang berjudul Galau Akan Menjelma Menjadi Tajau mengandung nilai budaya tentang hubungan antara manusia dengan manusia mengenai memuji adalah:

Tarnyata nyaman jadi urang kaini pada urang gagah. Nang gagah balum tantu payu, ulun na na na. Terlepas apa maksudnya babinian akur lawan ulun. Amun umur 30 tahun, inya umur 16 tahun ulun kapling. Paling bungas paling cantik muha inya waktu itu.

Kutipan “…Paling bungas paling cantik muha inya waktu itu…” di atas mengungkapkan penjabaran tentang menyampaikan suatu pujian terhadap seseorang.

2. Perhatian

Perhatian merupakan sikap seseorang yang baik dan memahami perasaan orang lain. Naskah bapandung yang berjudul Galau Akan Menjelma Menjadi Tajau mengandung nilai budaya tentang hubungan antara manusia dengan manusia mengenai perhatian adalah:

Urang maunjun itu ada syaratnya. Sabalum turun, tolong cangangi arah bini guring. Bila bini guring arah ka kanan, itu maingkut tantaran lawan tangan kiri. Bila guringnya mahadap ka kiri atau ka kiwa, itu maingkutnya lawan tangan kanan. Bila inya batiharap, maingkutinya lawan dua belah tangan. Bila inya batilantang, balain unjunnya.

Kutipan “Urang maunjun itu ada syaratnya. Sabalum turun, tolong cangangi arah bini guring.” di atas mengungkapkan penjabaran tentang perhatian seseorang kepada sesamanya.

3. Akademis

Akademik merupakan kewajiban setiap masyarakat agar memiliki ilmu dan ilmu pengetahuan. Naskah bapandung yang berjudul Galau akan Menjelma Menjadi Tajau mengandung nilai budaya tentang hubungan antara manusia dengan manusia mengenai akademis adalah:

“Lehaa! Telalu ikam nak ai dingarani Siti Zuleha maka dipanggal dikiyau leha, cucuk nyanga lempeng hangit Leha lempeng hangit.”

“Apa ma? Pian ngiyau-ngiyau. Ulun lagi asik belajar maai di dalam, suatu saat handak jadi mahasiswi habistu begawi handak jadi wanita karir. Pian bahagia maai mun ulun sudah kuliah di unglam, Fakultas Hukum maai.”

Kutipan “Ulun lagi asik belajar maai di dalam, suatu saat handak jadi mahasiswi habistu begawi handak jadi wanita karir.” di atas mengungkapkan penjabaran tentang seseorang yang sedang belajar agar memiliki ilmu dan ilmu pengetahuan.

4. Penyayang

(10)

Jurnal Bahasa, Sastra, dan Pembelajarannya | 38 Penyayang merupakan sikap rasa peduli dan kasih sayang kepada orang lain.Naskah bapandung yang berjudul Kisah Warik Lawan Kukura mengandung nilai budaya tentang hubungan antara manusia dengan manusia mengenai penyayang adalah:

Kukura itu ngarannya si Jinglur. Ada warik lawan kukura ini bakawan banar ka hulu ka hilir.

Kutipan “Ada warik lawan kukura ini bakawan banar ka hulu ka hilir.” di atas mengungkapkan penjabaran tentang seseorang yang menyayangi orang lain.

5. Percaya

Percaya merupakan sikap yang menganggap seseorang itu jujur. Naskah bapandung yang berjudul Kisah Burung Darakuku Lawan Tikus mengandung nilai budaya tentang hubungan antara manusia dengan manusia mengenai percaya adalah:

Tikus ni banyak baisi banih. Lalu burung Darakku itu manghitung banih itu. Jadi ujar burung. Oo… tikus hutangi aku banih lima balik, kaina kubayar anam balik ujar tikus bila mambayari. Kaina imbah katam lih ujar tikus. Asal bujur-bujur. Lalu burung Darakuku tadi bahutang.

Kutipan “…ujar tikus. Asal bujur-bujur…” di atas mengungkapkan penjabaran tentang kepercayaan seseorang terhadap orang lain atas apa yang dikatakannya.

6. Peduli

Peduli merupakan sikap seseorang yang memiliki rasa simpati dan empati dengan keadaan sekitarnya. Naskah bapandung yang berjudul Kisah Burung Darakuku lawan Tikus mengandung nilai budaya tentang hubungan antara manusia dengan manusia mengenai peduli adalah:

Jadi ujar anjing, apabila bakuciak jandila tutupi pajahi kaina lampu. Makan samua tikus, tapi tinggali saikung. Saikung itu ada di dalam tiupan basimpan. Jadi nang saikung itu hidup sampai wayah ini baranak.

Kutipan “Makan samua tikus, tapi tinggali saikung” di atas mengungkapkan penjabaran tentang kepedulian terhadap seseorang.

7. Kompetitif

Kompetitif merupakan sebuah kegiatan dimana terjadi kompetisi (persaingan).

naskah bapandung yang berjudul Kisah Warik Lawan Kukura mengandung nilai budaya tentang hubungan antara manusia dengan manusia kompetitif adalah:.

Lalu ujar si warik. Ayo kita jinglur batanam pisang. Siapa nang baik pisang tanaman. Jadi jar Kukura ayoai kita. Jadi jar Kukura tadi batanam papadakan. Ada si warik tadi batanam. Jadi pada tanaman keduanya sama pada hidup.

Kutipan “Ayo kita jinglur batanam pisang. Siapa nang baik pisang tanaman.” di atas mengungkapkan penjabaran tentang persaingan seseorang agar mendapatkan hasil yang maksimal.

8. Kerjasama

Kerjasama merupakan suatu kegiatan bersama untuk mencapai sebuah tujuan.

Nahkah bapandung yang berjudul Kisah Warik Lawan Kukura mengandung nilai budaya tentang hubungan antara manusia dengan manusia mengenai kerjasama adalah:

Nah…. jar warik tasalah pulang kita. Ia bulik ka banuanya. Ayu lakas kita. Isap banyu ngini. Kir. Kita karingi sungai ni cari karamuncung sagan warik maisap banyu.

Inya ngaran banyak pang kawannya.

Kutipan “Ayu lakas kita. Isap banyu ngini.” di atas mengungkapkan penjabaran tentang beberapa orang atau sekelompok orang bekerjasama untuk memudahkan sebuah pekerjaan.

9. Menolong

(11)

Menolong merupakan sikap membantu untuk meringankan orang lain. Naskah bapandung yang berjudul Kisah Warik Lawan Kukura mengandung nilai budaya tentang hubungan antara manusia dengan manusia mengenai menolong adalah:

Jadi imbah itu karing. Imbah karing lalu mancarii kawan nai inya yaitu katam ujarnya. Apabila warik itu turunan sabarataan. Kukapitkan karamuncung tu. Artinya katam ngitu bagigi ba ba ba tangan. Jadi bila karamuncung itu pacah. Banyu babulik pulang. Ayu ai jar Katam.

Kutipan “Imbah karing lalu mancarii kawan nai inya yaitu katam ujarnya” di atas mengungkapkan penjabaran tentang seseorang yang menolong orang lain untuk mempermudah sesuatu.

10. Memberi pengertian

Memberi pegertian merupakan sikap yang ditujukan untuk meyakinkan seseorang tentang apa yang akan terjadi. Naskah bapandung yang berjudul Musang Lawan Hayam mengandung nilai budaya tentang hubungan antara manusia dengan manusia mengenai memberi pengertian adalah:

Ada Hayam ti inya mahakuni ai lawan Musang. Ujarnya ayuha bamalam. Malam miniyah aku hakun haja tuh. Tagal anakku banyak makanya mamuyaki sabarataan.

Macam-macam tatagihan. Ada nang handak manyusu manangis badahulu. Ada nang handak bakamih. Bahira. Kaya nitu pang saban malam gawiannyakada tahu supan.

Ada urangkah kaya itu pang. Bila siang inya tapintaan sadikit.

Kutipan “Tagal anakku banyak makanya mamuyaki sabarataan.” di atas mengungkapkan penjabaran tentang seseorang yang belum yakin dengan sesuatu menjadi yakin dengan sesuatu tersebut.

11. Menasihati

Menasihati merupakan sikap yang dilakukan untuk mengingatkan satu sama lain dalam kebenaan. Naskah bapandung yang berjudul Palidangan mengandung nilai budaya tentang hubungan antara manusia dengan manusia mengenai menasihati adalah:

“Galuh nanang, camkan 3 hal. Dengan agama hidup akan jadi terarah. Dengan ilmu pengetahuan hidup akan menjadi mudah. Dengan seni hidup akan menjadi indah.

Sebaliknya, tanpa agama orang akan nyasar, tanpa ilmu pengetahuan orang akan sukar, tanpa seni orang akan menjadi kasar.

Kutipan “…Galuh nanang, camkan 3 hal…” di atas mengungkapkan penjabaran tentang seseorang yang memberitahu orang lain akan kebaikan.

12. Tolong menolong

Tolong menolong merupakan sikap yang terjadi ketika dua orang atau lebih melakukan sebuah kegiatan agar kegiatan tersebut menjadi mudah dikerjakan. Naskah bapandung yang berjudul Pangantin dan Kiai mengandung nilai budaya tentang hubungan antara manusia dengan manusia mengenai tolong menolong adalah:

Pada suatu hari Kiai baucap. “Hari ini aku handak tulak bagarit. Ikam harus umpat pangantinai”.

“Inggih” ujar si minantu.

“Jadi kalu aku kada malihat. Mungkin ikam nang malihat” ujar si Mintuha.

Bagarit pada waktu itu hanya bagagaman (basanjata) tumbak ganiur. Kada mambawa sanapang, mudil waktu wayah ini. Kaisukan harinya si Mintuha bapadah lawan bininya

“umanya, aku basama lawan Pangantin handak tulak bagarit” ujar Kiai lawan bininya.

Kutipan “Jadi kalu aku kada malihat. Mungkin ikam nang malihat” ujar si Mintuha” di atas mengungkapkan penjabaran tentang tolong menolong antara dua orang ketika melakukan sebuah kegiatan.

(12)

Jurnal Bahasa, Sastra, dan Pembelajarannya | 40 13. Kasih sayang

Kasih sayang merupakan sikap saling menghormati dalam mengasihi ciptaan Tuhan. Naskah bapandung yang berjudul Rasa Dikuracak Bidawang mengandung nilai budaya tentang hubungan antara manusia dengan manusia mengenai kasih sayang adalah:

Ujar Jamran Tahir “Kaini lah ding lah, tugas babinian itu bamasak. Imbah itu babinian itu mun handak disayangi laki pakai 3 “ur” ingatan nah. Harat di dapur.

Imbah itu harat di sumur. Imbah itu nang katiga panting jua harat di kasur.” Jamran Tahir pulang baucap “Pokoknya bila nyawa kada bisa bamasak nitu, pergi nyawa dari rumah ini”.

Kutipan “Ujar Jamran Tahir “Kaini lah ding lah, tugas babinian itu bamasak.

Imbah itu babinian itu mun handak disayangi laki pakai 3 “ur” ingatan nah.” di atas mengungkapkan penjabaran tentang kasih sayang seseorang terhadap orng lain yang dicintainya.

e. Hubungan manusia dengan diri sendiri

Nilai budaya yang terdapat dalam naskah bapandung dalam hubungan manusia dengan diri sendiri meliputi: percaya diri, sadar diri, pandai, tegas, menyesal, sabar, rakus, pemalu, penolong, licik, dendam, pintar, senang, mengerti, pengertian, baik hati, waspada, penakut, keras kepala, kesal, sedih, marah, perhatian, rendah hati, tidak tahu diri.

1. Percaya diri

Percaya diri merupakan sikap meyakini akan kemampuan diri sendiri. Naskah bapandung yang berjudul Galau Akan Menjelma Menjadi Tajau mengandung nilai budaya tentang hubungan antara manusia dengan diri sendiri mengenai percaya diri adalah:

Di kampung Indah Marista ngarannya, siapa yang kada tahu lawan unda.

Makhluk nang paling panyugihnya. Jamran Tahir. Tapi ingat akan, Jamran Tahir itu lamunnya manyambat tolong banar “R” nya jangan ditinggal.

Kutipan “Di kampung Indah Marista ngarannya, siapa yang kada tahu lawan unda. Makhluk nang paling panyugihnya. Jamran Tahir.” di atas mengungkapkan penjabaran tentang kepercayaan diri seseorang sehingga membuat orang tersebut lebih berani tampil dikhalayak ramai.

2. Sadar diri

Sadar diri merupakan sikap seseorang memahami dirinya sendiri dan menerima apa yang tidak dapat diubah dari dirinya. Naskah bapandung yang berjudul Galau Akan Menjelma Menjadi Tajau mengandung nilai budaya tentang hubungan antara manusia dengan diri sendiri mengenai sadar diri adalah:

“Hari ini sepuluh hari sudah lewat masa idah, artinya 101 hari sudah Aa meninggalkan sebuah arti penting, maaf kaka lah ulun ni manusia biasa yang bisa merasa haus, lapar, kepanasan bisa kedinginanan yang terakhir tadi ulun kada tahan ka ai. Apalagi wahini musim ngalih banar ditangguh. Ada urang melamar ulun kaai, urangnya bungas pada pian, sugih pada apian, gagah pada pian lawan anum, 15 tahun bedanya lawan ulun. Mun wahini ulun 35 tahun inya 20 tahun ibarat gumbili masih hapuk.”

Kutipan “Imbah nang ngaran umur kada babau. Bisa nang anum badahulu bisa.

Atau ulun tadudi pada nang anum bisa.”, “… maaf kaka lah ulun ni manusia biasa yang bisa merasa haus, lapar, kepanasan bisa kedinginanan yang terakhir tadi ulun

(13)

kada tahan ka ai…” di atas mengungkapkan penjabaran tentang seseorang yang menyadari dirinya sendiri tidak bisa berbuat banyak dengan apa yang akan terjadi.

3. Pandai

Pandai merupakan sifat yang memiliki nalar dan sikap kritis seseorang terhadap sesuatu yang dihadapinya. Naskah bapandung yang berjudul Galau Akan Menjelma Menjadi Tajau mengandung nilai budaya tentang hubungan antara manusia dengan diri sendiri mengenai pandai adalah:

Tapiam nya wahini pintar,gundul ja nah unjunnya awaknya kadada, nelonnya kadada. Sampai di sungai padahal nelonnya tali rapia, umpannya (nasi), berataan menyambar iwak. bingung paunjunan yang lain, rupanya penasaran. Masuk kedalam banyu malihati sekalinya ada kertas balipat, sekali dibuka tulisannya “bahadiah”

Kutipan “…Sampai di sungai padahal nelonnya tali rapia, umpannya (nasi), berataan menyambar iwak. bingung paunjunan yang lain, rupanya penasaran. Masuk kedalam banyu malihati sekalinya ada kertas balipat…” di atas mengungkapkan penjabaran tentang kepandaian seseorang dalam menghadapi suatu kejadian.

4. Tegas

Tegas merupakan sifat seseorang yang mampu mempertahankan pendapatnya dan tidak mudah goyah dengan pendapat orang lain. Naskah bapandung yang berjudul Ketika Cinta Belum Bertasbih mengandung nilai budaya tentang hubungan antara manusia dengan diri sendiri mengenai tegas adalah:

“Wayah ini kah, isuk kah, silahkan nyawa hengkang. Pergi dari rumah ini. Bini kada tahu bakti, minta ulah akan mata sapi ja nyawa kada tahu. Nyawa asal jangan minta bulik akan wadah kuitan nyawa ja lah. Kuitan nyawa kuitan unda aturannya.”

Kutipan “Wayah ini kah, isuk kah, silahkan nyawa hengkang. Pergi dari rumah ini.” di atas mengungkapkan penjabaran tentang ketegasan seseorang dalam mengambil keputusan.

5. Sabar

Sabar merupakan sikap mengendalikan diri dalam menahan emosi dan keinginan.Naskah bapandung yang berjudul Kisah Warik Lawan Kukura mengandung nilai budaya tentang hubungan antara manusia dengan diri sendiri mengenai sabar adalah:

Ada bat si Kukura tadi kada papai sampai lawas-lawas.

Kutipan “Ada bat si Kukura tadi kada papai sampai lawas-lawas.” tersebut mengungkapkan penjabaran tentang kesabaran seseorang dalam menghadapi suatu permasalahan.

6. Penolong

Penolong merupakan sikap seseorang membantu orang lain tanpa mengharapkan imbalan atau upah. Naskah bapandung yang berjudul Kisah Warik Lawan Kukura mengandung niai budaya tentang hubungan antara manusia dengan diri sendiri mengenai penolong adalah:

Jadi si Kukura….. Ooo kawan! Naikikan pang pisangku ngini…. Jadi jar Warik tadi… Ayo ai. Jadi naikinya oleh si Warik si Warik.

Kutipan “Jadi jar Warik tadi… Ayo ai. Jadi naikinya oleh si Warik si Warik.” di atas mengungkapkan penjabaran tentang seseorang yang menolong orang lain agar tidak kesusahan.

7. Pintar

Pintar merupakan sifat yang mengetahui banyak hal, mudah dalam melakukan sesuatu, disiplin dan teratur. Naskah bapandung yang berjudul Musang Lawan Hayam

(14)

Jurnal Bahasa, Sastra, dan Pembelajarannya | 42 mengandung nilai budaya tentang hubungan antara manusia dengan diri sendiri mengenai pintar adalah:

Padahal Hayam baucap kaya nitu anggaran sudah diangkuti anaknya tarabang.

Tatinggal wadah kaguringannya ha lagi.

Kutipan “Padahal Hayam baucap kaya nitu anggaran sudah diangkuti anaknya tarabang.” di atas mengungkapkan penjabaran tentang kepintaran seseorang dalam menghadapi suatu hal.

8. Senang

Senang merupakan sikap berbahagia dengan apa yang sudah dieroleh. Naskah bapandung yang berjudul Pangantin dan Kiai mengandung nilai budaya tentang hubungan antara manusia dengan diri sendiri mengenai senang adalah:

Sanang banar hati Pangantin mandangar jawaban bininya. “Ayuha Kiai ai, beres sudah” ujar Pangantin lawan mintuhanya. Suka banar kalihatannya inya. Kada lawas sasudah itu inya tulakan bagarit lawan mintuhanya.

Kutipan “Sanang banar hati Pangantin mandangar jawaban bininya.” di atas mengungkapkan penjabaran tentang seseorang yang merasa senang dengan apa yang diperolehnya.

9. Mengerti

Mengerti merupakan sikap paham dan mengetahui apa yang dimaksudkan.

Naskah bapandung yang berjudul Musang Lawan Hayam mengandung nilai budaya tentang hubungan antara manusia dengan diri sendiri mengenai mengerti adalah:

Ujar musang biasa haja bakakanakan tu. Anakku gin jua kaya itu.

Kutipan “Ujar musang biasa haja bakakanakan tu. Anakku gin jua kaya itu.” di atas mengungkapkan penjabaran tentang seseorang yang mengerti dengan apa yang dimaksud orang lain.

10. Pengertian

Pengertian merupakan sikap memahami apa yang dimaksud oleh sesuatu yang dihadapi. Naskah bapandung yang berjudul Musang Lawang Hayam mengandung nilai budaya tentang hubungan antara manusia dengan diri sendiri mengenai pengertian adalah:

Musang bulikai ka rumah batata ai handak bamalam tih. Bapadahai jua anu anaknya kada lawas tulakkai inya.

Kutipan “Musang bulikai ka rumah batata ai handak bamalam tih” di atas mengungkapkan penjabaran tentang pengertian seseorang terhadap orang lain ketika melakukan sesuatu.

11. Baik hati

Baik hati merupakan sikap berbuat baik terhadap orang lain. Naskah bapandung yang berjudul Musang Lawan Hayam mengandung nilai budaya tentang hubungan antara manusia dengan diri sendiri mengenai baik hati adalah:

Sudah sampai kau bapapandiran ai dahulu sapahatian balum guringan. Pina puas bapandir disuruh Hayam ai guring nang sudah disadiakannya lagi jua anaknya maauri tarus bapandir.

Kutipan “…Pina puas bapandir disuruh Hayam ai guring nang sudah disadiakannya …” tersebut mengungkapkan penjabaran tentang seseorang yang berbuat baik kepada orang lain.

12. Waspada

(15)

Waspada merupakan sikap berhati-hati terhadap sesuatu yang terjadi. Naskah bapandung yang berjudul Musang Lawan Hayam mengandung nilai budaya tentang hubungan antara manusia dengan diri sendiri mengenai waspada adalah:

Ada Hayam ti batata kaguringannya. Anaknya nang taganal disuruhnya mancari batu anggaran cukup sabiji saurang. Ada nang lain sapalih taguringan. Ada nang taganal tatau jua sadikit. Ada batu disusunnya ai di wadah kaguringan saparanakannya.

Kutipan “Anaknya nang taganal disuruhnya mancari batu anggaran cukup sabiji saurang” di atas mengungkapkan penjabaran tentang kewaspadaan seseorang terhadap orang lain agar tidak terjadi suatu masalah.

13. Perhatian

Perhatian merupakan sikap peduli terhadap sesuatu yang dihadapi. Naskah bapandung yang berjudul Pangantin dan Kiai mengandung nilai budaya tentang hubungan antara manusia dengan diri sendiri mengenai perhatian adalah:

“Aiu bah tulung. Biar macam apa jua inya minantu kita. Ujar bini Kiai.”

Kutipan “Aiu bah tulung. Biar macam apa jua inya minantu kita. Ujar bini Kiai

mengungkapkan penjabaran tentang perhatian seseorang kepada orang lain.

14. Rendah hati

Rendah hati merupakan sikap menghargai orang lain dan tidak tidak sombong.

Naskah bapandung yang berjudul Pangantin dan Kiai mengandung nilai budaya tentang hubungan antara manusia dengan diri sendiri mengenai rendah hati adalah:

“Inggih abah Kiai ai ulun minta ampun, ulun tubat” jawab si Pangantin”.

Kutipan “Inggih abah Kiai ai ulun minta ampun, ulun tubat” jawab si Pangantin

di atas mengungkapkan penjabaran tentang kerendahan hati seseorang ketika terjadi suatu permasalahan.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Penelitian ini menemukan struktur pementasan dan nilai budaya pada tradisi lisan bapandung. Struktur pementasan tradisi lisan bapandung antara lain yaitu: premise, character, dan plot (protasis, epitasio, catastasis, dan catastrophe). Sedang untuk nilai budaya yang terdapat dalam tradisi lisan bapandung yaitu: (1) hubungan antara manusia dengan Tuhan, (2) hubungan antara manusia dengan alam sekitarnya, (3) hubungan antara manusia dengan masyarakat, (4) hubungan antara manusia dengan manusia, dan (5) hubungan antara manusia dengan manusia.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan agar penelitian ini dijadikan sebagai sumber referensi dan berguna bagi pembaca. Disamping itu, peneliti berharap akan ada penelitian lain yang membahas topik ini lebih memperdalam struktur pementasan dan nilai budaya. Berikutnya bisa memanfaatkan hasil penelitian ini sebagai rujukan untuk menentukan ruang lingkup masalah dan teori untuk penelitian lanjutan.

DAFTAR RUJUKAN

Abdussukur. (2016). Bapandung [Kegiatan Pengembangan Seni dan Budaya daerah Kalimantan Selatan]. In Workshop. SMAN Banua Kalimantan Selatan Bilingual Boarding School.

(16)

Jurnal Bahasa, Sastra, dan Pembelajarannya | 44 Dhony, N. N. A. (2014). Bentuk dan Struktur Pertunjukan Teater Dulmuluk dalam Lakon Zainal Abidinsyah di Palembang. Tesis. Institut Seni Indonesia, Surakarta.

http://repository.isi-ska.ac.id/1060/

Hidayatulloh, P. (2017). Struktur dan Tekstur Drama Kabale Und Liebe Karya Friedrich Schiller. Identitaet Jurnal Bahasa dan Sastra Jerman, 6(2).

https://ejournal.unesa.ac.id/index.php/identitaet/article/view/19230 Koentjaraningrat. (1983). Pengantar Ilmu Antropologi. Aksara Baru.

Moleong, L. J. (2017). Metodologi Penelitian Kualitatif. PT. Remaja Rosdakarya.

Puji, L. N. (2018). Nilai Budaya dalam Tradisi Lisan Pernikahan Adat Dayak Maanyan di Kalimantan Tengah (Cultural Value in Oral Tradition of Dayak Maanyan Cutomary Marriage in Central Kalimantan). Jurnal Bahasa, Sastra, dan Pembelajarannya, 8(1), 101-112. http://dx.doi.org/10.20527/jbsp.v8i1.4815.

Saefuddin. (2019). Teater Tutur Bapandung dalam Masyarakat Banjar (Narrative Theater Bapandung in Banjar Society). Undas Jurnal Hasil Penelitian Bahasa dan Sastra, 15(2), 107-122. https://doi.org/10.26499/und.v15i2.1525.

Sigalingging, S. T.R. (2013). Struktur dan Nilai Budaya Batak Toba dalam Sastra Lisan Huta Silahisabungan. Basastra Jurnal Kajian Bahasa dan Sastra, 2(2).

https://doi.org/10.24114/bss.v2i2.801.

Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. CV Alfabeta.

Suhariyadi. (2000). Manusia dalam Konteks Sosial, Budaya, dan Lingkungan Hidup.

Alfabeta.

Suroso. (2015). Drama "Teori dan Praktik Pementasan". Elmatera.

Suryani, I., Rahariyoso, D., & Maulana, R. Y. (2019). Nilai-Nilai yang Terkandung dalam Tradisi Lisan Biduk Sayak Masyarakat Desa Jernih (Values Contained in The Biduk Sayak Oral Tradition of The Society of The Jernih Village). Titian Jurnal Ilmu Humaniora, 3(1), 73-92. https://doi.org/10.22437/titian.v3i1.7028.

Tim Penyusun. (2001). Bapandung [Teater Tutur Daerah Kalimantan Selatan]. Hasil Penelitian dan Pengembangan Aspek Budaya Taman Budaya Prop Kalsel Tahun 2001.

Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Taman Budaya Propinsi Kalimantan Selatan.

Wulandari, N. I. (2016). Nilai Budaya Banjar pada Naskah Mamanda (Banjarese Cultural Values Portrayed in Mamanda). Jurnal Bahasa, Sastra, dan Pembelajarannya, 6(1), 103-114. http://dx.doi.org/10.20527/jbsp.v6i1.3743.

Referensi

Dokumen terkait

Proses Perencanaan Penerapan Multimedia pada Bidang Studi Aqidah Akhlak Kelas VII MTs Putri NW Narmada Berdasarkan hasil observasi dan wawancara penerapan pembelajaran dengan