REKA BENTUK ASPIRAN VAKSIN SINTETIK UNTUK INFEKSI VIRUS HERPES PADA KUDA SECARA IN-SILICO
Disusun oleh :
NAMA : BAIK MESY DARITA FITRIANI NIM : I2D02410003
MATA KULIAH : BIOTEKNOLOGI PETERNAKAN
PROGRAM MAGISTER
MANAJEMEN SUMBERDAYA PETERNAKAN UNIVERSITAS MATARAM
2025
REKA BENTUK VAKSIN BUATAN BRUCELOSSIS PADA KUDA SECARA IN-SILICO
Baik Mesy Darita Fitriani
Fakultas Peternakan, Universitas Mataram
Jl. Majapahit No. 62, Mataram, Lombok, Nusa Tenggara Barat Email: [email protected]
ABSTRAK
Abortus kuda dikategorikan menjadi penyebab infeksi dan non-infeksi. Penyebab infeksi seperti plasentitis dan herpes virus
Perancangan vaksin sintetik ini dilakukan guna pencegahan dan pengobatan penyakit Abortus pada ternak kuda. Bahan dan metode dilakukan dengan menggunakan teknik bioinformatika. Urutan peptida dari SLC11A1, NRAMP1 dari Bison bison (American Bison) x (Bos bison)
ANTXR2 yaitu A0A4W2D751 dari Bos indicus x Bos taurus yang di mana akan dikembangkan untuk menjadi vaksin pada ternak sapi. Antraks adalah penyakit menular serius yang disebabkan oleh bakteri Bacillus anthracis. Dengan begitu, dibutuhkan vaksin untuk mencegah dan mengobati ternak dari antraks. Sehingga, didapatkan vaksin ANTXR2 dengan
urutan peptida didapatkan
FWPLCCKVVIKDPPPPPPSAPKEEEEEPLPTKKWPTVDASYYGGRGVGGI dengan panjang asam amino 50.
Kata Kunci : Antrkas, Epitope, Peptida.
PENDAHULUAN
Kuda (Equus ferus caballus) adalah hewan mamalia yang dimanfaatkan sejak dahulu oleh manusia untuk bermacam keperluan, termasuk transportasi, pertanian, olahraga, dan rekreasi.
Sebagai hewan yang aktif dan sering berinteraksi dalam kelompok, kuda rentan terhadap berbagai penyakit menular, terutama yang menyerang sistem pernapasan. Salah satu penyakit yang menjadi perhatian utama dalam dunia kedokteran hewan adalah infeksi virus herpes yang menyerang saluran pernapasan kuda.
Virus herpes pada kuda atau sering disebut Equine Herpes Virus (EHV) terbagi menjadi beberapa jenis dari famili herpesveridae antara lain EHV1 dengan subfamili Alphaherpesviridae dan genus Varicellovirus, EHV2 dengan subfamili Gammaherpesvirinae dan genus Rhadinovirus, EHV3 dengan subfamili Alphaherpesvirinae dan genus Varicellovirus, EHV4 dengan subfamili Alphaherpesvirinaevaricellovirus dan EHV5 dengan subfamili Gammaherpesvirinae dan genus Rhadinovirus (Triakoso, 2011).
Virus herpes kuda tersebar luas di seluruh dunia yang merupakan masalah serius dalam industri peternakan dan olahraga kuda. EHV-1 dan EHV-4 adalah dua tipe virus yang paling umum dan secara klinis menjadi penyebab umum menginfeksi kuda yaitu penyakit respirasi termasuk juga abortus yang biasaanya terjadi di akhir kehamilan (Reed dan Toribio, 2003).
Allen et al (1999) telah menunjukkan kerusakan uterus atau plasenta tanpa aborsi selama awal kehamilan serta mieloensefalopati, umumnya pada kuda dewasa. Demam, keluarnya cairan dari hidung, malaise, faringitis, dan batuk merupakan gejala utamanya (Lascola, 2023). Equine herpesvirus-4 (EHV-4) selama ini dianggap sebagai subtipe dari EHV-1, namun melalui penggunaan teknik karakterisasi molekuler, virus ini telah dibuktikan sebagai spesies virus berbeda yang juga dapat menyebabkan aborsi dan penyakit pernapasan (Allen et al, 1999).
Pendapat lain Allen et al, (1999); Ostlund et al, (1990) mengemukakan bahwa EHV-4
bertanggung jawab atas infeksi saluran pernapasan atas pada kuda muda dan jarang menyebabkan masalah lain, seperti aborsi. Kedua virus tersebut mampu menyebabkan myeloencephalopathy, meskipun EHV-1 jelas merupakan penyebab paling umum dari bentuk penyakit ini. Lanjut dikatakan oleh (Wikipedia, 2005; Smith, 2004) dalam (Reed and Toribio, 2005), bahwa EHV-1 juga disebut Equid alphaherpesvirus-1 adalah virus dari famili Herpesviridae yang menyebabkan aborsi, penyakit pernapasan, dan kadang-kadang kematian neonatal pada kuda. Penyakit pernafasan seringkali tidak terlihat atau sulit dideteksi. Meskipun demikian, bentuk pernafasan EHV-1 dapat diamati sebagai wabah demam dan keluarnya cairan dari hidung pada sekelompok kuda muda. Penyakit dapat terjadi pada masing-masing kuda atau, kadang-kadang, dalam kelompok kasus. EHV-1 sangat menular dan seringkali menyebabkan kerugian ekonomi yang signifikan akibat aborsi, penyakit neurologis, masalah pernapasan, kehilangan fungsi, dan bahkan kematian. Wabah penyakit ini telah diketahui selama berabad-abad pada populasi kuda domestik.
Wabah EHV-1 dalam bentuk apa pun mempunyai dampak ekonomi yang signifikan terhadap peternakan, rumah sakit hewan, atau tempat lain di mana wabah tersebut terjadi. Dampak ekonomi dari wabah EHV-1 atau EHV-4 adalah akibat meningkatnya biaya perawatan medis, hilangnya waktu untuk berlatih dan tampil, serta kematian (Otslud et al, 1999 dan Meyer, 1993). Penyakit ini merupakan penyakit yang memiliki dampak ekonomi tinggi terhadap industri kuda diseluruh dunia (Bok et al, 2016). Stokol dan Hussey (2020) juga menyatakan bahwa Equine herpesvirus tipe-1 adalah virus DNA beruntai ganda yang ditemukan di seluruh dunia. Ini adalah patogen utama pada kuda, menyebabkan wabah infeksi dan kasus aborsi, equine herpesvirus myeloencephalopathy (EHM) dan pneumonia neonatal (1). EHV-1 merugikan industri peternakan karena penerapan prosedur karantina dan tindakan biosekuriti dan merupakan penyakit yang dapat dilaporkan di banyak negara bagian AS
Vaksin inaktif yang saat ini beredar di pasaran tidak dapat sepenuhnya mengendalikan penyakit ini, karena kemampuan virus herpes untuk menghindari respon imun inang dan
membentuk infeksi laten. Karena dampaknya terhadap kesehatan dan ekonomi, terdapat maka dipandang perlu melakukan studi untuk merancang vaksin sintetik dalam melakukan pencegahan penyakit pernapasan dan penyakit lain yang disebabkan oleh virus herpes pada ternak kuda yang efektif dengan menggunakan metode sekuens. Adanya pencegahan dengan cara vaksinasi itu dapat meningkatkan kekebalan tubuh ternak untuk mengurangi resiko terpaparnya penyakit respirasi dan abortus khususnya.
BAHAN DAN METODE
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah vaksin gC,GP13, dengan metode sekuen asam amino yang berasal dari pelacakan pada bank protein UniProtKB (https://www.uniprot.org) sehingga didapatkan sekuen asam aminonya. Selanjutnya sekuen asama amino yang didapat, diperdiksi ketersediaan sel B dan sel T dengan menggunakan database Immune Epitope Database (IEDB) (http://tools.immuneepitope.org/bcell/). Langkah selanjutmya penentuan tingkat antigenitas peptida menggunakan perangkat lunak VaxiJen 2.0.
VaxiJen 2.0 merupakan alat prediksi antigen berbasis server yang memungkinkan penentuan potensi antigen dari sekuens protein tanpa menggunakan struktur tiga dimensi (Martinelli, 2022).
Langkah-langkah yang dilakukan adalah mengakses VaxiJen 2.0, mengunggah sekuens protein virus EHV-1 dari hasil gabungan peptida sel T dan sel B, lalu dianalisis dan ditentukan nilai hingga mendapatkan tingkat antigenisitas peptida.
Langkah-langkah spesifik yang diambil untuk mengidentifikasi kandidat epitop meliputi penggunaan perangkat lunak bioinformatika untuk pemetaan epitop pada antigen virus EHV-1, mengevaluasi afinitas kandidat epitop menggunakan simulasi komputer, dan menentukan kandidat epitop paling potensial berdasarkan ambang batas dan nilai afinitas yang dihasilkan. Kandidat epitop dengan nilai ambang batas ≥ 0.4 berpotensi untuk pengembangan vaksin peptida.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Rancangan In-Silico untuk mendapatkan aspiran antibodi virus EHV-1 merupakan pendekatan berbasis komputer sebelum dilakukan pengujian secara in-Vitro tau pengujian Laboratorium. Dari hasil penelusuran yang dilakukan pada (https://www.unitprot.org), diperoleh 693 hasil dengan 114 organisme yang sama yaitu Equine Herpes Virus-1 atau EHV-1 yang bisa dijadikan target potensial pengembangan vaksin. Akan tetapi diambil satu dari urutan asam amino EHV-1 dengan jumlah sekuen asam amino sebanyak 468 dengan entry name GC_EHV1D dan entry identifier P68325 berupa organisme EHV-1(strain kentucky D),EHV-1(Equine Abortion Virus). Urutan asam amino dari EHV-1 dapat dilihat pada gambar 2.
Gambar 1. Hasil Pencarian Equine Herpes Virus (dipilih salah satu P68325)
Tabel 1.Protein Virus EHV-1 pada Kuda dari data UniProtKB
No Entry Gene Name Length Entry Name Organism
1 P68325 gC, GP13 468 AA GC-EHV1D EHV1(Strain Kentucky D) (EHV1) (Equine Abortus Virus) 2 P25218 gB, GP14 980 AA GB-EHV1D EHV1(Strain Kentucky D)
(EHV1) (Equine Abortus Virus)
3 P84454 35 646 AA SCAF-
EHV1V
EHV1(Strain V-592) (EHV1) (Equine Abortus Virus)
4 P68330 gH 848 AA GH-EHV1 EHV1(Strain HVS25A) (EHV1)
(Equine Abortus Virus)
5 P24872 gD, GP17/18 452 AA GD-EHV1B EHV1(Strain AB1) (EHV1) (Equine Abortus Virus)
Dari kelima protein virus diatas, didapat panjang asam amino berbeda-beda dengan organisme yang hampir sama yaitu Equine Abortus Virus yang menjadi penyebab utama keguguran dan penyakit pernapasan pada kuda. Selanjutnya dilakukan pencarian urutan sekuen asam amino dari salah satu protein virus yang terdapat pada tabel 1 (nomor 1) sehingga diperoleh gambar 2. Terdapat 468 panjang asam amino dengan nama protein Envelope Glico Protein atau disebut gC, GP13 Fungsi dari protein virus tersebut yaitu Penting untuk perlekatan awal pada gugus heparan sulfat dari proteoglikan permukaan sel inang. Juga berperan dalam penghindaran kekebalan tubuh inang dengan menghambat aktivasi kaskade komplemen inang
Gambar 2. Urutan sekuen asam amino
Jika urutan asam amino sudah didapatkan, dilakukan prediksi ketersediaan sel T dan sel B dengan menggunakan database Immune Epitope Database (IEDB) (http://tools.immuneepitope.org/bcell/). Hasil prediski sel T dan sel B dapat dilihat pada gambar 3 dan 4 secara berurutan.
Gambar 3. Hasil Identifikasi sel T Gambar 4. Hasil Identifikasi sel B
Langkah yang ditempuh selanjutnya adalah dengan menggabungkan peptida dari sel T dengan peptida sel yang memenuhi standar score di atas 0,5 dengan persentil ≤ 0.02 dan
selanjutnya di identifikasi dengan perangkat lunak VaxiJen 2.0 untuk mendapatkan peptida yang dapat digunakan sebagai antigen. Dari gambar 3, hanya 1 peptida yang memenugi standar untuk diuji coba menjadi vaksin. Hasil percobaan penggabungan sel T dengan sel B dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 2. Hasil Pencocokan sel T dengan sel B
No Sel T Sel B Ambang
Batas
Afinitas Hasil
Peptida Start End Peptida Start End
1 LDLSVHPSL 222 230 ISVPYY 81 86 0.4 0.9868 Antigen
2 LDLSVHPSL 222 230 GVNYSE 98 103 0.4 1.2440 Antigen
3 LDLSVHPSL 222 230 LTYASGASASSS QSTPAATP
THTTPNLTT AHGAGSDNTT NANGTESTHSHET
22 72 0.4 0.5173 Antigen
4 LDLSVHPSL 222 230 RTPFSGT PPGDEENYI NHNATKD
113 135 0.4 0.3237 Non Antigen
5 LDLSVHPSL 222 230 ERKKSRRGG QLGVIPDRLPK
145 164 0.4 0.9797 Antigen
6 LDLSVHPSL 222 230 LPLHTEGGT 170 178 0.4 0.9035 Antigen
7 LDLSVHPSL 222 230 SVDWRTA 186 192 0.4 1.3632 Antigen
8 LDLSVHPSL 222 230 KNGTLV 202 207 0.4 1.2361 Antigen
9 LDLSVHPSL 222 230 APLLDLSVHPSLKGE 219 230 0.4 1.1938 Antigen
10 LDLSVHPSL 222 230 FPH 245 247 0.4 0.8679 Antigen
11 LDLSVHPSL 222 230 AREVDFTKYVTNASSVW 258 274 0.4 0.5547 Antigen
12 LDLSVHPSL 222 230 DFEEEYT 290 296 0.4 1.0741 Antigen
13 LDLSVHPSL 222 230 YRDEVSFARIA 306 316 0.4 0.4239 Antigen 14 LDLSVHPSL 222 230 NDHLPGVPSQ
DMTTGVCPSHS
357 377 0.4 0.7936 Antigen
15 LDLSVHPSL 222 230 SEENG 389 393 0.4 0.8858 Antigen
16 LDLSVHPSL 222 230 PDGLPMFSDTVVYDASPIV EDR
405 426 0.4 0.5409 Antigen
17 LDLSVHPSL 222 230 PSQAPYKK 458 465 0.4 0.7013 Antigen
Gambar 5. menunjukkan hasil analisis penyelarasan sekuens menggunakan basis data Immuno- Epitope (IEDB). Analisis ini bertujuan untuk mengidentifikasi epitop potensial untuk pengembangan vaksin berbasis peptida. Distribusi dan posisi epitop pada grafik yang diidentifikasi dalam sekuens protein virus EHV-1 dan warna serta simbol pada gambar menunjukkan tingkat antigenisitas dan potensi setiap epitop untuk pengembangan vaksin. Prediksi aksesibilitas permukaan Emini dari epitop yang diusulkan dengan skor kecenderungan minimum 1 dan maksimum 2500. Posisi sekuens dan probabilitas permukaan diarahkan oleh sumbu X dan Y, masing-masing. Area dengan warna kuning menunjukkan tingkat antigenik
Gambar 5. Hasil penyelarasan sel T dengan sel B menggunakan IEDB
STRUKTUR EHV-1
EHV-1 terdiri dari nukleokapsid ikosahedral yang mengandung genom virus, dikelilingi oleh selubung amorf, yang mengandung beberapa glikoprotein (Gambar 7). Mayoritas protein EHV-1 memiliki homologi yang sama dengan human simplex virus (HSV), yang merupakan prototipe virus dari virus. Alfaherpesvirinae subfamili. Seluruh genom DNA untai ganda linier dari klon EHV-1 strain Ab4 yang dimurnikan plak telah diurutkan (Telford et al, 1992). Genom virus
terkandung dalam nukleokapsid yang terdiri dari enam protein (Ferdue et al, 1974) dalam (Paillot et al, 2008). Semua virus herpes memiliki struktur tutup yang serupa, terdiri dari 162 kapsomer (12 penton dan 150 hekson). Dua belas protein portal membentuk cincin di sisi nukleokaps, yang digunakan oleh DNA virus untuk masuk ke dalam kapsid ( Newcomb et al, 1989 dan Baker et al, 1990).
Tabel 3. Karakteristik EHV-1
Spesies Inang Nama Nama/Hubungan Lain Subfamili Penyakit
Kuda EHV-1 Persamaan. virus aborsi a2 Pernafasan, aborsi, neurologis
EHV-2 Persamaan. sitomegalovirus c3 Not Associated
EHV-3 Persamaan. virus eksantema koital A Eksantema koital
EHV-4 Persamaan. virus rinopneumonitis a2 Pernafasan
EHV-5 Persamaan. sitomegalovirus c3 Not Associated
Kuda keledai AHV-1/EHV-6 Terkait dengan EHV-3 A Eksantema koital
AHV-2/EHV-7 Terkait dengan EHV-2 c3 Not Associated
AHV-3/EHV-8 Terkait dengan EHV-1 A rinitis
Gazella thomsoni GHV-1/EHV-9 Mirip dengan EHV-1/EHV-8 A Gazelle.&Persamaan. neurologis
Tegument (lapisan pelindung) sesuai dengan ruang antara nukleokapsid dan selubung. Ini terdiri dari 12 protein virus dan enzim yang terlibat dalam inisiasi replikasi virus. Nukleokapsid dan tegumen dikelilingi oleh penyimpanan yang menyajikan 11 glikoprotein virus pada permukaannya (Tabel 4). Sebelas glikoprotein EHV-1 (yaitu gB-gp14, gC-gp13, gD-gp18, gE, gG, gH, gI, gK, gL, gM dan gN) disimpan dalam virus herpes alfa lainnya dan oleh karena itu dinamai sesuai dengan nomenklatur yang ditetapkan untuk Herpes Simlex Virus-1(HSV1). Glikoprotein sangat penting dalam proses infeksi termasuk adsorpsi virus, penetrasi, dan penyebaran sel ke sel. Dibandingkan dengan HSV-1 dan sebagian
besar virus herpes alfa lainnya, EHV-1 mengkodekan glikoprotein tambahan, gp2, dengan homolog hanya terdapat pada EHV-4 dan AHV-3
Gambar 4. Equine Herpes Virus
Tabel 4. Envelope Glicoproteins of EHV-1
Glikoprotein Nama Lama Fungsi
GB gp14 Penetrasi sel dan penyebaran
sel ke sel
gC gp13 Lampiran dan jalan keluar
gD GP17/18 atau GP60
Penetrasi sel dan penyebaran sel ke sel
gE Tidak ada Penyebaran sel ke sel
gG Tidak ada Tidak jelas
gH Tidak ada Tidak jelas
gI Tidak ada Penyebaran sel ke sel
gK Tidak ada Penyebaran sel ke sel dan
keluarnya virus
gL Tidak ada Tidak jelas
gM gp21/22a atau gp45
Penetrasi sel dan penyebaran sel ke sel
gN tidak ada Pemrosesan gM
gp2 GP300 Tidak jelas
EPIDEMOLOGI
EHV-1 penting bagi industri peternakan kuda karena dampak ekonomi yang diakibatkan oleh banyak penyakit pernapasan dan aborsi pada kasus peternakan kuda dan lain-lain.
Penyakit pernafasan, dan wabah myeloencephalopathy yang kadang-kadang terjadi.
Wabah penyakit kelumpuhan paling awal yang terkait dengan EHV-1 diketahui pada tahun 1966 (Saxegaard, 1966) dalam (Reed dan Toribio, 2005).
Wabah pernafasan dan aborsi telah menghasilkan penemuan rinci terhadap virus ini di seluruh dunia. Melalui pengawasan ini, variasi komposisi asam nukleat telah terdeteksi
(Friday et al, 2000). EHV-1 dan EHV-4 ditemukan di sebagian besar populasi kuda di seluruh dunia, dan bukti paparan ini dapat dideteksi dengan pemeriksaan sampel serologis yang dikumpulkan dari kuda di pertunjukan, arena pacuan kuda, atau kandang. Deteksi antibodi setelah aborsi atau penyakit neurologis di tempat dapat berlangsung lama, dilaporkan berkisar antara 1 hingga 4 tahun (Crabb et al, 1995; Van et al, 2001).
Baru-baru ini, bentuk neurologis dari penyakit ini tampaknya lebih dominan, meskipun mungkin sejumlah besar kuda yang mati akibat wabah ini dan kerugian ekonomi yang besar di beberapa peternakan, arena pacuan kuda, dan sekolah berkuda telah menjadi alasan masyarakat banyak mengakui masalah ini. Dalam wabah ini, sejumlah besar kuda telah terinfeksi dan sejumlah besar kuda mengalami gejala neurologis parah dan mati (Henninger et al, 2003; Studdert et al, 2003). Di masa lalu, bentuk neurologis penyakit ini tampaknya lebih sporadis, sering kali hanya menyerang beberapa hewan dalam kelompok yang terinfeksi (Studdert et al, 2003). Wabah penyakit neurologis yang baru-baru ini terjadi tampaknya lebih mirip dengan penyakit aborsi (Reed dan Toribio, 2005). Dalam paparan baru-baru ini di sebuah sekolah berkuda di Findlay, Ohio, lebih dari 90% dari 138 kuda terkena demam dan keluarnya cairan dari hidung, dan lebih dari 42 kuda tersebut menderita penyakit neurologis, beberapa di antaranya terinfeksi parah dan mati atau di- eutanasia (Henninger 2003).
ETIOLOGI DAN PATOGENESIS
Penyebaran alami penyakit ini adalah melalui pernafasan, dan infeksi pertama kali berkembang pada permukaan mukosa saluran pernafasan. Aerosol hidung dari kuda yang terinfeksi adalah jalur infeksi yang paling umum; namun, kontak langsung dengan janin abortus yang terinfeksi atau jaringan plasenta juga dapat menjadi sumber infeksi. Penyebaran infeksi dapat terjadi melalui tiga cara: penyebaran langsung dari sel ke sel, penyebaran hematogen melalui monosit darah tepi yang terinfeksi, dan penyebaran saraf di mana virus dianggap bersifat neurotropik dan endoteliotropik dan menyebabkan vaskulitis.
Setelah inang tertular virus, virus tersebut dengan cepat memasuki epitel pernapasan dan jaringan limforetikular serta limfosit terkait dan bersirkulasi ke seluruh tubuh dalam fagosit yang terinfeksi virus. EHV-1 dan EHV-4 mengandung beberapa glikoprotein(Maanen, 2002).
Glikoprotein virus herpes berperan dalam perkembangan infeksi, perlekatan, dan masuknya penyakit sel inang dan penyebaran sel ke sel (Csellner et al, 2000). Glikoprotein pada permukaan membran virus berikatan dengan permukaan sel inang dan memungkinkan terjadinya fusi virus ke sel inang ( Allen et al, 2000) dalam (Reed dan Toribio, 2004).
Replikasi terjadi di dalam nukleus, dan protovirion memperoleh selubungnya dari lamella bagian dalam membran nukleus. Partikel virus bertunas dari permukaan sel dan mengakibatkan nekrosis sel epitel pernapasan. Kehadiran badan inklusi intranuklear merupakan ciri khas virus herpes kuda. Begitu virus berada di dalam sel darah putih, virus tersebut tampaknya dapat bersirkulasi tanpa kerusakan meskipun titer antibodi dalam sirkulasi tinggi. Di lokasi ini, virus bisa menyebar ke jaringan lain, termasuk sistem saraf pusat (Slater et al, 1992; Slater et al 1994) dalam (Reed dan Toribio, 2004). Lesi saraf merupakan akibat
dari vaskulitis yang disebabkan oleh infeksi endotel pembuluh darah kecil, yang menyebabkan trombosis. Infeksi dan viremia terkait sel ini terjadi ketika titer antibodi tinggi. Vaskulitis dan trombosis merusak mikrosirkulasi di area yang terkena, mengakibatkan hipoksia dan akhirnya kematian sel neuron. Mekanisme serupa nampaknya juga berperan dalam kerusakan plasenta dan malnutrisi pada janin, yang menyebabkan aborsi.
Virus herpes kuda menargetkan sistem reproduksi, pernapasan, dan saraf pusat kuda dan sangat baik dalam menghindari semua bagian sistem kekebalan. Tanda-tanda klinis bergantung pada sistem mana yang terpengaruh setelah paparan. Virus ini biasanya ditularkan dari kuda ke kuda melalui inhalasi dan menimbulkan infeksi awal di dalam sel epitel yang melapisi saluran pernapasan bagian atas. Kontak langsung antara kuda dan kontaminasi aerosol pada fomites juga dapat menyebabkan penyebaran penyakit. Setelah infeksi langsung, terjadi kerusakan litik pada sel mukosa pernafasan. Hal ini menyebabkan keluarnya cairan serosa dari hidung, yang mungkin mengandung virus dalam konsentrasi tinggi. Seiring waktu, keluarnya lendir dapat berubah karakter dan konsistensinya dan sering kali menandakan adanya infeksi bakteri sekunder. Pada sekitar waktu ini, kuda sering mengalami demam dan mengalami hiperemia hidung serta hidung tersumbat, dan beberapa kuda menunjukkan pendarahan petekie. Selain itu, kuda mungkin menunjukkan edema umum pada kaki dan sepanjang bagian perut tubuh. Karena virus juga menargetkan sel-sel endotel yang melapisi pembuluh darah, vaskulitis nekrotikans trombo-oklusif pada sistem saraf dapat berkembang, yang mengakibatkan tanda-tanda klinis mieloensefalopati.
Perpindahan awal virus adalah ke lamina propria yang mendasari sel mononuklear di kelenjar getah bening regional sistem pernapasan. Virus ini berkembang biak di leukosit kelenjar getah bening saluran pernapasan dan mampu memasuki aliran darah tepi dalam monosit dan CD4.yaitu dan CD8yaitu limfosit T. Di sini, viremia terkait sel menyebarkan virus ke tempat yang jauh, seperti rahim yang hamil, sistem saraf pusat, dan organ lainnya.
Infeksi sel endotel memulai kaskade inflamasi, menyebabkan perdarahan dan nekrosis dan akhirnya aborsi atau penyakit myeloencephal. Virus secara bersamaan mendapatkan akses ke neuron ganglion trigeminal (Slter 1994 et al, 1994). Tampaknya bentuk neurologis penyakit ini berhubungan dengan infeksi endotel pembuluh darah kecil, yang menyebabkan vaskulitis,
RIWAYAT DAN GEJALA KLINIS
Tanda-tanda klinisnya meliputi demam akut, tidak nafsu makan, dan depresi disertai keluarnya cairan dari hidung dan batuk. Penyebaran virus ini lebih lambat dibandingkan influenza karena EHV-1 lebih baik menular melalui kontak dibandingkan aerosolisasi. Aborsi dan penyakit neonatal yang fatal dapat terjadi; aborsi dapat terjadi pada setiap tahap kehamilan namun tampaknya paling sering terjadi pada akhir kehamilan. Anak kuda mungkin terinfeksi di dalam rahim dan mati, atau mereka dilahirkan dalam keadaan lemah dan sering mati.
Tanda-tanda neurologis seringkali diawali dengan demam atau penyakit saluran pernapasan atas selama 2 minggu sebelum timbulnya tanda-tanda neurologis. Tanda-tanda klinis yang diamati akibat mielitis EHV-1 bisa sangat bervariasi dan, menurut pengalaman penulis, mungkin termasuk ketimpangan unilateral karena keterlibatan pleksus brakialis, seperti yang diamati pada satu kasus. Pada sebagian besar kuda yang terkena EHV-1, infeksi virus menyebabkan ataksia simetris dan kelemahan tungkai panggul, bersamaan dengan inkontinensia urin, hilangnya sensasi, dan defisit motorik di sekitar ekor dan area perineum pada satu atau lebih kuda di lokasi tersebut. Kadang-kadang, mungkin ada keterlibatan daerah vestibular atau saraf kranial lainnya. Kuda yang terkena dampak sering kali dimulai dengan defisit gaya berjalan neurologis ringan, yang dengan cepat berkembang menjadi tanda-tanda klinis yang signifikan.
PENGOBATAN DAN PROGNOSIS
Penatalaksanaan kuda yang diduga mielitis EHV-1 atau sefalopati myeloen harus diarahkan untuk mencapai lingkungan yang aman dan memberikan perawatan yang sangat baik.
Perhatian harus diberikan untuk menjaga kebersihan. Untuk beberapa kuda, penggunaan alat pelindung khusus secara bijaksana mungkin juga penting. Karena penyakit ini dapat ditularkan dari kuda ke kuda, isolasi kuda yang terkena dampak sangat penting meskipun kuda tidak dianggap sangat menular pada saat gejala neurologis muncul. Tingkat perawatan yang diperlukan tergantung pada tingkat keparahan gejala klinis. Evakuasi kandung kemih secara aseptik yang mungkin diperlukan pada kuda dengan disfungsi kandung kemih. Kateter Foley yang terpasang pada simpleks atau tabung pembuangan cairan lainnya dapat digunakan pada
kuda betina dan kuda jantan. Ini kemudian direkatkan dan dijahit ke kaki kuda untuk memungkinkan drainase terus menerus di tempat yang cukup rendah di kaki untuk mencegah urin melepuh. Pada kuda jantan, penempatannya dilakukan melalui situs uretrostomi perineum. Antibiotik profilaksis sangat penting untuk mengatasi masalah yang terkait dengan perkembangan sistitis. Kami telah mengamati seekor kuda jantan Quarter Horse yang berbaring dalam waktu yang lama sehingga mengalami nekrosis tekanan di beberapa bagian tubuh, yang kemudian terinfeksi, menyebabkan septikemia dan akhirnya menyemai sistem saraf pusat dengan organisme bakteri. Evakuasi rektal mungkin juga diperlukan pada beberapa kuda yang terkena dampak.
Penggunaan asiklovir untuk pengobatan EHV-1 diindikasikan dan baru-baru ini terbukti bermanfaat dalam pengobatan mieloensefalopati EHV-1 dengan dosis 10 mg/kg diberikan secara oral lima kali sehari ( Lawrence et al, 1997) dalalm (Reed dan Toribio, 2004).
Pengobatan simtomatik menggunakan obat antiinflamasi nonsteroid (misalnya fenilbutazon, flunixin meglumine) mungkin bisa membantu. Menurut pendapat penulis, penggunaan dimetil sulfoksida (DMSO) intravena dengan dosis 0,9 gm/kg sebagai larutan 10% sangat membantu.
Osmolalitas larutan ini kira-kira 1660 mosm/L. Ini secara rutin digunakan sekali sehari selama 3 hari dan kemudian dua hari sekali selama tiga sampai empat perawatan tambahan atau lebih lama sesuai kebutuhan. Pemberian kortikosteroid, seperti deksametason (0,05-0,1 mg/kg diberikan secara intravena) atau prednisolon (1 mg/kg/hari) juga berguna. Kortikosteroid dengan dosis yang lebih besar kadang-kadang direkomendasikan, namun penting untuk mempertahankan pemberiannya sesingkat mungkin. Penggunaan obat anti inflamasi
nonsteroid secara hati-hati sangat penting, karena banyak kuda yang tidak dapat minum, sehingga dehidrasi menjadi komplikasi yang serius. Kebutuhan air harian untuk kuda yang terkena dampak harus 60 hingga 80 mL/kg. Selain air, penting untuk memberi makan bubur atau, jika kuda bisa makan, menyediakan sumber energi dan protein yang sangat enak setiap hari.
Prognosisnya dijaga agar menguntungkan jika seseorang bersedia dan mampu memberikan manajemen jangka panjang untuk kudanya. Pengobatan penyakit neurologis dan komplikasinya, seperti sistitis, luka bakar pada urin, ketidakmampuan untuk bangkit, dan sembelit atau inkontinensia tinja, kadang-kadang masuk dalam gambaran dan merupakan pertimbangan penting ketika memberi tahu pemilik tentang komitmen jangka panjangnya (Tyrnenopoulou & Diakakis, 2023). Kuda yang telah terpajan dengan kuda yang terinfeksi tetapi belum menunjukkan tanda-tanda klinis apa pun dalam waktu 21 hari sejak potensi paparan kemungkinan besar tidak akan mengalami hal tersebut. Semakin lama waktu setelah paparan tanpa bukti tanda klinis, semakin kecil kemungkinan kuda tersebut terserang penyakit atau menularkan virus ke kuda lain.
Pengendalian dan pencegahan
Sumber EHV-1 biasanya adalah kuda yang tidak terlihat sebagai pembawa penyakit. Virus ini ditularkan melalui kontak dekat melalui paparan aerosol, biasanya melalui sekret pernapasan yang terinfeksi, meskipun jaringan janin, plasenta, dan cairan rahim dari kuda betina yang diaborsi juga menular dan perlu dibuang dengan cara yang aman dan tepat untuk mencegah paparan dari sumber ini. Wilayah udara umum meningkatkan penularan, dan dalam percobaan infeksi, penyakit ini terjadi pada jarak 35 kaki. Misi transmisi fomite dapat dilakukan. Virus dapat ditularkan melalui bahan organik pada pakaian, sepatu, atau paku payung atau bahkan pada bahan di dalam kandang, trailer, ember air, atau pakan. Pengendara harus didorong untuk memakai sepatu bot kulit atau karet yang dapat didesinfeksi sebelum memasuki atau meninggalkan kios atau gudang. Minta semua pengunjung untuk menggunakan rendaman kaki sebelum memasuki atau meninggalkan fasilitas, dengan mengingat untuk menyertakan juga pengunjung tetap seperti dokter hewan dan dokter hewan.
Salah satu pendekatan yang paling hemat biaya untuk pengelolaan penyakit menular adalah penggunaan vaksin. Saat ini, belum ada vaksin yang mengklaim dapat melindungi
S.M. Reed, R.E. Toribio / Dokter Hewan Clin Equine 20 (2004) 631–642 639
melawan bentuk neurologis penyakit ini. Dalam beberapa laporan yang terkait dengan wabah baru-baru ini serta dalam beberapa publikasi buku teks, informasi yang bersifat anekdotal telah melaporkan adanya hubungan antara bentuk neurologis penyakit ini dan seringnya vaksinasi. [34]. Meskipun belum ada definisi yang jelas mengenai “vaksinasi yang sering”,
dalam wabah yang terjadi baru-baru ini, sebagian besar kuda telah divaksinasi setiap 60 hari, bahkan ada yang sampai 10 tahun.
Beberapa kesulitan yang terkait dengan penggunaan vaksin adalah pengenalan antigen yang tepat untuk mengembangkan respon imun, pencapaian konsentrasi antibodi yang tinggi pada lokasi yang tepat, dan mengetahui apakah seseorang sedang berupaya untuk mencegah infeksi atau penyakit, dan masih banyak lagi. Vaksin terbaik akan memberikan perlindungan pada lokasi infeksi dibandingkan mencegah penyakit. Tidak ada vaksin yang mencegah latensi;
untuk melakukan hal ini, seseorang harus memiliki kekebalan mukosa yang tinggi setiap saat untuk memblokir penularan. Pertanyaan mengenai strategi vaksinasi yang tepat untuk mengurangi kemungkinan penyakit neurologis pada wabah EHV-1 sangatlah kompleks.
Vaksinasi dapat mengurangi tingkat viremia pada kuda yang terinfeksi, yang selanjutnya dapat mengurangi jumlah virus yang dilepaskan oleh kuda yang terinfeksi dan membantu mengurangi risiko semua manifestasi EHV-1.
Kasus myeloencephalopathy EHV-1 terjadi meskipun vaksinasi rutin diberikan dalam interval pendek, menunjukkan kemungkinan varian EHV-1 pada populasi kuda. Meskipun saat ini tidak ada vaksin yang dipasarkan yang memberikan perlindungan terhadap bentuk penyakit neurologis, risiko pelepasan virus mungkin berkurang pada kawanan kuda yang divaksinasi.
Oleh karena itu, vaksinasi yang sering adalah penting, dengan rekomendasi vaksinasi ulang dengan interval 60 hingga 90 hari. Rekomendasi vaksinasi saat ini untuk penggunaan vaksin EHV-1 diarahkan pada pencegahan aborsi pada kuda bunting.
Selain isolasi kuda yang terkena dampak dan vaksinasi terhadap kuda yang tidak terpapar, pengurangan kejadian penyakit dapat dibantu dengan prosedur desinfeksi menyeluruh.
Penghapusan semua bahan organik dari area tersebut diperlukan, bersamaan dengan pembersihan permukaan yang terkontaminasi dengan sabun dan air. Disinfeksi dapat dilakukan dengan larutan 1 bagian pemutih (natrium hipoklorit) dengan 10 bagian air.
Permukaan harus dibiarkan kering untuk mengurangi kemungkinan penyebaran virus lebih lanjut. Pencegahan kasus baru dapat dikurangi dengan mengisolasi semua pendatang baru, kuda yang sakit, dan kuda yang kembali dari pertunjukan atau kompetisi lainnya selama 2 hingga 3 hari. Dalam situasi di mana ada dugaan kuda terinfeksi, isolasi hingga 7 hari akan mengurangi kemungkinan terjadinya infeksi. Jika kuda terkena EHV-1, isolasi semua kuda yang bersentuhan selama 21 hari adalah hal yang penting atau ideal
INFEKSI SEL DAN REPLIKASI VIRUS
Adapun virus herpes alfa lainnya, EHV-1 dapat menginfeksi berbagai jenis sel di saluran pernapasan, organ limfoid, dan sistem saraf [10]. Sel terinfeksi melalui kontak langsung dengan EHV-1 atau melalui kontak sel ke sel dengan sel yang terinfeksi.
Glikoprotein amplop EHV-1 telah terbukti memainkan peran penting dalam masuknya virus ke dalam sel inang. EHV-1 menggunakan glikoprotein yang sama dengan virus herpes alfa lainnya (misalnya HSV, virus herpes sapi (BHV) dan virus pseudorabies (PRV)) untuk
berikatan dengan sel permisif. Glipro EHV-1
tein C (gC) berikatan dengan glikosami noglikans yang mengandung heparan sulfat pada permukaan sel [11, 12]. Glikoprotein D dan M (gD dan gM) diperlukan untuk masuknya virus [13, 14], namun reseptor unik lainnya, masih belum diketahui dan berbeda dari reseptor virus yang sebelumnya dijelaskan untuk virus herpes alfa juga terlibat [12]. Setelah menempel, virus menembus endositosis/fagositosis non klasik [15], yang melepaskan protein ke dalam sel.
Seperti virus herpes lainnya, diyakini bahwa sebagian besar protein tegumen berdisosiasi dari tutup sid, yang berhubungan dengan mikrotubulus. melalui dynein, protein motor pengarah ujung minus. Oleh karena itu kapsid diangkut sepanjang mikrotubulus ke pusat pengorganisasian mikrotubulus, dekat nukleus. Mekanisme transpor kapsid ini penting dalam infeksi sel seperti neuron, bila tempat infeksi jauh dari nukleus. Nukleokapsid berikatan langsung dengan kompleks nukleopore (NPC) dan DNA virus ditranslokasi ke dalam nukleus sedangkan nukleokapsid tetap berada di sitoplasma (Whittaker et al, 1998) dalam