POLITIK HUKUM Sudut pandang dari politik dan hukum bagi proses demokratisasi
Sering kali kita mendengar bahwa "hukum tanpa demokrasi cenderung melahirkan otoritarianisme, sementara demokrasi tanpa hukum memicu anarkisme." Pernyataan ini menggambarkan bahwa demokrasi dan hukum saling membutuhkan untuk mencapai keseimbangan dalam sebuah negara.
Demokrasi sebagai sistem politik dalam negara hukum tidak hanya berfokus pada tujuan akhir, tetapi juga membutuhkan tata cara dan proses pelaksanaannya. Dengan kata lain, demokrasi bukan hanya tentang hasil, tetapi juga tentang proses demokratis yang adil dan transparan.
Sebagai sistem politik, demokrasi telah dikenal sejak lima abad sebelum masehi ketika masyarakat Yunani membentuk polis (negara kota). Mereka mengorganisasikan sistem politik untuk memenuhi kepentingan dan kesejahteraan rakyat. Samuel P. Huntington dalam bukunya The Third Wave:
Democratization in the Late Twentieth Century (1991) menekankan bahwa demokrasi adalah kata kunci dalam wacana politik global. Menurutnya, demokrasi bukan hanya alat untuk memilih pemimpin, tetapi juga cara untuk memastikan bahwa pemerintahan mencerminkan kehendak rakyat dan bertanggung jawab kepada mereka.
Istilah "demokrasi" sendiri berasal dari kata Yunani demos yang berarti "rakyat," dan kratos atau cratein yang berarti "pemerintahan." Demokrasi adalah pemerintahan yang berlandaskan kehendak rakyat, yang memungkinkan rakyat terlibat dalam pengambilan keputusan publik. Demokrasi juga dianggap sebagai indikator kemajuan politik suatu negara karena menempatkan partisipasi rakyat sebagai elemen utama dalam pembagian kekuasaan. Namun, tantangan seperti polarisasi politik, ketidaksetaraan, dan ketidakadilan sosial membuat proses demokrasi menjadi tidak mudah.
Pasca-Reformasi, Indonesia menjadi negara demokrasi dan negara hukum yang memberikan kebebasan kepada setiap warga negara untuk berpendapat, baik secara lisan maupun tulisan.
Demokrasi di Indonesia dibangun atas dasar penghormatan terhadap hak asasi manusia (HAM), di mana setiap warga negara memiliki hak yang sama. Namun, kebebasan berpendapat ini harus dilaksanakan secara bertanggung jawab, bukan sekadar kebebasan tanpa batasan.
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kebebasan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, misalnya, menetapkan asas-asas kebebasan yang bertanggung jawab, yaitu:
1. Asas keseimbangan antara hak dan kewajiban 2. Asas musyawarah dan mufakat
3. Asas kepastian hak dan keadilan 4. Asas proporsionalitas
5. Asas mufakat
Sebagai negara hukum, Indonesia mengatur kebebasan berpendapat sesuai dengan ketentuan Pasal 28 UUD 1945 dan amandemennya, yang menekankan pentingnya penghormatan terhadap hak orang lain dan keamanan umum. Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) juga bertujuan untuk menyeimbangkan kebebasan berpendapat dengan kepentingan publik, meskipun sering menuai kritik karena dianggap membatasi kebebasan tersebut.
Dalam proses demokratisasi, keterbukaan informasi sangat penting agar masyarakat dapat berpartisipasi aktif. Pemerintah perlu memastikan transparansi dalam perencanaan kebijakan hukum agar masyarakat dapat memahami dan berkontribusi. Partisipasi ini perlu didukung dengan literasi hukum yang baik. Dengan pemahaman hukum yang lebih baik, masyarakat dapat memberikan masukan konstruktif dan mengawasi pelaksanaan kebijakan publik.
Peran penting dalam politik hukum juga dipegang oleh stakeholder seperti organisasi non-pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, dan sektor bisnis. Keterlibatan mereka memastikan bahwa kebijakan yang dibuat mencerminkan kepentingan dan perspektif yang beragam. Selain itu, masyarakat juga
memainkan peran penting dalam mengawasi dan mengevaluasi implementasi kebijakan hukum, memberikan umpan balik yang memungkinkan pemerintah menyesuaikan kebijakan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan stakeholder merupakan fondasi utama untuk menciptakan politik hukum yang adil, inklusif, dan berkelanjutan. Politik hukum yang berfokus pada demokrasi menuntut adanya sistem hukum yang kuat untuk menjamin keadilan dan HAM, sehingga cita-cita negara demokrasi dapat terwujud secara efektif dan berkelanjutan.
Contoh kebijakan konkret dan kasus yang mencerminkan interaksi antara hukum dan politik dalam proses demokratisasi di Indonesia:
1. Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) Tahun 2008
UU KIP adalah langkah penting dalam demokratisasi, karena undang-undang ini memberi masyarakat hak untuk mendapatkan informasi dari badan-badan publik. Kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan transparansi pemerintah, memperkuat akuntabilitas, dan mendorong partisipasi publik dalam pengawasan kebijakan. Keterbukaan informasi memungkinkan masyarakat untuk mengawasi kinerja pemerintah, memberi masukan, dan memastikan kebijakan yang diambil mewakili kepentingan publik. Ini merupakan wujud nyata dari prinsip demokrasi dan rule of law, karena memastikan bahwa hak rakyat dihormati dan dijaga.
2. Kasus Pembahasan dan Penolakan Omnibus Law
RUU Cipta Kerja (Omnibus Law) adalah kebijakan konkret yang menunjukkan interaksi antara hukum dan politik dalam demokrasi Indonesia. Pemerintah dan DPR mendorong RUU ini untuk memperbaiki iklim investasi dan menciptakan lapangan kerja. Namun, proses pembahasannya menuai kritik karena dianggap kurang melibatkan partisipasi masyarakat dan tidak transparan.
Banyak kalangan, termasuk mahasiswa, buruh, dan LSM, melakukan protes dan menuntut judicial review. Hal ini menyoroti bagaimana hukum dan kebijakan ekonomi-politik dalam proses demokratisasi harus tetap menjaga keseimbangan antara kebutuhan pembangunan dan perlindungan hak-hak rakyat.