• Tidak ada hasil yang ditemukan

survei resistivitas 3-dimensi untuk menentukan distribusi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2025

Membagikan "survei resistivitas 3-dimensi untuk menentukan distribusi"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

SURVEI RESISTIVITAS 3-DIMENSI UNTUK MENENTUKAN DISTRIBUSI TAHANAN JENIS TANAH BAWAH PERMUKAAN

DAERAH RAWAN LONGSOR

DI DESA PENELOKAN KECAMATAN KINTAMANI BANGLI

OLEH

Ni Komang Tri Suandayani, SSi. MSi

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS UDAYANA

TAHUN 2014

(2)

SURVEI RESISTIVITAS 3 – DIMENSI UNTUK MENENTUKAN DISTRIBUSI TAHANAN JENIS TANAH BAWAH PERMUKAAN

DAERAH RAWAN LONGSOR

DI DESA PENELOKAN KECAMATAN KINTAMANI BANGLI

ABSTRAK

Penelitian ini merupakan studi pendahuluan tentang penerapan geolistrik untuk pendugaan bidang longsor. Pengukuan tahanan jenis listrik untuk lapisan tanah pasir dekat permukaan dengan metode resistivitas 3-D dengan konfigurasi poe-pole, telah di lakukan.

Petak survey yang dipakai berukuran 6 x 12 m2 dengan kombinasi 4 x 7 elektrode ( 28 elektrode ). Hasil penglolaan data dengan softwater resi3dinv versi 2.06 memberikan hasil distribusi tahanan jenis bawah permukaan daerah penelitian yang berkisar antara 4,4–730 Ohm–meter dalam bentuk penampang horizontal dan penampang vertical terdistribusi hingga kedalamaan 10,8 meter. Bidang longsor ditunjukan pada batas berupa lapisan pasir ( p = 81, 6 ohm – meter ) pada kedalamaan sekitar 2,22 meter. Hasil pengolahan data menunjukan bahwa metode resistivitasi 3-D dapat diterapkan untuk penggambaran distribusi resistivitasi bahwa permukaan sebagai bagian dari usaha percobaan dan bidang longsor pada daerah rawan bencana tanah longsor.

(3)

PENDAHULUAN

Pendugaan keadaan bahwa permukaan bumi dengan menggunakan metode resistivitasi merupakan salah satu metode geofisika yang sering diterapkan. Metode ini merupakan salah satu metode yang digunakan untuk penelitian lingkungan karena sifatnya yang tidak merusak medium. Studi lingkungan dengan menggunakan metode resistivitasi ini biasanya menerapkan survei resistivitas 2- D karena mudah dalam praktek pekerjaan di lapangan.

Hasil pengolahan berupa penyebaraan harga resistivitas yang didapat nantinya hanya berupa penampang secara vertikal saja tanpa mengetahui penyebaraan secara horizontal.

Penyelidikan tahanan jenis bawah permukaan dengan menerapkan survei resistivitas secara 3- D jarang dilakukan. Selain sebagai suatu teknik survei yang baru, surei jenis ini membutuhkan banyak waktu karena memiliki tingkat kesulitan yang lebih dibandingkan dengan survei 2-D dalam hal akusisi data. Keterbatasan peralatan pengukur untuk juga menjadi faktor lain yang menjadi rendahnya ferekuensi penggunaan teknik akusisi 3-D dibandingkan terhadap 2-D. hasil penggambaran distribusi resistivitas 3-D yang didapatkan memiliki kelebihan daripada jenis hasil yang didapatkan dari survey 2-D. penggambaraan distribusi tahanan jenis yang di hasilkan dari teknik akuisisi 3- D mampu menampilkan citra penyebaran resistivitas baik penyebaran secaa vertikal maupun secara horizontal untuk tiap kedalamam yang berbeda. Teknik akuisisi data dengan survei 3- D ini diterapkan untuk studi lingkungan, yakni untuk mengetahui penyebaran tahanan jenis bawah permukaan daerah rawan longsor. Dari penerapan survei 3- D di harapkan didapatkan penggambaran citra distruibusi resistivitas bawah permukaan secara vertical maupun horizontal.

Tujuan yang di harapkan dalam penelitian ini adalah mendapatkan penggambaran distribusi tahanan jenis bawah permukaan daerah longsoran dengan menerapkan teknik akuisisi survey resistivitas 3- D.

Tinjauan pustaka

Metode geolistrik memiliki prinsip dasar di mana di lakukan penginjeksiaan arus listrik ke dalam bumi melalui dua elektrokda arus, kemudian beda potensial untuk tiap jarak elektroda potensial. Dari hasil pengumpulan data berupa arus listrik yang diinjeksikan dan beda pontensial yang di hasilkan dari variasi jarak elekteroda arus dan elekroda pontensial ( faktor geometri ) dapat di peroleh variasi harga tahanan jenis masing-masing lapisan di bawah titik ukur ( Hendrajaya dan Arif, 1990 ).

(4)

Hukum Ohm

Dalam hukum ohm ini di berikan gambaran mengenai hubugan antara besar beda pontensial listrik ( V ), kuat arus ( I ) dan besar tahanan listrik kawat penghantar ( R ) yang di tulis dalam persamaan :

V= I.R ( 2.1 )

Bila R disebut sebagai tahanan yang memiliki satuan ohm, maka kebalikan dari tahanan itu sendiri di namakan sebagai konduktansi ( G ) dengan satuan siemens ( S ) :

G = ( 2.2 )

Untuk mengetahui hubungan antara rapat arus ( J ), medan listrik ( E ) dan potensial ( V ), dapt ditulis dalam notasi skalar menjadi :

V = r . E ( 2.3 )

Dengan r adalah jarak. Bila disubstitusikan kedalam persamaan ( 2.1 ) menjadi :

I = = . E ( 2.4 )

Sehingga :

J = . E ( 2.5 )

Besaran { } merupakan besaran yang menunjukkan karakteristik bahan penghantar, disebut konduktivitas listrik bahan σ:

σ = ( 2.6 )

dengan satuan -1

Sedangkan kebalikan dari konduktivitas di sebut sebagai tahanan jenis bahan : ( 2.7 )

Dengan satuan ohm.meter ( Ὠm. )

(5)

Apabila persamaan ( 2.7 ) disulihkan ke dalam persamaan ( 2.5 ) akan diperoleh persamaan : J = σ.E = . E

Persamaan (2.8 ) disebut sebagai Hukum ohm.

Resistivitas Semu

Pada kondisi sebenarnya, bumiterdiri dari lapisan-lapisan tanah dengan p yang berbeda- beda. Pontensial yang terukur adalah nilai medan pontensial oleh medium berlapis. Dengan demikian resistivitas yang terukur di permukaan bumi bukanlah harga resistivitas yang sebenarnya melainkan resistivitas semu. Resistivitas semu yang terukur merupakan resistivitas gabungan dari beberapa lapisan tanah yang dianggap sebagai satuan lapisan homogen. Gambar 2.1 menunjukan kondisi resistivitas bahwa permukaan yang sebenarnya terdiri dari dua lapisan dengan resistivitqas yang berbeda ( p1 dan p2 ). Namun resistivitas yang terukur di permukaan bumi hanya menunjukan satu lapisan homogen yang di tunjukan oleh suatu nilai resistivitas . harga resistivitas yang terukur dipermukaan bumi tersebut merupakan resistivitas semu ( psemu ) dan resistivitas tersebut bukan resistivitas sebenarnya dari kondisi bawah permukaan.

METODE RESISTIVITAS 3-DIMENSI

Mengingat keadaan bumi sesunggunya adalah dalam bentuk dimensi tiga, maka perlu adanya suatu metode resistivitas yang mampu memberikan penggambaran bawah permukaan dalam dimensi tiga. Resistivitas 2-D belum mampu memberikan informasi risistivitas yang respresentatif untuk menggambarkan kondisi bawah permukaan yang sesungguhnya karena hasil pengolahan yang sesungguhnya karena hasil pengelolaaan resistivitas 2-D hanya berupa penampang vertical yang hanya menunjukkan penyebaran resisvitas secara vertical saja.

Beberapa dengan metode resistivitas 3-D mampu menggambarkan distribusi resistivitas dalam bentuk dimensi tiga. Hasil pengolahan resistivitas 3-D memberikan informasi penyebaran tahanan jenis bawah permukaan tidak hanya secara vertical saja namun juga penyebaran lateral dari resistivitas bawah permukaan. Gambar 2.6 memberikan ilustrasi perbedaan penggambaran resistivitas bawah permukaan dalam bentuk dimensi satu, dimensi dua dan dimensi tiga.

Metode resistivitas 3-Dimensi secara teori seharusnya mampu memberikan informasi Distribusi tahanan jenis dengan lebih akurat dibanding resistivitas 2-dimensi karena metode

(6)

resistivitas 3-dimensi tidak hanya memberikan citra distribusi resistivitas dalam penampang vertikal saja namun juga dalam bentuk penampang horizontal (penyebaran secara horizontal).

Hingga saat ini, metode resistivitas 3-dimensi masih dalam tahap penelitian dan pengembangan di berbagai negara maju. Walaupun dalam penerapannya survey resistivitas 2- dimensi dalam berbagai penelitian geofisika, namun survey resistivitas 3-dimensi ini tetap rutin diterapkan demi pengembangan metode resistivitas 3-dimensi itu sendiri. Faktor utama penyebab jarang diterapkanya survey resistivitas 3-dimensi ini adalah besarnya biaya dan banyaknya tenaga yang dibutuhkan terutama untuk survey terhadap area yang luas. Sampai saat ini terdapat dua jenis solusi yang sedang di kembangkan untuk dapat mengatasi permasalahan tersebut (M.H loke, 2000). Pertama adalah pengembangan resistivity meter dengan multi-channel yang diharapkan mampu melakukan pembacaan terhadap hasil pengukuran dalam sekali pengijeksian arus, dengan demikian waktu dan tenaga yang dibutuhkan untuk survey resistivitas 3-dimensi dapat dikurangi. Solusi kedua dengan mengembangkan teknologi mikrokomputer berkecepatan tinggi yang disiapkan untuk melakukan proses inversi terhadap data dalam skala besar (lebih dari 8000 data dan petak survey lebih dari 30x30) dalam waktu yang relatif singkat.

Survei Resistivitas 3-Dimensi

Untuk proses akuisisI data di lapangan, survei resistivitas 3-dimensi sering menggunakan konfigurasi pole-pole, pole-dipole dan dipole-dipole. Ketiga konfigurasi tersebut sering dipakai dalam survey resistivitas 3-dimensi karena dengan memakai konfigurasi elektroda lainnya (seperti wenner atau Schlumberger) justru akan didapatkan hasil pengukuran yang kurang baik terutama pada bagian tepi petak survei.

Lintasan pengukuran untuk survei resistivitas 3-D berupa susunan beberapa elektroda yang berupa petak berbentuk persegi baik bujur sangkar atau dapat juga persegi panjang, seperti contoh pada gambar 2.3. Dalam ilustrasi tersebut diperlihatkan susunan elektroda dengan kombinasi 5x5 elektroda (25 elektroda) berbentuk bujur sangkar dan susunan elektroda dengan kombinasi 5x7 (35 elektroda) berbentuk persegi panjang.

Untuk proses pengambilan data resistivitas 3-D terdapat dua teknik pengukuran, yakni:

complete data set survey dan cross-diagonal survey .kedua teknik tersebut dapat dipilih berdasar kebutuhan. Teknik pertama yaitu complete data set survey merupakan suatu teknik pengambilan data yang lengkap pada tiap elektrodanya namun membutuhkan waktu yang

(7)

lama. Sedangkan cross- diagonal survey merupakan teknik singkat dari teknik yang pertama sehingga waktu yang dibutuhkan juga lebih sedikit dibanding complete data set survey. Pada teknik cross-diagonal survey, pengukuran dilakukan sepanjang sumbuh -X, sumbu- Y dan sumbu diagonal petak lintasan. Karena adanya faktor resiprok, pengambilan data dengan teknik ini dilakukan dengan mengukur potensial pada elektroda yang memiliki nomor indeks yang lebih besar dari nomor indeks elektroda arus. Ilustrasi pengambilan data resistivitas 3D dengan kedua teknik diatas dapat dilihat pada gambar 2.4.

Konfigurasi pole-pole

Konfigurasi pole-pole merupakan konfigurasi elektroda yang paling sering digunakan untuk survey resistivitas 3D. Pada konfigurasi elektroda ini tidak sama halnya dengan konfigurasi wenner ataupun schlumber. Pada dasarnya, konfigurasi pole-pole ini hanya memanfaatkan dua elektroda saja, yakni elektroda arus (c1) dan elektroda lainya berupa elektroda potensial (p1) seperti diperlihatkan pada gambar 2.5.

Dalam pelaksanaan di lapangan, dua elektroda lainnya yakni c1dan p1 yang digunakan dalam survei tersebut.

Harga resistivitas semu yang dapat dengan konfigurasi elektroda pole-pole ini adalah:

(2.9) Dimana:

Resistivitas (apparent resistivitas )

A = Spasi elektroda (jarak antara elektroda c1 dan p1)

R = Resistivitas yang terukur langsung di lapangan

Dari persamaan (2.9) tersebut suku 2 merupakan faktor geometri dari konfigurasi pole- pole.

Kedalam penetrasi ke bawah permukaan yang dicapai oleh konfigurasi pole-pole ini adalah sebesar 0,867 kali spasi elektroda yang digunakan (M.H. Loke, 2000)

Konfigurasi pole-pole ini memiliki keakuratan pengukuran yang lebih baik daripada konfigurasi elektroda lainya untuk petak pengukuran denga kombinasi kurang dari 12x12 elektroda (kurang dari 144 elektroda)

(8)

Software Pengolah res3dinv

Res3dinv merupakan perangkat lunak computer yang secara otomatis akan menampilkan model resistivitas 3-D bawah permukaan. Perangkat lunak ini mengolah data-data yang didapatkan dari pengukuran dilapangan. Pemodelan 3-D dilakukan dengan menggunakan program inverse. Program nversi ini menggambarkan dan membagi keadaan bewah permukaan dalam bentuk sejumlah balok 3-dimensi (gambar 2.6.)

Program inverse ini juga menentukan harga resistivitas tiap model balok dengan meminimalisasi perbedaan antara harga resistivitas semu terukur dan terhitung. Program inverse yang digunakan berdasarkan metode kuadrat- terkecil (deGroot-Hedlin dan Contable 1990, Sasaki 1992), dimana metode kuadrat terkecil tersebut berdasarkan persamaan di bawah ini:

d g

(2.10) Dimana :

F = filter data dan vertikal = f x f xT + f z f zT

Fx = filter Horisontal Fz = filter vertikal

J = matriks derivative parsial u= faktor redaman

d= vector gangguan model

g = vector ketaksesuaian (terdiri dari perbedaan logaritma resistivitas terukur dan terhitung)

Metode kuadrat terkecil ini dapat dibagi dalam tiga tahapan (loke dan barker, 1995).

Tahap pertama adalah membuat pemodelan bumi yang homogen. Hal ini dilakukan dengan menghitung nilai rata-rata dari resistivitas semu terukur. Dari tahap ini dapat di tentukan harga vector ketidaksesuaian g. Tahap kedua adalah penghitungan matrik jacobian berdasarkan konfigurasi elektrodayang digunakan, yakni pole-pole. Dalam tahap ini, faktor redaman u dipilih berdasarkan tingkat gangguan acak yang terdapat pada data. Filter f akan

(9)

semakin meningkat seiring dengan semakin dalamnya blok pemodelan untuk menjaga agar proses inverse tetap stabil. Tahap terakhir adalah menyelesaikan sistem persamaan kuadrat- terkecil (persamaan 2.10) untuk menentukan vector gangguan parameter model d

.

METODOLOGI PENELITIAN Lokasi penelitian

Penelitian in dilaksanakan di desa Penelokan Kecamatan Kintamani Bangli. Lokasi ini terletak pada posisi 8 14 52” LS dan 115 19 40” BT. Daerah penelitian terletak pada tepian Kaldera Gunung Batur beserta danaunya.

AKUISISI DATA RESISTIVITAS 3- D

Untuk proses akuisisi data ini menggunakan konfigurasi pole-pole yang biasa digunakan untuk survey resistivitas 3-D. Pada konfigurasi ini, elektroda C1 dan P1 bersifat lebih dinamis daripada elektroda C2 dan P2 karena dalam pengukuran dengan menggunakan konfigurasi ini sebenarnya hanya elektroda C1 dan P1 saja yang bergerak. Letak elektroda C2 dan P2 terpisah jauh dari elektroda C1 dan P1. Elektroda C2 dan P2 di letakan sejauh 10 kali dari spasi antara C1 dan P1 (sebesar 2 meter) yakni sejauh 20 meter.

Pada petak pengukuran yang berbentuk persegi panjang, disusun oleh kombinasi elektroda 4x7 (28 elektroda), 4 elektroda sepanjang sumbuh-x dan 7 elektroda sepanjang sumbuh-Y (gambar 3.1). spasi antara elktroda sebesar 2 meter baik dalam arah sumbuh - x maupun dalam arah sumbuh- Y.

Teknik pengukuran yang digunakan dalam survey resistivitas 3-D ini menggunakan teknik cross diagonal survey. Keuntungan dari teknik tersebut bila dibandingkan dengan teknik tersebut complete data Set survey adalah penghematan waktu dan tenaga operasional.

Jumlah data yang didapatkan dari teknik pengukuran ini lebih sedikit dari data yang didapatkan dari teknik comlete data set survey, tanpa mempengaruhi kualitas data yang didapatkan. Dalam teknik cross-diagonal survey, pengukuran tahap pertama yang dilakukan adalah pengukuran resistivitas pada sumbu-x yang dilanjutkan secara berurutan pada sumbu- y pada tahap diagonal dari blok survey tersebut (arah melintang diagonal), seperti diprlihatkan oleh gambar 3.2.

(10)

INTERPRETASI DATA

Interpretasi data merupakantahap terakhir dari metodologi penelitian ini. Dari hasil pengolahan berupa citra warna tersebut diinterpretasikan harga resistivitas danjenis tanah bawah permukaan berdasarkan warna – warna yang mewakilinya. Untuk mengetahui tingkat kerawanan terjadinya longsoran pada daerah tersebut selain dengan menganalisa harga resistivitas pada penampang hasil pengolahan dapat ditunjang pula dengan mengalihkan kecepatan rambat gelombang seismik (Vp) pada tiap lapisannya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penampangan horisontal dan penampangan vertikal

Pengolahan dengan menggunakan software mendapatkan distribusi harga tahanan jenis bawah permukaan berupa citra warna baik dalam bentuk penampang secara horisontal.

Gambar 4.1 dan gambar 4.2 memperlihatkan hasil pengolahan data berupa citra warna yang menunjukan penyebaran resistivitas bawah permukaan pada daerah rawan longsor di lokasi penelitian.

Penampang perspektif 3-dimensi

Penggabungan penampang perspektif vertikal (gambar 4.2) dan penampang perspektif horisontal (gambar 4.1) memberikan suatu bentuk perspektif 3-dimensi berupa balok dengan citra warna yang berbeda – beda. Distribusi warna tersebut merepresentasikan penyebaran resistivitas tanah bawah permukaan. Gambar 4.3 berikut ini menunjukan penampang perspektif 3-D distribusi resistivitas:

Lapisan tanah

Distribusi tahanan jenis tersebut memberikan imformasi tentang jenis tanah atau batuan yang terdapat dalam struktur bawah permukaan berdasarkan harga resistivitasnya:

No Kedalaman (meter)

Resistivitas (Ohm-meter)

Jenis

Tanah / batuan

1. 0,7 – 1,4 18,9 – 730 Tanah lembung lanauan basah – lembek

2. 1,4 – 3,01 9,1 – 730 Pasiran

3. 3,01 – 5,93 9,1 – 730 Batuan terisi tanah lembab 4. 5,93 – 10,8 9,1 – 730 Batuan terisis tanah kering Table 4.1 : Tabel jenis tanah dan kedalaman hasil penelitia

(11)

Bidang longsor

Harga resistivitas mempunyai peranan penting dalam menentukan bidang lonsor. Bidang longsor umumnya memiliki ketebalan lapisan batuan lain yang tidak mudah longsor dalam satu struktur lapisan bawah permukaan. Lapisan bidang longsor memiliki nilai tahanan jenis yang sangat berbeda dengan lapisan lainnya yang tidak mudah longsor. Perbedaan nilai resistivitas yang dimiliki bidang longsor menunjukkan suatu ketidakseragaman (anomali) dari suatu struktur lapisan bawah permukaan.

Pendugaan seismik dapat juga digunakan untuk menentukan bidang longsor yang terdapat pada struktur lapisan bawah permukaan tersebut. Batuan yang mudah longsor umumnya memiliki cepat rambat yang lebih rendah dari pada jenis batuan yang tidak longsor. Batuan yang tidak mudah longsor umumnya berupa batuan yang lebih kompak (lebih keras) yang mampu merambatkan gelombang kopresi (gelombang P atau Vp) lebih cepat daripada batuan yang kurang kompak. Dengan menggunakan batuan table tentang cepat rambat gelombang kompresi (Vp) dalam tanah dan batuan maka dapat diketahui pula bidang longsor pada daerah penelitian.

Berdasarkan penampang vertikal (hasil pengelolahan Res3Dinv) dan table tersebut, diketahui bahwa bidang rawan longsor terletak pada kedalaman sekitar 2,22 meter, yakni berupa lapisan pasir. Nilai resistivitas lapisan pasir (=81,6 m) memiliki perbedaan yang cukup mencolok dengan lapisan diatasnya berupah tanah lempung (=39,3 m) dan juga dengan lapisan dibawahnya yakni lapisan batu (= 196 m). dengan menggunakan tabel cepat rambat gelombang kompresi, batuan pasir (Vp = 4 – 13 x 103 m/s) memiliki cepat rambat yang sangat rendah bila dibandingkan dengan lapisan dibawahnya yakni berupa lapisan batuan dasar (Vp = 5 – 20 x 103 m/s). bidang longsor ditunjukan oleh anak panah pada penampang perpektif vertikal pada gambar 4.4. anak panah yang terdapat pada gambar di atas menunjukan letak bidang longsor dalam struktur bawah permukaan untuk tiap lapisannya pada penampang vertikal dalam arah sumbu-y. bidang longsor yang ditunjukan oleh anak panah merupakan pasir (=81,6 m) yang di representasikan oleh citra warna hijau tua.

(12)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Berdasarkan analisa terhadap data – data yang diperoleh serta pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan, yaitu :

Survey geolistrik dengan menerapkan metode resistivitas 3-D dapat diterapkan pada penelitian lingkungan dalam hal ini untuk menggambarkan penyebaran resistivitas bawah permukaan untuk daerah rawan longsor.

Adanya bidang gelincir di struktur lapisan bawah permukaan berupa lapisan pasir (81,6 m) pada kedalaman 2,22 meter yang didapatkan berdasarkan distribusi nilai resistivitas struktur bawah permukaan dan ditunjung oleh perbandingan kecepatan gelombang _ P

Saran

Beberapa saran yang dikemukakan dalam laporan penelitian ini dengan harapan dapat ditindaklanjuti pada kemudian hari antara lain adalah :

Untuk pengembangan penerapan metode resistivitas 3-D, hendaknya dibuat suatu switching electrodes yang lebih otomatis dengan jumlah saluran ( channel ) yang lebih banyak untuk lebih memudahkan dalam proses akuisisi data resistivitas 3-D. hal tersebut sangat berguna sekali pada survei resistivitas 3-D untuk area pengukuran yang lebih luas.

Di daerah rawan longsor tersebut sebaiknya tidak didirikan bangunan terutama rumah peristirahatan ( vila ) untuk menghindari segala bentuk kerugian yang dapat timbul akibat longsoran baik korban jiwa maupun kerugian material.

(13)

DAFTAR PUSTAKA

Grandis, Hendra ; Yudistira, Tedi. ( 2000 ), “Studi Pendahuluan Identifikasi Penyebaran Polutan Bawah – Permukaan Menggunakan Metode Geolistrik “, penerapan metode giofisika di Indonesia edisi II : geofisika dekat permukaan, HAGI, Bandung.

Haris, A. ( 2001 ), “ Penentuan Situs Purbakala di Sekitar Candi Gentong Dengan Metode Tahanan Jenis “, Tugas Akhir, ITS, Surabaya.

Hendrajaya, Lilik. ; Arif, Idam. ( 1990 ), Geolistrik Tahanan Jenis, Laboratorium Fisika Bumi, Jurusan Fisika, FMIPA, ITB.

Hunt, Roy E. ( 1984 ), Geotechnikal Engineering Investigation Manual, McGraw Hill, New York.

Loke, M. H. ( 2000 ), “ Electrical Imazing Surveys For Environmental And Engineering Studies, Penang.

Loke, M. H. ; Baker, R. D. ( 1955 ), “Least – Squares Deconvolution of Apparent Resistivity Pseudosection, “ Gheophysics, Vol 60, No. 6, pp 1682 – 1690.

Pangular, D. ; D, Suroso. ( 1985 ), Petunjuk Penyelidikan Dan Penanggulangan Gerakan Tanah, Pusat Penelitian Dan Pengembangan Pengairan, Badan Penelitian Dan Pengembangan Pekerjaan Umum, Department Pekerjaan Umum, Republik Indonesia.

Panissod, C. ( 2001 ), “On The Effectivness of 2D Electrical Inversion Result : An Agricultural Case Study”, Geophysical Prospecting, Vol. 49, pp. 570 – 576

Prayogo, Singgih. ( 2003 ), “ bencana pemandian pacet : Kajian Efek Bottle – Neck Lebar Sungai Bawah Jembatan Terhadap Kecepatan Aliran “, Karya Tulis Ilmiah, ITS, Surabaya.

Sharma, Prem V. ( 1977 ), Enviromental And Engineering Geophysics, Cambridge University Press, United Kingdom.

Surono. ( 2002 ), “ Varisi Tahanan Jenis 2-D Pada Daerah Bencana Gerakan Tanah Di Megamendung dan Cipatat “, Jurnal Geofisika, Vol. 1, pp. 35 – 42.

(14)

Telfrod, W.M.; Geldrat, L.P. ( 1976 ), Applied Geophysics, Cambridge University Press, London.

Tutiani. ( 2000 ), “ Penuntun Aliran Sungai Bawah Tanah Dengan Metode Resistivitas Wenner di Daerah Rengel Tuban Jawa Timur “, Tugas Akhir, ITS, Surabaya.

(15)
(16)
(17)
(18)
(19)
(20)
(21)

Gambar

Gambar 4.1 dan gambar 4.2 memperlihatkan hasil pengolahan data berupa citra warna  yang  menunjukan  penyebaran  resistivitas  bawah  permukaan  pada  daerah  rawan  longsor  di  lokasi  penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Lapisan ketiga adalah lapisan zona resistif yaitu berada pada kedalaman sekitar lebih dari 7 meter di bawah permukaan tanah dengan interval resistivitas lebih dari 300  m

Interpretasi Distribusi Tingkat Konduktivitas Lapisan Bawah Permukaan Untuk Menentukan Bidang Gelincir Pada Daerah Rawan Longsor Dengan Menggunakan Metode VLF

Metode geolistrik resistivitas digunakan juga untuk mengetahui perubahan resistivitas pada lapisan bawah permukaan sehingga dapat memetakan kondisi bawah

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mendeteksi struktur bawah permukaan pada daerah gumuk dalam 2 dimensi dengan menggunakan metode geolistrik resistivitas konfigurasi

Aplikasi Metode Geolistrik Resistivitas 2D Konfigurasi Dipole - dipole untuk Menentukan Struktur Bawah Permukaan di Kawasan Gunung Sadeng Kabupaten Jember ;

Berdasarkan hasil penelitian struktur bawah permukaan dengan mengginakan metode geolistrik konfigurasi schlumberger didapatkan nilai resistivitas, kedalaman lapisan dan

Berdasarkan distribusi nilai resistivitas tersebut dapat diinterpretasikan bahwa struktur lapisan bawah permukaan lahan gambut di Desa Arang Limbung terdiri dari empat

Hasil pengolahan data menunjukkan struktur bawah permukaan tersusun oleh 3 lapisan batuan yaitu batu pasir dengan kisaran nilai resistivitas kurang dari 10 Ωm dan