• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMODELAN 2-DIMENSI DAN 3-DIMENSI PENYEBARAN BIJIH BESI MENGGUNAKAN DATA RESISTIVITAS DAN IP DI DAERAH A PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PEMODELAN 2-DIMENSI DAN 3-DIMENSI PENYEBARAN BIJIH BESI MENGGUNAKAN DATA RESISTIVITAS DAN IP DI DAERAH A PROVINSI KALIMANTAN SELATAN"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

PEMODELAN 2-DIMENSI DAN 3-DIMENSI PENYEBARAN BIJIH BESI MENGGUNAKAN DATA RESISTIVITAS DAN IP

DI DAERAH “A” PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains (S.Si)

Oleh:

SIVA DWI HARUM NIM. 11140970000020

PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2018 M/1440

(2)

ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

(3)

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN

(4)

iv

LEMBAR PERNYATAAN

(5)

v

ABSTRAK

Pulau Kalimantan, secara geologi memberikan potensi jebakan bijih besi. Bijih besi merupakan mineral yang terkandung dalam batuan sebagai salah satu bahan baku pembuatan baja. Meningkatnya permintaan dunia industri terhadap mineral logam, menjadikan Indonesia bergantung pada impor. Sehingga dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui keberadaan dan sebaran bijih besi guna memenuhi kebutuhan yang memadai. Penelitian ini dilakukan di daerah “ A” Provinsi Kalimantan Selatan menggunakan data resistivitas dan data Induced Polariation (IP) dengan konfigurasi Wenner yang terdiri dari 23 lintasan. Induced Polarization atau Polarisasi terimbas merupakan salah satu metode geolistrik yang sangat efektif untuk mengidentifikasi keberadaan mineral di bawah permukaan. Pengolahan data diawali dengan proses inversi 2-Dimensi untuk mendapatkan nilai resistivitas dan chargeability yang sebenarnya hingga mendapatkan model 3-Dimensi dengan berbagai irisan secara vertikal dan horisontal. Berdasarkan pemodelan, diduga keberadaan bijih besi ditemukan pada 16 lintasan diantaranya lintasan Q, P, O, N, M, V, L, K, W, J, I, H, G, F, E, dan D yang ditandai dengan rentang nilai resistivitas berkisar antara 85,5-1246 Ωm dan rentang nilai chargeability berkisar antara 4,5- 16,1 msec. Arah penyebaran bijih besi di daerah “A” Provinsi Kalimantan Selatan mengarah ke timur laut.

Kata kunci: Metode Geolistrik, Induced Polarization, bijih besi, resistivitas, chargeability

(6)

vi

ABTRACT

Kalimantan, geologically provides a potential iron ore. Iron ore is a mineral contained in rock as a raw material for steel. Increasing industrial demand for metal minerals makes Indonesia dependent on imports. This research is conducted to find out the existence and distribution of iron ore to meet adequate needs. This research was carried out at “A” area of South Kalimantan Province using resistivity data and IP data with Wenner array consisting of 23 tracks. Induced Polarization is one of the most effective geoelectric method to identify the presence of minerals beneath the surface. Data processing is initiated by a 2-Dimensional inversion process to obtain the true resistivity and true chargeability values to obtain a 3-Dimensional model with various slices verticaly and horizontally. Based on the modeling, the presence is found in 16 traps including the Q, P, O, N, M, V, L, K, W, J, I, H, G, F, E, and D traps which have resisitivity value ranging between 85,5-1246 Ωm and chargeability value ranging between 4,5-16,1 mses. Distribution of iron ore in the area of the province of South Kalimantan leads to the northeast.

Keyword: Geoelectric method, Induced polarization, iron ore, resistivity, chargeability

(7)

vii

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan tepat waktu.

Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sains di Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam penulisan, penulis tak lepas dari bantuan serta dukungan dari berbagai pihak sehingga penulis ingin mengucapkan rasa terimakasih kepada:

1. Ibu Marhaya (Ibu) dan Mochammad Hari Febriansyah (Kakak) yang senantiasa memberikan dukungan baik moril maupun materil serta do’a terbesar kepada penulis.

2. Ibu Tati Zera, M.Si selaku pembimbing I dan Bapak Dwi Haryanto, M.Si selaku pembibing II yang telah membimbing dan banyak memberikan pengarahan kepada penulis terkait penelitian yang dilakukan.

3. Bapak Dr. Agus Salim, M.Si selaku Dekan Fakultas Sains dan teknologi Univeritas Islam Negeri Syarif Hidayatulah Jakarta.

4. Bapak Arif Tjahjono, M.Si selaku Ketua Profi Fisika Fakultas Sains dan Teknologi Unversitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Bapak Syaiful, Bapak Adhika, Bapak Widodo, dan Karyawan bidang Eksplorasi lainnya yang telah banyak membantu dan memberikan saran serta masukan terbaik dalam penelitian.

(8)

viii

6. Dosen terbaik, Ibu Nunung Isnaini, S.Si yang telah banyak membantu dan memberikan saran serta masukan untuk memperbaiki penulisan skripsi ini.

7. Teman-teman seperjuangan Fisika angkatan 2014 yang telah memberikan banyak dukungan dan masukan kepada penulis.

8. Senior-senior fisika yang banyak membantu penulis sejak awal penelitian hingga skripsi ini terselesaikan.

9. Sahabat Sechili, Suci Maulidiyah dan Ilman Luthfi yang selalu menyemangati serta menghibur penulis saat menyelesaikan penelitian ini.

10. Millatul Maftuhah, partner skripsi penulis selama tujuh bulan yang selalu menemani dan menyemangati serta selalu membantu penulis dari awal hingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

11. Purnamasari, Amaliyah Triyana, Indah Permatasari, Nadia Fairuz, Wahyu Meganiar Bella yang tidak henti-hentinya selalu membantu penulis dan memberikan doa terbaik untuk penulis.

12. Khoirunisa Listiani, yang telah bersedia menjadi tempat keluh kesah serta pemberi nasihat terbaik kepada penulis.

13. Twenty and silly, Marini Zakiyatul Umi dan Anggiardini yang selalu mengingatkan dan memberikan nasihat terbaik untuk tetap sabar dan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran serta kritik yang membangun dari berbagai pihak guna menyempurnakan skripsi ini. Kritik serta saran yang membangun dari pembaca dapat disampaikan melalui alamat surat

(9)

elektronik penulis, sivadwi9638@gmail.com. Penulis berharap semoga Allah SWT memberkahi laporan tugas akhir ini sehingga dapat bermanfaat bagi pembaca.

Jakarta, 18 Oktober 2018

Siva Dwi Harum

(10)

x

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN ... iii

LEMBAR PERNYATAAN ... iv

ABSTRAK ... v

ABTRACT ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR TABEL ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang...1

1.2 Rumusan Masalah ...4

1.3 Batasan Masalah ...4

1.4 Tujuan Penelitian ...5

1.5 Manfaat Penelitian ...5

1.6 Sistematika Penelitian ...5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Kondisi Geologi daerah Penelitian ...7

2.2 Bijih Besi ...8

2.1.1 Endapan Bijih Besi ... 8

2.2.2 Tipe Cebakan Bijih Besi ... 9

2.3 Metode Resistivitas ...10

2.3.1 Metode Resistivitas Mapping ... 10

(11)

xi

2.3.2 Metode Resistivitas Sounding ... 11

2.4 Konsep Dasar Pengukuran Resisitivitas ...11

2.5 Konfigurasi Elektroda ...13

2.6 Induced Polarization ...14

2.6.1 Polarisasi Membran ... 15

2.6.2 Polarisasi Elektroda ... 16

2.7 Teknik Pengukuran Induced Polarization (IP)...17

2.8 Resistivitas dan Chargeability pada Batuan dan Mineral ...18

2.9 Pemodelan 2-Dimensi ...20

2.10 Pemodelan 3-Dimensi ...21

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 23

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ...23

3.2 Alat dan Bahan Penelitian ...23

3.3 Tahapan Penelitian ...23

3.3.1 Pengolahan Data dan Pemodelan 2-Dimensi Menggunakan Software RES2Dinv ... 25

3.3.2 Pemodelan 3-Dimensi mengunakan Software Voxler ... 29

3.4 Analisis dan Interpretasi Data ...31

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33

4.1 Data Penelitian...33

4.2 Hasil Pemodelan 2-Dimensi ...34

4.2.1 Lintasan U ... 35

4.2.2 Lintasan T... 35

4.2.3 Lintasan S ... 36

(12)

xii

4.2.4 Lintasan R ... 37

4.2.5 Lintasan Q ... 37

4.2.6 Lintasan P ... 38

4.2.7 Lintasan O ... 39

4.2.8 Lintasan N ... 40

4.2.9 Lintasan M ... 41

4.2.10 Lintasan V ... 42

4.2.11 Lintasan L ... 43

4.2.12 Lintasan K ... 44

4.2.13 Lintasan W ... 45

4.2.14 Lintasan J ... 46

4.2.15 Lintasan I ... 47

4.2.16 Lintasan H ... 48

4.2.17 Lintasan G ... 49

4.2.18 Lintasan F ... 50

4.2.19 Lintasan E ... 51

4.2.20 Lintasan D ... 52

4.1.21 Lintasan C ... 53

4.2.22 Lintasan B ... 53

4.2.23 Lintasan A ... 54

4.3 Hasil Pemodelan 3-Dimensi ...55

4.3.1 Hasil Pemodelan 3-Dimensi Resistivitas ... 55

4.3.2 Hasil Pemodelan 3-Dimensi Chargeability ... 58

(13)

xiii

4.3.3 Pemodelan 3-Dimensi Irisan Horisontal Berdasarkan Elevasi ... 61

4.4 Pembahasan ...64

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 67

5.1 Kesimpulan ...67

5.2 Saran ...67

DAFTAR PUSTAKA ... 69

LAMPIRAN ... 71

(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kondisi geologi Kalimantan Selatan ...7

Gambar 2.2 Contoh medium yang bergantung pada dimensi material ...12

Gambar 2.3 Susunan konfigurasi wenner ...13

Gambar 2.4 Proses polarisasi membran pada pori-pori batuan ...16

Gambar 2.5 Aliran elektrolit saat dialiri arus listrik (a). Polarisasi elektroda pada batuan yang mengandung mineral (b) ...17

Gambar 2.7 Nilai resistivitas mineral dan batuan ...20

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian ...24

Gambar 3.2 Format penulisan data pada notepad...25

Gambar 3.3 Tampilan titik bad datum pada lintasan...27

Gambar 3.4 Tampilan pemodelan data 2-Dimensi ...28

Gambar 3.5 Hasil pemodelan 2-Dimensi dengan topografi ...28

Gambar 3.6 Format penulisan data input untuk software Voxler...29

Gambar 3.7 Tampilan solid model 3-Dimensi chargeability ...30

Gambar 3.8 Pengaturan warna pada model ...31

Gambar 4.1 Peta titik pengukuran daerah penelitian ...33

Gambar 4.2 Rentang nilai resistivitas dan chargeability ...34

Gambar 4.3 Pemodelan 2-Dimensi lintasan U ...35

Gambar 4.4 Pemodelan 2-Dimensi lintasan T ...35

Gambar 4.5 Pemodelan 2-Dimensi lintasan S ...36

Gambar 4.6 Pemodelan 2-Dimensi lintasan R ...37

Gambar 4.7 Pemodelan 2-Dimensi lintasan Q ...37

(15)

xv

Gambar 4 8 Pemodelan 2-Dimensi lintasan P ...38

Gambar 4.9 Pemodelan 2-Dimensi lintasan O ...39

Gambar 4.10 Pemodelan 2-Dimensi lintasan N ...40

Gambar 4.11 Pemodelan 2-Dimensi lintasan M ...41

Gambar 4.12 Pemodelan 2-Dimensi lintasan V ...42

Gambar 4.13 Pemodelan 2-Dimensi lintasan L ...43

Gambar 4.14 Pemodelan 2-Dimensi lintasan K ...44

Gambar 4.15 Pemodelan 2-Dimensi lintasan W ...45

Gambar 4.16 Pemodelan 2-Dimensi lintasan J ...46

Gambar 4.17 Pemodelan 2-Dimensi lintasan I pertama ...47

Gambar 4.18 Pemodelan 2-Dimensi lintasan I kedua ...47

Gambar 4.19 Pemodelan 2-Dimensi lintasan H ...48

Gambar 4.20 Pemodelan 2-Dimensi lintasan G ...49

Gambar 4.21 Pemodelan 2-Dimensi lintasan F ...50

Gambar 4.22 Pemodelan 2-Dimensi lintasan E ...51

Gambar 4.23 Pemodelan 2-Dimensi lintasan D ...52

Gambar 4.24 Pemodelan 2-Dimensi lintasan C...53

Gambar 4.25 Pemodelan 2-Dimensi lintasan B...53

Gambar 4.26 Pemodelan 2-Dimensi lintasan A ...54

Gambar 4.27 Model 3-Dimensi resistivitas ...55

Gambar 4.28 Irisan vertikal membagi utara-selatan ...56

Gambar 4.29 Irisan vertikal membagi barat-timur ...56

Gambar 4.30 Cross section resistivitas...57

(16)

xvi

Gambar 4.31 Model 3-Dimensi chargeability ...58

Gambar 4.32 Irisan vertikal membagi utara-selatan ...59

Gambar 4.33 Irisan vertikal membagi barat-timur ...59

Gambar 4.34 Cross section chargeability ...60

Gambar 4 35 Model irisan horisontal resistivitas ...61

Gambar 4.36 Model irisan horisontal chargeability ...61

Gambar 4.37 Irisan horisontal resistivitas berdasarkan elevasi ...62

Gambar 4.38 Irisan horisontal chargeability berdasarkan elevasi ...63

(17)

xvii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Nilai chargeability beberapa mineral ...19 Tabel 2.2 Nilai chargeability beberapa mineral dan batuan ...19

(18)
(19)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Allah SWT telah menciptakan besi yang memiliki manfaat luar biasa sebagaimana dinyatakan dalam Al-Quran Sûrah Al-Hadid 57:25 [1] bahwa:

ۖ ِط ْسِقْلاِب ُساَّنلا َموُقَيِل َنا َزي ِمْلا َو َباَتِكْلا ُمُه َع َم اَنْل َزْنَأ َو ِتاَنِّيَبْلاِب اَنَلُس ُر اَنْلَس ْرَأ ْدَقَل ِساَّنلِل ُعِفاَن َم َو ٌديِدَش ٌسْأَب ِهيِف َديِد َحْلا اَنْل َزْنَأ َو َّنِإ ۚ ِبْي َغْلاِب ُهَلُس ُر َو ُه ُر ُصْنَي ْن َم ُ َّاللَّ َمَل ْعَيِل َو

ٌزيِزَع ٌّيِوَق َ َّاللَّ

“Sungguh, Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan bukti-bukti yang nyata dan kami turunkan bersama mereka kitab dan neraca (keadilan) agar manusia dapat berlaku adil. Dan Kami menciptakan besi yang mempunyai kekuatan, hebat dan banyak manfaat bagi manusia, dan agar Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)-Nya dan rasul-rasul-Nya walaupun (Allah) tidak dilihatnya.

Sesungguhnya Allah Mahakuat, Mahaperkasa”.

Dalam ayat tersebut, Allah menganugerahkan besi (al-Hadid) sebagai karunia yang tidak terhingga nilai dan manfaatnya. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya dalam dunia industri telah mengalami peningkatan akan kebutuhan logam dasar. Hal tersebut menuntut akan tersediannya bahan baku yang memadai. Salah satu bahan baku utama yang banyak digunakan dalam industri logam yaitu besi. Besi merupakan jenis logam yang melimpah di bumi dan berperan penting dalam industri logam. Ketergantungan terhadap logam dalam kehidupan

(20)

2

sehari-hari manusia dapat kita lihat pada keperluan peralatan rumah tangga, pertanian, dan alat transportasi.

Permintaan dunia industri terhadap mineral logam seperti besi (Fe) akhir- akhir ini meningkat tajam, terutama pasokan industri baja pada negara maju.

Konsumsi baja nasional sejak tahun 2011 diperkirakan telah mencapai 6,3 juta ton dan produksinya hanya 3,8 juta ton, sedangkan sisanya sebesar 2,5 juta ton masih bergantung pada impor [2]. Meningkatnya konsumsi baja harus diimbangi dengan ketersediaan bahan baku yang diperlukan, seperti besi. Besi yang biasa digunakan terbuat dari bijih besi. Beberapa perusahaan melakukan penambangan untuk mendapatkan lokasi jebakan mineral baru guna memenuhi kebutuhan akan bijih besi. Jebakan mineral yang dibutuhkan yaitu endapan yang mengandung bahan atau material ekonomis. Endapan besi yang ekonomis umumnya berupa magnetit (Fe3O4), hematit (Fe2O3), limonit (Fe2O3H2O) dan siderit (FeO4CO3) [3].

Pulau Kalimantan terkenal akan sumber daya alam yang dimilikinya.

Beberapa sumber daya alam yang terdapat di daerah tersebut diantaranya batubara, minyak bumi, emas, bijih besi dan bahan tambang lainnya. Sehingga banyak perusahaan melakukan kegiatan ekplorasi di daerah tersebut. Berdasarkan penelitian sebelumnya, Pulau Kalimantan berpotensi bijih besi dengan ditemukannya dua buah endapan bijih besi di daerah penyelidikan yang umumnya menyebar secara lateral yang ketebalannya mencapai 5 meter [2]. Oleh karena itu, penelitian kali ini dilakukan di daerah “A” Provinsi Kalimantan Selatan.

Berdasarkan struktur geologinya daerah Kalimantan Selatan ini terdapat sinklin dan

(21)

3

sesar yang disebabkan oleh kegiatan tektonik yang telah berlangsung sejak jaman Jura [4].

Pada hipotesa awal dikatakan bahawa daerah penelitian ini berpotensi mengandung bijih besi. Sehingga untuk mengetahui secara jelas terkait potensi bijih besi di daerah “A” Provinsi Kalimantan Selatan dilakukanlah survei di lapangan oleh Tim BATAN menggunakan metode geolistrik. Secara umum ada dua metode dalam geofisika yaitu metode aktif dan pasif. Pengukuran metode aktif dilakukan dengan membangkitkan suatu sumber sehingga timbul respon yang dijadikan parameter untuk diukur dan sebaliknya. Salah satu contoh metode aktif yaitu metode geolistrik. Metode geolistrik lebih efektif bila dipakai untuk eksplorasi yang sifatnya dangkal. Oleh karena itu, metode ini banyak digunakan pada bidang engineering geology seperti penentuan kedalaman batuan dasar, pencarian reservoir air, dan juga geofisika lingkungan. Ada beberapa macam metode geolistrik, diantaranya metode resistivitas (tahanan jenis) dan metode IP (Induced Polarization).

Metode resistivitas (tahanan jenis) merupakan salah satu metode yang memperlajari sifat resistivitas dari lapisan batuan di dalam bumi. Sedangkan metode IP (Induced Polarization) merupakan pengembangan dari metode geolistrik resistivitas yang prinsip kerjanya tidak jauh berbeda. Prinsip kedua metode ini yaitu menginjeksikan arus listrik kedalam bumi kemudian melihat respon yang ditimbulkan dari batuan di bawah permukaan, yang membedakan kedua metode ini terdapat pada pengukuran potensial. Dari kedua metode tersebut diharapkan dapat memberikan hasil intepretasi yang baik terkait bijih besi [5].

(22)

4

Dalam penelitian ini, untuk mengetahui keberadaan serta penyebaran bijih besi di daerah tersebut perlu dilakukan pemodelan baik secara 2-Dimensi dan 3- Dimensi menggunakan software pendukung. Dari pemodelan tersebut akan memvisualisasikan bawah permukaan daerah penelitian sehingga mempermudah dalam proses analisis dan interpretasi.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang dihadapi dalam penelitian ini yaitu:

1. Bagaimana analisis dan interpretasi pemodelan data resistivitas dan IP pada model 2-Dimensi?

2. Bagaimana penyebaran bijih besi di daerah “A” Provinsi Kalimantan Selatan berdasarkan model 3-Dimensi?

1.3 Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian ini yaitu:

1. Data yang digunakan dalam penelitian merupakan data sekunder hasil survei yang telah dilakukan oleh Tim Badan Tenaga Nuklir (BATAN) pada daerah “A” Provinsi Kalimantan Selatan.

2. Metode geofisika yang digunakan yaitu metode induced polarization dengan data resistivitas dan data IP dalam kawasan waktu menggunakan konfigurasi Wenner.

3. Parameter yang digunakan dalam penelitian ini adalah resistivitas dan chargeability.

(23)

5

4. Analisis dan interpretasi dilakukan dengan pemodelan 2-Dimensi dan pemodelan 3-Dimensi.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukan penelitian ini untuk memperoleh pemodelan 2-Dimensi dan 3-Dimensi hasil pengolahan data resistivitas dan data IP menggunakan software pendukung untuk memudahkan analisis dan interpretasi keberadaan bijih besi serta penyebarannya di daerah “A” Provinsi Kalimantan Selatan.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi bijih besi di daerah penelitian dan diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi acuan untuk tahap selanjutnya dalam mencari cadangan bijih besi yang bernilai ekonomis khususnya di daerah penelitian.

1.6 Sistematika Penelitian

Penulisan skripsi ini dibagi mejadi dua bagian, dimana bagian pertama terdiri dari abstrak dan bagian kedua terdiri dari kata pengantar, daftar isi, daftar gambar, daftar tabel dan dilanjutkan dengan laporan penelitian. Laporan penelitian ini terdiri dari lima bab, yang sistematika dan tujuannya diuraikan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini diuraikan secara singkat mengenai latar belakang secara mendasar dilakukannya penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan laporan.

(24)

6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini berisikan rangkuman dari dasar teori yang mendasari peneltian.

Sebagian isi dari bab ini akan dijadikan rujukan dalam melakukan analisis dari pengolahan data.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab ini diuraikan mengenai waktu dan tempat penelitian, alat dan bahan penelitian serta tahapan-tahapan penelitian.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini diuraikan hasil dari penelitian beserta analisis dari hasil penelitian tersebut.

BAB V PENUTUP

Pada bab ini berisi poin-poin singkat yang memaparkan kesimpulan dari penelitian tugas akhir dan dilanjutkan dengan saran penulis untuk penelitian yang akan dilakukan selanjutnya.

(25)

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kondisi Geologi daerah Penelitian

Penelitian ini terletak di daerah “A”, Provinsi Kalimantan Selatan. Kondisi geologi daerah penelitian dapat dilihat pada peta geologi lembar Banjarmasin di bawah ini.

Gambar 2.1 Kondisi geologi Kalimantan Selatan [4]

Berdasarkan kondisi geologi (Gambar 2.1), lokasi penelitian berada di antara Formasi Keramaian (Kak) dan Batuan Malihan (Mm). Formasi Keramain (Kak) ini terdiri atas perselingan batupasir, batulanau, dan batulempung yang ditandai dengan warna cokelat muda pada peta di atas. Batuan Malihan (Mm) yang ditandai dengan warna ungu ini sebagian besar menempati bagian Barat Daya lembar yang memiliki hubungan kontak tektonik dengan batuan disekitarnya [4].

(26)

8 2.2 Bijih Besi

Besi (Fe) merupakan salah satu logam yang paling banyak di bumi dan memiliki peran sangat besar dalam kehidupan sehari-hari. Seiring dengan perkembangan teknologi saat ini, kebutuhan sumber daya mineral pun meningkat khususnya penggunaan besi pada sektor industri. Karakter endapan besi ini dapat berupa endapan logam yang berdiri sendiri namun seringkali berasosiasi dengan mineral logam lainya. Endapan besi yang ekonomis umumnya berupa magnetit(Fe3O4), hematit(Fe2O3), limonit (Fe2O3H2O), dan siderit (FeO4CO3) [3].

2.1.1 Endapan Bijih Besi

Menurut Jansen dan Batemen, endapan bijih besi yang terdapat di bumi dapat terbentuk secara primer maupun sekunder. Pembentukan bijih besi primer terjadi oleh proses magmatik, metasomatik kontak, dan hidrotermal. Sedangkan bijih besi sekunder terbentuk oleh proses sedimenter, residual, dan oksidasi [6].

Endapan bijih besi primer sangat erat hubungannya dengan peristiwa tektonik. Pada peristiwa ini akan terbentuk struktur sesar yang merupakan zona lemah. Zona ini memungkinkan terjadinya proses intrusi magma menerobos batuan tua yang disebut magmatisme. Pada kontak terobosan antara magma yang masih cair dengan batuan disekitarnya akan mengalami tekanan dan suhu yang sangat tinggi berkisar antara 500ᵒ-1100ᵒ C sehingga proses ini disebut proses metasomatik kontak. Proses metasomatik kontak menghasilkan mineral logam yang bervariasi seperti magnetit dan hematit yang disertai mineral lainnya seperti kasiterit, pirit, kalkopirit, dan galena. Selanjutnya merupakan proses hidrotermal. Pada proses ini

(27)

9

larutan akan kehilangan temperaturnya dikarenakan semakin menjauhi sumber magma [6].

Endapan bijih besi sekunder terjadi karena proses pelapukan, transportasi, dan sedimentasi pada batuan atau mineral. Endapan ini secara ilmiah terbentuk karena dipengaruhi oleh komposisi dan struktur batuan sumber, keadaan topografi, temperatur dan iklim, medium transportasi dan waktu/lamanya proses [6].

2.2.2 Tipe Cebakan Bijih Besi

Menurut Karyanto, terdapat empat jenis cebakan bijih besi di Indonesia, yaitu [7]:

a. Cebakan Bijih Besi Skarn

Cebakan bijih besi skarn terbentuk oleh proses metasomatik kontak, sebagai hasil reaksi magma berkomposisi menengah sampai ultra basa dengan batuan gamping atau bersifat karbonatan. Mineral bijih utamanya yaitu jenis magnetit, hematit, siderit, limonit atau geothit.

b. Cebakan Bijih Besi Placer

Cebakan terbentuk oleh proses pelapukan, disintegrasi dan akumulasi secara mekanik menghasilkan endapan yang terdiri atas fragmen mineral dan batuan rombakan. Mineral bijih besi ini dapat ditemukan dalam aluvium pantai dan sungai yang disebut pasir besi.

c. Cebakan Bijih Besi Laterit

Cebakan ini merupakan hasil proses pelapukan, dekomposisi dan akumulasi residu. Karena pembentukan cebakan melibatkan proses kimiawi atau mekanis maka pelarutan dan pengendapannya dikendalikan oleh lingkungan setempat

(28)

10

termasuk kondisi geologi dan fisika-kimia. Waktu proses pembentukannya cukup lama karena adanya oksidasi. Mineral yang dihasilkan berupa limonit dan hematit.

d. Cebakan Bijih Besi Sedimen

Pembentukan cebakan ini berhubungan dengan proses sedimentasi. Proses kimia mempunyai peran utama dalam proses pengendapannya dengan disintegrasi mekanis sebagai penyebabnya. Seperti yang terjadi pada sebagian cebakan bijih besi laterit.

2.3 Metode Resistivitas

Geolistik merupakan salah satu metode geofisika yang mempelajari sifat aliran listrik di dalam bumi. Salah satu dari metode geolistrik yaitu metode resistivitas atau metode tahanan jenis. Metode resistivitas banyak digunakan dalam engineering geology [8]. Prinsip dalam metode ini yaitu mengalirkan arus listrik ke dalam bumi melalui dua buah elektroda arus, sedangkan beda potensial yang terjadi diukur melalui dua buah elektroda potensialnya. Berdasarkan tujuannya, cara pengukuran metode geolistrik resistivitas terdiri dari dua yaitu [9].

2.3.1 Metode Resistivitas Mapping

Metode resistivitas mapping ini bertujuan untuk menyelidiki perubahan tahanan jenis bawah permukaan secara horisontal. Pada metode ini spasi di antara elektroda-elektroda dibuat tetap. Konfigurasi elektrodanya dipindahkan sepanjang garis lurus untuk memperoleh informasi perubahan resistivitas secara horisontal.

(29)

11 2.3.2 Metode Resistivitas Sounding

Metode resistivitas sounding ini bertujuan untuk menyelidiki perubahan tahanan jenis bawah permukaan ke arah vertikal. Teknik pengukuran menggunakan sounding ini jarak elektroda arus dan potensial diperbesar secara bertahap sesuai dengan konfigurasi elektroda yang digunakan. Semakin panjang bentangan jarak elektrodanya, maka semakin dalam batuan yang dapat dideteksi meskipun masih dalam batas-batas tertentu.

2.4 Konsep Dasar Pengukuran Resisitivitas

Dasar hukum fisika yang digunakan dalam survei resistivitas adalah Hukum Ohm. Pada tahun 1827, George Ohm menemukan hubungan antara arus (I) dengan beda potensial (V) yang dirumuskan seperti di bawah ini [10]:

∆𝑽 = 𝑰 𝑹 (2.1)

Dimana :

V = Beda Potensial (V) I = Arus Listrik (Ampere) R = Hambatan/resistansi (Ω)

Konsep dasar pengukuran resistivitas dimodifikasi dari pengukuran resistivitas suatu sampel bahan di laboratorium (Gambar2.2). Apabila suatu material diberi kawat tembaga, maka nilai resistansinya akan bergantung pada bentuk atau dimensi bahan tersebut. Pada kawat yang lebih panjang memiliki resistansi yang lebih besar dan sebaliknya. Sedangkan kawat yang tipis memiliki resistansi yang lebih besar daripada kawat yang tebal. Sehingga hubungan antara

(30)

12

resistansi (R) dan Dimensi material konduktor lurus dengan panjang (L) dan luas penampang (A) diekspresikan dalam persamaan [10]:

𝑹 = ρ𝑳𝑨 (2.2)

Dimana:

R = Hambatan/resistansi (Ω) 𝜌 = Resistivitas (Ωm) L = Panjang bahan (m) A = Luas penampang (m2)

Gambar 2.2 Contoh medium yang bergantung pada dimensi material [10]

Penjalaran arus listrik di dalam bumi pada metode resistivitas dapat diasumsikan sebagai bumi homogen dan isotropis. Resistivitas yang terukur merupakan resistivitas yang sebenarnya dan tidak bergantung pada spasi elektroda.

Namun, pada kondisi yang sesungguhnya nilai tahanan jenis atau resistivitasnya ditentukan oleh litologi yang berbeda, struktur geologi dan lapisan yang tidak homogen. Sehingga besar potensial yang terukur merupakan pengaruh dari lapisan

(31)

13

tersebut yang didefinisikan sebagai harga tahanan jenis semu atau resistivitas semu.

Besarnya resistivitas semu (𝜌𝑎, satuan Ωm) yaitu:

𝝆𝒂 = 𝑲∆𝑽𝑰 (2.3)

dimana K adalah faktor geometri yang besarnya bergantung pada susunan elektroda (konfigurasi). Nilai K dapat dihitung dengan persamaan:

𝑲 = 𝟐𝝅

[(𝒓𝟏𝟏𝒓𝟐𝟏)−(𝒓𝟑𝟏𝒓𝟒𝟏)] (2.4) Arus listrik dapat mengalir pada suatu batuan dan mineral apabila terdapat banyak elektron bebas di dalamnya. Selain itu arus listrik juga dipengaruhi oleh sifat atau karakteristik dari setiap batuan yang dilewatinya, salah satunya yaitu nilai tahanan jenis suatu batuan. Semakin besar nilai resistivitas suatu bahan maka semakin sulit bahan tersebut menghantarkan arus listrik dan sebaliknya.

2.5 Konfigurasi Elektroda

Pada penelitian ini digunakan konfigurasi Wenner yang keempat buah elektrodanya terletak dalam satu garis dan simetris terhadap titik tengah.

Konfigurasi ini sering digunakan dalam eksplorasi geolistrik dengan susunan jarak spasi sama panjang.

Gambar 2.3 Susunan konfigurasi wenner [10]

(32)

14

Mekanisme pengukuran yang digunakan adalah dengan menginjeksikan arus listrik ke dalam bumi melalui dua buah elektroda arus (A dan B), kemudian mengukur beda tegangan yang terjadi menggunakan dua buah elektroda potensial (C dan D). Jarak CD pada konfigurasi Wenner selalu sepertiga dari jarak AB. Bila jarak AB diperlebar, maka jarak CD harus diubah sehingga jaraknya tetap sepertiga jarak AB. Dalam konfigurasi ini, AC =CD = DB= a yang merupakan jarak antara kedua elektroda arus dan elektroda potensial. Sehingga faktor geometri konfigurasi Wenner adalah sebagai berikut:

𝑲 = 𝟐𝝅

{(𝟏𝒂𝟐𝒂𝟏)−(𝟐𝒂𝟏𝟏𝒂)}= 𝟐𝝅𝒂 (2.5) Keunggulan konfigurasi Wenner adalah perhitungannya relatif sederhana dan kekuatan sinyalnya cukup besar dibandingkan dengan konfigurasi lain sehingga sangat sensitif terhadap ketidakhomogenan tanah. Di sisi lain, konfigurasi ini juga memiliki kelemahan dalam cakupan horisontal daerah survei yang relatif rendah.

Karena setiap jarak elektroda dinaikkan maka kedalaman yang terukur semakin kecil dan dari segi pengukuran di lapangan konfigurasi ini kurang praktis karena seluruh elektroda harus dipindah-pindahkan untuk memaksimalkan kedalaman pengukuran [11].

2.6 Induced Polarization

Metode Induced Polarization (IP) atau polarisasi terimbas merupakan salah satu bagian dari pengembangan metode geolistrik resistivitas. Sehingga metode IP memiliki teknik pengukuran yang tidak jauh berbeda dengan pengukuran

(33)

15

resistivitas, hanya saja metode ini menggunakan efek polarisasi terinduksi sebagai dasar kerjanya [12].

Metode IP sangat efektif digunakan untuk mengidentifikasi batuan yang mengandung deposit mineral karena adanya efek polarisasi yang terjadi di dalam batuan. Prinsip kerja dari metode IP ini menginjeksikan arus listrik kedalam bumi kemudian mengamati beda potensial yan terjadi setelah arus listrik dimatikan. Saat arus listrik diinjeksikan terjadilah distribusi ion-ion di bawah permukaan bumi yang mengalir melewati tubuh batuan. Saat arus dimatikan (off), idealnya beda potensial tersebut langsung menjadi nol/hilang. Namun, pada medium-medium tertentu akan menyimpan energi listrik (kapasitor) dan akan dilepas kembali. Jadi walaupun arus sudah diputus, beda tegangan akan meluruh terhadap waktu dan berangsur-angsur hilang/nol. Efek ini dinamakan efek Induced Polarization [13].

2.6.1 Polarisasi Membran

Polarisasi membran merupakan ciri dari konduksi elektrolitik yang timbul akibat perbedaan kemampuan ion dalam fluida pori yang berpindah melalui batuan berpori [10]. Konduksi ini dapat berlangsung pada batuan yang memiliki porositas dan permeabilitas baik. Polarisasi membran dapat disebabkan oleh menyempitnya pori-pori akibat keberadaan mineral lempung (clay). Mineral lempung (clay) umumnya bermuatan negatif yang sangat besar menyebabkan ion-ion positif pada fluida pori akan tertarik ke arah partikel lempung yang bermuatan negatif.

Kemudian, sebagian ion positif terakumulasi pada sisi-sisi pori yang menyempit, sedangkan ion-ion negatif fluida pori akan terhambat. Ketika diberi beda tegangan, ion positif fluida pori dapat melalui awan positif sedangkan ion negatif akan tetap

(34)

16

terhambat dan menumpuk. Penumpukan ini akan membentuk membran yang dapat menghambat mobilitas ion lain saat arus diinjeksikan. Namun, ketika arus dimatikan ion akan kembali ke posisi awal [10].

Gambar 2.4 Proses polarisasi membran pada pori-pori batuan [14]

2.6.2 Polarisasi Elektroda

Polarisasi elektoda terjadi ketika mineral logam hadir dalam batuan berpori.

Batuan bertindak sebagai kapasitor yang dapat menyimpan muatan. Keberadaan mineral logam akan menghalangi aliran arus yang melewati batuan sehingga akan terjadi reaksi kimia pada bidang batas mineral logam yang menimbulkan potensial ekstra yang disebut overvoltage beberapa saat (Gambar 2.5). Besarnya overvoltage tergantung pada besar arus dan durasi arus yang melewatinya, dapat berharga positif atau negatif. Sehingga setelah arus dimatikan, tegangan yang ada tidak langsung hilang melainkan akan berangsur-angsur meluruh terhadap waktu hingga muatan kembali ke keadaan semula [11].

(35)

17

Gambar 2.5 Aliran elektrolit saat dialiri arus listrik (a). Polarisasi elektroda pada batuan yang mengandung mineral (b) [14]

2.7 Teknik Pengukuran Induced Polarization (IP)

Secara umum terdapat dua teknik pengukuran dalam induced polarization yaitu pengukuran berdasarkan kawasan waktu (Time Domain Effect) dan kawasan frekuensi (Frequency Domain Effect). Namun pada survei ini dilakukan dengan teknik pengukuran berdasarkan kawasan waktu (Time Domain). Prinsip dari pengukuran berdasarkan kawasan waktu (Time Domain) adalah mengukur waktu peluruhan potensial pada batuan ketika arus listrik diinjeksikan dan dimatikan.

Perhitungan peluruhan potensial ketika arus diinjeksikan lalu dimatikan dan saat potensial meluruh sempurna akan menghasilkan nilai yang disebut chargeability (M) dalam satuan millisecond (msec). Nilai chargeability yang terukur adalah apparent chargeability. Apparent chargeability menunjukan lama tidaknya efek

(36)

18

polarisasi untuk menghilang sesaat setelah arus dimatikan (Gambar 2.7).

Chargeability bergantung pada jenis bahan dan selang waktu pengaliran arus.

Secara sistematis harga chargeability semu dapat dituliskan sebagai berikut [11].

𝑀 =𝑉1

𝑐∫ 𝑉𝑡(𝑡)𝑑𝑡 (2.6)

Dimana :

𝑉𝑐 = Beda potensial saat arus dialirkan

𝑉𝑡 = Beda potensial sesaat setelah arus terputus

2.8 Resistivitas dan Chargeability pada Batuan dan Mineral

Beberapa parameter yang digunakan dalam penentuan jenis material di antaranya nilai resistivitas dan chargeability. Resistivitas merupakan sifat khas dari suatu material, yaitu derajat kemampuan suatu material dalam menghambat arus listrik yang dinyatakan dalam satuan Ωm. Resistivitas batuan sangat diperngaruhi oleh adanya rongga dalam batuan dan karakter fluida. Jika suatu rongga batuan berisi udara, gas atau uap air yang tidak dapat menghantarkan listrik maka nilai resistivitas batuan tersebut akan sangat tinggi [12]. Sedangkan chargeability adalah kemampuan suatu material untuk menyimpan listrik. Besar kecilnya nilai apparent chargeability yang diukur bergantung pada penyebaran ion-ion menuju mineral- mineral dan pergerakan ion di dalam pore-filling electrolyte. Semakin besar nilai chargeability pada suatu material maka semakin banyak mineral logam yang terkandung di dalamnya [11]. Berikut merupakan beberapa nilai chargeability dan nilai resistivitas dari beberapa jenis mineral dan batuan.

(37)

19

Tabel 2.1 Nilai chargeability beberapa mineral [8]

Tabel 2.2 Nilai chargeability beberapa mineral dan batuan [8]

(38)

20

Gambar 2.6 Nilai resistivitas mineral dan batuan [15]

2.9 Pemodelan 2-Dimensi

Pemodelan geolistrik 2-Dimensi digunakan untuk memudahkan proses interpretasi. Hasil dari pemodelan 2-Dimensi ini berupa model penampang resistivitas dan chargeability yang akan dikonversi untuk mendapatkan nilai true resistivitas dan true chargeability-nya. Pemodelan ini didapatkan melalui proses inversi. Proses inversi merupakan proses pengolahan data lapangan yang melibatkan teknik penyelesaian matematika dan statistik untuk mendapatkan informasi yang berguna mengenai distribusi sifat fisis bawah permukaan [16]. Salah satu software yang menggunakan proses inversi untuk pemodelan 2-Dimensi yaitu software RES2Dinv. Proses inversi dalam penelitian ini menggunakan metode algoritma Standart Smoothness-Constrain Least Square Inversion yang digunakan

(39)

21

untuk zona dengan batas antar material cenderung gradual atau tidak memiliki kontak yang tajam [15].

Menurut Loke, model yang dihasilkan dari proses inversi akan memiliki nilai residual error atau root mean squared error (RMSE). Semakin besar nilai RMS maka model yang diperoleh dari proses inversi menunjukan model yang tidak mewakili kondisi sebenarnya di lapangan. Oleh sebab itu dilakukan iterasi untuk mengurangi perbedaan antara hasil pengukuran terhadap kondisi daerah penelitian yang sebenarnya. Iterasi merupakan proses perhitungan ulang data yang dimasukan dalam fungsi matematis yang sama secara berulang-ulang untuk memperoleh hasil yang diinginkan. Model yang dipilih dari hasil iterasi sebaiknya memiliki nilai RMS yang tidak berubah secara signifikan. Hal tersebut biasanya terjadi antara tiga hingga 5 kali iterasi [17].

2.10 Pemodelan 3-Dimensi

Proses pemodelan 3-Dimensi tidak jauh berbeda dengan proses pemodelan 2-Dimensi, menggunakan suatu model bawah permukaan yang membentuk blok 3D berupa susunan kotak persegi. Pada analisis dan interpretasi model resistivitas dan chargeability 3-Dimensi akan menggunakan suatu model bawah permukaan yang dibagi ke dalam beberapa lapisan dan tiap lapisan tersebut dibagi kedalam sejumlah blok [9]. Pada setiap susunannya akan terikat oleh distribusi titik datum dan penampang yang membuat lintasan tersebut saling berpotongan.

Pendistribusian ukuran kotak secara otomatis dihasilkan melalui program, sehingga jumlah kotak tidak akan melebihi jumlah datum [11].

(40)

22

Salah satu software yang digunakan untuk membuat pemodelan 3-Dimensi adalah software Voxler. Voxler merupakan program visualisasi ilmiah secara tiga dimensi yang berorientasi terutama terhadap volumentric rendering dan menampilkan data 3-D. Selain itu, pada software Voxler juga dapat menampilkan streamlines, vector plots, contour maps, isosurfaces, image slices, three dimensional scatterplots, direct volume rendering dan masih banyak lagi.

(41)

23

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

1.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama tujuh bulan terhitung mulai bulan Maret- September 2018. Data yang digunakan merupakan data sekunder hasil survei yang telah dilakukan oleh tim BATAN di daerah “A” Provinsi Kalimantan Selatan.

Pengolahan dan analisis data geolistrik ini dilakukan di Pusat Teknologi Bahan Galian dan Nuklir (PTBGN), Jl. Lebak Bulus Raya No.9, Pasar Jumat, Jakarta.

1.2 Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan pada penelitian adalah:

1. ArcGis untuk membuat peta titik-titik pengukuran.

2. Software RES2Dinv versi 3.2 untuk pemodelan data 2-Dimensi.

3. Software Voxler 4 untuk pemodelan data 3-Dimensi.

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah:

1. Data resistivitas dan data induced polarization (IP) hasil survei yang telah dilakukan di daerah “A” Provinsi Kalimantan Selatan.

2. Data topografi di daerah “A” Provinsi Kalimantan Selatan.

1.3 Tahapan Penelitian

Penelitian “Pemodelan 2-Dimensi dan 3-Dimensi Penyebaran Bijih Besi Menggunakan Data Resistivitas dan IP di Daerah “A” Provinsi Kalimantan Selatan” ini meliputi beberapa tahapan. Adapun tahapan penelitian yang dilakukan tersusun seperti gambar di bawah ini:

(42)

24

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian

.

Ekstrak Data

Slice Vertikal Slice Horisontal

Cross section Proyeksi tiap layer

(43)

25

1.3.1 Pengolahan Data dan Pemodelan 2-Dimensi Menggunakan Software RES2Dinv

Pada tahapan ini data hasil survei diolah hingga menghasilkan bentuk pemodelan 2-Dimensi menggunakan software RES2Dinv. Pengolahan data dilakukan melalui proses inversi untuk mendapadatkan nilai true resistivitas dan true chargeability.

Data yang digunakan merupakan data sekunder berupa data resistivitas dan IP. Data setiap lintasan tersebut dimasukan kedalam Excel yang kemudian di input kedalam notepad. Penulisan data pada notepad harus mengikuti ketentuan yang sesuai dan disimpan dalam ekstensi (.dat) ataupun (.txt).

Gambar 3.2 Format penulisan data pada notepad

Line 1 : Nama data Line 2 : Spasi elektroda

(44)

26

Line 3 : Jenis konfigurasi elektroda (Wenner=1, Pole-pole=2, Dipole-dipole=3, Pole-dipole=6, Schlumberger=7) Line 4 : Banyaknya data yang dimasukan

Line 5 : Lokasi titik x (masukan 0 jika titik x dimulai dari titik awal dan masukan 1 jika titik x dimulai dari titik tengah)

Line 6 : Jenis data (masukan 0 untuk data resistivitas dan masukan 1 untuk data IP)

Line 7 : Tipe data IP Line 8 : Satuan dari data IP

Line 9 : Waktu peluruhan, waktu terintegrasi

Line 10 : Lokasi x, a, nilai resistivitas nilai chargeability

Untuk menampilkan topografi pada pemodelan, dapat memasukan data topografi pada format penulisan di notepad. Data topografi ini akan mempengaruhi bentuk penampang bawah permukaan dan juga midpoint dari array pada hasil inversi. Setelah menambahkan data topografi, dalam penulisan harus diakhiri dengan angka 1 yang menggambarkan letak elektroda pertama dan angka 0 sebanyak empat kali lalu disimpan kedalam direktori dengan ekstensi (.dat) atau (.txt).

Selanjutnya, tahapan inverse modelling dilakukan menggunakan software RES2Dinv dengan algoritma Least Square. Tahapan ini akan menghasilkan nilai RMS (Root Mean Squared) Error yang menunjukan tingkat perbedaan dari

(45)

27

pengukuran nilai resistivitas semu dan sebenarnya. Besar kecilnya nilai RMS dapat terjadi karena beberapa data yang buruk pada saat pengambilan data di lapangan.

Beberapa data yang dianggap buruk dapat dihilangkan melalui proses pengeditan (Gambar 3.3) pada menu Edit dan pilih Exterminate Bad Datum Points.

Gambar 3.3 Tampilan titik bad datum pada lintasan

Setelah melakukan pengeditan pada data yang buruk, data tersebut disimpan dan kemudian diinversi kembali. Proses ini disebut sebagai proses iterasi yaitu perhitungan ulang data yang dimasukan dalam fungsi matematis yang sama secara berulang-ulang untuk memperoleh hasil yang diinginkan. Apabila data inversi sudah tersimpan maka akan muncul pemodelan 2-Dimensi penampang bawah permukaan (pseudosection) daerah penelitian seperti di bawah ini.

(46)

28

Gambar 3.4 Tampilan pemodelan data 2-Dimensi

Gambar 3.4 menunjukan penampang bawah permukaan (pseudosection) resisitivitasnya saja. Untuk menampilkan bentuk penampang yang disertai topografi dapat ditampilkan dengan pilihan Include topography in model display pada menu Display Section. Hasil akhir yang didapatkan yaitu berupa penampang resistivitas dan penampang chargeability yang disertai dengan topografi, warna skala dari nilai terkecil hingga terbesar, kedalam (depth) penampang dan nilai RMS Erorrnya.

Gambar 3.5 Hasil pemodelan 2-Dimensi dengan topografi

(47)

29

1.3.2 Pemodelan 3-Dimensi mengunakan Software Voxler

Pemodelan 3-Dimensi ini menggunakan software Voxler untuk memvisualisasikan penampang secara 3-Dimensi yang berorientasi terhadap volumetric rendering dan dapat menampilkan data 3-Dimensi [9]. Dalam pengaplikasiannya menggunakan data-data hasil inversi yang telah di lakukan dengan software RES2Dinv. Voxler dirancang untuk menampilkan data XYZC, dimana C adalah variabel pada setiap X, Y, Z lokasi seperti nilai resistivitas atau chargeability. Pemodelan 3-Dimensi pada software Voxler ini menampilkan solid model, irisan vertikal dan irisan horisontal.

Sebelum melakukan pemodelan terlebih dahulu membuat data masukan yang terdiri dari data X-location, Y-location, elevasi dan nilai resistivitas atau chargeability serta kode lintasan. Berikut merupakan penulisan data masukan untuk software Voxler.

Gambar 3.6 Format penulisan data input untuk software Voxler

Kolom 1 : X-Location dalam UTM Kolom 2 : Y-Location dalam UTM

1 2 3 4 5

(48)

30 Kolom 3 : Nilai Elevasi

Kolom 4 : Nilai resistivitas atau chargeability Kolom 5 : Nama Lintasan

Gambar 3.6 menunjukan format penulisan data input untuk model 3- Dimensi resistivitasnya. Sedangkan untuk model 3-Dimensi chargeability perbedaannya hanya pada format kolom ke-4 yang menunjukan nilai chargeability. Kemudian seluruh data setiap lintasan digabungkan dan di simpan dalam format (.xls). Selanjutnya merupakan proses pemodelan dengan menginput data masukan kedalam software Voxler.

Gambar 3.7 Tampilan solid model 3-Dimensi chargeability

Pemodelan pertama yang dihasilkan yaitu berupa solid model yang menunjukan distribusi data dari semua lintasan. Solid model merupakan output dari face render yang terdapat pada sub menu software Voxler. Gambar 3.7 merupakan model 3-Dimensi chargeability yang memvisualisasikan kondisi bawah permukaan sesuai daerah penelitian untuk data chareability-nya.

(49)

31

Begitupun dengan solid model 3-Dimensi resistivitas yang menggunakan data resistivitas pada format inputnya. Warna pada model 3-Dimensi yang ditampilkan dapat diatur sesuai dengan model 2-Dimensi sebelumnya menggunakan sub menu colormap dengan mengubah data minimal dan data maximumnya. Sehingga secara otomatis warna pada model akan berubah (Gambar 3.8). Kemudian, dilakukan pengirisan pada model tersebut secara vertikal dan horisontal untuk mengetahui bagian dalam dari model dalam memudahkan proses analisis penyebaran bijih besi di daerah penelitian.

Gambar 3.8 Pengaturan warna pada model

1.4 Analisis dan Interpretasi Data

Tahapan analisis dan interpretasi ini merupakan tahapan terakhir setelah mendapatkan pemodelan 2-Dimensi dan 3-Dimensi. Berdasarkan pemodelan tersebut, diamati nilai anomali resistivitas dan chargeability-nya yang ditunjukan

(50)

32

dengan variasi warna pada model. Dari hasil pemodelan 2-Dimensi dengan software RES2Dinv, dilakukan analisis dan interpretasi penampang resistivitas dan penampang chargeability untuk mengetahui keberadaan bijih besi dari setiap lintasan yang kemudian dikorelasikan dengan nilai resistivitas dan chargeability pada referensi (Tabel 2.1, Tabel 2.2, Gambar 2.6) dan kondisi geologi daerah penelitian sebagai acuan. Selanjutnya, analisis pemodelan 3-Dimensi dengan software Voxler untuk mengetahui penyebaran bijih besi di daerah penelitian yang diproyeksikan dalam berbagai irisan.

(51)

33

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Penelitian

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder. Data tersebut diperoleh berdasarkan hasil survei yang telah dilakukan oleh tim Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) di daerah “A”, Provinsi Kalimantan Selatan.

Berikut adalah peta titik-titik pengukuran beserta jalur lintasan penelitian.

Gambar 4.1 Peta titik pengukuran daerah penelitian

Peta gambar 4.1 menggambarkan titik-titik pengukuran pada daerah penelitian. Titik pengukuran pada hasil survei terdiri dari 23 lintasan dengan luas daerah penelitian 1000 x 1000 meter. Setiap lintasan memiliki jarak yang berbeda-

(52)

34

beda dan jarak masing-masing elektrodanya sejauh 25 meter. Berdasarkan peta di atas, terdapat stockpile atau tumpukan mineral hasil penambangan di daerah penelitian yang ditandai dengan kotak berwarna kuning dan juga terdapat danau yang ditandai dengan daerah berwarna biru muda.

Berdasarkan data penelitian yang terdiri dari nilai resistivitas dan chargeability, dibuatlah pemodelan 2-Dimensi menggunakan software RES2Dinv untuk mendapatkan model penampang setiap lintasan.

4.2 Hasil Pemodelan 2-Dimensi

Hasil inversi menggunakan software RES2Dinv berupa model 2-Dimensi sebanyak 23 lintasan. Setiap lintasan merepresentasikan distribusi nilai resistivitas dan chargeability dengan variasi warna, sehingga perlu dilakukan analisis dan interpretasi untuk mengetahui keberadaan bijih besi pada daerah penelitian. Pada penampang resistivitas 2-Dimensi akan divisualisasikan dalam rentang nilai sebesar 85,5-4146 Ωm. Sedangkan penampang chargeability divisualisasikan dalam rentang nilai sebesar -24,5-16,1 msec. Pembatasan rentang nilai pada model dilakukan untuk mempermudah dalam proses analisis dan interpretasi. Berikut rentang nilai resistivitas dan chargeability penampang model 2-Dimensi dari semua lintasan.

Gambar 4.2 Rentang nilai resistivitas dan chargeability

(53)

35 4.2.1 Lintasan U

Gambar 4.3 Pemodelan 2-Dimensi lintasan U

Pada lintasan U terbentang sepanjang 925 meter dengan elevasi 29,97 meter hingga 116,87 meter di atas permukaan yang memiliki 41 titik pengukuran. Titik pengukuran awal terletak pada 62,5 meter hingga 987,5 meter dengan permukaan yang sedikit bergelombang. Berdasarkan model (Gambar 4.3) terlihat tidak adanya warna yang kontras antara kedua penampang tersebut. Sehingga dapat diduga lintasan U tidak berpotensi mengandung bijih besi.

4.2.2 Lintasan T

Gambar 4.4 Pemodelan 2-Dimensi lintasan T

(54)

36

Lintasan T terbentang sepanjang 925 meter pada elevasi 31,36 meter hingga 121,2 meter sebanyak 41 titik pengukuran. Titik pengukuran awal terletak pada titik 62,5 meter hingga 987,5 meter pada permukaan yang cenderung bergelombang.

Berdasarkan model (Gambar 4.4) terlihat tidak adanya warna yang kontras antara kedua penampang tersebut. Sehingga dapat diduga lintasan T tidak berpotensi mengandung bijih besi.

4.2.3 Lintasan S

Gambar 4.5 Pemodelan 2-Dimensi lintasan S

Lintasan S terbentang sepanjang 800 meter dengan elevasi 43,83 meter

hingga 115,81 meter dengan jumlah titik pengukuran sebanyak 41 titik. Titik pertama pengukuran berada pada jarak 87,5 meter hingga 987,5 meter dengan keadaan permukaan yang cenderung bergelombang. Berdasarkan model (Gambar 4.5) terlihat tidak adanya warna yang kontras antara kedua penampang tersebut.

Sehingga dapat diduga lintasan S tidak berpotensi mengandung bijih besi.

(55)

37 4.2.4 Lintasan R

Gambar 4.6 Pemodelan 2-Dimensi lintasan R

Pada lintasan R terbentang sepanjang 800 meter pada elevasi 25,77 meter hingga 114,84 meter dengan jumlah titik pengukuran sebanyak 41 titik. Titik pengukuran pertama berada pada titik 87,5 meter sampai 987,5 meter pada keadaan permukaan bergelombang. Berdasarkan model (Gambar 4.6) terlihat tidak adanya warna yang kontras antara kedua penampang tersebut. Sehingga dapat diduga lintasan R tidak berpotensi mengandung bijih besi.

4.2.5 Lintasan Q

Gambar 4.7 Pemodelan 2-Dimensi lintasan Q

(56)

38

Hasil inversi Lintasan Q menunjukan pemodelan yang terbentang sepanjang 825 meter pada elevasi 30,36 meter hingga 114,05 meter di bawah permukaan. Titik ukur lintasan Q diawali pada titik 62,5 meter sampai 862,5 meter dengan permukaan sedikit bergelombang sebanyak 41 titik pengukuran. Berdasarkan penampang resistivitas dan chargeability, diduga terdapat anomali bijih besi pada jarak bentangan ke 737,5-887,5 meter dengan elevasi 30,3-94 meter di bawah permukaan. Anomali tersebut ditandai dengan rentang nilai resistivitas berkisar antara 666-1246 Ωm dan rentang nilai chargeability berkisar antara 4,5-16,1 msec.

4.2.6 Lintasan P

Gambar 4 8 Pemodelan 2-Dimensi lintasan P

Lintasan P terbentang sepanjang 775 meter dengan elevasi 15 meter hingga 110 meter di bawah permukaan. Titik pengukuran lintasan P diawali pada titik 62,5 meter hingga 837,5 meter sebanyak 39 titik dengan keadaan permukaan yang bergelombang. Diduga pada lintasan P terdapat anomali bijih besi pada bentangan 650-825 meter dengan elevasi sekitar 32-95 meter di bawah permukaan. Anomali

(57)

39

bijih besi ditandai dengan rentang nilai resistivitas berkisar antara 85,5-1246 Ωm dan rentang nilai chargeability berkisar antara 10,3-16,1 msec.

4.2.7 Lintasan O

Gambar 4.9 Pemodelan 2-Dimensi lintasan O

Pada lintasan O terbentang sepanjang 775 meter dengan elevasi 18,35 meter hingga 107,67 meter di bawah permukaan. Titik pengukuran lintasan O diawali pada titik 62,5-837,5 meter sebanyak 37 titik dengan keadaan permukaan yang sedikit bergeombang. Pada lintasan O diduga terdapat dua buah anomali bijih besi.

Anomali pertama berada pada titik 150-225 meter dengan elevasi sekitar 22,29-60 meter di bawah permukaan. Anomali bijih besi ini memiliki nilai resistivitas berkisar antara 666-1246 Ωm dan nilai chargeability berkisar antara 4,5-16,1 msec.

Sedangkan anomali kedua berada pada titik 637,5-800 meter pada elevasi sekitar 37,2-101 meter di bawah permukaan. Anomali bijih besi pada titik kedua ditandai dengan nilai resistivitas berkisar antara 85,5-1246 Ωm dan nilai chargeability berkisar antara 10,3-16,1 msec.

(58)

40 4.2.8 Lintasan N

Gambar 4.10 Pemodelan 2-Dimensi lintasan N

Lintasan N terbentang sepanjang 775 meter dengan elevasi 18 meter hingga 109 meter di bawah permukaan sebanyak 37 titik pengukuran. Titik pengukuran lintasan N diawali pada titik 62,5 meter sampai 837,5 meter dengan keadaan permukaan cenderung mendatar. Diduga pada lintasan N terdapat anomali bijih besi yang ditandai dengan rentang nilai resistivitas berkisar antara 85,5-1246 Ωm rentang nilai chargeability berkisar antara 10,3-16,1 msec. Anomali tersebut berada di bentangan ke 675-785,5 meter pada elevasi sekitar 37,5 meter hingga 101,4 meter.

(59)

41 4.2.9 Lintasan M

Gambar 4.11 Pemodelan 2-Dimensi lintasan M

Lintasan M terbentang sepanjang 825 meter dengan elevasi 35 meter hingga 113 meter di bawah permukaan. Pengukuran lintasan M diawali pada titik 62.5 meter hingga 887,5 meter sebanyak 37 titik pengukuran dengan keadaan permukaan yang bergelombang. Diduga terdapat empat buah anomali bijih besi yang tersebar di bawah permukaan sepanjang lintasan M. Anomali bijih besi pertama berada pada bentangan 150-212,5 meter dengan elevasi sekitar 46-64,5 meter di bawah permukaan ditandai dengan rentang nilai resistivitas berkisar antara 666-1246 Ωm dan rentang nilai chargeability berkisar antara 4,5-16,1 msec.

Anomali bijih besi kedua berada pada bentangan sekitar 237,5-400 dengan elevasi sekitar 62-104 meter sedangkan titik ketiga berada pada bentangan 437,5-612,5 meter dengan elevasi sekitar 40-100 meter pada kedua anomali ini ditandai dengan nilai resistivitas sekitar 666 Ωm dan rentang nilai chargeability berkisar antara 4,5-16,1. Titik anomali bijih besi terakhir berada pada bentangan 700-750 meter dengan elevasi 86-101 meter di bawah permukaan ditandai dengan rentang nilai

(60)

42

resistivitas berkisar antara 666-1246 Ωm dan rentang nilai chargeability berkisar antara 4,5-16,1 msec.

4.2.10 Lintasan V

Gambar 4.12 Pemodelan 2-Dimensi lintasan V

Lintasan V terbentang sepanjang 425 meter dengan elevasi 40 meter hingga 115 meter di bawah permukaan. Pengukuran diawali pada titik 62,5 meter sampai 487,5 meter dengan 21 titik pengukuran di atas permukaan yang cenderung mendatar. Diduga lintasan V memiliki anomali bijih besi yang letaknya mengarah ke utara. Anomali bijih besi tersebut ditandai dengan rentang nilai resistivitas berkisar antara 85,5-1246 dan rentang nilai chargeability berkisar antara 10,3- 16,1 msec Anomali bijih besi terletak pada bentangan 87,5-262,5 dengan elevasi sekitar 45-114 meter di bawah permukaan.

(61)

43 4.2.11 Lintasan L

Gambar 4.13 Pemodelan 2-Dimensi lintasan L

Lintasan L terbentang sepanjang 225 meter pada elevasi 30 meter hingga 125 meter di bawah permukaan. Titik pengukuran lintasan L diawali pada titik 37,5 meter hingga 862,5 meter sebanyak 37 titik pengukuran dengan keadaan permukaan cenderung mendatar. Lintasan L menunjukan tiga buah anomali bijih besi yang letaknya menyebar. Anomali pertama berada pada bentangan 250- 337,5 meter dengan elevasi sekitar 62,6-103 meter di bawah permukaan ditandai dengan rentang nilai resistivitas berkisar antara 666-1246 Ωm dan rentang nilai chargeability berkisar antara 4,5-16,1 msec. Anomali kedua berada pada bentangan 425-487,5 meter dengan elevasi sekitar 41-99 meter di bawah permukaan yang ditandai dengan nilai resistivitas sebesar 666 Ωm dan rentang nilai chargeability berkisar antara 4,5-16,1 msec. Anomali terakhir terdapat pada bentangan ke 787,5-887,5 meter dengan elevasi sekitar 52,6-100 meter yang memiliki nilai resistivitas berkisar antara 85,5-666 Ωm dan rentang nilai

(62)

44

chargeability berkisar antara 4,5-16,1 msec. Berdasarkan peta titik pengukuran (Gambar 4.1) terdapat stockpile pada lintasan L. Stockpile merupakan endapan atau tumpukan mineral hasil penambangan pada daerah penelitian. Stockpile tersebut berada pada bentangan ke 550-725 meter dengan elevasi 37-103,7 meter di bawah permukaan yang ditandai dengan nilai resistivitas sebesar 666 Ωm dan rentang nilai chargeability berkisar antara 4,5-16,1 msec.

4.2.12 Lintasan K

Gambar 4.14 Pemodelan 2-Dimensi lintasan K

Lintasan K terbentang sepanjang 750 meter pada elevasi 38,1 meter hingga 110 meter dibawah permukaan. Pada lintasan K titik pengukuran diawali pada titik 37,5 meter sampai 787,5 meter sebanyak 34 titik pengukuran dengan permukaan cenderung mendatar. Diduga pada lintasan K terdapat anomali bijih besi yang ditandai dengan rentang nilai resistivitas berkisar antara 85,5-666 Ωm dan rentang nilai chargeability berkisar antara 10,3-16,1 msec. Anomali bijih besi tersebut berada pada bentangan ke 350-487,5 meter dengan elevasi 41-101 meter di bawah

(63)

45

permukaan. Berdasarkan peta titik pengukuran (Gambar 4.1) terdapat stockpile pada lintasan K. Stockpile tersebut berada pada bentangan ke 550-662,5 dengan levasi sekitar 38-103 meter di bawah permukaan ditandai dengan rentang resistivitas berkisar antara 85,5-666 Ωm yang dan rentang nilai chargeability berkisar antara 10,3-16,1 msec.

4.2.13 Lintasan W

Gambar 4.15 Pemodelan 2-Dimensi lintasan W

Lintasan W terbentang sepanjang 375 meter dengan elevasi sekitar 39,31- 108,75 meter di bawah permukaan. Titik pengukuran lintasan W diawali pada titik 112,5 meter sampai 487,5 meter dengan titik pengukuran sebanyak 21 titik pada keadaan permukaan mendatar. Lintasan W diduga terdapat anomali bijih besi yang ditandai dengan rentang nilai resistivitas berkisar antara 85,5-1246 Ωm dan rentang nilai chargeability berkisar antara 4,5-16,1 msec. Anomali bijih besi tersebut terdapat pada bentangan ke 162,5-312,5 meter dengan elevasi sekitar 41-106 meter di bawah permukaan.

(64)

46 4.2.14 Lintasan J

Gambar 4.16 Pemodelan 2-Dimensi lintasan J

Pada lintasan yang terbentang sepanjang 750 meter dengan elevasi 33,5 meter hingga 109,84 meter di bawah permukaan. Titik pengukura lintasan J diawali pada jarak 62,5 meter sampai 812,5 meter di atas permukaan sebanyak 34 titik pengukuran dengan keadaan permukaan yang bergelombang. Pada lintasan ini diduga terdapat dua buah anomali bijih besi. Anomali pertama berada pada bentangan 375-525 meter dengan elevasi berkisar antara 38-98 meter di bawah permukaan yang memiliki rentang nilai resistivitas berkisar antara 85,5- 1246 Ωm dan rentang nilai chargeability berkisar antara 4,5-16,1 msec. Anomali kedua berada pada bentangan ke 737,5-812,5 dengan elevasi berkisar antara 51- 96 meter di bawah permukaan ditandai dengan rentang nilai resistivitas berkisar antara 85,5-666 Ωm dan rentang nilai chargeability berkisar antara 4,5-16,1 msec.

(65)

47 4.2.15 Lintasan I

Pada lintasan ini dilakukan inversi sebanyak 2 kali dengan jarak penampang yang bebeda. Berdasarkan kondisi lapangan titik lintasan terputus pada jarak 250 meter kemudian dilanjutkan kembali pada titik ke-20 dengan jarak 662 meter.

Diduga titik lintasan terputus dikarenakan kondisi daerah tersebut merupakan perbukitan dan terdapat sebuah danau. Berikut bentuk penampang bawah permukaan dari lintasan I.

Gambar 4.17 Pemodelan 2-Dimensi lintasan I pertama

Gambar 4.18 Pemodelan 2-Dimensi lintasan I kedua

(66)

48

Lintasan I terbentang sepanjang 850 meter dengan elevasi 30 meter hingga 85 meter di bawah permukaan dengan jumlah titik pengukuran sebanyak 23 titik.

Titik pengukuran lintasan I diambil pada bentangan 62,5-262,5 meter dan dilanjutkan pada titik 662,5-912,5 meter dengan keadaan permukaan mendatar.

Lintasan I diduga terdapat dua buah anomali bijih besi. Anomali pertama berada pada titik pengukuran pertama sekitar 200-262,5 meter dengan elevasi sekitar 46,11-100,4 meter di bawah permukaan yang memiliki rentang nilai resistivitas berkisar antara 85,5-1246 Ωm dan rentang nilai chargeability berkisar antara 4,5- 16,1 msec. Sedangkan anomali kedua berada pada titik bentangan sekitar 712,5- 800 meter dengan elevasi sekitar 60-90,5 meter di bawah permukaan ditandai dengan rentang nilai resistivitas berkisar antara 85,5-666 Ωm dan rentang nilai chargeability berkisar antara 4,5-16,1 msec.

4.2.16 Lintasan H

Gambar 4.19 Pemodelan 2-Dimensi lintasan H

Gambar

Tabel 2.1 Nilai chargeability beberapa mineral ....................................................19  Tabel 2.2 Nilai chargeability beberapa mineral dan batuan ..................................19
Gambar 2.3 Susunan konfigurasi wenner [10]
Gambar 2.5 Aliran elektrolit saat dialiri arus listrik (a). Polarisasi elektroda pada   batuan yang mengandung mineral (b) [14]
Gambar 2.6 Nilai resistivitas mineral dan batuan [15]
+7

Referensi

Dokumen terkait

Program Pencegahan adalah upaya pencegahan agar penyakit menular tidak menyebar didalam masyarakat, yang dilakukan antara lain dengan memberikan kekebalan kepada host

Robot busway akan mengikuti garis yang berwarna putih dengan bergerak sesuai dengan arah yang diberikan pada tanda panah, dan robot akan berhenti di halte dengan bantuan

[r]

guru matematika di madrasah tersebut pada hari kamis tanggal 19 April 2018, ditemukan fakta bahwa hasil belajar matematika siswa masih ada beberapa di bawah

Reka, Reka, #ist+ #ist+ris ris Perubahan. Perubahan

Dengan adanya sistim ayahan desa tersebut makan akan mengakibatkan warga dari luar desa enggan untuk memiliki tanah kalaupun nant mau melakuakan ayah-ayah

Chevron Geothermal Indonesia, Ltd (CGI) dengan dukungan Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (KEHATI) memulai kajian tersebut dengan survei keanekaragaman hayati

keuangan negara dalam arti luas meliputi AnggaranPendapatan Belanja Negara (APBN), Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD), keuangan Negara pada Perjan,