SUSPENSION FORMULATION FOR INJECTION FORMULATION STRATEGIES
https://www.youtube.com/watch?v=tKLHEAZ08do&list=PLd3o1uxhylaTLiVxCD7xbSgRCex -msQOX
FORMULATION SUSPENSION FOR INJECTABLE Ukuran partikel dibatasi
Ukuran partikel mempengaruhi tolerability tempat injeksi. Pada i.v akan menyumbat pembuluh darah kapiler. Ukuran partikel besar pada i.m dan subkutan tidak bermasalah. Ukuran partikel juga mempengaruhi kemudahan dlm penginjeksian.
Pemilihan Surfaktan
Surfaktan dalam sediaan steril umumnya adalah surfaktan non-ionik.
Surfaktan kationik penggunaannya terbatas, sedangkan surfaktan anionik (misal Sodium lauryl sulfat) belum pernah digunakan.
Polimer
Polimer untuk suspensi steril tidak memiliki efek yang signifikan terhadap tonisitas. Sehingga, polimer tidak dihitung tonisitasnya, karena polimer merupakan suatu material yang tersusun atas beberapa monomer. Memiliki BM yang besar shg dlm perhitungan equivalensi NaCl: E = L iso / BM
Bila digunakan polimer nonionik Liso = 1,9 BM = ribuan Dalton.
Maka dlm perhitungan ekuivalensi NaCl, polimer dapat diabaikan dan tidak mempengaruhi tonisitas secara bermakna, sebab polimer punya BM yang besar dan bersifat tidak terlarut, tetapi akan membentuk suatu koloida yang akan menstabilkan system suspensi steril.
Buffer/ senyawa-senyawa ionik
Buffer berpengaruh pada stabilitas suspensi.
Stabilitas suspensi
Stabilitas suspensi dipengaruhi oleh muatan yg berkontribusi pada zeta potensial. Perlu dipahami terkait dengan crystal growth, cacking, flokulasi, deflokulasi, laju pengendapan, dan stabilitas fisik lain (perubahan warna).
Permasalah utama adl terbentuknya caking dan crystal growth.
Pembuatan sediaan suspensi digunakan teknik aseptis
Therminal sterilisasi tidak memungkinkan (feasible) karena adanya panas mampu meningkatkan kelarutan dari bahan aktif shg saat suhunya turun (dingin) akan terjadi rekristalisasi. Proses rekristalisasi membuat ukuran partikel berubah (tidak sesuai QTTP). Ukuran partikel besar akan menyumbat pembuluh kapiler dan sulit dlm penginjeksian.
Panas dari therminal sterilization mengubah kesetimbangan thermodinamik dari partikel terdispersi. Partikel terdispersi distabilkan oleh surfaktan yg dipengaruhi kesetimbangan thermodinamik. Suhu tinggi merusak kestabilan tsb karena strukturnya berubah.
Sterilisasi panas pada sediaan yg menggunakan thickening agent berupa polimer akan menyebabkan polimer terhidrolis / strukturnya memisah.
Teknik sterilisasi filtrasi 0,22μ tidak sesuai karena partikel suspensi > 0,22μ.
Solusinya dgn sterilisasi teknik aseptis:
1) Bahan disiapkan dan timbang diruang C 2) Semua bahan di presterilisasi
3) Bahan dimasukkan pass box/autoclave 2 pintu. Autoclave 1 pintunya dibuka di ruang A agar kondisi tetap steril.
4) Dipindahkan keruang A berlatar B (A/B).
Teknik aseptis harus dilakukan validasi dahulu dengan media fill test agar teknik nya bisa terjamin bahwa ruangan dan kondisinya steril.
GENERAL FORMULATION SUSPENSION FOR STERIL ADMINISTRATION API (bahan aktif)
API tidak larut air. “Stabil dlm air” dirancang suspensi pembawa air/mengandung air. “Tidak stabil dalam air” dirancang suspensi terliofilisasi.
Tonisitas dihitung jika API terlarut. Suspensi tidak dihitung tonisitasnya karena API tidak terlarut tidak memberikan kontribusi ion terkait tekanan osmotik maupun tonisitas. Secara visual suspensi tidak terlarut namun sebenarnya ada yg terlarut dlm kondisi jenuh pada medium namun kontribusinya kecil sehingga perhitungan tonisitas diabaikan.
Thickening agent
Umumnya digunakan polimer kerena lebih mudah dan lebih menjanjikan terkait kecilnya variabilitas, misal HPMC, CMC-Na, turunan derivat selulosa.
Polimer alami variabilitas tinggi. Tonisitas tidak dihitung karena BM tinggi kesetaraan NaCl rendah (kesetaraan NaCl diabaikan)
Surfaktan
Sebagai dispersing agent atau wetting agent. Bertujuan untuk:
a) Mengusir udara dari partikel partikel dapat terdistribusi atau terdispersi secara bagus didalam suatu system
b) Menurunkan energi gibs, yg ada pd permukaan partikel yg terdispersi shg stabilitas suspensi meningkat.
Konsentrasi surfaktan perlu diperhatikan karena surfaktan memiliki Critical Micellar Concentration (CMC)
- Konsentrasi surfaktan < CMC bersifat membasahi / mengaktivasi permukaan atau SAA (surface active agent).
- Konsentrasi surfaktan > CMC mekanisme surfaktan berubah, bukan lagi sbg SAA namun mjd micellar delivery system yang mengubah suatu obat menjadi mudah terlarut karena terjebak dalam sistem misellar.
Maka digunakan surfaktan konsentrasi kecil (dibawah CMC) agar formulasi suspensi sesuai dgn QTTP.
c) Membantu menstabilkan sistem
Suspensi dpt diformulasikan dlm tetes mata steril basis
micronized/microsized. Antibiotik dlm tetes mata akan terinaktivasi. Suspensi inkom dgn bahan pengawet bahan pengawet akan inaktif krn terjebak pada struktur micellar.
Wetting agent
Fungsi sama dengan surfaktan yaitu membasahi partikel yg akan didispersikan. Biasanya alkohol berantai pendek atau beberapa senyawa lain dengan HLB tengah ( HLB 7-9), karena HLB bawah dan atas untuk sistem emulsi w/o atau o/w.
Wetting agent dpt menghilangkan atau mengeliminasi udara dari partikel yang terdispersi dengan penambahan surfaktan yg mengaktivasi permukaan parikel akan meningkatkan kemampuan terdispersi homogen.
Wetting agent mampu menurunkan sudut kontak antara partikel yg didispersikan dengan pembawa. Sudut kontak kecil maka partikel terbasahi/terdispersikan.
Buffer
Buffer merupakan larutan penyangga yg berfungsi meningkatkan stabilitas sediaan suspense. Terdiri dari asam lemah dan basa konjugasi ataupun basa lemah dan asam konjugasi. Buffer harus disesuaikan dengan pH stabilitas bahan aktif. Bertujuan untuk menjaga stabilitas pH agar tidak terjadi perubahan pH, apabila tidak ada perubahan pH maka stabilitas bahan aktif terjaga.
Komponen dapar harus sesuai dengan pKa asam lemah yang digunakan.
Misal suatu obat stabil pada pH 6-7 maka dipilih asam dgn pKa rentang tsb ±1, misal asam fosfat ionisasi kedua pKa 7,21. Jika pH 5 didapar fosfat maka pH akan sesuai terbentuk namun tdk terbentuk sistem dapar krn tdk ada asam lemah dan basa konjugasi ataupun basa lemah dan asam konjugasi. Proporsi buffer yg relatif besar akan mengganggu tonisitas. Perhitungan buffer harus benar agar sediaan tdk berubah hipotonis/hipertonis.
Tonicity agent
Berfungsi mengatur tonisitas agar suatu larutan memiliki tonisitas yang sama dengan cairan tubuh (0,9% NaCl)
Chelating agent
Berfungsi mengkhelatkan logam dlm suatu formula suspensi steril. Logam mampu mengkatalisis reaksi oksidasi shg bahan obat mudah oksidasi akan rusak. Logam bebas dikompleks dgn chelating agent membentuk khelat obat tdk teroksidasi. Antioksidan yg biasa digunakan: sodium sulfit, sodium metabisulfit. Antioksidan bergantung pada pH yg digunakan.
Local anestesik
Umumnya sediaan suspensi steril dirancang sedikit hipertonis, sehingga dalam pemberiannya terasa sakit (kenyamanan pasien turun). Misalnya Benzil alcohol.
WFI
WFI diberikan untuk suspensi berbasis air. Suspensi basis perlu diperhatikan antioksidan larut minyak, tidak menggunakan buffer dan pengatur tonisitas karena tidak ada aktivitas ion pada minyak.
SUSPENSION FORMULATION
Bill of Material (Batch Size 1 L)
Scale/mL Item Material Function
40,00 mg 1 Triamcinolone acetonide API
0,40 mg 2 Polysorbate 80 / Tween 80 Surfaktan, membasahi sistem
disepersi untuk meningkatkan sistem
dispersi dari API yang bersifat lipofil.
Konsentrasi surfaktan kecil karena berfungsi sebagai pembasahan.
9,00 mg 3 Sodium chloride Pengisotonis : sifat sediaannya sudah isotonis karena 9 mg / 1L = 0,09% NaCl.
Tidak dihitung tonisitas krn API tdk larut, BM polysorbate besar sehg pengaruh tonisitas rendah
7,50 mg 4 Carboxymethylcellulose Sodium
Thickening agent: meningkatkan viskositas dari sediaan. Konsentrasi yg digunakan 0,75% atau 7,5 gram dlm 1 L injeksi
9,00 mg 5 Benzyl alcohol Anestesi lokal utk menurunkan rasa sakit saat penginjeksian
qs mL 6 WFI Pembawa
qs mL 7 Sodium Acetate Dapar asetat, stabilitas pada rentang pH dari pKa asam asetat = 4,5, maka pH dari sediaanya pH 3,5-5,5 tergantung stabilitas API dan komponen buffer
qs mL 8 Glacial Acetate
Tidak dilakukan sterilisasi akhir maka dalam pembuatan digunakan teknik aseptis.
Yaitu setiap bahan disterilisasi terpisah sesuai data stabilitas dan preformulasinya.
Bill of Material (Batch Size 1 L)
Scale/mL Item Material Function
50,00 mg 1 Kortison asetate API
9,00 mg 2 Sodium chloride Pengisotonis 4,00 mg 3 Polysorbate 80 Disperssion agent
5,00 mg 4 CMC Thickening agent
9,00 mg 5 Benzyl alcohol Anesteri lokal
qs mL 6 WFI Pembawa
Beberapa bahan tidak memungkinkan dilakukan sterilisasi akhir maka digunakan teknik aseptis
Bill of Material (Batch Size 1 L)
Scale/mL Item Material Function
8,00 mg 1 Dexamethasone acetate API 2,00 mg 2 Dexamethasone sodium
phosphate
0,75 mg 3 Polysorbate 80 Disperssion agent 6,67 mg 4 Sodium chloride Pengisotonis
5,00 mg 5 CMC Thickening agent
0,50 mg 6 Disodium Edetate Antikhelat 1,00 mg 7 Sodium bisulfite Antioksidan
5,00 mg 8 Creatine
0,90 mg 9 Benzyl alcohol Anestesi lokal
Qs mL 10 WFI pembawa
Qs mL 11 Acetic acid Dapar asetat
Qs mL 12 Sodium acetate
Bill of Material (Batch Size 1 L)
Scale/mL Item Material Function
200,00 mg 1 Medroxyprogesterone acetate (micronized)
API
0,85 mg 2 Myristyl gamma picolinium chloride
Penstabil
11,00 mg 3 Sodium sulfate Antioksidan
20,30 mg 4 Polyethylene glycol 3350 Kombinasi polimer, harus diperhatikan jumlah dan cara
mengombinasikan krn
memengaruhi sediaan akhir.
2,50 mg 5 Polyvinylpyrrolidone K17
0,694 mg 6 Sodium phosphate monobasic hydrate
Dapar fosfat
0,588 mg 7 Sodium phosphate dibasic dodecahydrate
1,50 mg 8 L-methionine Penunjang pH adjusment qs mg 9 Hydrochloride acid pH adjusment, menandakan
sediaan berbasis larutan, apabila pH adjust tidak ada bisa dibuat dry
suspension
qs mL 10 Sodium hydroxide pembawa
qs mL 11 WFI pembawa
Teknik aseptis, yaitu bahan dipresterilisasi lalu dimixing yaitu tiap bahan dilarutkan sterilisasi autoklaf item-item dipindahkan ke pass box masuk ruang steril.
Perlu dilakukan adjusment pH 6-7 dgn item no 8 dan 9