• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tampilan LITERATURE REVIEW : PENGARUH FAMILY PSYCHOEDUCATION THERAPY DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN KELUARGA DALAM MERAWAT PASIEN HALUSINASI

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "Tampilan LITERATURE REVIEW : PENGARUH FAMILY PSYCHOEDUCATION THERAPY DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN KELUARGA DALAM MERAWAT PASIEN HALUSINASI"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

LITERATURE REVIEW: PENGARUH FAMILY PSYCHOEDUCATION THERAPY DALAM

MENINGKATKAN KEMAMPUAN KELUARGA DALAM MERAWAT PASIEN HALUSINASI

Femi Kesumawati, Silvana Evi Linda femikesumawati@gmail.com

Informasi Artikel ABSTRAK

Halusinasi merupakan salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami perubahan sensori persepsi, merasakan sensaasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghiduan. Latar belakang dalam pengambilan kasus dikarenakan terdapat klien dengan diagnosa skizofrenia yang mengalami 70% tanda dan gejalanya adalah halusinasi.

Halusinasi yang paling banyak diderita adalah halusinasi pendengaran mencapai 70%, sedangkan halusinasi penglihatan menduduki peringkat kedua dengan rata-rata 20%. Sementara jenis halusinasi yang lain yaitu halusinasi pengecapan, penghiduan, perabaan, kinestic hanya meliputi 10%.

Ditemukan hasil penelitian bahwa salah satu faktor penyebab terjadi kekambuhan penderita skizofrenia khususnya halusinasi adalah kurangnya peran serta keluarga dalam perawatan terhadap anggota keluarga yang menderita penyakit tersebut. Salah satu cara untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan keluarga dalam menjalankan peran tersebut dengan optimal yang sedang trend saat ini yaitu dengan Family Psychoeducation Therapy.

Kata kunci:

Halusinasi

Pengetahuan keluarga Family Psychoeducation Therapy

ABSTRACT (10 PT) Keywords:

Hallucination Education Family

Family Psichoeducation Therapy

A well-written abstract allows the reader to identify the basic content of an article quickly and accurately, determine its relevance to the reader's interests, and thus to decide whether to read the document as a whole. The abstract must be informative and fully clear, provide a clear statement of the problem, the proposed method or solution, and show the main findings and conclusions. The abstract is written in one paragraph, uses proper English, and consists of 100 to 200 words. The use of abbreviations and citations of literature are not allowed in abstract writing. The keyword list is used by indexing and abstract services to classify this article, so using the right keywords can make it easier for potential readers to find this article. Keywords consists of 3 to 5 words and arranged in alphabetical order (9 pt).

Penulis Korespondensi:

Femi Kesumawati, Keperawatan,

Akademi Keperawatan Bina Insan,

Jl. Kramat Jaya Tj. Priok Jakarta Utara Indonesia.

Email: emikesumawati@gmail.com

1. PENDAHULUAN

Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghiduan. Klien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada (Damaiyanti, 2016). Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Klien memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa

(2)

ada objek atau rangsangan yang nyata. Sebagai contoh klien mengatakan mendengar suara padahal tidak ada orang yang berbicara (Kusumawati & Hartono, 2016). Halusinasi yang paling banyak diderita adalah halusinasi pendengaran mencapai lebih kurang 70%, sedangkan halusinasi penglihatan menduduki peringkat ke dua dengan rata-rata 20%, sementara jenis halusinasi yang lain yaitu halusinasi pengecapan, penghidu, peraba, kinestihetic, dan cenesthetic hanya meliputi 10%. (Muthith, 2015). Menurut Videbeck dalam Yosep (2016) tanda pasien mengalami halusinasi pendengaran yaitu pasien tampak berbicara ataupun tertawa sendiri, pasien marah-marah sendiri, menutup telinga karena pasien menganggap ada yang berbicara dengannya. Menurut penelitian (Harkomah, 2019) ditemukan bahwa salah satu faktor penyebab terjadinya kekambuhan penderita skizofrenia khususnya halusinasi adalah kurangnya peran serta keluarga dalam perawatan terhadap anggota keluarga yang menderita penyakit tersebut. Salah satu penyebabnya adalah karena keluarga yang tidak tahu cara menangani penderita halusinasi di rumah.

Menurut WHO (World Health Organization) tahun 2016, terdapat sekitar 35 juta orang terkena depresi, 60 juta orang terkena bipolar, 21 juta orang terkena skizofrenia, dan 47.5 juta terkena dimensia. Sedangkan gangguan jiwa di Indonesia saat ini berdasarkan data Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) tahun 2018, melaporkan bahwa masalah kesehatan jiwa di Indonesia dengan gangguan mental emosional (depresi dan ansietas) sebesar 19.8% atau sekitar 20 juta orang dan gangguan jiwa berat (psikosis) sebesar 10 juta orang (11%). Riskesdas tahun 2017, didapat data peningkatan jumlah 2052 klien berdasarkan data dari rekam medik RS. Jiwa Elnardi Bahar Palembang Provinsi Sumatra Selatan. Klien dengan diagnosa skizofrenia 70% mengalami halusinasi dan 30% mengalami waham. Hasil studi pendahuluan yang dilakukan Irawan (2019) di panti sosial rehabilitasi pengemis gelandangan dengan gangguan jiwa dari 200 pasien didapat jumlah pasien dengan halusinasi ada 70 orang, sisanya ada beberapa gejala negatif dari skizofernia lainnya adalah halusinasi. Menurut Rosiana (2017) penderita skizofrenia akan mengalami gejala positif atau gejala nyata diantaranya halusinasi sebanyak 90%.

Salah satu cara untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan keluarga dalam menjalankan peran tersebut dengan optimal yang sedang tren saat ini yaitu dengan Family Psychoeducation Theraphy. Berdasarkan evidence based practice Family Psycoeducation Therapy adalah terapi yang digunakan untuk memberikan informasi pada keluarga untuk meningkatkan tererampilan mereka dalam merawat anggota keluarga mereka yang mengalami gangguan jiwa, sehingga diharapkan keluarga akan mempunyai koping yang positif terhadap stress dan beban yang dialaminya (Kurniawan, 2018). Dukungan keluarga mampu memberikan keberhassilan keluarga dalam merawat pasien halusinasi. Berdasarkan penelitian ditemukan bahwa angka kekambuhan pada klien tanpa terapi keluarga sebesar 25 – 50%, sedangkan angka kambuh pada pasien yang diberikan terapi keluarga adalah sebesar 5 – 10% (Kliat, 2013 dalam Sari, 2016). Kekambuhan ini dapat dicegah dan diantisipasi dengan melibatkan keluarga dalam perawatan klien di rumah melalui psikoedukasi dan psikoterapi yang diberikan pada keluarga. Selain itu Family Psychoeducation juga dapat mengembangkan dan meningkatkan kemampuan keluarga dalam merawat penderita dan mengatasi masalah kesehatan jiwa dalam keluarga, mempercepat penyembuhan dan kemungkinan kambuh dapat dicegah (Pahlavanzadeh et al, 2016). Penelitian Gonzales, (2016) juga mengatakan bahwa Family Psycoeducation Therapy efektif menurunkan beban keluarga dalam merawat keluarga yang menderita gangguan jiwa.

2. METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan adalan literatura review jurnal. Kata kunci dan database yang digunakan oleh penulis adalah jurnal. Menggunakan google scholar dengan menggunakan kata kunci family psycoeducation therapy dalam meningkatkan kemampuan keluarga dalam merawat pasien halusinasi. Hasil dalam pencarian terdapat kurang lebih 30 jurnal. Penulis membatasi tahun penerbit pada jurnal yaitu kisaran tahun 2016-2021. Hasil ditemukan sebanyak 6 jurnal dengan gabungan jurnal lain yang berkaitan dengan intervensi pengaruh family psycoeducation therapy

(3)

dalam meninngkatkan kemampuan keluarga dalam merawat pasien halusinasi. Penulis kemudian memisahkan 5 jurnal yang termasuk dengan kriteria yang akan digunakan untuk penelitian literature review jurnal.

Pencarian kedua penulis mencari jurnal pembanding dengan menggunakan google scholar dengan kata kunci. Peningkatan kemampuan keluarga merawat pasien skizofrenia dengan gejala halusinasi melalui terapi suportif ekspresif. Hasil yang ditemukan itu sebanyak 20 jurnal.

Kemudian penulis membatasi tahun penerbit pada jurnal kisran pada tahun 2016-2021 dengan hasil yang ditemukan 7 jurnal dengan gabungan jurnal lain yang berkaitan dengan peningkatan kemampuan keluarga merawat pasien skizofrenia dengan gejala halusinasi melalui terapi suportif ekpresif. Penulis selanjutnya memisahkan 1 jurnal untuk pembanding dari jurnal yang lainnya terkait dengan intervensi. Jurnal yang di dapat sesuai dengan kriteria.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari kelima jurnal utama dan satu jurnal pembanding yang telah di analisa penulis menunjukan bahwa terdapat beberapa terapi yang dapat meningkatkan kemampuan keluarga dalam merawat yaitu dengan family psychoeducation therapy dan terapi suportif ekspresif dengan tujuan yang sama untuk mengetahui pengaruh family psychoeducation therapy dalam meningkatkan kemampuan keluarga dalam merawat pasien halusinasi. Karena sudah beberapa penelitian yangmenyatakan adanya perubahan terhadap kemampuan keluarga dalam merawat pasien halusinasi yang signifikan setelah dilakukan terapi tersebut.

Namun dari jurnal pembanding tersebut penulis merekomendasikan untuk melakukan terapi suportif sebagai alternatif untuk meningkatkan kemampuan keluarga dalam merawat pasien halusinasi karena menjadi alternatif yang efektif bagi keluarga.

Dukungan keluarga mampu memberikan keberhasilan keluarga dalam merawat pasien halusinasi. Berdasarkan penelitian ditemukan bahwa angka kekambuhan pada klien tanpa family psychoeducation therapy sebesar 25-50%. Sedangkan angka kambuh pada pasien yang diberikan terapi psikoedukasi adalah sebesar 5-10%. Kekambuhan ini dapat dicegah dan diantisipasi dengan melibatkan keluarga dalam perawat klien di rumah melalui psychoeducation dan psikoterapi yang diberikan pada keluarga family psychoeducation adalah salah satu elemen program perawatan kesehatan jiwa keluarga dengan cara pemberian informasi dan edukasi melalui komunikasi.

Family psychoeducation therapy mudah dipelajari dan digunakan oleh caregiver serta tidak menimbulkan efek negatif pada klien halusinasi. family psychoeducation therapy yang diberikan juga dapat menurunkan beban caregiver dalam merawat halusinasi dari beban berat menjadi beban

(4)

sedang. family psychoeducation dapat memberikan pemahaman yang mendalam tentang kondisi gangguan jiwa yang dialami sehingga pasien maupun keluarganya merasa lebih terkontrol dan kecemasannya menurun. Selain itu family psychoeducation juga dapat mengembangkan dan meningkatkan kemampuan keluarga dalam merawat penderita dan mengatasi masalah kesehatan jiwa dalam keluarga, mempercepat penyembuhan dan kemungkinan kambuh dapat dicegah.

Penelitian juga mengatakan bahwa family psychoeducation therapyefektif menurunkan belum keluarga dalam merawat anggota keluarga yang menderita halusinasi.

Penulis menemukan satu jurnal pembanding antara family psychoeducation therapy dalam Meningkatkan kemampun keluarga dalam merawat pasien halusinasi dengan pengaruh terapi suportif ekspresif terhadap penurunan gejala halusinasi pada pasien skizofernia melalui peningkatan kemampuan keluarga dalam merawat pasien. Penelitian ini dikemukakan oleh Nur Wulan Agustina, Titin Andri Wihastuti, Retno Lestari (2016) dimana terapi suportif ekspresif lebih efektif dalam pemberian terapi suportif ekspresif mampu membuka wawasan keluarga sehingga pengetahuan keluarga meningkatkan dan lebih terbuka dengan kondisi keluarga yang mengalami skizofrenia dengan halusinasi. Peningkatan pengetahuan akan merubah cara pandang dan sikap keluarga. Keluarga menjadi lebih terbuka dan akan lebih menerima keadaan pasien, sehingga keluarga akan lebih memberikan perhatian dan dukungan kepada pasien.

Perubahan sikap keluarga yang positif akan mampu merubah perilaku dan membantu keluarga memilih tindakan tepat dalam merawat anggota keluarga yang mengalami skizofrenia dengan halusinasi. Hasil penelitian ditemukan bahwa keluarga lebih memperhatikan kondisi pasien diantaranya cara tepat minum obat, aktivitas sosial pasien, dukungan psikologis terhadap pasien dan sebagainya. Dengan tindakan yang dilakukan tersebut mampu menurunkan gejala halusinasi pada pasien skizofrenia. Pasien mau mengkonsumsi obat secara teratur, mau bersosialisasi, mau membantu aktivitas harian dari keluarga. Dengan demikian suara-suara yang didengar berkurang, pasien terlihat lebih tenang dan tingkat konsentrasi meningkat. Untuk mengetahui perbedaan efektifitas antara kedua kelompo intervensi, maka peneliti menggunakan selisih perbedaan mean.

Berdasarkan penelitian menunjukkan selisih nilai rata-rata (mean) terapi suportif ekspresif lebih besar (53,21) daripada terapi family psikoedikasi (50,43).

Sehinggadapat disimpulkan bahwa terapi suportif ekspresif lebih efektif dibandingkan dengan famili psychoeducation therapy dalam meningkatkan kemampuan keluarga dalam merawat pasien halusinasi.

4. KESIMPULAN

Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami perubahan sensori persepsi merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan dan penciuman.

Faktor penyebab halusinasi terbagi menjadi dua yaitu faktor predisposisi (dapat diperoleh baik dari klien, keluarganya, mengenal faktor perkembangan sosial kultura, biokimia, psikologis, dan genetik) dan faktor persepsinya (kurangnya partisipasi klien dalam kelompok, terlalu lama diajak komunikasi dan suasana sepi/isolasi, sering), respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, perasaan tidak aman, gelisah, bingung, perilaku menarik diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan serta tidak dapat membedakan keadaan yang nyata dan tidak nyata.

Penulis menyampaikan bahwa family psycoeducation therapy sangat diperlukan peran perawat yaitu dalam menghadapi klien halusinasi adalah membina hubungan saling percaya melalui, pendekatan terapeutik dan membantu klien menghasiolkan kenyataan. Memberikan asuhan keperawatan jiwa dengan upaya promotive, preventive, curative, dan rehabilitative. Family psycoeducation therapy adalah terapi yang digunakan untuk memberikan informasi pada keluarga untuk meningkatkan keterampilan mereka dalam merawat anggota keluarga mereka yang mengalami gangguan jiwa, sehingga diharapkan keluarga akan mempunyai koping yang positif terhadap stres dan beban yang dialaminya. Sedangkan terapi suportif ekspresif adalah terapi dari pengetahuan, sikap dan prilaku terintegrasi. Pemberian terapi suportif ekspresif mampu membuka wawasan keluarga sehingga pengetahuan keluarga meningkat dan lebih terbuka dengan kondisi

(5)

keluarga yang mengalami halusinasi, peningkatan pengetahuan akan merubah cara pandang dan sikap keluarga. Keluarga akan menjadi lebih terbuka dengan kondisi keluarga yang mengalami halusinasi, peningkatan pengetahuan akan merubah cara pandang dan sikap keluarga. Keluarga akan menjadi lebih terbuka dan akan lebih menerima keadaan pasien, sehingga keluarga akan lebih memberikan perhatian dan dukungan kepada pasien.

5. UCAPAN TERIMA KASIH (11 PT) (jika ada)

Ucapan terima kasih terutama ditujukan kepada pemberi dana penelitian atau donator, seperti Institusi pendidikan, Kementrian, maupun perusahaan. Ucapan terima kasih dapat juga disampaikan kepada pihak-pihak yang membantu pelaksanaan penelitian.

6. DAFTAR PUSTAKA (11 PT)

Afnuhazi, Ridhyalla. (2016). Komunikasi Terapeutik Dalam Keperawatan Jiwa.

Yogyakarta: Gosyen Publishing.

Agustari. B. I Raka. M. (2016). Pengaruh Psikoedukasi Keluarga Terhadap Kemampuan Keluarga Dalam Merawat Anggota Keluarga Dengan Skizofrenia Di Kota Sorang.

Kepeerawatan Poltekes Kemenkes

Agustina, W.N, Wihastuti, A.T & Lestari Retno. (2016). Pengaruh Terapi Suportif Ekspresif Terhadap Penurunan Gejala Halusinasi Pada Pasien Skizofrenia Melalui Peningkatan Kemampuan Keluarga Dalam Merawat Pasien. Jurnal Keperawatan Indonesia, 11(22), 71-90.

Angraini, dkk.(2016). Pengaruh Menghardik Terhadap Penurunan Tingkat Halusinasi Dengar Pada Pasien Skizofrenia Di RSJD Dr. Aminogondohutomo Semarang.

Bagyono, Tuntas. (2013). Kunci Praktis Untuk Metodelogi Penelitiaan Kesehatan Promotif-Preventif. Yogyakarta: Ombak

Dalami E, dkk. (2014). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Jiwa. Jakarta: CV.

Trans Info Media.

Dermawan, Deden dan Rusdi. 2013. Keperawatan Jiwa: Konsep dan KerangkaKerja Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Gosyen Publishing.

Dinas Kesehatan Kota Padang. 2015. Data Program Kesehatan Jiwa Dinas Kesehatan Kota Padang.

Gajali & Badar. (2016). Pengaruh Family Psychoeducation Therapy Terhadap

Kemampuan Keluarga Merawat Pasien Skizofrenia dengan Halusinasi. Jurnal Husada Mahakam, 4(3),151-161.

Gonzalez, C, Et Al. (2017). Effect of Family Psicoeducation On Expressed Emotion And Burder Or Care In Firs Episode Phsycosis: A Prospective Observasional Study. The Spanish Journal Of Psychology. Vol 13.

Hedman, T. Heather. (2017). NANDA Internasional Diagnosa Keperawan Defenisi & Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10. Jakarta: EGC

Kusumawati, Farida dan Yudi Hartono. (2018). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta:

Salemba Medika.

Mardalis. (2016). Metode Penelitian (Suatu pendekatan proposal) edisi 1. Jakarta: Bumi Aksara.

Mirza, dkk. (2015). Hubungan Lamanya Perawatan Pasien Skizofrenia dengan Stres Keluargaa.

Potter & Perry.(2016). Buku Ajar Fundamental : konsep, proses, dan praktik vol 2 edisi 4.

Jakarta: EGC

Format lengkap penulisan daftar pustaka dapat dilihat di https://ieee- dataport.org/sites/default/files/analysis/27/IEEE%20Citation%20Guidelines.pdf

Referensi

Dokumen terkait

And produce of result biodiesel which is best obtained at fence castor oil ( Jatropha Curcas Oil) ace heavy 100 grams, methanol [ 40%(b/b)] and % KOH [ 1,5%(b/b)], and

Moved: Mr I Johnson Seconded: Mr D Abbott CARRIED BY MAJORITY VOTE MOTION 2 1 Residents of South Guildford and the City of Swan support the resolution of Council at its meeting on