Pernyataan MUI Kabupaten Kotabaru terhadap pelarangan nikah sepupu suku Mandar di Desa Tanjung Seloka Kecamatan Pulau Laut Selatan. Pernyataan MUI Kotabaru terhadap larangan perkawinan antara Sepupu Suku Mandar di Kelurahan Tanjung Seloka. Berdasarkan pandangan MUI Kabupaten Kotabaru tentang pelarangan nikah sepupu di Desa Tanjung Seloka Kecamatan Pulau Laut Selatan yang disampaikan oleh KH.
Pendapat MUI Kotabaru Mengenai Larangan Perkahwinan Antara Sepupu Suku Mandar di Kampung Tanjung Seloka. Akhmad Kamal Larangan perkahwinan sepupu berlandaskan pandangan tradisi masyarakat Mandar di kampung Tanjung Seloka, Daerah Pulau Laut Selatan, yang pada dasarnya mengikut ajaran tradisi yang menganggap “tabu” dilakukan. Hujah yang mendasari larangan perkahwinan sepupu suku Mandar di kampung Tanjung Seloka, mukim Pulau Laut Selatan.
Dalil Mendasari Larangan Perkawinan Antara Saudara Sepupu Suku Mandar di Desa Tanjung Seloka Kecamatan Pulau Laut Selatan
Siratu adalah sebutan yang ditujukan untuk jodoh antara sepupu karena adanya hubungan saudara kandung antara kedua orang tuanya, yaitu ayah mempelai wanita dan ibu mempelai pria. Silojo adalah istilah yang dimaksud dimana perkawinan antar sepupu terjadi karena adanya hubungan saudara kandung antara kedua orang tua yaitu ibu mempelai wanita dan ayah mempelai pria. Sitolor adalah istilah yang dimaksud dimana perkawinan antarsepupu terjadi karena adanya hubungan saudara kandung antara kedua orang tua yaitu ayah mempelai wanita dan ayah mempelai pria serta ibu mempelai wanita dan ibu mempelai pria.
Maklumat diperoleh daripada ketiga-tiga pandangan tradisional masyarakat di atas untuk dijadikan bahan rujukan masyarakat tradisional Mandar berdasarkan falsafah atau kebijaksanaan tradisi berhubung larangan perkahwinan sepupu suku Mandar di mana perkahwinan tersebut dianggap masih seangkatan atau berkaitan. secara keturunan. Manakala pendapat yang dikemukakan oleh ketua mukim KUA Pulau Laut Selatan berhubung larangan perkahwinan sepupu suku Mandar di kampung Tanjung Seloka adalah seperti berikut. Daripada temu bual yang dijalankan dengan seorang tokoh agama, jelas menunjukkan perkahwinan sepupu suku Mandar di kampung Tanjung Seloka dibenarkan bagi mereka yang beragama Islam.
Bahkan, dia menyarankan jika Anda percaya bahwa pernikahan antar sepupu dilarang, sebaiknya Anda tidak melakukannya jika Anda memiliki keturunan dengan cacat fisik dan mental. Sebenarnya larangan nikah sepupu itu bukan larangan mutlak (keharusan), tetapi kenyataannya hanya himbauan yang mengandung filosofi atau kearifan adat, jika bisa dihindari. 87 Wawancara pelaku yang tak berani menikah dengan sepupu suku Mandar (Hendri) pada 1 Juni 2020.
Sementara pendapat tokoh adat Mandar di Desa Tanjung Seloka Kecamatan Pulau Laut Selatan bahwa di balik larangan kawin sepupu suku Mandar terdapat filosofi adat tentang kedekatan hubungan kekerabatan yang dianggap sebagai keturunan (warisan) dan dalam hubungan semacam itu. sebagai siratu, silojo atau sitolor bisa saja ibu dari sepupu laki-laki atau perempuan sepupu mengasuh (mendidik) yang bersangkutan sejak kecil dengan memberikannya. Artinya ajaran atau falsafah adat suku Mandar tentang larangan perkawinan antarsepupu suku Mandar ada benarnya, yaitu pencegahan perkawinan karena hubungan rada'ah (hubungan menyusui).
Analisis Hasil Penelitian
Pendapat MUI Kabupaten Kotabaru Terhadap Larangan Perkawinan Antara Saudara Sepupu Suku Mandar di Desa Tanjung Seloka
Melihat hakikat perkawinan sebagai suatu akad yang memungkinkan laki-laki dan perempuan melakukan sesuatu yang sebelumnya tidak diperbolehkan, maka dapat dikatakan bahwa hukum perkawinan yang semula bersifat permisif atau boleh. Tentu saja, melihat sifatnya sebagai sunnah Allah dan sunnah Nabi, tidak mungkin mengatakan bahwa hukum asal usul pernikahan hanya diperbolehkan. Dengan demikian seseorang dapat mengatakan bahwa akad nikah ditentukan oleh agama, dan dengan berlakunya akad nikah, hubungan antara laki-laki dan perempuan menjadi diperbolehkan.
Pilar dan syarat ini memiliki arti yang sama karena keduanya merupakan hal yang perlu diperhatikan. Dalam hal perkawinan misalnya, kita tidak dapat meninggalkan rukun dan syaratnya, dalam artian perkawinan tidak sah jika keduanya tidak ada atau tidak lengkap. Perkawinan yang terjadi antara Busri dengan istrinya dan Hendri dengan istrinya menjadi kontroversi karena mereka menikah dengan saudara sepupu, dimana menurut hukum Islam perkawinan seperti itu diperbolehkan, tetapi menurut pandangan tradisional orang Mandar, perkawinan semacam ini dilarang menikah.
Adanya larangan perkawinan tersebut dapat dimaklumi, karena menurut hukum adat, perkawinan tidak hanya merupakan peristiwa penting bagi masyarakat Indonesia. Dengan demikian, perkawinan menurut hukum adat adalah hubungan seksual antara seorang laki-laki dan seorang perempuan, yang membawa hubungan yang lebih luas, yaitu kelompok kekerabatan laki-laki dan perempuan, termasuk di antara masyarakat hukum adat. Dengan demikian, menurut falsafah dan kearifan adat Mandar, perkawinan sepupu atau “Mesa Nene” tergolong sesuatu yang tidak dianjurkan atau tabu karena kedekatan hubungan kekerabatan seperti siratu, silojo atau sitolor, yang dianggap sebagai hubungan kekerabatan (turun-temurun). ) hubungan, padahal setahu mereka perkawinan dengan mahram itu dilarang dalam hukum Islam.
Sebagaimana kita ketahui, ajaran Islam menganjurkan agar salah satu pasangan hidup dalam ikatan pernikahan jika masing-masing pihak telah memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan. Mengenai larangan perkawinan dalam Islam, para ahli hukum Islam telah mengklasifikasikan orang yang haram dinikahi menjadi 3 (tiga) golongan, yaitu: pertama golongan yang haram karena hubungan kekerabatan (keturunan), kedua golongan yang haram karena musaharah. hubungan (hubungan suami istri). ), dan ketiga, dilarang berkelompok karena hubungan rada'ah (hubungan menyusui).
Perkawinan karena menyusui, yaitu: inang, nenek, tante, keponakan, saudara perempuan (saudara tiri). Adapun larangan kawin sepupu suku Mandar di Desa Tanjung Seloka Kecamatan Pulau Laut Selatan ini sebenarnya bisa diartikan hanya sebagai kehati-hatian dari ajaran adat yang tidak menjadi masalah. Hal ini menjadi semakin jelas dan kuat berdasarkan pandangan Imam Syafi'i, Imam Hanafi dan Imam Hanbali bahwa perkawinan antar sepupu hukumnya makruh.
Padahal dalam ajaran Islam ada kaidah fikih “Adat dapat dijadikan hukum”, dalam hal ini adat harus dilihat terlebih dahulu dan bijak dalam memilihnya. Adapun tugas dan tanggung jawab MUI Kabupaten Kotabaru adalah menunjukkan kebenaran dengan menjelaskan mana yang benar dan mana yang salah terkait larangan perkawinan sepupu suku Mandar di desa Tanjung Seloka. MUI Kabupaten Kotabaru dapat memahami dari sudut pandang filosofi atau kearifan umum yang dianut dan dipraktikkan oleh masyarakat adat Mandar setempat bahwa larangan kawin sepupu itu memang hanya seruan, dalam artian kalau bisa jangan kawin antara sepupu karena ini dianggap sebagai 'tindakan tabu' yang harus dihindari anggota masyarakat.
Di balik larangan tersebut sebenarnya ada ajaran adat yang sarat dengan filosofi dan hikmah, yaitu jika memang terjadi perkawinan antar sepupu, biasanya pelakunya akan memiliki keturunan yang buruk (ini hanya berdasarkan kepercayaan adat). Keyakinan tersebut ada benarnya sebagaimana dikemukakan oleh seorang ahli kesehatan dari Kabupaten Tanah Laut Selatan bahwa perkawinan antar saudara sedarah tidak dianjurkan karena aspek keturunan (hereditas) yang biasanya berdampak negatif terhadap keturunannya, misalnya dampak seperti sebagai kekurangan fisik, psikologis atau mental dan rentan terhadap penyakit. Sementara hukum Islam sebagai intisari ajaran Islam tumbuh dalam situasi, keadaan, dan aspek ruang dan waktu yang berbeda-beda, juga dinyatakan dalam satu baris: “Adat atau adat dapat dijadikan undang-undang”.
Aturan itu sendiri ingin dapat menjelaskan bahwa hukum Islam berasal dari Allah SWT, keberadaannya tidak lain adalah untuk manusia di muka bumi, sehingga jika ada adat istiadat yang telah ditentukan oleh masyarakat, maka dapat dijadikan sebagai hukum (pedoman). ), selama ajaran tersebut tidak bertentangan dengan nash Al-Quran dan Hadits Nabi SAW. Mahmud Hariri bahwa memang benar Fiqh itu satu dan memiliki satu landasan, namun selain memiliki landasan nash-nash Syari'ah (Al-Qur'an dan Al-Sunnah), Fiqh juga mengacu pada maqasid al-syari'ah (tujuan). dengan syariah).
Justeru, boleh dikatakan perkahwinan antara sepupu suku Mandar sebenarnya boleh dilangsungkan kerana tidak ada larangan dalam undang-undang Islam dan perundangan negara (undang-undang perkahwinan) terhadap amalan tersebut. Hujah yang mendasari larangan perkahwinan sepupu suku Mandar di Kampung Tanjung Seloka, Kampung Mandar Pulau Laut Selatan di Kampung Tanjung Seloka, Daerah Pulau Laut Selatan. Sedangkan dalam ajaran adat Mandar terdapat larangan perkawinan antara sepupu yang diistilahkan sebagai “Mesa Nene” atau seorang kakek.
Ada juga ajaran adat Mandar di kalangan masyarakat desa Tanjung Seloka, kabupaten Pulau Laut Selatan, bahwa perkawinan antar sepupu dilarang karena tergolong mahram (perempuan tidak boleh dinikahi) menurut ajaran Islam. Jadi, di satu sisi, ada larangan pernikahan antar sepupu berdasarkan pandangan masyarakat adat Mandar desa Tanjung Seloka kabupaten Pulau Laut Selatan. Padahal, menurut hukum Islam, perkawinan antarsepupu tidak dilarang;
Siratu, sebutan untuk pasangan antar sepupu karena adanya hubungan saudara antara kedua orang tua, yaitu ayah mempelai wanita dan ibu mempelai pria. Silojo, sebutan untuk jodoh antar sepupu karena adanya hubungan saudara antara kedua orang tua, yaitu ibu mempelai wanita dan ayah mempelai pria. Sitolor, sebutan untuk pasangan antar sepupu karena adanya hubungan kakak atau adik antara kedua orang tuanya, yaitu ayah dari.
Dari ketiga pandangan adat Mandar di atas dapat dijelaskan bahwa masyarakat adat Mandar di Desa Tanjung Selola Kabupaten Pulau Laut Selatan memiliki dasar pemikiran tentang larangan kawin sepupu. Pendapat Kepala KUA Kabupaten Pulau Laut Selatan tentang larangan perkawinan sepupu suku Mandar di Desa Tanjung Seloka Kabupaten Pulau Laut Selatan ada benarnya jika ditelaah lebih dalam filosofi dan kebijakan adat yang terkandung dalam ajaran-ajaran ini. Berdasarkan informasi dari tokoh agama dan tokoh masyarakat di Desa Tanjung Seloka, Kecamatan Pulau Laut Selatan, ditemukan kasus yang relatif beragam mengenai pelarangan perkawinan sepupu suku Mandar.
Berdasarkan kaidah hukum positif tersebut di atas, jelas bahwa tidak ada kaidah yang mengatur tentang larangan kawin sepupu.