• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tatalaksana Ulkus Kornea Perforasi akibat Keratokonjungtivitis Gonokokal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Tatalaksana Ulkus Kornea Perforasi akibat Keratokonjungtivitis Gonokokal"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN PUSAT MATA NASIONAL RUMAH SAKIT MATA CICENDO BANDUNG

Laporan Kasus : Tatalaksana Ulkus Kornea Perforasi akibat Keratokonjungtivitis Gonokokal

Penyaji : Sheilla Selvina

Pembimbing : dr. Angga Fajriansyah, SpM(K) / dr. Patriotika Muslima, SpM

Telah diperiksa dan disetujui oleh Pembimbing

dr. Angga Fajriansyah, SpM(K) / dr. Patriotika Muslima, SpM

Kamis, 1 Juli 2021 Pukul 07.30 WIB

(2)

Challenges in The Management of Corneal Perforation Secondary to Gonococcal Keratoconjunctivitis

ABSTRACT

Introduction: Gonococcal infection is type of ocular bacterial infection which caused by Neisseria gonorrhoeae. Neisseria gonorrhoeae can invade intact cornea with proteolytic enzyme. Corneal complication in gonococcal infection can cause infiltrative keratitis with corneal perforation at severe condition that can threat visual function. Surgical intervention with graft can provide good ocular integrity.

Purpose: To report the diagnosis and management of corneal perforation with iris prolapse caused by gonococcal keratoconjunctivitis

Case Report: A 21 years old male patient presented with chief complain of elevated brownish mass on his left eye (LE) since one week ago. Patient also complained of redness and blurred vision on LE. He denied history of high risk sexual activity.

Ophthalmic examination revealed visual acuity of the right eye (RE) was 1.0 and LE was 0.2. Anterior segment examination of LE revealed blepharospasm, ciliary injection and corneal perforation with iris prolapse. Patient was diagnosed with corneal perforation with iris prolapse caused by gonococcal keratoconjunctivitis on LE. Patient was treated with banana patch graft on LE. Final visual acuity on his LE was 0.32 with the graft remains intact.

Conclusion: Infection caused by Neisseria gonorrhoeae can be transmitted with direct or indirect contact. It can spread to the eye and threat visual function.

Corneal perforation with ris prolapse is one of the complication gonococcal infection in ocular. Banana patch graft can be the appropriate management which can provide good ocular integrity and prevent further leakage caused by corneal perforation

Keyword: Iris prolapse, gonococcal, keratoconjunctivitis

I.Pendahuluan

Infeksi gonokokal pada mata merupakan salah satu jenis infeksi mata yang disebabkan oleh bakteri Neisseria gonorrhoeae. Penyakit ini dapat menginfeksi neonatus atau orang dewasa yang termasuk usia seksual aktif. Infeksi ini merupakan infeksi yang jarang terjadi, tetapi angka kejadiannya meningkat di seluruh dunia dalam beberapa waktu. Angka kasus baru infeksi gonokokal di seluruh dunia mencapai 78 juta kasus baru berdasarkan data World Health Organization (WHO) tahun 2012 dan terdapat peningkatan angka kejadian 63% infeksi gonokokal di seluruh dunia sejak tahun 2014 berdasarkan Centers for Disease Control and Prevention (CDC).1–3

Bakteri Neisseria gonorrhoeae dapat menular melalui transmisi kontak secara langsung maupun secara tidak langsung terhadap mata. Bakteri ini memiliki enzim

(3)

proteolitik yang dapat menginvasi epitel kornea yang sehat. Neisseria gonorrhoeae akan menyebabkan infeksi yang berat pada mata yang dapat mengancam fungsi penglihatan jika tidak ditangani dengan baik.4–6

Konjungtivitis gonokokal merupakan tanda klinis awal yang dapat terjadi pada infeksi bakteri Neisseria gonorrhoeae pada mata. Infeksi ini dapat menyebabkan komplikasi lebih lanjut, seperti uveitis, keratitis, endoftalmitis dan perforasi kornea.

Sifat dari infeksi gonokokal pun dapat disertai dengan koinfeksi Chlamydia trachomatis yang memperberat kondisi infeksi. Tanda klinis awal infeksi gonokokal sering menyerupai tanda klinis infeksi bakteri lain, sehingga penegakan diagnosis infeksi ini sering terlambat. Keterlambatan penegakan diagnosis dengan tepat akan menyebabkan peningkatan kemungkinan terjadinya komplikasi pada mata.1,3,7

Penegakan diagnosis yang cepat dan tepat dapat mencegah proses terjadinya komplikasi yang dapat mengancam fungsi penglihatan. Tatalaksana pada kasus keratokonjungtivitis gonokokal dapat berupa medikamentosa atau tindakan bedah jika kasus infeksi sudah menyebabkan perforasi kornea.3,7,8 Laporan kasus ini bertujuan untuk membahas diagnosis dan tatalaksana yang tepat pada pasien yang mengalami ulkus kornea perforasi disertai dengan prolaps iris yang disebabkan oleh keratokonjungtivitis gonokokal.

II. Laporan Kasus

Pasien Tn.Y seorang laki-laki berusia 21 tahun datang ke poli eksekutif unit infeksi dan imunologi di Pusat Mata Nasional (PMN) Rumah Sakit (RS) Mata Cicendo dengan keluhan terdapat massa coklat yang keluar dari mata kiri sejak satu minggu sebelum masuk rumah sakit. Keluhan ini disertai dengan mata merah dan penglihatan terasa buram yang dirasakan pasien sejak dua minggu sebelum masuk rumah sakit. Pasien tidak merasakan keluhan nyeri, silau atau gatal pada mata kiri.

Pasien tidak memiliki riwayat terkena benda asing, tidak memiliki riwayat penggunaan lensa kontak, tidak memiliki riwayat trauma, tidak memiliki riwayat dilakukan operasi pada mata dan tidak memiliki riwayat penggunaan kacamata

(4)

sebelumnya. Pasien saat ini masih berstatus sebagai mahasiswa dan belum menikah.

Keluhan pasien diawali dari munculnya mata merah dan bengkak pada mata kiri sejak dua minggu sebelum masuk rumah sakit. Keluhan ini disertai dengan keluar sekret yang banyak dari mata kiri pasien, gatal dan penglihatan buram. Pasien berobat ke dokter spesialis mata di Garut dan mendapat pengobatan berupa salep mata ofloksasin yang digunakan setiap dua jam dan obat tetes air mata natrium klorida dan kalium klorida yang digunakan setiap jam. Hasil pemeriksaan apus sekret konjungtiva pasien adalah bakteri diplococcus berbentuk biji kopi intraselular. Pasien merasa keluhan sekret yang keluar pada mata kiri pasien membaik, tetapi pasien masih mengalami keluhan merah pada mata kirinya. Pasien mengalami keluhan muncul massa coklat yang keluar dari mata kiri dan terasa ada yang mengganjal secara mendadak satu minggu kemudian. Pasien didiagnosis dengan perforasi kornea dengan prolaps iris mata kiri yang disebabkan konjungtivitis purulenta gonorrhoeae. Pasien dirujuk ke PMN RS Mata Cicendo untuk rencana operasi.

Pasien sempat mengalami keluhan nyeri dan sulit buang air kecil satu minggu sebelum pasien memiliki keluhan pada matanya. Pasien dapat buang air kecil dengan lancar setiap setelah ada nanah yang keluar dari saluran kemihnya. Keluhan tersebut tidak disertai dengan adanya darah atau batu yang keluar dari saluran kemihnya. Pasien dikonsulkan kepada dokter spesialis dermatovenereologi oleh dokter spesialis mata di Garut. Pasien mendapat dua jenis obat minum yang tidak diketahui namanya oleh pasien, tetapi keluhan nyeri buang air kecil pada pasien membaik setelah itu. Pasien menyangkal pernah melakukan hubungan seksual beresiko. Pasien pun menyangkal pernah menggunakan handuk bersamaan dengan orang lain.

Pemeriksaan oftalmologi sebelum operasi mendapatkan tajam penglihatan mata kanan 1.0 dan mata kiri 0.2 dengan pinhole tetap. Posisi kedua bola mata ortotropia.

Gerakan bola mata kanan dan mata kiri baik ke segala arah. Tekanan bola mata kanan 14 mmHg dengan pemeriksaan Non Contact Tonometer (NCT). Pemeriksaan segmen anterior mata kanan normal. Pemeriksaan segmen anterior mata kiri

(5)

ditemukan adanya blefarospasme pada kelopak mata, injeksi siliar pada konjungtiva bulbi dan perforasi kornea dengan prolaps iris terepitelisasi pada superior perifer kornea. Hasil pemeriksaan mikrobiologi pada sekret konjungtiva menunjukkan hasil gram positif coccus susunan satu-satu berjumlah 1-2 sel per lapang pandang dengan jumlah sel leukosit berjumlah 3-5 sel per lapang pandang.

(A) (B)

Gambar 2.1 Tampilan Klinis Mata Kanan (A) dan Mata Kiri (B) Sebelum Operasi

Pasien didiagnosis ulkus kornea perforasi dengan prolaps iris terepitelisasi pada mata kiri yang disebabkan oleh bakteri diplococcus gram negatif. Pasien diberikan obat tetes air mata natrium klorida dan kalium klorida sebanyak 8x1 tetes ocular sinistra (OS), obat tetes levofloksasin 8x1 tetes OS dan rencana dilakukan tindakan banana patch graft mata kiri dalam narkose umum.

Tindakan operasi diawali dengan pasien dibaringkan pada meja operasi dalam narkose umum, dilakukan tindakan septik antiseptik pada mata kiri dan dilakukan pemasangan alas steril dan spekulum mata pada mata kiri. Jaringan epitel yang sudah melapisi prolaps iris dibersihkan pada area perforasi kornea. Iris pasien yang prolaps dibersihkan dari perlengketan jaringan sekitar dan dilakukan tindakan reposisi iris untuk kembali masuk ke bilik mata depan. Area kornea yang mengalami perforasi diukur untuk menentukan ukuran pemotongan pada cangkok korneosklera. Cangkok korneosklera yang akan digunakan berukuran 0.5 milimeter (mm) lebih besar dari luas area perforasi. Cangkok korneosklera dijahit dengan ethylon 10.0 dengan teknik interrupted sebanyak 15 jahitan. Pasien diberikan satu tetes moksifloksasin dan dipasangkan bandage contact lens pada mata kiri setelah tindakan selesai. Terapi pasca operasi yang diberikan kepada pasien berupa obat

(6)

tetes mata moksifloksasin 8x1 tetes OS, obat tetes air mata natrium klorida dan kalium klorida sebanyak 6x1 tetes OS, siprofloksasin oral 2x500 mg, dan asam mefenamat oral 3x500 mg.

(A) (B) (C)

(D) (E) (F)

Gambar 2.2 Tahapan Operasi : Jaringan Epitel pada Prolaps Iris Dibersihkan (A), Perlengketan Iris Dibersihkan (B), Reposisi Iris (C), Pengukuran Area

Prolaps Iris (D), Pengukuran Cangkok Kornea (E) dan Penjahitan Cangkok Kornea (F)

Pemeriksaan oftalmologi hari pertama pasca operasi didapatkan penglihatan mata kanan 1.0 dan mata kiri 1/300. Posisi kedua bola mata ortotropia. Gerakan bola mata kanan dan mata kiri baik ke segala arah. Tekanan bola mata kanan dan mata kiri normal dengan pemeriksaan palpasi. Pemeriksaan segmen anterior mata kanan normal. Pemeriksaan segmen anterior mata kiri terdapat blefarospasme pada palpebra, injeksi siliar pada konjungtiva bulbi dan edema pada kornea. Cangkok korneosklera dan jahitan dalam kondisi intak pada area superior kornea yang ditutup dengan pemasangan bandage contact lens. Pasien didiagnosis post banana patch graft pada mata kiri. Pasien diminta untuk kontrol ke poli infeksi dan imunologi satu minggu kemudian.

Pemeriksaan oftalmologi satu minggu pasca operasi didapatkan hasil tajam penglihatan mata kanan 1.0 dan mata kiri 0.32. Posisi kedua bola mata ortotropia.

(7)

Gerakan bola mata kanan dan kiri baik ke segala arah. Tekanan bola mata kanan 12 mmHg dengan pemeriksaan NCT dan tekanan bola mata kiri teraba normal dengan pemeriksaan palpasi. Pemeriksaan segmen anterior mata kanan normal.

Pemeriksaan segmen anterior mata kiri terdapat blefarospasme pada palpebra, injeksi siliar pada konjungtiva bulbi dan edema pada kornea. Cangkok korneosklera dan jahitan intak pada area superior kornea yang ditutup dengan pemasangan bandage contact lens. Pasien diberi terapi berupa obat tetes mata moksifloksasin 8x1 tetes OS, obat tetes air mata natrium klorida dan kalium klorida 6x1 tetes OS dan obat tetes siklopentolat 3x1 tetes OS. Pasien diminta untuk kontrol dua minggu yang akan datang.

(A) (B) (C) Gambar 2.3 Tampilan Segmen Anterior Mata Kiri dengan Slit Lamp :

Satu Hari Pasca Operasi (A), Satu Minggu Pasca Operasi (B) dan Tiga Minggu Pasca Operasi (C)

Pemeriksaan oftalmologi tiga minggu pasca operasi didapatkan hasil tajam penglihatan mata kanan 1.0 dan mata kiri 0.32. Posisi kedua bola mata ortotropia.

Gerakan bola mata kanan dan kiri baik ke segala arah. Tekanan bola mata kanan 15 mmHg dengan pemeriksaan NCT dan tekanan bola mata kiri teraba normal dengan pemeriksaan palpasi. Pemeriksaan segmen anterior mata kanan normal.

Pemeriksaan segmen anterior mata kiri terdapat blefarospasme pada palpebra, injeksi siliar pada konjungtiva bulbi dan edema pada kornea. Cangkok korneosklera dan jahitan intak pada area superior kornea yang ditutup dengan pemasangan bandage contact lens. Pemeriksaan segmen posterior pasien dengan funduskopi indirek mendapatkan hasil papil bulat dengan batas tegas dan retina terlihat datar

(8)

pada mata kanan dan kiri. Terapi medikamentosa pasien dilanjutkan. Pasien diminta untuk kembali kontrol dua minggu yang akan datang.

III. Diskusi

Bakteri Neisseria gonorrhoeae merupakan bakteri gram negatif coccus yang paling sering menyebabkan penyakit menular seksual. Bakteri ini dapat menyebabkan infeksi pada urogenital, rektal, faring dan mata. Pemeriksaan mikrobiologi yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis infeksi bakteri ini adalah pewarnaan gram, kultur mikrobiologi dengan media agar coklat atau media Thayer Martin dan pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR). Neisseria gonorrhoeae dapat ditemukan di dalam neutrofil pada pemeriksaan mikrobiologi dengan pewarnaan gram.4,7,9

Gambar 3.1 Hasil Pemeriksaan Gram pada Neisseria gonorrhoeae Dikutip dari : Riedel, dkk.4

Hasil pemeriksaan apus sekret pertama pasien menunjukkan hasil bakteri diplococcus berbentuk biji kopi intraselular. Hal tersebut menunjukkan bahwa pasien terkonfirmasi mengalami infeksi pada mata yang disebabkan Neisseria gonorrhoeae. Hasil pemeriksaan apus sekret pasien sebelum operasi di RS Mata Cicendo tidak lagi menunjukkan hasil adanya bakteri gram negatif coccus berbentuk biji kopi intraselular, sehingga pasien diperkirakan sudah mengalami perbaikan dalam infeksi Neisseria gonorrhoeae pada saat itu.

(9)

Neisseria gonorrhoeae dapat menginvasi pada jaringan kornea yang intak dengan menggunakan enzim proteolitik. Infeksi gonokokal ini paling banyak menginfeksi kelompok usia neonatus atau kelompok usia aktif secara seksual. Jenis kelamin yang paling banyak terkena adalah laki-laki. Transmisi infeksi gonokokal dapat melalui transmisi secara langsung maupun tidak langsung. Kelompok usia neonatus mendapat transmisi dari jalan lahir persalinan normal ibu yang terinfeksi Neisseria gonorrhoeae. Kelompok usia aktif secara seksual mendapat transmisi dari hubungan seksual dengan pasangan yang terinfeksi, sehingga pasien pada kelompok ini sering disertai gejala infeksi pada saluran kencing.1,4,10,11

Pasien pada laporan kasus ini merupakan seorang pria berusia 21 tahun yang termasuk ke dalam kelompok usia aktif secara seksual. Pasien pun mengalami keluhan nyeri setiap buang air kecil yang disertai keluar nanah dari alat kelamin satu minggu sebelum pasien memiliki keluhan pada matanya, tetapi pasien menyangkal pernah melakukan hubungan seksual beresiko atau pemakaian handuk secara bersamaan dengan orang lain. Riwayat hubungan seksual pasien dapat tidak terkonfirmasi dapat dikarenakan status pasien yang belum menikah, sehingga pasien merasa malu untuk mengungkapkan hal tersebut kepada orang lain.

Gambar 3.2 Gambaran Klinis Keratokonjungtivitis Infeksi Gonokokal Dikutip dari : Kiritoshi, dkk.11

Pasien yang terinfeksi gonokokal akan mengalami tanda awal konjungtivitis dengan onset hiperakut yang memiliki gejala dan tanda klinis seperti mata merah dengan nyeri akut, injeksi konjungtiva, kemosis dan keluarnya banyak sekret mata yang bersifat purulen. Komplikasi yang dapat terjadi berkaitan dengan keterlibatan kornea dapat terdiri dari defek epitel, keratitis infiltrat di perifer, keratitis ulseratif

(10)

sampai dengan perforasi kornea. Keratitis pada infeksi gonokokal akan dimulai dari area perifer yang menyebabkan ulkus marginal. Kondisi ini akan bertambah berat jika tidak ditangani dengan baik hingga menyebabkan perforasi kornea dan endoftalmitis.12–14

Pasien pada kasus ini mengalami keluhan mata kiri menjadi merah, bengkak dan keluar banyak sekret kental berwarna kuning berbusa pada tahap awal pemeriksaan di Garut. Tajam penglihatan mata kiri pasien mengalami penurunan dengan hasil 0.2 pinhole tetap. Pemeriksaan segmen anterior mata kiri ditemukan adanya blefarospasme pada kelopak mata, injeksi siliar pada konjungtiva bulbi dan prolaps iris terepitelisasi pada superior perifer kornea. Hal ini menandakan pasien sudah mengalami komplikasi dari infeksi gonokokal yang menyebabkan perforasi pada kornea.

Pemberian terapi untuk kasus infeksi gonokokal pada okular berdasarkan rekomendasi WHO dan CDC terdiri dari dua kondisi, yaitu kondisi kasus tanpa keterlibatan kornea dan kondisi kasus dengan keterlibatan kornea. Pasien infeksi gonokokal tanpa keterlibatan kornea dapat diberikan injeksi intramuskular seftriakson satu gram dan diperbolehkan rawat jalan. Pasien infeksi gonokokal dengan keterlibatan kornea dapat dilakukan rawat inap untuk pemberian injeksi intravena seftriakson satu gram setiap dua belas jam selama tiga hari. Pasien yang memiliki alergi penisilin dapat diberikan terapi injeksi siprofloksasin intramuskular dua gram siprofloksasin, siprofloksasin 2x500mg per oral atau ofloksasin 2x400mg per oral selama lima hari. Terapi untuk pengobatan infeksi gonokokal sebaiknya ditambah dengan terapi untuk pengobatan Chlamydia trachomatis. Hal ini disebabkan 40-50% kasus infeksi gonokokal disertai dengan infeksi Chlamydia trachomatis. Penanganan terapi infeksi gonokokal ini sebaiknya diikuti dengan konsultasi kepada dokter spesialis dermatovenereologi untuk dapat mencapai tatalaksana yang komprehensif.2,3,7,15–17

Terapi medikamentosa sistemik untuk infeksi gonokokal ditambah dengan terapi medikamentosa topikal berupa salep mata eritromisin, basitrasin, gentamisin, siprofloksasin atau tetes mata antibiotik golongan fluorokuinolon. Irigasi dengan normal saline pada area konjungtiva yang memiliki banyak sekret purulen dapat

(11)

berfungsi untuk mengeluarkan sel inflamasi, protease dan debris yang bersifat toksik pada permukaan okular, sehingga mencegah kerusakan pada kornea. Kondisi pemberian terapi yang tidak cukup dapat menyebabkan infeksi menjadi lebih buruk.3,6,7

Pasien pada kasus ini mendapat terapi dua jenis obat minum yang tidak diketahui nama obatnya dari dokter spesialis dermatovenereologi. Pasien tidak mendapat terapi medikamentosa sistemik berupa terapi injeksi yang direkomendasikan pada pengobatan infeksi gonokokal berdasarkan WHO dan CDC. Obat yang diterima pasien kemungkinan belum cukup untuk dapat mencegah komplikasi yang terjadi pada pasien. Terapi medikamentosa topikal yang diberikan pada pasien sudah tepat karena pasien sudah diberikan obat tetes atau salep mata antibiotik golongan fluorokuinolon.

Pasien merasa keluhan keluar sekret purulen dari mata kirinya dan nyeri buang air kecil membaik setelah mengonsumsi obat minum dari dokter spesialis dermatovenereologi, tetapi proses perburukan pada kondisi mata kirinya terus berlanjut hingga pasien mengalami perforasi kornea dengan prolaps iris yang disebabkan adanya perforasi kornea. Hal tersebut dapat disebabkan pasien tidak dilakukan rawat inap sehingga proses irigasi pada sekret matanya tidak sebaik jika pasien dilakukan rawat inap di rumah sakit. Sekret mata purulen bersifat toksik dan menyebabkan kerusakan pada permukaan okular.

Tindakan bedah dapat dilakukan untuk mengatasi perforasi kornea. Tindakan bedah tersebut dapat berupa pemberian lem atau pemasangan cangkok pada area perforasi kornea. Cangkok yang dapat dijadikan bahan untuk memperbaiki area perforasi kornea, terdiri dari jaringan kornea, sklera atau lentikular donor yang diawetkan atau bahan sintetis seperti membran amnion. Pasien pada kasus ini dilakukan tindakan banana patch graft dengan menggunakan jaringan donor korneosklera. Tindakan yang dilakukan pada pasien menggunakan potongan kornea dan sklera dari kornea donor yang diawetkan untuk menutup perforasi kornea yang terjadi pada pasien. Penggunaan korneosklera pada tindakan bedah ini diharapkan dapat membantu proses penutupan perforasi kornea dan mempertahankan integritas bola mata.

(12)

Prognosis ad vitam pada pasien ini adalah ad bonam karena penyakit infeksi gonokokal pada pasien dapat diobati dengan terapi yang tepat. Prognosis ad functionam pada pasien ini adalah dubia ad bonam karena fungsi penglihatan pasien dan integritas bola mata terlihat mengalami perbaikan dari sebelum tindakan bedah dilakukan. Prognosis ad sanationam pada pasien adalah dubia karena kekambuhan penyakit ini dapat terjadi kembali jika pasien memiliki gaya hidup aktivitas seksual yang beresiko yang dapat menyebabkan munculnya kembali infeksi gonokokal.8,9,18–20

IV. Simpulan

Infeksi dari bakteri Neisseria gonorrhoeae dapat menular melalui transmisi kontak langsung maupun tidak langsung. Infeksi ini dapat menyebar ke mata dan menyebabkan konjungtivitis sebagai tanda klinis awal sampai kepada perforasi kornea sebagai salah satu komplikasi. Penegakkan diagnosis pada infeksi gonokokal perlu dilakukan melalui pemeriksaan mikrobiologi laboratorium melalui pewarnaan gram, kultur atau pemeriksaan PCR. Terapi yang tepat dapat mencegah komplikasi terjadi karena proses infeksi ini. Pemberian terapi injeksi seftriakson dan pengobatan tambahan untuk infeksi Chlamydia trachomatis menjadi terapi yang direkomendasikan oleh WHO dan CDC untuk menangani infeksi gonokokal.

Tindakan bedah banana patch graft merupakan tindakan dengan cangkok korneosklera merupakan salah satu alternatif tindakan untuk memperbaiki perforasi kornea dan mempertahankan integritas bola mata pada kasus ini.

(13)

12

DAFTAR PUSTAKA

1. Lai D, Ong K. Adult gonokokal keratoconjunctivitis: Early detection is key.

Asian J Ophthalmol. 2020;17(1):30–4.

2. WHO. WHO Guideliness For The Treatment of Neisseria gonorrhoeae.

2016;

3. St. Cyr S, Barbee L, Workowski KA, Bachmann LH, Pham C, Schlanger K, et al. Update to CDC’s Treatment Guidelines for Gonokokal Infection, 2020.

MMWR Morb Mortal Wkly Rep. 2020;69(50):1911–6.

4. Riedel S, Hobden JA, Miller S, Morse SA, Mietzner TA, Detrick B, et al.

Medical Microbiology. 28th ed. United States: Lange; 2019. 295–305 p.

5. Pérez CE, Bravo JS, Espinal A, Rodríguez AE, Botero-García CA, Durán MJ, et al. A 30-year-old male with corneal opacity and a rapidly progressing ulcer. Infectio. 2016;20(1):37–40.

6. Espinosa-Barberi G, Fernández SM, Trujillo RB, Civit JJR, Herrera IH.

Corneal Perforation in a Patient with History of Unidentified Urethritis.

Open J Ophthalmol. 2018;08(01):36–41.

7. Weisenthal RW, Daly MK, Freitas D de, Feder RS, Orlin SE, Tu EY, et al.

External Disease and Cornea. In: Basic and Clinical Science Course. China:

American Academy of Ophthalmology; 2019. p. 243–83.

8. Kawashima M, Kawakita T, Den S, Tomita M, Shimazaki J. Surgical management of corneal perforation secondary to gonokokal keratoconjunctivitis. Eye. 2009;23(2):339–44.

9. Quillin SJ, Seifert HS. Neisseria gonorrhoeae host adaptation and pathogenesis. Nat Rev Microbiol. 2018;16(4):226–40.

10. Anuar N, Idris NS. Gonokokal conjunctivitis: A case report. Malaysian Fam Physician. 2019;13(3):27–8.

11. Kiritoshi S, Soma T. Corneal perforation secondary to gonokokal keratoconjunctivitis. Cmaj. 2020;192(44):E1361.

12. Wang MF, Wang L, Li LF. Gonokokal conjunctivitis after incomplete treatment of gonokokal urethritis. Infect Drug Resist. 2019;12:1381–4.

13. Hoffman J, Ali B, Hoffman A, Sheikh I. Gonokokal conjunctivitis: The importance of goodquality conjunctival swabs. Br J Gen Pract.

2015;65(639):552–3.

14. Martins TG onçalve. dos S, Peng G, Andrade e Nascimento R, Costa AL uiz.

F de A. Corneal complication caused by gonokokal conjunctivitis. Einstein (Sao Paulo). 2015;13(3):474.

15. Carroll Karen and Hobden Jeffery. The Streptococci, Enterococci, and Related Genera. Jawetz Melnick & Adelbergs Medical Microbiology. 2015.

226–228 p.

16. McAnena L, Knowles SJ, Curry A, Cassidy L. Prevalence of gonokokal conjunctivitis in adults and neonates. Eye. 2015;29(7):875–80.

17. Unemo M, Ross JDC, Serwin AB, Gomberg M, Cusini M, Jensen JS. 2020 European guideline for the diagnosis and treatment of gonorrhoea in adults.

Int J STD AIDS. 2020;

18. Samira N, Bani AP, Susiyanti M. Rare case of bilateral perforated corneal

(14)

ulcer due to gonokokal infection, managed with temporary periosteal graft.

BMJ Case Rep. 2016;2016(February 2016).

19. Tipple C, Smith A, Bakowska E, Corbett MC. Corneal perforation requiring corneal grafting: A rare complication of gonokokal eye infection. Sex Transm Infect. 2010;86(6):447–8.

20. Sevilla N, Martin S, Serra-Pladevall J, Kirkegaard E, Bisbe L, Puig JJ. Delay in diagnosis resulting in corneal perforation: Nucleic acid amplification tests for a rapid identification of ocular Neisseria gonorrhoeae infection. Sex Transm Infect. 2020;96(8):562.

Referensi

Dokumen terkait

Yang diterima menjadi anggota GSBI adalah semua kaum buruh baik yang bekerja di dalam atau di luar negeri terutama yang terorganisir dalam serikat buruh, baik yang berpusat