• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tatalaksana Low Vision pada Pasien Moderate Visual Impairment dengan Afakia One Eyed

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Tatalaksana Low Vision pada Pasien Moderate Visual Impairment dengan Afakia One Eyed"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Laporan Kasus : Tatalaksana Low Vision pada Pasien Moderate Visual Impairment dengan Afakia One Eyed

Penyaji : Surya Atmaja

Pembimbing : dr. Ine Renata Musa, Sp.M (K)

Telah diperiksa dan disetujui oleh Pembimbing

dr. Ine Renata Musa, Sp.M (K)

Selasa, 30 Juni 2023

(2)

1

Low Vision Management for Moderate Visual Impairment due to One Eyed Aphakia

Background: Aphakic glasses, aphakic contact lenses, and primary or secondary IOL implantation are all options for the optical correction of aphakia. Each options has its own benefits and drawbacks.

Purpose : To discuss monofocal aphakia consideration, therapeutic strategy, and vision correction.

Case Presentation : 16 years old boy complained of having cloudy vision in his right eye since one year earlier, when his head had struck a piece of wood. He experienced a light flash in his right eye and felt a curtain-like shade blocked his vision. He was diagnosed with Juvenile Cataract LE and Retinal Detachment RE.

He received an injection of silicon oil, pars plana lensectomy, pars plana vitrectomy, membrane peeling, endodiathermy, endolaser, and evacuation of silicone Oil. A white shadow on his left eye was discovered by his parents since 10 year ago. His visual acuity was LP with poor projection on LE and CFFC on RE. Results of the objective refraction test performed with refractometer on right eye was S+17.00 C-1.50 x 180° and no target on the left eye. The best corrected visual acuity was 4/25 with S+16.00 D on RE, and the near visual acuity was 3.2 M in 30 cm, with addition of S+3.00 D patient can read up to 1.6 M in 30 cm. He was given spectacle correction and underwent visual rehabilitation.

Conclusion : Aphakia causes several physiological changes in the eye. The modalities of choice for aphakic eye correction are aphakic glasses, contact lenses, intraocular lenses, and corneal refractive surgery. Treatment of aphakia is individualized and tailored to the patient's expectations, needs and preferences.

Keywords : aphakia, spectacle, contact lens, intraocular lens, low vision, moderate visual impairment

I. Pendahuluan

International Classification of Diseases 11 tahun 2018 membagi gangguan penglihatan atau visual impairment menjadi 2 kelompok, yaitu gangguan penglihatan jauh dan dekat. Gangguan penglihatan jauh didefinisikan sebagai tajam penglihatan kurang dari 6/12 sampai dengan persepsi cahaya atau lapang pandang kurang dari 10° dari titik fiksasi. Sedangkan gangguan penglihatan dekat didefinisikan sebagai tajam penglihatan dekat kurang dari dari N6 (0.8 M) dalam jarak 40 cm. American Academy of Ophthalmology mendefinisikan low vision sebagai gangguan penglihatan irreversible yang tidak dapat dikoreksi dengan kacamata atau dengan pengobatan maupun pembedahan.1–3

Pada tahun 2015 terdapat 252 juta orang di seluruh dunia mengalami gangguan penglihatan mulai dari derajat ringan sampai berat, 19 juta diantaranya adalah

(3)

anak di bawah usia 15 tahun. Amerika Serikat memperkirakan 0,2% populasi anak usia sekolah menderita low vision. Etiologi gangguan penglihatan pada anak dapat berupa abnormalitas struktur okular primer dan sekunder yang disebabkan gangguan patologis okular, atau bagian dari penyakit sistemik maupun genetik.

Salah satu kelainan struktur okular yang dapat menyebabkan gangguan penglihatan pediatrik adalah afakia.1–3

Gangguan penglihatan penderita low vision pada anak akan berimplikasi seumur hidup. Gangguan penglihatan pada anak dapat memengaruhi kualitas hidup sehari-hari, proses belajar di sekolah, dan perkembangan anak. Anak berhak mendapatkan layanan rehabilitasi low vision yang paling efektif untuk mencapai kesejahteraan dan mencapai kualitas hidup yang baik.2,3

Secara harfiah afakia berarti kondisi mata tanpa keberadaan lensa kristalina.

Tetapi dari sudut pandang optik, afakia adalah kondisi lensa kristalina yang tidak berada pada area pupil. Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan afakia yaitu kongenital, pembedahan pengangkatan lensa kristalin, absorpsi massa lensa, dan dislokasi lensa posterior kedalam vitreus. Pada mata afakia terjadi berapa perubahan kondisi optik. Pergeseran anterior focal point dan posterior focal point terjadi pada mata afakia. Letak anterior focal point pada mata normal yaitu 15,7 mm di depan kornea, sedangkan pada mata afakia 23,2 mm. Letak posterior focal point pada mata normal yaitu 24 mm di belakang kornea, sedangkan pada mata afakia 31 mm. Mata afakia tidak memiliki daya akomodasi. Perubahan sifat optik tersebut menyebabkan hipermetropia berat pada mata afakia. Koreksi pada mata afakia dapat menimbulkan permasalahan seperti anisometropia, anisekonia, dan ambliopia. Berbagai pertimbangan harus diperhatihan untuk menatalaksana pasien dengan afakia. Tatalaksana pasien afakia bersifat individual. Laporan kasus ini bertujuan untuk memaparkan pilihan tatalaksana pasien dengan afakia beserta pertimbangan dalam pemilihan modalitas tatalaksana.4–6

II. Laporan Kasus

Pasien An. A laki-laki berusia 16 tahun datang ke Poliklinik Low Vision Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo pada tanggal 7 Juni 2023, konsultasi

(4)

dari Unit Vitreoretina dengan diagnosis Aphakia RE + Attached Retina RE + Vitrectomized Eye RE + Complicated Cataract LE + Last Eye RE. Pasien datang dengan keluhan pandangan mata kanan gelap sejak 1 tahun yang lalu setelah mata kepala pasien terbentur kayu. Setelah kejadian pasien merasakan adanya kilatan cahaya pada mata kanan dan pandangan mata kanan tertutup bayangan seperti tirai. Pasien kemudian berobat ke RS setempat dan dirujuk ke PMN RS Mata Cicendo. Dari unit Vitreoretina, pasien didiagnosis dengan Ablasio Retina RE + Katarak Juvenilis RE. Pasien ditatalaksana dengan tindakan pars plana lensectomy OD + pars plana vitrectomy OD + membrane peeling OD + endodiathermy OD + endolaser OD + injeksi silicon oil OD pada 18 Juni 2022 dan dilanjutkan dengan evakuasi silicone oil OD pada 29 Desember 2022.

Keluarga pasien menyadari ada bayangan putih pada mata kiri pasien sejak pasien berusia 6 tahun. Selama ini pasien merasa hanya melihat dengan mata kanan.

Mata kiri tidak dapat melihat sejak pasien masih kecil, pasien tidak mengingat kapan mulai tidak bisa melihat. Riwayat penggunaan kacamata yang didapatkan dari optik setempat.

Pasien merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Pasien lahir cukup bulan, spontan pervaginam, dan langsung menangis. Berat badan lahir pasien yaitu 2800 gram, panjang badan lahir 48 cm, imunisasi langkap. Selama kehamilan, ibu pasien tidak memiliki riwayat infeksi, tidak mengonsumsi obat-obatan tertentu, dan tidak ada riwayat minum jamu. Anggota keluarga dan kerabat pasien tidak ada yang memiliki keluhan serupa. Pertumbuhan dan perkembangan pasien saat sesuai dengan anak usia sebayanya. Pasien tidak memiliki hambatan dalam mobilisasi dan tidak memiliki masalah dalam interaksi sosial. Sebelum kejadian pasien adalah pelajar SMP. Setelah pasien merasakan pandangan gelap, pasien berhenti bersekolah, dan sehari-hari tidak bekerja. Pasien sering tersandung dan menabrak saat sedang bejalan. Aktivitas mengurus diri pasien dibantu oleh orang tua pasien. Dengan sisa penglihatannya, pasien memiliki harapan agar dapat mengurus diri secara mandiri dan dapat membaca untuk melanjutkan pendidikan.

Hasil pemeriksaan visus dasar mata kanan adalah close to face counting finger (CFFC) dan mata kiri light projection (LP) proyeksi buruk ke segala arah. Hasil

(5)

pemeriksaan refraksi objektif dengan refraktometer mata kanan S+17.00 C-1.50 x 180° dan mata kiri no target. Hasil tajam penglihatan koreksi terbaik pada mata kanan dengan lensa S+16.00 ialah 4/25 dan mata kiri tidak dapat dikoreksi.

Penglihatan jauh dengan teleskop 3 x 9 mm 11.5° adalah 4/16. Tajam penglihatan dekat mata kanan meggunakan kacamata dengan kartu baca Bailey Lovie adalah 3,2 M dalam 30 cm. Hasil koreksi penglihatan dekat dengan addisi S+3.00 D dapat membaca 1.6 M (N20) dalam 30 cm. Koreksi penglihatan dekat dengan stand magnifier dengan kekuatan S+12.00 D dapat membaca 1 M (N8) dalam jarak 8 cm.

Gambar 1. Gambaran klinis mata pasien (a); Mata kiri dengan afakia (b);

Mata kanan dengan katarak lamelar (c).

Dikutip dari: PMN RS Mata Cicendo

Pemeriksaan sensitivitas kontras dengan menggunakan LEA contrast sentitivity number chart didapatkan mata kanan dapat mengidentifikasi gambar dengan nilai kontras 10%. Penglihatan warna dengan tes Ishihara didapatkan pada mata kanan adalah demo plate (+). Pemeriksaan Amsler grid mata kanan kanan tidak didapatkan skotoma dan tidak didapatkan metamorfopsia. Pemeriksaan lapang pandang mata kanan dengan Bernell hand-held disc perimeter didapatkan

a

c b

(6)

lapang pandang kuadran superior 60°, inferior 55°, temporal 50°, nasal 60°. Gerak bola mata penuh ke segala arah. Tekanan intraokular menggunakan tonometer non kontak mata kanan dan mata kiri secara berurutan yaitu 15 mmHg dan 17 mmHg.

Pemeriksaan segmen anterior mata kanan didapatkan palpebra tenang;

konjungtiva bulbi tenang; kornea jernih; bilik mata depan dalam, flare dan cell negatif; pupil bulat, refleks cahaya (+/+), relative afferent pupillary defect (-); iris tidak terdapat sinekia, iridektomi (+); lensa afakia. Segmen posterior mata kanan dengan indirect funduscopy dan foto fundus didapatkan retina attached, retinektomi (+), break lama (+), scar laser (+), dan sikatrik makula (+).

Pemeriksaan segmen anterior mata kiri didapatkan palpebra tenang;

konjungtiva bulbi tenang; kornea jernih; bilik mata depan Van Herick derajat II, flare dan cell negatif; pupil bulat, refleks cahaya (+/+), relative afferent pupillary defect (-); iris tidak terdapat sinekia; lensa keruh NO5NC5 dengan katarak lamelar. Segmen posterior mata kiri dengan USG didapatkan kesan vitreus opacity ec sel radang dd fibrosis vitreus.

Gambar 2. Gambar segmen posterior pasien; Foto fundus RE menunjukkan retina attached, retinektomi, break lama, scar laser, dan sikatrik makula (a); Foto USG LE menunjukkan kesan vitreous opacity ec sel radang dd fibrosis vitreus (b).

Dikutip dari: PMN RS Mata Cicendo

Pasien didiagnosis dengan moderate visual impairment RE + blindness LE + aphakia RE + attached retina RE + vitrectomized eye RE + complicated cataract LE + last eye RE. Pasien dianjurkan memakai kacamata bifokal dengan kekuatan S+16.00 dan addisi S+3.00 untuk koreksi penglihatan jauh dan dekat. Pasien

a b

(7)

diperkenalkan dengan alat bantu penglihatan dekat berupa stand magnifier +12 D yang digunakan pada jaran 8 cm dan diajarkan untuk menggunakan smartphone dengan aplikasi low vision. Pasien diperkenalkan untuk memanfaatkan teknologi berupa penggunaan perangkat elektronik berupa smart phone dan perangkat komputer dengan aplikasi magnifikasi yang dapat berfungsi sebagai magnifikasi.

Pasien diajarkan untuk orientasi dan mobilisasi serta activity and daily living.

Keluarga pasien diajarkan untuk modifikasi lingkungan sekitar pasien. Pasien dimotivasi untuk kembali melanjutkan pendidikan formal. Pasien dianjurkan untuk kontrol ke unit low vision 6 bulan yang akan datang dan tetap melanjutkan pengobatan dari unit retina. Prognosis quo ad vitam adalah ad bonam. Prognosis quo ad functionam adalah dubia. Prognosis quo ad sanationam adalah dubia.

III. Diskusi

World Health Organization membagi derajat low vision menjadi mild, moderate, severe visual impairment, dan blindness. Mild visual impairment didefinisikan sebagai tajam penglihatan lebih buruk atau sama dengan 6/12.

Moderate visual impairment didefinisikan sebagai tajam penglihatan lebih buruk dari 6/18 dan lebih baik sama dengan 6/60, severe visual impairment didefinisikan sebagai tajam penglihatan yang lebih buruk dari 6/60 dan lebih baik sama dengan 3/60. Blindness didefinisikan sebagai tajam penglihatan yang lebih buruk dari 3/60. 1,2Tajam penglihatan pasien adalah close to face counting finger (CFFC) dan mata kiri light projection (LP) proyeksi buruk ke segala arah. Hasil pemeriksaan refraksi objektif dengan refraktometer mata kanan S+17.00 C-1.50 x 180° dan mata kiri no target. Hasil refraksi terbaik pada mata kanan S+16.00 adalah 4/25 dan mata kiri tidak dapat dikoreksi. Pasien diklasifikasikan sebagai moderate visual impairment.

Pasien dengan afakia akan menderita gejala berupa penurunan tajam penglihatan jauh dan dekat. Pasien juga dapat merasakan eritropsia ataupun sianopia yang disebabkan karea ketidakberadaan lensa kristalina yang menyerap cahaya ultraviolet dan infrared. Gambaran klinis yang dapat ditemukan pada pasien dengan afakia adalah bilik mata depan yang lebih dalam dari normal,

(8)

iridodenesis, dan pupil yang berwarna hitam. Pemeriksaan bayangan purkinje pada mata afakia hanya menunjukkan dua bayangan, dimana mata normal menunjukkan empat bayangan. Pemeriksaan retinoskopi dan autorefraktometri menunjukkan hipermetropia berat.2,5,7,8 Hal tersebut sesuai dengan pasien yang mengalami keluhan pandangan buram untuk pengliatan jauh dan dekat.

Koreksi afakia pada anak berbeda dengan dewasa. Mata anak mengalami pertumbuhan dimulai dari awal kehidupan sampai akhir masa kanak-kanak.

Seiring dengan pertumbuhan mata, perubahan status refraksi pada mata anak juga mengalami perubahan. Hal yang mempengaruhi status refraksi pada anak dipengaruhi oleh pemanjangan axial length dan pendataran kurvatura kornea.

Pemanjangan axial length terjadi dari rata-rata 16.8 mm saat lahir sampai 23.6 mm pada dewasa. Kekuatan refraksi kornea saat lahir sebesar +52.00 D, sedangkan pada usia 18 bulan kekuatan refraksi sebesar + 43.50 D. Anak beresiko mengalami ambliopia bila input visual tidak seimbang pada kedua mata.5,9,10 Prinsip tatalaksana mata afakia adalah dengan pemberian lensa positif (konveks) yang sesuai dengan tujuan agar bayangan terfokus pada retina.

Modalitas yang dapat menjadi pilihan untuk koreksi mata afakia adalah pemberian kacamata afakia, lensa kontak, lensa intraokuler, dan bedah refraktif kornea.

Beberapa modalitas tatalaksana ditawarkan untuk kondisi afakia dan keputusan disesuaikan dengan preferensi pasien. 8,11

Kacamata afakia dahulu pernah menjadi terapi yang lazim diberikan untuk pasien afakia. Koreksi mata afakia dengan kacamata lensa poritif tinggi memiliki beberapa permasalahan. Magnifikasi yang dihasilkan dari penggunaan lensa positif tinggi sebesar 20-35% diikuti dengan pergeseran persepsi kedalaman.

Distorsi terjadi pada kacamata afakia dengan pola pinushion. Pengguna kacamata afakia sering merasa kesulitan mengkoordinasikan mata dan tangan. Sensitivitas terhadap pergeseran minor beberapa pengaturan seperti vertex distance, pantoscopic tilt, dan height dialami pengguna kacamata afakia. Pengguna kacamata afakia dapat merasakan skoroma cincin yang dihasilkan oleh efek prisma pada sudut lensa, fenomena tersebut sering disebut sebagai ” jack-in-the- box”. Selain permasalahan optik, aspek estetik kacamata afakia juga

(9)

menimbulkan pemasalahan. Mata pengguna kacamata afakia akan terlihat besar dan terlihar bergeser bila dilihat dari samping. Bentuk kacamata afakia akan terlihat seperti “fried egg”. Kacamata afakia bukan merupakan pilihan pertama tatalaksana afakia, namun penggunaan kacamata dapat dipertimbangkan sesuai dengan beberpa kondisi pengguna.2,5,9,11

Secara umum, kacamana afakia dengan lensa sferis +10.00 D digunakan untuk mengoreksi afakia pada mata emetropia pasca operasi. Penyesuaian harus dilakukan untuk pemberian kacamata pada pasien afakia. Addisi S+3.00 D sampai dengan S+4.00 D diberikan untuk mengompensasi akomodasi penglihatan dekat.

Kacamata afakia memiliki kelebihan yaitu harga yang terjangkau, mudah didapatkan, dan relatif aman.2,5 Hasil pemeriksaan visus dasar mata kanan adalah close to face counting finger (CFFC) dan mata kiri light projection (LP) proyeksi buruk ke segala arah. Pasien dengan hasil pemeriksaan refraksi objektif mata kanan S+17.00 C-1.50 x 180°dapat dikoreksi dengan S+16.00 dapat mencapai visus 4/25.

Beberapa hal yang harus diperhatikan ketika memilih kacamata afakia adalah pemilihan bingkai kacamata. Bingkai kacamata yang besar akan menghasilkan lensa yang lebih besar pada tengah kacamata, menjadikan kacamata berat, serta sulit ditoleransi. Bingkai kacamata rimless ataupun semi-rimless tidak direkomendasikan. Salah satu pilihan adalah dengan dengan lensa dengan karier lentikel positif tinggi. Lensa ini dapat mengurangi ketebalan lensa.11

Lensa kontak dapat digunakan pada semua kelompok usia, dan merupakan salah satu modalitas untuk rehabilitasi visual pada pasien afakia. Pada pasien afakia unilateral, pemberian lensa kontak dapat menjadi pilihan utama terkait dengan obtrusi dari mata normal. Pada kasus bilateral, pemberian lensa kontak dengan tambahan lensa positif digunakan untuk koreksi penglihatan jarak dekat.

Jenis lensa kontak yang dapat digunakan untuk afakia adalah rigid gas permeable (RGP), silicone elastomer, dan lensa hydrogel.4,12,13

Penggunaan lensa kontak pada afakia dapat mengatasi beberapa permasalahan pada penggunaan kacamata afakia. Penggunaan lensa kontak akan menghasilkan magnifikasi bayangan sebesar 7%, magnifikasi tersebut relatif dapat ditoleransi

(10)

oleh penggunanya. Aberasi dan efek prisma yang sering terjadi pada penggunaan kacamata afakia tidak ditemukan pada penggunaan lensa kontak. Penggunaan lensa kontak menghasilkan lapangan pandang lebih luas. Secara kosmetik, lensa kontak relatif dapat diterima.13,14

Lensa kontak untuk koreksi afakia memiliki kekurangan yaitu harga yang relatif lebih tinggi, penggunaan yang lebih sulit, dan adanya risiko komplikasi kornea. Beberapa faktor menigkatkan risiko terjadinya komplikasi pada penggunaan lensa kontak, diataranya diabetes melitus, penggunaan kortikosteroid topikal, imunosupresi, paparan zat kimia ataupun benda asing dalam pekerjaan.

Kontraindikasi relatif lainnya antara lain riwayat kegagalan dalam penggunaan lensa kontak, one eyed, gangguan fungsi kelopak mata, severe dry eye, dan neovaskularisasi kornea.2,4 Pasien hanya melihat dengan mata kanan dengan visus dasar CFFC dan dapat dikoreksi maksimal mancapai visus 4/25. Mata kiri pasien dengan tajam penglihatan LP dan tidak dapat dikoreksi. Pasien dengan kondisi one eyed memiliki kontraindikasi relatif untuk penggunaan lensa kontak.

Implantasi lensa intraokuler untuk koreksi afakia merupakan metode yang lazim digunakan dewasa ini. Koreksi afakia dengan implantasi lensa intraokuler dapat dilakukan secara primer maupun sekunder. Implantasi lensa intraokuler primer dilakukan selama operasi ekstraksi katarak, sedangkan imlantasi sekunder dilakukan pada pasien yang sebelumnya dalam kondisi afakia.5,7 Implantasi lensa intraokuler menurunkan ketergantungan terhadap alat bantu optik eksternal dan menghasilkan koreksi refraksi yang konstan. Indikasi implantasi lensa intraokuler sekundar yaitu kepatuhan rendah penggunaan lensa kontak dan kacamata, kebutuhan kosmetik dan afakia unilateral. Implantasi lensa intraokuler sekunder belum direncanakan kepada pasien, dan pasien direncakanan untuk dikoreksi dengan kacamata afakia.

Bedah refraktif kornea merupakan modalitas terkini yang sedang dikembangkan untuk koreksi mata afakia. Tindakan karatofakia dilakukan dengan mengisersikan lentikel dari donor kedalam lamela kornea resipien. Sedangkan tindakan epikeratophakia dilakukan dengan penjahitan lentikel pada permukaan

(11)

kornea pada saat menghilangkan epitel.8 Tatalaksana bedah refraktif kornea tidak menjadi pilihan yang ditawarkan kepada pasien.

Rehabilitasi visual adalah proses klinis multidisiplin yang bertujuan untuk membantu seseorang dengan low vision mencapai sasaran tugas penglihatan, keamanan, fungsi psikologis, dan fungsi sosial yang optimal. Rehabilitasi visual komprehensif meliputi lima aspek yaitu membaca, aktivitas kehidupan sehari-hari (activity daily living / ADL), keamanan, partisipasi berkelanjutan, dan kesejahteraan psikososial. Fungsi pelihatan pasien ditatalaksana dengan pemberian kacamata bifokal untuk penglihatan jauh dan dekat. Tatalaksana low vision idealnya ditentukan berdasarkan pada kebutuhan pasien serta harapan wajar yang dapat dicapai.2,3 Pasien dengan kategori moderate visual impairment berpotensi memiliki fungsi penglihatan dekat yang baik apabila diberikan alat bantu magnifikasi. Tajam penglihatan dekat menggunakan kartu baca Bailey Lovie adalah 3,2 M dalam 30 cm. Hasil koreksi penglihatan dekat dengan addisi S+3.00 D dapat membaca 1.6 M (N20) dalam 30 cm. Koreksi penglihatan dekat dengan stand magnifier dengan kekuatan S+12.00 D dapat membaca 1 M dalam jarak 8 cm. Pasien ditawarkan untuk penggunaan stand magnifier untuk membaca huruf dengan ukuran kecil. Pasien diajarkan untuk memanfaatkan teknologi berupa penggunaan perangkat elektronik berupa smart phone dan perangkat komputer dengan aplikasi magnifikasi yang dapat berfungsi sebagai magnifikasi.

Pasien diajarkan untuk orientasi dan mobilisasi serta activity and daily living.

Keluarga pasien diajarkan untuk modifikasi lingkungan sekitar pasien. Pasien dimotivasi untuk kembali melanjutkan pendidikan formal.

IV. Simpulan

Afakia adalah kondisi lensa kristalina yang tidak berada pada area pupil.

Afakia menyebabkan beberapa perubahan fisiologis pada mata. Modalitas yang dapat menjadi pilihan untuk koreksi mata afakia adalah pemberian kacamata afakia, lensa kontak, lensa intraokuler, dan bedah refraktif kornea. Tatalaksana afakia bersifat individual dan disesuaikan dengan harapan, kebutuhan, dan preferensi pasien.

(12)

DAFTAR PUSTAKA

1. Bourne RRA, Steinmetz JD, Saylan M, Mersha AM, Weldemariam AH, Wondmeneh TG, et al. Causes of blindness and vision impairment in 2020 and trends over 30 years, and prevalence of avoidable blindness in relation to VISION 2020: The Right to Sight: An analysis for the Global Burden of Disease Study.

Lancet Glob Health. 2021 Feb 1;9(2):e144–60.

2. Tsai LM, Afshari NA, Brasington CR, Cole C, Currie BD, Edgington BD, et al.

Dalam: Basic and clinical science course. Bagian ke-11 : Lens and cataract. San Fransisco: American Academy of Ophthalmology; 2022-2021.

3. Elsman EBM, Al Baaj M, van Rens GHMB, Sijbrandi W, van den Broek EGC, van der Aa HPA, et al. Interventions to improve functioning, participation, and quality of life in children with visual impairment: a systematic review. Surv Ophthalmol. 2019 Jul 1;64(4):512–57.

4. Repka MX. Visual rehabilitation in pediatric aphakia. Dev Ophthalmol.

2016;57:49–68.

5. Baradaran-Rafii A, Shirzadeh E, Eslani M, Akbari M. Optical Correction of Aphakia in Children. Vol. 9, Review Article journal of ophthalmic and vision research. 2014.

6. Panos GD, Wilde C, Tranos P, Gatzioufas Z. Advances in the Management of Aphakia. Vol. 2022, Journal of Ophthalmology. Hindawi Limited; 2022.

7. Tsai LM, Afshari NA, Brasington CR, Cole C, Currie BD, Edgington BD, et al.

Dalam: Basic and clinical science course. Bagian ke-11 : Lens and cataract. San Fransisco: American Academy of Ophthalmology; 2022-2021.

8. Khurana AK. Comprehensive Ophthalmology. Jaypee Brothers Medical Publishers, 2019.

9. Leat SJ. To prescribe or not to prescribe? Guidelines for spectacle prescribing in infants and children. Vol. 94, Clinical and Experimental Optometry. 2011. Hlm.

514–27.

10. Repka MX. Visual rehabilitation in pediatric aphakia. Dev Ophthalmol.

2016;57:49–68.

11. Crum AR, Stokkermans TJ. Prescribing Glasses For Aphakia. 2023.

12. Zhang X, Zeng J, Cui D, Li Z, Hu Y, Long W, et al. Rigid gas permeable contact lenses for visual rehabilitation of unilateral aphakic children in China. Contact Lens and Anterior Eye. 2019 Oct 1;42(5):502–5.

13. Maulani TR, Anandita NW. Rigid gas permeable (RGP) contact lens for correcting vision in unilateral aphakia during infancy.

14. Luo WL, Tong JP, Shen Y. Rigid gas-permeable contact lens for visual rehabilitation in aphakia following trauma. Clin Exp Optom. 2012 Sep;95(5):499–

505.

Referensi

Dokumen terkait

Pasien dengan iris yang intak merupakan kandidat untuk pemasangan ACIOL atau IFIOL.1,2,4,6 Implantasi LIO di bilik mata depan dapat dilakukan sebagai tatalaksana pasien afakia tanpa

LIST OF ACRONYMS /ABBREVIATIONS DHET ENA HWSETA NDOH NQF RAN RPL SANC SAQA SETA WHO WP: PSET Department of Higher Education and Training Enrolled Nursing Auxiliaries Health and