• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of TEKNIK KULTUR FITOPLANKTON CHLORELLA VULGARIS SEBAGAI PAKAN ALAMI IKAN KERAPU CANTANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "View of TEKNIK KULTUR FITOPLANKTON CHLORELLA VULGARIS SEBAGAI PAKAN ALAMI IKAN KERAPU CANTANG"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PHYTOPLANKTON CHLORELLA VULGARIS CULTURE TECHNIQUE AS NATURAL FEED FOR CANTANG GROUPER

Silviana Alyaniazy*, Putri Rahayuning Tiyas, Nur Ikhsan Ma’arif, Annisa Novita Sari Akuakultur, Fakultas Pertanian, Universitas Tidar, Jalan Kapten Suparman No. 39, Potrobangsan,

Kecamatan Magelang Utara, Kota Magelang, Jawa Tengah 56116, Indonesia.

*Penulis korespondensi: Silvianaalyaniazy@students.untidar.ac.id ABSTRAK

Ketersedian pakan alami pada kegiatan budidaya perikanan menjadi salah satu faktor yang sangat menentukan keberhasilan kegiatan budidaya. Pakan alami menjadi sumber nutrisi paling penting pada stadium awal perkembangan organisme (larva ikan, udang, kepiting, serta budidaya perikanan lainnya).

Salah satu pakan alami fitoplankton yang digunakan untuk budidaya ikan yaitu C.vulgaris. Namun, pemberian C.vulgaris bukan sebagai pakan pada larva, melainkan digunakan untuk sebagai pakan rotifera, Green Water System untuk menjaga keseimbangan kualitas air, dan meningkatkan kadar oksigen terlarut dari hasil fotosintesis. Tujuan dari Praktek Kerja Lapang ini adalah untuk mengetahui teknik kultur fitoplankton C.vulgaris sebagai pakan alami larva ikan kerapu cantang dan memahami sertamengetahui kendala dalam teknik kultur fitoplankton C.vulgaris sebagai pakan alami larva ikan kerapu cantang di Balai Perikanan Budidaya Air Payau Situbondo. Metode kerja yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif dengan teknik pengambilan data meliputi data primer diperoleh dari kegiatan observasi secara langsung dan data sekunder dilakukan melalui pengumpulan data sekunder berupa informasi yang didapat dari jurnal, buku, dan studi pustaka lainnya yang berkaitan dengan teknik Kultur Fitoplankton C.vulgaris sebagai pakan alami larva ikan kerapu. Teknik kultur C.vulgaris dilakukan dengan metode bertingkat.

Hasil yang diperoleh selama kultur C.vulgaris menunjukan bahwa pola pertumbuhan C.vulgaris sesuai dengan pola pertumbuhan pada pertumbuhan fitoplankton secara umum. Kemudian hasil dari kultur C.vulgaris secara bertingkat dapat dilakukan pemanenan dengan mengalirkan langsung ke bak-bak pembenihan larva ikan kerapu cantang dan pengendapan untuk penyimpanan maupun pengangkutan.

Kata-kata kunci: Pakan alami, Kultur fitoplankton, C.Vulgaris, Deskriptif kuantitatif, Kultur bertingkat.

ABSTRACT

The availability of life feed in aquaculture activities is one of the factors that determines the success of aquaculture activities. Life feed is the most important source of nutrition in the early stages of organism development (fish larvae, shrimp, crabs, and other aquaculture). One of the natural phytoplankton feeds used for fish farming is C.vulgaris. However, the provision of C.vulgaris is not used as feed for the larvae but also used for the Green Water System to maintain a balance of water quality, as feed for rotifers, and increase dissolved oxygen levels from the results of photosynthesis. The purpose of this Field Work Practice is to find out the phytoplankton culture technique C.vulgaris as a natural food for cantang grouper larvae and to understand and know the constraints in the phytoplankton culture technique C.vulgaris as a life food for cantang grouper larvae. The work method used is descriptive quantitative with data collection techniques including primary data obtained from direct observation activities and secondary data carried out through secondary data collection in the form of information obtained from journals, books, and other literature related to the Phytoplankton C.vulgaris Culture technique as natural feed for grouper fish larvae.

The C.vulgaris culture technique used a stratified method. The results obtained during the culture of C.vulgaris showed that the growth pattern of C.vulgaris was by the growth pattern of phytoplankton growth in general. Then the results can be harvested in stages by flowing directly into cantang grouper larvae hatching and left to be stored and transportation.

Keywords: Natural feed, Phytoplankton culture, C.Vulgaris, Quantitative descriptive, Stratified culture.

(2)

Pendahuluan

Mikroalga adalah tumbuhan tingkat rendah yang memiliki klorofil untuk melakukan fotosintesis [1]. Beberapa spesies mikroalga di alam merupakan pakan alami bagi ikan dan udang. Ketersedian pakan alami pada kegiatan di budidaya perikanan menjadi salah satu faktor yang sangat menentukan keberhasilan kegiatan budidaya. Pakan alami menjadi sumber nutrisi paling penting pada stadium awal perkembangan organisme (larva ikan, udang, kepiting, abalon serta budidaya perikanan lainnya). Target produksi pada kegiatan budidaya ikan akan lebih mudah tercapai dengan melakukan kultur fitoplankton. Kultur fitoplankton ini bertujuan untuk memperoleh biakan murni agar dapat memenuhi ketersediaan pakan alami dalam jumlah yang cukup, berkesinambungan dan tepat waktu [2]. Salah satu pakan alami fitoplankton yang digunakan untuk budidaya ikan yaitu C.vulgaris.

C.vulgaris merupakan salah satu jenis fitoplankton yang sering dimanfaatkan sebagai pakan yang langsung diberikan pada benih ikan atau udang. Selain itu fitoplankton juga bisa diberikan secara tidak langsung diberikan ke zooplankton terlebih dahulu yang selanjutnya zooplankton diberikan sebagai pakan pada benih ikan atau udang. C.vulgaris dijadikan pakan benih ikan atau udang karena memiliki kandungan nutrisi protein sebesar 51–58%, minyak sebesar 28-32%, karbohidrat 12-17%, lemak 14- 22%, dan asam nukleat 4- 5% [3].

Agar dapat memenuhi kebutuhan C.vulgaris pakan alami maka dilakukan peningkatan volume kultur secara bertahap (upscaling). Peningkatan volume kultur dilakukan dengan memindahkan kultur yang telah mencapai fase eksponensial akhir sebagai inokulan ke media yang baru dengan volume yang lebih besar dan berkelanjutan sehingga tidak terjadi kehabisan stok pakan alami.

Tujuan dari penelitian ini yaitu dengan adanya kegiatan ini, mampu meningkatkan pemahaman, wawasan serta keterampilan mahasiswa mengenai teknik Kultur Fitoplankton C.vulgaris sebagai pakan alami larva ikan kerapu cantang.

Metode

Mengenai teknik kultur fitoplankton C.vulgaris sebagai pakan alami larva ikan kerapu cantang bertempat di Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP) Situbondo.

Teknik analisis data yang digunakan adalah metode deskriptif kuantitatif. Pengambilan data dilakukan secara langsung dan didukung dengan data yang diperoleh dari sumber tidak langsung. Kemudian dianalisis menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Hal-hal yang dianalisis meliputi teknik kultur C. vulgaris di Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau Situbondo ,secara bertingkat mulai dari Skala laboratorium, Intermediet dan skala massal yang meliputi persiapan alat dan bahan kultur C.vulgaris pemilihan bibit kultur, pengamatan pertumbuhan kultur, pemanenan dan pemberian kultur kepada larva di Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau Situbondo dan kendala yang dialami selama kultur C.vulgaris.

Metode kerja yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif dengan teknik pengambilan data meliputi data primer diperoleh dari kegiatan observasi secara langsung dan data sekunder dilakukan melalui pengumpulan data sekunder berupa informasi yang didapat dari jurnal, buku, dan studi pustaka lainnya yang berkaitan dengan teknik Kultur Fitoplankton C.vulgaris sebagai pakan alami larva ikan kerapu.

Kepadatan fitoplankton dapat dihitung dengan menggunakan Haemacytometer.

Untuk memudahkan penghitungan fitoplankton yang diamati biasanya menggunakan alat bantu hand counter. Untuk mengetahui kepadatan fitoplankton dengan cara menghitung fitoplankton yang terdapat pada kotak persegi yang mempunyai sisi 1 mm. Apabila jumlah fitoplankton yang didapat adalah N, maka kepadatan phytoplanktonnya adalah N x 10⁴ sel/ml [4] atau dapat digambarkan dengan rumus menurut [4]

sebagai berikut :

(3)

Jumlah total sel dari kotak besar Jumlah kotak besar x 10⁴

Atau

𝐴 + 𝐵 + 𝐶 + 𝐷 4 × 10 Hasil Dan Pembahasan

1. Kultur Skala Laboratorium (Tabung Reaksi Dan Erlenmeyer 100 ml)

Kultur skala laboratorium ini dibagi menjadi dua ruang kultur yaitu ruang kultur murni I dan Murni II. Untuk di ruang murni I kultur dibagi menjadi dua skala yaitu skala tabung reaksi dan erlenmeyer 100 ml . Kultur tabung reaksi merupakan kultur tahap pertama yang diperoleh dari hasil kultur pada media agar. Hasil yang diperoleh dari kultur tabung reaksi akan dijadikan bibit untuk kultur berikutnya pada erlenmeyer dengan volume 100 ml. Media pada kultur ini menggunakan air laut yang steril berasal dari purefilter UV 1 mikron dan catridge filter 5 μm. Salinitas air laut untuk media kultur ini masih 34-35 ppt dan harus diturunkan hingga salinitasnya menjadi 30 ppt. Penurunan ini dilakukan dengan menambahkan aquades sesuai dengan takaran yang ditentukan bisa dihitung dengan rumus pengenceran , hal ini dilakukan bertujuan agar salinitas berada dalam kisaran yang optimal.

Pengambilan bibit melalui koloni yang tumbuh dan berkembang di media agar dapat dipindahkan dengan menggunakan jarum ose kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi air laut steril sebagai media kultur.

Perbandingan antara bibit dan media kultur adalah 1:5 atau 1: 10. Untuk mencegah terjadinya kontaminasi dengan udara, mulut tabung ditutup dengan alumunium foil.

Pemupukan dilakukan dengan pupuk Walne dengan dosis 1ml/L media. Penggunaan pupuk walne ini sebagai nutrien bagi bibit yang akan dikultur Komposisi pupuk Walne yang digunakan

Tabel 1. Pupuk skala laboratorium [1]

Pupuk Walne

NaNO₃ (PA) 100 gr

NaH₂PO₄ (PA) 20 gr

Na₂EDTA (PA) 45 gr

H₃BO₃ (PA) 33.6 gr

MnCl₂ (PA) 0,36 gr

FeCl₃ (PA) 1,3 gr

Tracemetal ZnCl₂

CoCl₂.6H₂O

(NH₄ )6. MO7O₂₄ . ₄H₂O CuSo₄. 5H₂O

2,1 gr 2,0 gr 0,9 gr 2,0 gr Vitamin

B₁ 20 gr

B₁₂ 0,1 gr

Biotin 0,1 gr

Ket :

1. Dilarutkan masing-masing dalam aquades 1000ml (1 liter) yang sudah di autoclave.

2. Kemudian diautoclave kembali dengan waktu 30 menit dengan suhu 121°C 3. Pemakaian 1ml/liter air media kultur.

4. Dilarutkan masing-masing dalam aquades 1000ml (1 liter) yang sudah di autoclave.

5. Diambil 10ml, dilarutkan dalam aquades 1000ml (1 liter) yang sudah di

autoclave.

6. Pemakaian 1ml/liter air media kultur.

Sumber : [5].

Tabung reaksi dan erlenmeyer yang telah terisi media, fitoplankton dan telah dipupuk ditempatkan dalam rak tabung reaksi dan diletakkan pada rak kultur yang dilengkapi dengan lampu TL 40 watt sebanyak 1-2 buah yaitu sebesar 1.000-3000 lux dan diinkubasi pada suhu 22-23˚C. Selama masa kultur stok bibit dalam tabung reaksi harus dikocok setiap hari dengan tujuan untuk menghindari terjadinya pengendapan fitoplankton dan difusi udara untuk meningkatkan kelarutan CO₂ [6]. Waktu inkubasi yang baik yaitu 5 sampai 7 hari. Selama masa kultur dilakukan pengecekan kualitas air menggunakan pH meter, refraktometer, termometer alkohol, lux meter dan perhitungan kepadatan C.vulgaris

menggunakan mikroskop dan

haemocytometer.

Kultur skala laboratorium yang selanjutnya ini dilakukan di ruang murni II yaitu skala

Gambar 1.

Haemacytometer [4]

(4)

toples dua liter dan skala carboy. Media kultur yang akan digunakan berasal dari air laut yang telah disaring menggunakan catridge filter 5 um dan purefilter UV 1 mikron supaya steril.

Media yang akan digunakan di aerasi secara terus menerus mulai dari awal media diisi sampai kultur selesai. Aerasi berfungsi agar pengadukan media kultur terjadi secara merata . Untuk kultur skala toples berukuran dua liter tahapan awal yaitu persiapan media, media yang sudah di steril dengan cara perebusan kemudian diberikan pupuk walne dan vitamin seperti pada tabel 2 dengan perbandingan media dan pupuk yairu 1:1. Setelah pemberian pupuk dilakukan pembibitan, perbandingan bibit dan media yang digunakan untuk kultur berkisar antara 20:80 dari erlenmeyer atau sub kultur toples kaca beraerasi yang memiliki kepadatan tinggi. Selanjutnya diinkubasi dengan suhu 22-24˚C dengan lampu TL 40 watt sebanyak dua buah sebesar 1000 - 3000 lux dan masa inkubasi selama 7 hari. Selama masa kultur dilakukan pengecekan kualitas air dan perhitungan kepadatan C.vulgaris

menggunakan mikroskop dan

haemocytometer.

Tahapan kultur skala carboy dimulai dengan menyiapkan carboy plastik bervolume 5-10 liter. Media diisi dengan air laut sebanyak 5-6 liter air laut yang sebelumnya air laut sudah ditampung dalam drum bervolume 600 liter yang disterilkan menggunakan kaporit sebanyak 10 ppm. Salinitas air laut yang digunakan pada kultur skala carboy berkisar antara 30-32 ppt.

Media yang akan digunakan kultur sebelumnya dinetralkan menggunakan sodium thiosulfat dengan dosis perbandingan 1 ml/liter media atau 1:1 untuk menghilangkan kandungan kaporit. Pada kultur skala carboy juga menggunakan aerasi secara terus menerus sampai akhir masa kultur [6]. Setelah media kultur netral selanjutnya dipupuk menggunakan pupuk walne dan vitamin dengan dosis masing-masing 1 ml/L media.

Selanjutnya bibit C.vulgaris diambil dari kultur toples kaca beraerasi, perbandingan bibit dan media antara 20:80. Kemudian dimasukkan kedalam carboy yang sudah diberi pupuk, diinkubasi dengan suhu 22-24˚C dengan lampu TL 40 watt sebanyak dua buah sebesar 1000 - 3000 lux dan masa inkubasi selama 7 hari. Selama masa kultur dilakukan

pengecekan kualitas air dan perhitungan kepadatan Chlorella menggunakan mikroskop dan haemocytometer.

2. Kultur Skala Intermediet

Kultur skala intermediet dibagi menjadi dua skala yaitu skala akuarium dan skala bak beton. Untuk skala akuarium menggunakan akuarium dengan volume 57 liter. Sebelum digunakan peralatan kultur (akuarium, selang aerasi dan batu aerasi) terlebih dahulu dicuci dan disikat dengan detergen sampai kotoran yang menempel hilang, kemudian bilas dengan air tawar. Untuk batu aerasi dan selang aerasi terlebih dahulu direndam dengan larutan kaporit 10-20 ppm selama 24 jam, setelah 24 jam dibilas menggunakan air tawar. Tujuan perendaman dengan larutan kaporit yaitu untuk menghilangkan sisa kotoran yang membandel dan untuk mensterilkan dari organisme-organisme patogen penyebab kegagalan dalam masa kultur.

Pengisian air laut yang bersalinitas 30-35 ppt menggunakan selang spiral dan filterbag untuk menyaring air laut. Dilakukan treatmen air laut dengan menggunakan larutan kaporit sebanyak 10-20 ppm dengan waktu 15 menit, selanjutnya diaerasi dengan kuat dengan tujuan agar kaporit dapat tercampur dengan rata sehingga dapat mematikan organisme- organisme patogen. Setelah 15 menit, tuangkan sodium thiosulfat sebanyak 50 ml atau setara dengan 5-10 ppm untuk menetralkan media sebelum dikultur sambil aerasi dinyalakan selama 15 sampai 30 menit.

Kemudian, lakukan pengecekan media kultur dengan klorin tes. Apabila berwarna kuning berarti media belum netral dan untuk menetralkannya ditambahkan sodium thiosulfat sebanyak 10 ppm. Setelah media netral maka dilakukan pemupukan. Untuk pupuk yang digunakan yaitu pupuk walne dengan dosis 1ml/L media. Penggunaan pupuk walne ini sebagai nutrien bagi bibit yang akan dikultur. Komposisi pupuk walne yang digunakan.

Setelah diberi pupuk, bibit Chlorella yang didapat dari hasil kultur carboy dengan perbandingan bibit dan media antara 20:80 dimasukkan kedalam akuarium yang sudah diberi pupuk. Selanjutnya diinkubasi dengan suhu 25-30˚C dengan lampu dan pencahayaan secara tidak langsung dari matahari dan masa

(5)

inkubasi selama 7 hari. Selama masa inkubasi dilakukan pengecekan kualitas air dan perhitungan kepadatan C.vulgaris

menggunakan mikroskop dan

haemocytometer.

Tabel 2. Pupuk Skala Intermediet [2]

Pupuk Walne

KNO₃ (TG) 1 kg (100-150 ppm) NaH₂PO₄ (TG) 100 gr (10-15 ppm) Na₂EDTA (TG) 100 gr (10-15 ppm) FeCl₃ (TG) 13 gr (1-2 ppm)

Tracemetal ZnCl₂

CoCl₂.6H₂O (NH₄ )6. MO7O₂₄ .

₄H₂O CuSo₄. 5H₂O

2,1 gr 2,0 gr 0,9 gr 2,0 gr

Ket :

1. Air tawar 10 lt direbus hingga mendidih 2. Bahan kimia dimasukan dan diaduk rata 3. Kemudian dimasukan kedalam jirigen 4. Pemakaian 1ml/liter media kultur Sumber : [7].

Untuk Kultur skala bak beton bervolume 450 – 500 liter. Sebelum digunakan peralatan kultur (bak beton, selang aerasi dan batu aerasi) terlebih dahulu bak beton dicuci dan disikat sampai kotoran yang menempel hilang, kemudian bilas dengan air tawar. Setelah bak bersih bak ditreatment dengan memberikan larutan kaporit dengan dosis 10-20 ppm yang di siramkan pada tepi dan tengah bak lalu didiamkan selama 24 jam, setelah 24 jam bak beton kembali disikat untuk menghilangkan sisa kaporit dan dibilas dengan air tawar.

Selanjutnya bak beton diisi air laut dengan salinitas 30-35 ppt menggunakan selang spiral dan filterbag untuk menyaring air laut.

Dilakukan treatmen air laut dengan menggunakan larutan kaporit sebanyak 10-20 ppm dengan waktu 15 menit, selanjutnya diaerasi dengan kuat dengan tujuan agar kaporit dapat tercampur dengan rata sehingga dapat mematikan organisme-organisme patogen. Setelah 15 menit, tuangkan sodium thiosulfat sebanyak 5-10 ppm untuk menetralkan media sebelum dikultur sambil aerasi dinyalakan selama 15 sampai 30 menit.

Setelah diberi pupuk, bibit C.vulgaris yang didapat dari hasil kultur akuarium dengan

perbandingan bibit dan media antara 20:80 dimasukkan kedalam bak beton yang sudah diberi pupuk. Selanjutnya diinkubasi dengan suhu 25-30˚C dengan lampu dan pencahayaan secara tidak langsung dari matahari dan masa inkubasi selama 7 hari. Selama masa inkubasi dilakukan pengecekan kualitas air dan perhitungan kepadatan C.vulgaris

menggunakan mikroskop dan

haemocytometer.

3. Kultur Skala Massal

Kultur massal dilakukan di bak beton dengan volume 10-50 ton ditempat yang terbuka serta pencahayaan langsung dari sinar matahari. Pada kultur skala massal diawali dengan pencucian bak kultur. Bak kultur yang akan digunakan untuk kultur harus dibersihkan terlebih dahulu dengan cara menyikat bagian dasar dan dinding bak kultur serta membuka pipa outlet supaya kotoran dapat keluar dari bak. Tujuan dari dibersihkannya bak kultur adalah agar bak kultur terhindar dari kontaminasi oleh organisme lain, dan menghilangkan kotoran yang menempel pada bak, kemudian bilas dengan air tawar dan pipa outlet ditutup ditunggu hingga kering.

Kemudian dilakukan pengecekan air dengan chlorine test, bila berwarna kuning berarti media belum netral dan bila jernih atau sudah tidak berwarna berarti media sudah netral. Untuk menetralkan kandungan kaporit dalam media maka ditambahkan sodium thiosulfat sebanyak 25 ppm. Setelah kurang lebih 15 menit media netral dilakukan pemupukan dengan komposisi pupuk. Pupuk yang digunakan bisa menggunakan pupuk TG (Tehnical Growth) atau pupuk pertanian yang harganya lebih murah dengan dosis 50-60 ppm Urea, 30 - 40 ppm ZA, 20 - 30 ppm SP-36 atau TSP, 1-5 ppm FeCl dan 1-5 ppm EDTA [8]

Pemupukan dilakukan dengan aerasi besar sehingga pupuk dapat menyebar merata pada media kultur dan tidak mengendap didasar kolam. Pupuk untuk skala massal dapat dilihat pada Tabel 3.

Setelah pemupukan, pengisian bibit menggunakan pompa celup dan selang spiral dengan perbandingan antara bibit dan media air laut yaitu 1:4. Dilakukan treatment air laut dengan menggunakan larutan kaporit sebanyak 50 ppm, selanjutnya diaerasi kuat dengan tujuan agar kaporit tercampur merata

(6)

sehingga dapat mematikan organisme- organisme patogen, setelah 15 menit matikan aerasi biarkan selama 24 jam.

Tabel 3. Pupuk Skala Massal Nama

Pupuk

Dosis Fungsi

Urea

50 – 60 ppm

Memacu/menumbuhkan fitoplankton yang bersifat stabil.

ZA

30 – 40 ppm

Sumber Nitrogen.

SP-36 atau TSP

20 – 30 ppm

Sumber Fosfat.

FeCl₃ 1–5 ppm

Penyusun sitokrom dan klorofil serta berperan dalam sistem enzim dan transfer elektron pada proses fotosintesis.

EDTA 1– 5 ppm

Memperkaya nutrien dalam melncarkan larutan metal didalam

media untuk

metabolisme sel mikroalga.

Sumber : [9]

Pemeliharaan bibit selama 7 hari.

Pemanenan bibit dilakukan setelah 5-6 hari dengan kepadatan mencapai 10-12 juta sel/ml.

Teknik panen dengan menggunakan pompa celup dan didistribusikan kedalam bak pembenihan sebagai pakan larva dan juga berfungsi sebagai penyangga lingkungan dan juga didistribusikan kedalam bak rotifer. Bibit yang digunakan dapat diambil dari bak kultur lain yang terlebih dahulu di cek laboratorium untuk mengetahui kualitas yang baik. Kualitas yang dapat diketahui dari kepadatan plankton dan ada tidaknya kontaminasi baik dari baik protozoa maupun dari spesies plankton lain.

Bibit dialirkan kedalam bak kultur dengan menggunakan selang spiral dan pompa celup.

Untuk keperluan pengangkutan dengan jarak jauh, biasanya hasil kultur diendapkan.

Kulturan C.vulgaris yang siap panen, setiap 1 ton diberi NaOH teknis sebanyak 75-100 ppm dan diaerasi kuat selama 2 jam. Setelah itu aerasi dimatikan ditunggu 24 jam, endapan ditandai dengan adanya larutan hijau alga di dasar wadah dan larutan bening di atasnya.

Larutan bening dibuang sedangkan endapan disaring dan akan mendapatkan hasil kultur sebanyak 1 drum besar (diperkirakan 25-30 liter).

4. Perhitungan Kepadatan

Perhitungan pertumbuhan sel C.vulgaris dapat diketahui melalui perhitungan kepadatan sel. Perhitungan kepadatan sel dilakukan setiap hari atau setiap 24 jam sekali menggunakan alat Haemocytometer dan handcounter. Fase kehidupan pakan alami yang diamati dari hari ke-1 sampai hari ke-7.

Pada C.vulgaris skala Massal pada data diatas dapat diketahui bahwa fase kehidupan dimulai pada fase adaptasi lalu mengalami peningkatan hingga akhirnya berhenti pada fase kematian hal ini sesuai dengan fase pertumbuhan fitoplankton.

Data monitoring kuantitas kultur di atas menunjukan bahwa pertumbuhan C.vulgaris mengalami rata-rata tingkat kepadatan pada hari ke-5 dan pada pertumbuhan di atas menunjukkan bahwa, C.vulgaris pada skala laboratorium, skala intermediet dan skala massal sesuai dengan pola pertumbuhan fitoplankton yang normal.

Pola pertumbuhan yang normal hanya dimiliki oleh fitoplankton dengan kualitas yang baik sehingga dapat digunakan sebagai pakan alami larva ikan. Keberhasilan kultur tercapai bila media kultur telah dipadati oleh populasi fitoplankton. Pertumbuhan sel dalam kultur dapat ditandai dengan bertambah besarnya ukuran sel dan bertambah banyaknya jumlah sel. Hal ini ditunjukkan dengan adanya perubahan warna media menjadi berwarna lebih hijau Keberhasilan kultur dipengaruhi oleh media kultur yang bebas dari kontaminasi, waktu kultur, kualitas bibit, kepadatan awal tebar bibit, kondisi lingkungan seperti kuantitas cahaya matahari dan musim [1]

0 5.000.000 10.000.000

1 2 3 4 5 6 7

Chlorella Vulgaris Skala Massal

Gambar 2. Data Kepadatan C. vulgaris Skala Massal

(7)

Fosfat dan Nitrat merupakan zat hara yang sangat penting bagi pertumbuhan dan metabolisme organisme perairan terutama fitoplankton yang merupakan indikator untuk mengevaluasi kualitas dan tingkat kesuburan perairan [10]

5. Kendala Dan Penanggulangannya Kendala yang umum dijumpai dalam kultur C.vulgaris yaitu, kontaminasi, bibit dan kendala teknis, non teknis dan factor alam.

Kontaminasi ini disebabkan oleh prozoa dan kontaminasi fitoplankton jenis lain. Sumber kontaminasi dapat berasal dari media kultur melalui air laut dan pupuk, udara melalui adanya aerasi dan wadah kultur serta bibit itu sendiri yang mengakibatkan kegagalan pada kultur. Penanggulangan kendala yang dihadapi dengan cara mencuci semua yang akan digunakan dengan secara bersih dan steril.

Bibit yang terlalu lama dapat menjadi kendala dalam kultur fitoplankton, hal ini dikarenakan bibit yang terlalu lama tingkat kepadatannya sudah mulai menurun bahkan sudah mengalami fase kematian. Penanggulangan untuk masalah ini yaitu pada saat mengkultur disarankan menggunakan bibit yang baik dan bibit sedang berada difase puncak atau fase stasioner. Kendala Teknis, Non-teknis dan faktor alam

Kendala teknis seperti pemupukan yang kurang sesuai dan tidak tepat waktu serta pemakaian air laut yang belum netral dari kandungan kaporit. Kendala non teknis seperti keteledoran atau tidak disiplin dalam pemakaian peralatan serta kurang tepat dalam melakukan sterilisasi air laut dan wadah.

Kendala teknis seperti pemupukan yang kurang sesuai dan tidak tepat waktu , pemakaian air laut yang belum netral dari kandungan kaporit dan pada skala intermediet kurangnya pencahayaan. Kendala yang ketiga adalah faktor alam yang tidak mungkin dapat dikendalikan seperti musim dan cuaca yang erat kaitannya dengan faktor cahaya dan kekeruhan sumber air laut.

Penanggulangan kendala yang dihadapi dengan cara melakukan kegiatan kultur sesuai dengan sesuai dengan Standar Operasional (SOP) yang sudah ditetapkan dan penanggulangan untuk skala intermediet bisa ditambahkan lampu sebagai pencahayaan dengan watt yang besar, namun untuk

menanggulangi skala massal cuaca mendung belum dilakukan karena cuaca tidakbisa diprediksi.

Kesimpulan

Kesimpulan yang didapat dari Teknik kultur C.vulgaris di BPBAP Situbondo merupakan kultur yang berkelanjutan dimulai dari kultur skala laboratorium, kultur skala intermediet dan kultur skala massal dengan hasil yang kemudian dipanen untuk digunakan dalam pembenihan ikan Kerapu Cantang.

Untuk kultur skala laboratorium dimulai dari skala skala tabung reaksi dan erlenmeyer 100 ml, Kultur skala intermediet dibagi menjadi dua skala yaitu skala akuarium dan skala bak beton. Dan kultur massal dilakukan di bak beton dengan volume 10-50 ton ditempat yang terbuka serta pencahayaan langsung dari sinar matahari.

Ucapan Terima Kasih

Kegiatan ini telah dilaksanakan dengan baik dengan berkat bantun dari berbagai pihak, untuk itu kami mengucapkan terima kasih kepada BPBAP Situbondo, Dosen pembimbing, Tenaga pendidik Akuakultur dan Universitas Tidar dan tim yang telah memberikan Kerjasama yang baik.

Daftar Pustaka

[1] Rismiarti, A., P. K. Hermin., Z.

Muhammad., P. Sri. 2016. Karakte- risasi dan Identifikasi Molekuler Fusan Hasil Fusi Protoplas Inter- spesies Chlorella pyrenoidosa dan Chlorella vulgaris Menggunakan 18SrDNA. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Diponegoro. Bioma 1 (1): 30-40 [2] Sari, I. P Dan A. Manan. 2012. Pola

Pertumbuhan Nannochloropsis Oculata Pada Skala Laboratorium, Intermediet Dan Masal. Ilmiah Perikanan Dan Kelautan. 4(2) : 123- 127.

[3] Rachmaniah , O., R. D. Setyarini Dan L.

Maulida. 2010. Pemilihan Metode

(8)

Ekstraksi Minyak Alga Dari Chlorella Sp. Dan Prediksinya Sebagai Biodiesel. Seminar Teknik Kimia Soehadi Reksowardojo 2010.

Fakultas Teknologi Industri. Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

Surabaya. 10 Hal.

[4] LeGresley M, McDermott G (2010) Counting chamber methods for quantitative phytoplankton analysis—haemocytometer, Palmer- Maloney cell and Sedgewick-Rafter cell. In: Karlson B, Cusack C, Bresnan E (eds) Microscopic and molecular methods for quantitative phytoplankton analysis (IOC Manuals and Guides, no. 55) (IOC/2010/MG/55). UNESCO, Paris

[5] Balai Budidaya Air Payau Situbondo, 2020. Produksi Phytoplankton Laboratorium Pakan Alami BPBAP Situbondo.

[6] Balai Budidaya Air Payau Situbondo, 2017. Produksi Phytoplankton Laboratorium Pakan Alami BPBAP Situbondo.

[7] Balai Budidaya Air Payau Situbondo, 2016. Produksi Phytoplankton Laboratorium Pakan Alami BPBAP Situbondo.

[8] Alimah, Tusaddiah (2018) Pemakaian Pupuk Komersial( Za, Urea Dan Tsp) Padamedium Bbm Untuk Pertumbuhan Chlorella Vulgarisdan Uji Aktivitas Antioksidan. Diploma Thesis, Universitas Andalas.

[9] Balai Budidaya Air Payau Situbondo, 2016. Produksi Phytoplankton Laboratorium Pakan Alami BPBAP Situbondo.

[10] Amallah, Siti (2018) Analisis Hubungan Nitrat Dan Fosfat Terhadap Struktur Komunitas Fitoplanton Di Kolam Semi Intensif Instalasi Budidaya Air Tawar Punten, Batu Jawa Timur. Sarjana thesis, Universitas Brawijaya.

[11] Utami Dita. 2019. Optimasi Kepadatan Chlorophyta Untuk Budidaya Ikan Nila Sebagai Green Water System Skala Laboratorium. Skripsi.

Universitas Sriwijaya.

Referensi

Dokumen terkait