TEKNIK MODELING DALAM KONSELING Makalah ini dibuat untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah
Teknik Khusus Dalam Konseling.
Dosen Pengampu : Chandra Dewi S. M.Pd., Kons.
Dyah Pitaloka Putri Dewi (2201015019) Naila Najah Putriviandi (2201015034) Syarah Fathiah Rustamiza (2201015063) Alya Nur Rahman (2201015108)
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR HAMKA JAKARTA
2025
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah swt, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya. Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada nabi Muhammad SAW, keluarga serta para sahabatnya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
“TEKNIK MODELING DALAM KONSELING” . Kami mengucapkan terima kasih kepada Chandra Dewi S. M.Pd., Kons. selaku Dosen Pengampu Teknik khusus dalam Konseling .Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih jauh dari kata kesempurnaan, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna sempurnannya makalah ini. Penulis berharap semoga makalah ini bias bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam dunia konseling, berbagai teknik digunakan untuk membantu klien dalam memahami, mengevaluasi, dan mengubah perilaku mereka ke arah yang lebih adaptif.
Salah satu teknik yang cukup efektif dan sering digunakan, terutama dalam pendekatan behavioral dan kognitif, adalah teknik modeling. Teknik ini melibatkan proses belajar melalui pengamatan terhadap perilaku orang lain (model), kemudian menirunya sebagai bentuk pembelajaran sosial. Konsep ini berakar pada teori pembelajaran sosial yang dikembangkan oleh Albert Bandura, yang menyatakan bahwa sebagian besar perilaku manusia dipelajari melalui observasi dan peniruan.
Modeling menjadi penting dalam konseling karena memberikan contoh konkret bagi klien tentang bagaimana menghadapi situasi tertentu, menyelesaikan masalah, atau mengubah perilaku maladaptif. Dengan melihat model (baik konselor itu sendiri, orang lain, atau melalui media seperti video), klien dapat membentuk pemahaman yang lebih jelas mengenai perilaku yang diharapkan, serta mengembangkan kepercayaan diri untuk mencoba perilaku tersebut dalam kehidupan nyata.
Teknik ini sangat bermanfaat bagi klien yang mengalami kesulitan dalam memvisualisasikan atau membayangkan solusi dari permasalahan mereka, terutama pada anak-anak, remaja, atau individu dengan kebutuhan khusus. Di samping itu, modeling juga berguna dalam membentuk keterampilan sosial, manajemen emosi, pengambilan keputusan, dan membangun kepercayaan diri.
Namun demikian, penerapan teknik modeling dalam konseling memerlukan pemahaman mendalam mengenai proses belajar sosial, karakteristik klien, serta konteks budaya dan lingkungan tempat klien berada. Seorang konselor harus mampu memilih model yang sesuai, menyusun strategi modeling yang efektif, serta mengevaluasi dampaknya terhadap perubahan perilaku klien.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksdud dengan Teknik Modeling dalam Konseling ?
2. Permasalah Apa saja yang dapat dilakukan dengan teknik Modeling dalam konseling ?
3. Bagaimana Tahapan dari Teknik Modeling dalam Konseling ? 4. Apa Saja Jenis-Jenis dari Teknik Modeling dalam Konseling?
5. Apa Saja Kelebihan dan Kekurangan dari Teknik Modeling dalam Konseling?
C. Tujuan
1. Agar Mnegetahui Pemgertian dari Teknik Modeling dalam Konseling.
2. Agar Mengetahui Permasalahan apa saja yang cocok diselesaikan dengan Teknik Modeling dalam Konseling.
3. Agar Mengetahui tahapan dari Teknik Modeling dalam Konseling.
4. Agar Mengetahui Jenis-Jenis dari Teknik Modeling dalam Konseling.
5. Agar Mengetahui Kelebihan dan kekurangan dari Teknik Modeling dalam Konseling
BAB II PEMBAHSAN
A. Pengertian Teknik Modeling dalam konseling.
Teknik modeling berakar dari teori belajar sosial yang dikembangkan oleh Albert Bandura, di mana individu dapat belajar melalui pengamatan terhadap perilaku orang lain yang dijadikan sebagai model (observational learning). Observational learning merupakan proses pembelajaran yang memungkinkan seseorang untuk mengubah, menambah, maupun mengurangi tingkah lakunya dengan meniru perilaku model yang diamati secara langsung. Bandura menjelaskan bahwa seseorang tidak hanya belajar melalui pengalaman langsung, tetapi juga secara tidak langsung dengan mengamati tingkah laku orang lain beserta konsekuensinya. Kemampuan kognitif memungkinkan individu untuk mempelajari perilaku yang kompleks hanya melalui observasi, karena proses modeling tidak sekadar meniru, tetapi juga melibatkan representasi simbolik dari informasi yang kemudian disimpan untuk digunakan di masa mendatang.
Oleh karena itu, modeling mencakup proses kognitif, seperti menganalisis perilaku yang diamati, menyeleksi perilaku mana yang relevan untuk ditiru, serta melakukan generalisasi dari berbagai pengamatan. Alwisol menyatakan bahwa modeling melibatkan penambahan, pengurangan, dan modifikasi perilaku berdasarkan pengamatan, bukan hanya pengulangan mekanis dari perilaku model. Dengan demikian, teknik modeling merupakan metode yang efektif dalam konseling behavioral karena memungkinkan klien untuk belajar dalam lingkungan yang aman dan terstruktur, tanpa harus langsung menghadapi risiko dari kesalahan atau kegagalan. Misalnya, anak yang kesulitan dalam interaksi sosial dapat diperlihatkan cara menyapa, berbicara sopan, dan menyelesaikan konflik melalui model yang sesuai, sehingga ia tidak hanya memahami secara teoritis, tetapi juga melihat penerapan nyata dari perilaku yang diharapkan. Dengan bimbingan konselor, proses ini dapat berlangsung secara bertahap dan sistematis, sehingga perubahan perilaku yang dihasilkan menjadi lebih bertahan lama dan memberikan dampak positif dalam kehidupan sehari-hari klien. Teknik behavioral ini juga bertujuan untuk membentuk perilaku positif dan mengurangi perilaku maladaptif melalui proses yang terstruktur dan berdasarkan teori belajar, khususnya teori Albert Bandura tentang modeling dan observasi.(Wicaksana & Rachman, 2018)
B. Permasalahan Teknik Modeling dalam konseling.
1. Kejenuhan dan Burnout dalam Belajar
Teknik modeling efektif untuk mengurangi kejenuhan belajar pada siswa, terutama dalam pembelajaran daring yang sering menimbulkan rasa bosan dan kurang motivasi. Siswa dapat belajar secara mandiri dan lebih termotivasi setelah mengamati model yang berhasil mengatasi kejenuhan. (Hajijah, 2022)
2. Hambatan dalam Perencanaan Karir
Modeling membantu peserta didik mengatasi hambatan dalam perencanaan karir dan mempelajari hal-hal baru melalui pengamatan terhadap model yang sukses dalam bidang tertentu.
3. Perubahan dan Pembentukan Perilaku Baru
Dengan modeling, individu dapat mempelajari perilaku baru, baik itu keterampilan sosial, kebiasaan belajar, maupun perilaku positif lainnya, melalui observasi terhadap model yang relevan.(Ropiah et al., 2021)
4. Mengatasi Perilaku Negatif
Teknik ini dapat digunakan untuk mengurangi perilaku negatif seperti perilaku membolos, kecanduan game online, kecanduan smartphone, perilaku agresif, dan perilaku tidak disiplin di sekolah. Siswa yang meniru perilaku positif dari model cenderung mengalami penurunan perilaku negatif.(Mustakim, 2022)
5. Mengembangkan Kemandirian
Modeling sangat efektif untuk meningkatkan kemandirian, khususnya pada anak-anak berkebutuhan khusus seperti tunagrahita. Dengan meniru perilaku model dalam aktivitas sehari-hari (misal: makan, berpakaian, menyapu), anak-anak dapat belajar menjadi lebih mandiri.
6. Meningkatkan Keterampilan Sosial dan Komunikasi
Teknik modeling dapat membantu individu yang mengalami hambatan dalam keterampilan sosial, seperti kurang percaya diri, sulit berinteraksi, atau masalah komunikasi, dengan cara meniru perilaku sosial yang baik dari model.
7. Mengatasi Gangguan Emosional dan Pengendalian Diri
Modeling juga digunakan untuk membantu individu mengelola emosi dan meningkatkan pengendalian diri, dengan meniru cara model mengatasi situasi emosional tertentu.(Sahril et al., 2020)
Adapun permasalahan yang bisa terjadi dalam proses konseling menggunakan teknik modeling, yaitu :
1. Persepsi dan Kepercayaan terhadap Model
Keberhasilan teknik modeling sangat bergantung pada persepsi dan kepercayaan konseli terhadap model yang ditampilkan. Jika konseli tidak menaruh kepercayaan atau tidak mengagumi model, maka kemungkinan besar perubahan perilaku yang diharapkan tidak akan terjadi secara optimal.(Purba et al., 2023)
2. Kesesuaian dan Kualitas Model
Model yang digunakan harus memiliki karakteristik yang sesuai dengan perilaku yang ingin dikembangkan serta memenuhi standar dan aturan yang berlaku. Jika model tidak mampu memerankan perilaku yang diharapkan, maka hasil yang dicapai bisa kurang tepat atau bahkan menimbulkan perilaku yang tidak diinginkan.
3. Hambatan Teknis dan Fasilitas
Dalam praktik, hambatan seperti kurangnya sarana dan prasarana, keterbatasan waktu konseling yang harus menyesuaikan dengan jadwal pembelajaran, serta keterbatasan media untuk menampilkan model simbolik menjadi kendala tersendiri.(Pokhrel, 2024)
4. Kompleksitas Perilaku yang Dicontohkan
Perilaku yang ditampilkan oleh model harus konsisten dengan tingkat kemampuan konseli. Jika perilaku terlalu kompleks, konseli bisa kesulitan meniru. Oleh karena itu, perlu dilakukan secara bertahap, mulai dari perilaku yang paling sederhana hingga yang lebih kompleks.
5. Penguatan dan Umpan Balik
Kurangnya penguatan atau umpan balik dari konselor setelah proses modeling dapat menyebabkan konseli tidak termotivasi untuk mempertahankan perilaku baru yang telah dipelajari.
6. Pengaruh Lingkungan
Lingkungan sekitar konseli, seperti keluarga atau teman sebaya, dapat mempengaruhi keberhasilan modeling. Jika lingkungan tidak mendukung perilaku baru, perubahan perilaku bisa sulit dipertahankan.
C. Tahapan Teknik Modeling dalam konseling Empat Tahap Teknik Modeling Menurut Bandura:
1. Perhatian (Attention)
Individu harus fokus dan memperhatikan model yang ditampilkan.Model harus menarik, atraktif, sukses, dan relevan dengan kebutuhan individu.Contohnya, seorang guru atau konselor bisa menarik perhatian klien dengan menyajikan contoh yang jelas dan bermakna.
2. Retensi (Retention)
Setelah memperhatikan, individu menyimpan informasi tentang perilaku yang diamati dalam ingatan.Individu perlu memahami dan mengingat bagaimana model berperilaku, termasuk langkah-langkah dan ekspresi yang digunakan.Guru atau konselor bisa membantu retensi dengan memberi kesempatan untuk mengulangi perilaku yang diamati.
3. Reproduksi (Reproduction)
Individu mencoba meniru atau mempraktikkan perilaku yang telah diamati.Proses ini melibatkan keterampilan fisik dan kognitif untuk merealisasikan perilaku tersebut.Latihan atau demonstrasi berulang dapat membantu memperkuat proses reproduksi.
4. Motivasi dan Penguatan (Motivation and Reinforcement)
Individu akan termotivasi untuk mengulangi perilaku jika merasa mendapatkan manfaat atau penguatan (reward).Bisa berbentuk pujian, hasil positif, atau penguatan intrinsik (perasaan puas).Penguatan bisa diberikan langsung oleh konselor setelah konseli berhasil meniru perilaku yang ditargetkan.
Prosedur Pelaksanaan Teknik Modeling (Live Modeling)
Jika konselor ingin menerapkan teknik modeling secara langsung (live model), berikut langkah-langkah yang disarankan:
1. Persiapan Awal
Konselor meminta konseli untuk siap memperhatikan dan memahami apa yang akan dipelajari dari model.Tujuannya agar konseli fokus dan siap secara mental.
2. Pemilihan Model
Konselor memilih model yang sesuai atau mirip dengan konseli (misalnya: usia, status sosial, latar belakang).Model yang dipilih harus mampu menampilkan perilaku yang diinginkan secara baik.
3. Demonstrasi oleh Model
Model memperagakan perilaku yang ditargetkan dalam urutan yang terstruktur dan mudah diikuti.Konseli dapat diminta untuk berpartisipasi dalam demonstrasi ini agar lebih aktif.
4. Refleksi Konseli
Setelah melihat model, konseli diminta menyampaikan apa yang mereka perhatikan dan pahami.Ini membantu mengevaluasi apakah konseli benar-benar memperhatikan dan memahami perilaku tersebut.
5. Latihan dan Umpan Balik
Konseli diminta meniru perilaku model.Konselor memberikan umpan balik langsung (baik berupa pujian, koreksi, atau dorongan) untuk memperkuat pembelajaran.Bila perlu, bagian perilaku yang penting ditekankan kembali oleh konselor.(Purba et al., 2023)
D. Jenis Teknik Modeling dalam konseling.
Menurut Willis (2004), teknik modeling dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
1. Social modeling. Yaitu teknik yang membentuk perilaku baru melalui model sosial dengan cara imitasi observasi.
2. Self Modeling. Yaitu teknik yang bertujuan menghilangkan perilaku tertentu, dimana konselor menjadi model, dan klien berjanji akan mengikuti.
Menurut Alwisol (2009), teknik modeling dibagi menjadi empat jenis, yaitu:
1. Modeling tingkah laku baru.
Melalui teknik modeling ini orang dapat memperoleh tingkah laku baru. Ini dimungkinkan karena adanya kemampuan kognitif. Stimulasi tingkah laku model ditransformasi menjadi gambaran mental dan simbol verbal yang dapat diingat dikemudian hari. Ketrampilan kognitif simbolik ini membuat orang mentransformasi apa yang didapat menjadi tingkah laku baru.
2. Modeling mengubah tingkah laku lama.
Dua macam dampak modeling terhadap tingkah laku lama. Pertama tingkah laku model yang diterima secara sosial memperkuat respons yang sudah dimiliki. Kedua, tingkah laku model yang tidak diterima secara sosial dapat memperkuat atau memperlemah tingkah laku yang tidak diterima itu. Bila diberi suatu hadiah maka orang akan cenderung meniru tingkah laku itu, bila dihukum maka respons tingkah laku akan melemah.
3. Modeling simbolik.
Modeling yang berbentuk simbolik biasanya didapat dari model film atau televisi yang menyajikan contoh tingkah laku yang dapat mempengaruhi pengamatnya.
4. Modeling kondisioning.
Modeling ini banyak dipakai untuk mempelajari respons emosional. Pengamat mengobservasi model tingkah laku emosional yang mendapat penguatan. Muncul respons emosional yang sama di dalam diri pengamat, dan respons itu ditujukan ke obyek yang ada di dekatnya saat dia mengamati model itu, atau yang dianggap mempunyai hubungan dengan obyek yang menjadi sasaran emosional model yang diamati.
Adapun menurut Corey (2003), teknik modeling terdiri dari tiga jenis, yaitu:
1. Model yang nyata (live model).
Contohnya konselor yang dijadikan sebagai model oleh konselinya, atau guru, anggota keluarga, teman sebaya atau tokoh lain yang dikagumi. Live model digunakan untuk menggambarkan perilaku-perilaku tertentu khususnya situasi inter personal yang kompleks dalam bentuk percakapan sosial dan interaksi dengan memecahkan masalah.
2. Model simbolik (symbolic model).
Adalah tokoh yang dilihat melalui film, video atau media lainnya. Contohnya seseorang yang menderita neurosis yang melihat tokoh dalam film dapat ,mengatasi masalahnya kemudian ditirunya. Tujuan dari model simbolik adalah untuk mengubah perilaku yang kurang tepat. Dalam modeling simbolis, model disajikan melalui bahan- bahan tertulis, audio, video, film atau slide.
3. Model ganda (multiple model).
yang terjadi dalam kelompok. Seseorang anggota dari suatu kelompok mengubah sikap dan mempelajari suatu sikap baru, setelah mengamati bagaimana anggota lain dalam kelompoknya bersikap. Misalnya bagaimana mengurangi rasa keminderan, menumbuhkan sikap percaya diri, dan perilaku-perilaku yang menyimpang lainnya.
(Muchlisin Riadi, 2022)
E. Kelebihan dan kekurangan Teknik Modeling dalam konseling.
Dalam upaya meningkatkan kemampuan self intraception siswa, salah satu pendekatan yang dapat diterapkan dalam layanan konseling adalah penggunaan teknik modeling dalam kerangka konseling behavioral. Teknik ini menekankan proses belajar melalui pengamatan terhadap perilaku model atau tokoh tertentu yang dianggap positif, baik secara langsung maupun melalui media Namun demikian, seperti halnya teknik konseling lainnya, teknik ini juga memiliki keterbatasan yang perlu diperhatikan agar penerapannya tepat sasaran. Berikut ini adalah uraian mengenai kelebihan dan kekurangan teknik modeling dalam praktik konseling.
Kelebihan
1. Belajar melalui observasi
Salah satu keunggulan utama dari teknik modeling adalah kemampuannya untuk memfasilitasi proses pembelajaran perilaku melalui observasi. Dalam konteks konseling, siswa atau klien tidak harus mengalami atau mencoba langsung suatu perilaku baru untuk mempelajarinya, melainkan cukup dengan mengamati orang lain (model) yang memperlihatkan perilaku tersebut secara jelas dan terstruktur. Model yang ditampilkan bisa berupa tokoh nyata dalam kehidupan sehari-hari (seperti guru, teman sebaya, atau konselor sendiri) atau melalui media simbolik seperti tayangan video, audio, gambar, atau bahkan cerita naratif.
2. Meningkatkan perilaku prososial
Teknik modeling efektif untuk menumbuhkan perilaku prososial, yaitu perilaku yang menunjukkan kepedulian dan empati terhadap orang lain. Dengan melihat model yang menunjukkan sikap seperti membantu teman, mendengarkan dengan empati, atau menunjukkan kepedulian terhadap perasaan orang lain, siswa dapat terdorong untuk meniru perilaku serupa. Dalam konteks ini, modeling juga berkontribusi pada peningkatan self intraception, yaitu kemampuan siswa untuk memahami perasaan, kebutuhan, dan motif orang lain. Ketika siswa mengamati bagaimana model merespons situasi sosial dengan cara yang positif, mereka belajar bukan hanya tentang apa yang harus dilakukan, tetapi juga mengapa perilaku itu penting dalam membangun hubungan yang sehat dengan orang lain.
3. Membantu menghilangkan ketakutan dan hambatan
Teknik modeling juga bermanfaat dalam membantu siswa mengatasi rasa takut atau hambatan psikologis tertentu. Ketika siswa melihat seseorang (model) melakukan suatu tindakan yang awalnya mereka anggap menakutkan—seperti berbicara di depan umum, berinteraksi dengan orang baru, atau menghadapi situasi sulit—dan melihat bahwa tindakan tersebut tidak menimbulkan konsekuensi negatif, rasa takut mereka perlahan
dapat berkurang. Melalui pengamatan tersebut, siswa memperoleh keberanian karena mereka merasa bahwa jika model mampu melakukannya dengan aman dan berhasil, maka mereka pun bisa mencoba hal yang sama. Hal ini membuat modeling efektif untuk membangun rasa percaya diri dan keberanian dalam menghadapi tantangan yang sebelumnya dihindari.
4. Memperkuat atau mempercepat perilaku yang lemah.
Teknik modeling sangat berguna untuk memperkuat perilaku positif yang sudah mulai terlihat pada siswa, tetapi masih belum konsisten atau belum terbentuk dengan kuat.
Misalnya, seorang siswa mungkin sudah mulai berani menyampaikan pendapat, namun masih ragu-ragu atau hanya melakukannya sesekali. Dengan melihat model yang menunjukkan perilaku tersebut secara tegas dan konsisten, siswa akan terdorong untuk mengulang dan memperkuat perilaku serupa dalam dirinya. Pengamatan terhadap model membantu siswa memahami bahwa perilaku tersebut memang tepat dan dapat diterima secara sosial, sehingga mereka merasa lebih yakin untuk melakukannya secara terus-menerus.
Kekurangan
1. Kurang memandirikan konseli
Teknik modeling membuat konseli lebih banyak berperan sebagai pengamat daripada pelaku aktif. Hal ini dapat menghambat pengembangan kemandirian karena konseli tidak dilatih untuk menemukan solusi atau membuat keputusan sendiri, melainkan hanya meniru perilaku model yang ditampilkan.
2. Kurang memberikan pemahaman yang mendalam
Perubahan perilaku yang muncul dari hasil meniru belum tentu disertai dengan pemahaman yang kuat tentang alasan, nilai, atau tujuan dari perilaku tersebut.
Akibatnya, perilaku baru bisa bersifat sementara atau hanya muncul dalam situasi tertentu, tanpa adanya perubahan internal yang bermakna.
3. Efektivitas tergantung pada kualitas model
Jika model yang digunakan tidak memiliki karakter yang kuat, tidak relevan dengan usia atau latar belakang konseli, atau kurang dipercaya, maka konseli bisa kehilangan minat atau bahkan menolak meniru perilaku tersebut. Keberhasilan teknik ini sangat bergantung pada ketepatan pemilihan model.
4. Tidak cocok untuk semua jenis permasalahan
Teknik modeling lebih cocok diterapkan untuk masalah yang tampak secara perilaku, seperti keterampilan sosial atau kebiasaan tertentu. Namun, untuk masalah yang lebih kompleks seperti trauma, kecemasan berat, atau konflik emosional yang dalam, teknik ini kurang efektif karena tidak menyentuh akar persoalan secara psikologis.(Sumarni, 2019)