Dan sebetulnya Gerakan feminisme udah berjalan dengan sendirinya tanpa perlu suara suara untuk mendukung Gerakan feminisme atau kesetaraan gender
Saya paham tujuan utama dari feminisme adalah untuk penyataraan/kesamaan, namun penyataraan atau kesamaan apa dulu
Apabila mengenai persamaan kesempatan saya sependapat, yang mana artinya itu tiap individu baik perempuan atau laki laki berhak untuk memiliki kesempatan yang sama terlepas dari apapun golongan mereka
Tapi terdapat ekualitas lain yang perlu menjadi tugas besar untuk tetap menyuarakan Gerakan feminism 1. ekualitas pemasukan atau gaji
2. ekualitas dalam etika sosial
3. ekualitas dalam perlindungan hukum 4. ekualitas dalam posisi jabatan penting Penjelasan nomer 1
Saya memiliki logika sederhana
Misalkan sebagai kuli, pria bisa memindahkan beban hingga 10 ton per hari. Adapun wanita hanya dapat 5 ton. Kalau dipaksa agar keduanya dibayar sama, buat saya ya sama saja wanita mengakui kok kalau mereka itu tidak setara dan butuh diistimewakan.
Lho, kan ekualitas bukan berarti perempuan dan laki-laki harus sama!
Exactly! Precisely!
Artinya ya tidak harus kok pemasukan itu sama. Model perempuan contohnya. Mereka biasanya mendatangkan nilai pemasaran yang lebih tinggi ketimbang laki-laki. Kalau mau dibayar lebih tinggi, tentu sah-sah saja.
Penjelasan nomer 2
Bicara etika sosial, contoh nya diangkutan umum. Kebanyakan kejadian di angkutan umum terkhusunya banyak perempuan yang ingin si laki laki ini untuk mengalah dengan cara memberikan kursi nya atau menaruh barang yang dibawa nya di atas pangkuannya. Padahal sejatinya hak diantara keduanya itu sama namun minta diistimewakan.
Masalahnya, kadang tuntutan para "feminis" tidak memperhatikan juga hal ini. Kalau bicara standar, saya jujur merasa kalau yang saya perbuat itu karena memang saya saja yang murah hati. Kalau sedang tidak murah hati, saya jujur enggan mengalah dengan wanita yang mengidentifikasi diri sebagai feminis tapi standar ganda.
Untuk apa?
Kalau mau dianggap setara, ya lakukan kewajiban Anda sendiri. Jangan merepotkan.
Tidak sanggup? Boleh saja meminta bantuan. Tapi jangan merasa menjadi individu yang entitled, atau berhak untuk dibantu. Kalau Anda dibantu, ya bukan karena Anda wanita yang "spesial", tapi ya karena Anda meminta tolong. Seperti sesama manusia saling menolong.
Banyak wanita tidak terima kalau mereka mendukung ekualitas tapi disuruh angkat galon. Ini baru angkat galon. Mayoritas tentara itu pria. Mayoritas tukang bangunan itu pria. Mayoritas hukum wajib militer di dunia mengutamakan pria sebagai subjek wajib militer. Mayoritas pemberi alimoni itu pria. Mayoritas korban perang dan kekerasan itu wanita. Dalam skenario kecelakaan, wanita dan anak-anak akan diselamatkan duluan. Kalau angkat galon sudah mengeluh, saya rasa cukup balik kanan saja.
Kembali lagi ke argumen sebelumnya. Boleh minta tolong. Kenapa tidak? Pria juga bisa minta tolong ke sesama pria kalau tidak kuat. Tapi dalam meminta tolong jangan merasa self-entitled. Sadarilah kalau Anda makhluk setara, dan pria yang menolong Anda itu benar-benar menolong karena kebaikannya, bukan karena itu kewajibannya.
Point ke 3
Di Indonesia? Oke. Banyak wanita yang sangat tidak diuntungkan dalam berbagai kasus hukum.
Utamanya kasus-kasus pelecehan, pemerkosaan, dan bahkan kasus-kasus dalam rumah tangga.
Tapi narasi kalau pria lebih terlindungi secara hukum itu omong kosong. Semua tergantung strata sosial dan kekuatan dibalik individu.
Ada memang, kasus seorang gadis asal Jawa Timur yang diperkosa sampai hamil oleh pacarnya dan sampai saat ini tidak ada kejelasan. Tapi harus dicatat, oknum adalah anggota Polri.
Dan ada juga kasus KDRT. Padahal si wanita yang datang, si wanita yang ribut-ribut di lingkungan rumah si pria, dan si wanita memaksa masuk ke rumah orangtua si pria. Si pria ini mencoba menutup pintu.
Terjadi dorong-dorongan pintu dan karena kalah tenaga, tangan si wanita terjepit.
Salah siapa? Oh, salah si pria. Kena pidana.
Penjelasan point ke 4
Saya memiliki analogi, Kalau Anda yang wanita jadi petinggi karena memang punya kemampuan yang mumpuni, ini sangat hebat. Sangat profesional. Tapi kalau Anda jadi petinggi hanya karena kuota, apakah Anda bangga?
Sekali lagi, kesetaraan dalam posisi penting tanpa adanya pertimbangan profesional buat saya adalah bentuk kontradiksi dari kesetaraan itu sendiri. Kalau Anda berkualitas, Anda akan dicari kok.
Biar semua tahu, 30% caleg di Indonesia itu harus perempuan. Setahu saya tidak ada kuota maskimal.
Artinya mungkin tidak melanggar hukum kalau semua caleg adalah perempuan. Ini dijamin dalam Undang-Undang. Faktanya? Hanya 21,39% anggota legislatif yang perempuan.
Lalu mau menyalahkan sistem? Menyalahkan konspirasi patriarki? Pemilihnya kok yang tidak memilih wanita.
Kalau Anda yang wanita jadi atlet sepakbola dan jarang ada yang menonton sehingga mendapat pemasukan lebih rendah, tidak mampukah Anda sadar kalau mungkin itu bukan bidang Anda? Sama seperti banyak model pria yang sadar diri kalau sampai kapanpun dunia fashion ya akan didominasi model wanita.
Dan mirisnya, kok hanya posisi penting yang diperjuangkan? Kenapa jarang atau mungkin tidak ada
"feminis" yang juga mau terlibat dalam usaha pertahanan negara dengan menyetarakan kuota tentara bagi wanita? Kenapa kok rasanya tidak ada juga "feminis" yang ingin ikut andil dalam pembangunan dan menjadi pekerja kasar?
Pekerjaan sulit, oh itu porsinya pria. Pekerjaan enak dan berpenghasilan besar, setarakan!