• Tidak ada hasil yang ditemukan

termokopel

N/A
N/A
Bassam Qurrota

Academic year: 2025

Membagikan "termokopel"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

TERMOKOPEL NADHIFA RAGHDA SYAIKHA 5007241034 / 6 MARET 2025 DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI DAN REKAYASA SISTEM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

ABSTRAK

Kata Kunci:

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari-hari, perubahan suhu sering kali menyebabkan perubahan sifat suatu benda. Misalnya, saat kabel listrik di luar ruangan mengalami pemuaian di siang hari dan menyusut di malam hari akibat perubahan suhu lingkungan. Selain itu, perbedaan suhu antara dua benda yang bersentuhan dapat menyebabkan perpindahan panas, seperti saat kita menyentuh cangkir kopi panas dan merasakan panas mengalir ke tangan. Fenomena ini menunjukkan bahwa suhu dan perubahan energi termal memiliki dampak signifikan

terhadap berbagai material dan dapat dimanfaatkan dalam berbagai aplikasi teknologi.

Termokopel merupakan salah satu perangkat yang memanfaatkan fenomena perubahan suhu untuk menghasilkan tegangan listrik. Prinsip kerja termokopel didasarkan pada efek Seebeck, dimana perbedaan suhu antara dua jenis logam yang berbeda akan menghasilkan tegangan listrik. Praktikum ini bertujuan untuk memahami hubungan antara temperatur dan tegangan pada termokopel serta menentukan nilai koefisien Seebeck. Dengan memahami prinsip ini, termokopel dapat diterapkan dalam berbagai bidang, seperti sensor suhu di industri, sistem pemantauan mesin, dan alat ukur suhu dalam lingkungan ekstrem.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang akan dibahas dalam praktikum termokopel ini adalah bagaimana hubungan temperatur dengan tegangan pada termokopel serta bagaimana cara

menentukan nilai koefisien Seebeck pada termokopel?

1.3 Tujuan

Tujuan dari pelaksanaan praktikum termokopel ini adalah untuk menjelaskan hubungan antara temperatur dengan tegangan pada termokopel, serta menentukan nilai koefisien Seebeck pada termokopel.

(2)

BAB II

DASAR TEORI

2.1 Rangkaian Listrik

Rangkaian listrik adalah susunan komponen listrik yang terhubung sedemikian rupa sehingga memungkinkan aliran arus listrik melalui jalur tertutup. Komponen-komponen ini dapat berupa resistor, kapasitor, induktor, sumber tegangan, dan elemen lainnya yang bekerja bersama untuk menjalankan fungsi tertentu dalam sistem elektronik atau listrik.

Menurut Giancoli, rangkaian listrik memungkinkan aliran muatan listrik melalui konduktor yang terhubung dalam jalur tertutup.

Dalam analisis rangkaian listrik, Hukum Ohm merupakan prinsip fundamental yang

menghubungkan tegangan (V), arus (I), dan resistansi (R) dalam suatu rangkaian. Dua jenis utama konfigurasi rangkaian listrik, rangkaian seri dan rangkaian paralel. Pada rangkaian seri, komponen-komponen dihubungkan berurutan sehingga arus yang mengalir melalui setiap komponen adalah sama, sedangkan tegangan total merupakan jumlah tegangan pada setiap komponen. Sebaliknya, pada rangkaian paralel, komponen-komponen

dihubungkan sejajar sehingga tegangan pada setiap komponen adalah sama, namun arus total merupakan jumlah arus yang mengalir melalui setiap cabang (Giancoli, 2013).

2.2 Beda Potensial Listrik

Beda potensial listrik, atau sering disebut sebagai tegangan listrik, adalah perbedaan energi potensial listrik per satuan muatan antara dua titik dalam suatu medan listrik. Konsep ini menggambarkan kemampuan medan listrik untuk melakukan kerja dalam memindahkan muatan dari satu titik ke titik lainnya. Secara matematis, beda potensial listrik (V) antara dua titik A dan B dapat dinyatakan sebagai:

di mana W adalah usaha yang dilakukan untuk memindahkan muatan Q antara dua titik tersebut. Rumus ini menunjukkan bahwa beda potensial sebanding dengan usaha yang diperlukan untuk memindahkan muatan listrik. Hubungan antara beda potensial, arus listrik (I), dan hambatan listrik (R) dijelaskan oleh Hukum Ohm, yang dinyatakan dengan

persamaan:

(3)

Persamaan ini menunjukkan bahwa beda potensial sebanding dengan hasil kali arus yang mengalir melalui suatu penghantar dan hambatan penghantar tersebut. Semakin besar hambatan atau arus yang mengalir, semakin besar pula beda potensial yang diperlukan.

(OpenStax College, 2012)

2.3 Perpindahan Panas

Perpindahan panas adalah proses di mana energi termal bergerak dari satu area ke area lain akibat perbedaan suhu. Proses ini dapat terjadi melalui tiga mekanisme utama:

konduksi, konveksi, dan radiasi. Pemahaman tentang ketiga mekanisme ini sangat penting dalam berbagai aplikasi teknik, seperti desain sistem pemanas, pendingin, dan penukar panas (Abdullah, 2016).

2.3.1 Radiasi

Radiasi adalah perpindahan kalor tanpa memerlukan medium, yang terjadi melalui pancaran gelombang elektromagnetik, seperti inframerah. Contoh nyata radiasi adalah panas

matahari yang mencapai bumi meskipun ruang antaranya sebagian besar adalah vakum.

Selain itu, panas dari filamen lampu pijar juga dapat dirasakan meskipun ruang di dalam bola lampu adalah hampa. Proses ini terjadi karena setiap benda dengan suhu tertentu memancarkan energi dalam bentuk gelombang elektromagnetik, di mana semakin tinggi suhu suatu benda, semakin besar energi yang dipancarkan. Intensitas radiasi yang

dipancarkan sebanding dengan pangkat empat suhu mutlak benda tersebut, sesuai dengan Hukum Stefan-Boltzmann, yang dinyatakan dalam persamaan:

di mana q adalah laju perpindahan panas radiasi, \varepsilon adalah emisivitas permukaan, \sigma adalah konstanta Stefan-Boltzmann

(4)

,

A adalah luas permukaan, dan T adalah suhu mutlak permukaan dalam Kelvin (Abdullah, 2016).

2.3.2 Konveksi

Konveksi adalah perpindahan kalor yang terjadi melalui pergerakan molekul atau atom dalam suatu fluida, seperti gas atau cairan. Ketika bagian fluida menerima kalor,

molekul-molekulnya bergerak lebih cepat, menyebabkan perpindahan massa ke daerah yang bersuhu lebih rendah. Proses ini dapat diamati ketika air dalam panci dipanaskan, di mana air yang lebih panas dan memiliki massa jenis lebih kecil naik ke atas, sementara air yang lebih dingin turun untuk menggantikannya, membentuk sirkulasi alami. Fenomena ini terjadi karena pemuaian fluida akibat pemanasan, yang menyebabkan perubahan massa jenis dan menciptakan pola aliran konveksi. Peristiwa serupa juga terjadi dalam atmosfer, di mana udara panas naik dan udara dingin turun, berperan dalam pembentukan angin dan sistem cuaca.

Laju perpindahan panas konveksi dapat dihitung menggunakan hukum pendinginan Newton:

di mana q adalah laju perpindahan panas, h adalah koefisien perpindahan panas konveksi, A adalah luas permukaan, T_s adalah suhu permukaan, dan T_\infty adalah suhu fluida jauh dari permukaan (Abdullah, 2016).

2.3.3 Konduksi

Konduksi adalah perpindahan kalor melalui suatu benda tanpa disertai perpindahan massa, yang terjadi akibat tumbukan antarpartikel atau migrasi elektron dalam logam. Ketika satu ujung benda dipanaskan, partikel di area tersebut memperoleh energi kinetik lebih besar, menyebabkan getaran yang diteruskan ke partikel lain hingga energi menyebar ke seluruh benda. Dalam logam, perpindahan panas lebih cepat karena adanya elektron bebas yang dapat bermigrasi ke daerah dengan energi lebih rendah, sedangkan pada isolator,

perpindahan hanya terjadi melalui getaran atom, sehingga berlangsung lebih lambat. Laju perpindahan panas konduksi dijelaskan oleh Hukum Fourier:

(5)

di mana q adalah laju perpindahan panas, k adalah konduktivitas termal material, A adalah luas penampang, dan \frac{dT}{dx} adalah gradien suhu sepanjang arah perpindahan panas. Contoh konduksi adalah panas yang merambat sepanjang batang logam yang satu ujungnya dipanaskan. (Abdullah, 2016)

2.4 Resistansi dan Konduktansi

Resistansi dan konduktansi adalah dua besaran listrik yang saling berkaitan dan

menggambarkan kemampuan suatu bahan dalam menghambat atau menghantarkan arus listrik. Resistansi ( R ) adalah ukuran sejauh mana suatu material menghambat aliran arus listrik, sedangkan konduktansi ( G ) adalah ukuran seberapa baik suatu material dapat menghantarkan arus listrik. Hubungan antara resistansi dan konduktansi bersifat invers, yang berarti semakin tinggi resistansi suatu bahan, semakin rendah konduktansinya, dan sebaliknya.

Resistansi listrik menyatakan seberapa besar hambatan yang diberikan suatu material terhadap aliran arus listrik. Besaran ini dirumuskan berdasarkan Hukum Ohm, di mana V adalah tegangan (volt), I adalah arus listrik (ampere), dan R adalah resistansi (ohm,

\Omega ). Selain itu, resistansi suatu penghantar juga bergantung pada sifat fisik materialnya dan dapat dihitung menggunakan rumus:

di mana R adalah resistansi ( \Omega ), \rho adalah resistivitas material ( \Omega \cdot m ), L adalah panjang penghantar (m), dan A adalah luas penampang (m²). Semakin besar panjang penghantar, semakin tinggi resistansinya, sementara semakin besar luas

penampang, semakin rendah resistansinya

Konduktansi adalah kebalikan dari resistansi dan menunjukkan seberapa mudah arus listrik mengalir melalui suatu bahan. Konduktansi dinyatakan dalam satuan siemens ( S ) dan didefinisikan sebagai:

(6)

di mana G adalah konduktansi (siemens), dan R adalah resistansi ( Omega ) (Purnomo, 2017).

2.5 Hukum Ke Nol Termodinamika

Hukum ke-nol termodinamika adalah prinsip fundamental dalam termodinamika yang berkaitan dengan kesetimbangan termal. Hukum ini menyatakan bahwa jika dua sistem masing-masing berada dalam kesetimbangan termal dengan sistem ketiga, maka kedua sistem tersebut juga berada dalam kesetimbangan termal satu sama lain. Secara

matematis, jika sistem A dalam kesetimbangan termal dengan sistem B, dan sistem B dalam kesetimbangan termal dengan sistem C, maka sistem A juga berada dalam kesetimbangan termal dengan sistem C (Moran dan Shapiro, 2006).

2.6 Efek Seebeck dan Efek Peltier

Efek Seebeck adalah fenomena di mana perbedaan suhu antara dua titik dalam suatu rangkaian tertutup yang terdiri dari dua logam atau semikonduktor berbeda menghasilkan perbedaan potensial listrik. Fenomena ini pertama kali ditemukan oleh Thomas Johann Seebeck pada tahun 1821. Besarnya tegangan yang dihasilkan dapat dinyatakan dengan persamaan:

di mana V adalah tegangan termoelektrik yang dihasilkan, S adalah koefisien Seebeck (dalam satuan V/K), dan \Delta T adalah perbedaan suhu antara kedua titik. Efek ini banyak dimanfaatkan dalam sensor suhu termoelektrik seperti termokopel dan dalam teknologi pembangkit listrik termoelektrik.

Sebaliknya, efek Peltier adalah fenomena di mana arus listrik yang mengalir melalui antarmuka dua bahan berbeda menyebabkan perpindahan panas, sehingga satu sisi sambungan menjadi lebih panas sementara sisi lainnya menjadi lebih dingin. Efek ini ditemukan oleh Jean-Charles Peltier pada tahun 1834. Perpindahan panas akibat efek Peltier dapat dinyatakan dengan persamaan:

(7)

di mana Q adalah jumlah panas yang dipindahkan, \Pi adalah koefisien Peltier (dalam satuan V), dan I adalah arus listrik yang mengalir (Rowe, 2006). Efek ini banyak digunakan dalam modul pendingin termoelektrik, seperti pada pendingin elektronik dan sistem pengatur suhu laboratorium (Liu et al., 2022)

2.7 Gerak Elektron dalam Logam

Elektron dalam logam bergerak secara acak akibat energi termal, namun dalam kondisi tanpa medan listrik, gerakannya tidak menghasilkan arus listrik bersih karena arah pergerakan elektron saling meniadakan satu sama lain. Model klasik pertama yang

menjelaskan gerak elektron dalam logam adalah model Drude, yang mengasumsikan bahwa elektron bebas bergerak seperti gas ideal dalam kisi logam dan mengalami tumbukan

dengan ion logam. Dalam model ini, kecepatan drift rata-rata elektron akibat medan listrik E diberikan oleh:

di mana v_d adalah kecepatan drift, \mu adalah mobilitas elektron, dan E adalah medan listrik yang diterapkan (Halliday, Resnick, dan Walker, 2008).

BAB III

METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan

Dalam praktikum termokopel ini, peralatan yang digunakan mencakup satu buah multimeter digital untuk mengukur tegangan, satu buah gelas beaker sebagai wadah, satu set

termokopel sebagai sensor suhu, satu buah termometer untuk mengukur suhu, satu set statif dengan kelengkapannya sebagai penyangga, satu buah kompor induksi sebagai sumber panas, dan potongan es batu secukupnya untuk menciptakan perbedaan suhu.

(8)

3.2 Skema Alat

Skema alat pada praktikum termokopel adalah sebagai berikut

3.3 Langkah Kerja

Langkah kerja percobaan termokopel dilakukan sebagai berikut. Pertama, alat dan bahan dirangkai sesuai dengan skema rangkaian yang tersedia, kemudian rangkaian diperiksa oleh asisten sebelum dihubungkan dengan tegangan PLN. Selanjutnya, kompor induksi

dihubungkan ke tegangan PLN dan dinyalakan dengan daya maksimal 500 Watt. Setelah itu, suhu dinaikkan dari 30°C hingga 60°C dengan interval 5°C, dan tegangan yang tertera pada multimeter dicatat. Setelah data tegangan untuk kenaikan suhu diperoleh, proses dilanjutkan dengan mencatat data tegangan saat suhu diturunkan dari 60°C hingga 30°C dengan interval 5°C, menggunakan potongan es batu untuk mempercepat penurunan suhu.

Seluruh langkah mulai dari pemanasan hingga pendinginan diulangi sekali lagi sebagai pengulangan data kedua, lalu hasil yang diperoleh diserahkan kepada asisten laboratorium.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, M. 2016. Fisika Dasar. Bandung: Institut Teknologi Bandung.

Giancoli, D.C. 2013. Physics: Principles with Applications. Boston, MA: Pearson Education.

Halliday, D., Resnick, R., dan Walker, J. 2008. Fundamentals of Physics. Edisi ke-8.

Hoboken, NJ: John Wiley & Sons.

Liu, L., Meng, X., Miao, Z., dan Zhou, S. 2022. ‘Analysis and verification of Seebeck effect and Peltier effect co-existence on a thermoelectric device’, IEEE Xplore. Tersedia di:

https://ieeexplore.ieee.org/document/9960507 (Diakses: 5 Maret 2025).

Moran, M.J. dan Shapiro, H.N. 2006. Fundamentals of Engineering Thermodynamics. Edisi ke-5. Hoboken, NJ: John Wiley & Sons.

OpenStax College. 2012. College Physics. Houston, TX: OpenStax. Tersedia di:

http://cnx.org/content/col11406/latest/ (Diakses: 3 Maret 2025).

Purnomo, H. 2017. Rangkaian Elektrik. Malang: Universitas Brawijaya.

Referensi

Dokumen terkait

Prinsip kerja dari termoelektrik generator sesuai dengan efek Seebeck, dimana dengan adanya perbedaan temperature di antara sisi panas dan sisi dingin peltier maka akan

Dari percobaan Seebeck tersebut, pada tahun 2003 dilakukan penelitian oleh Saeful Karim dan Sunardi [1] dengan menghubungkan beberapa jenis sambungan logam

Dari percobaan Seebeck tersebut, pada tahun 2003 dilakukan penelitian oleh Saeful Karim dan Sunardi [1] dengan menghubungkan beberapa jenis sambungan logam

Prinsip kerja pendingin termoelektrik berdasarkan efek peltier, ketika arus DC dialirkan ke elemen peltier yang terdiri dari beberapa pasang sel semikonduktor tipe

Suhu penuangan logam yang lebih tinggi daripada suhu pada titik cair Suhu penuangan logam yang lebih tinggi daripada suhu pada titik cair logam akan meningkatkan waktu logam untuk

nilai koefisien Seebeck Pada percobaan kedua tentang efek Peltier, dilakukan hal yang sama setelah arus diberikan selama 30 menit, didapat hasil seperti pada

Termoelektrik merupakan suatu peralatan solid-state atau semikonduktor yang mampu mengubah suatu energi panas menjadi energi listrik dengan menerapkan kinerja dari “Efek

Sensor ini mampu bekerja dalam rentang suhu yang sangat luas, mulai dari suhu yang sangat rendah hingga suhu tinggi, tergantung pada jenis logam yang digunakan.. Selain itu, termokopel