• Tidak ada hasil yang ditemukan

Theory, Concept, and Empirical Studies

N/A
N/A
Rintan Nabila

Academic year: 2024

Membagikan " Theory, Concept, and Empirical Studies"

Copied!
148
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN: TEORI, KONSEP DAN MODEL EMPIRIS

Book · June 2022

CITATIONS

0

READS

2,617

3 authors:

Suparman Suparman Universitas Tadulako 42PUBLICATIONS   43CITATIONS   

SEE PROFILE

Muzakir Muzakir Universitas Tadulako 15PUBLICATIONS   33CITATIONS   

SEE PROFILE

Wahyuningsih Wahyuningsih Universitas Tadulako 26PUBLICATIONS   108CITATIONS   

SEE PROFILE

(2)

Publica Indonesia Utama 2022

PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN

TEORI, KONSEP, DAN STUDI EMPIRIS

(3)

i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).

(2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

(3) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (l) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidanadengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/ atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

(4) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).

(4)

Publica Indonesia Utama 2022

PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN

TEORI, KONSEP, DAN STUDI EMPIRIS

Oleh

Dr. Suparman, SE, M.Si Dr. Muzakir, SE, M.Si Wahyuningsih, SE, M.Sc, Ph.D Prof. Chairil Anwar, SE, MA, Ph.D

(5)

Cetak Pertama, Juni 2022 JUDUL:

PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN:

TEORI, KONSEP, DAN STUDI EMPIRIS Penulis : Dr. Suparman, SE, M.Si

Dr. Muzakir, SE, M.Si

Wahyuningsih, SE, M.Sc, Ph.D Prof. Chairil Anwar, SE, MA, Ph.D Editor Aksara : Nuri Hidayatus Sholihah Penata halaman : Tim Kreatif Publica Institute Desain Cover : Tim Kreatif Publica Institute copyrights © 2022

Hak cipta dilindungi oleh Undang-Undang All rights reserved

Diterbitkan oleh:

Publica Indonesia Utama, Anggota IKAPI DKI Jakarta 611/DKI/2022

18 Office Park 10th A Floor Jl. TB Simatupang No 18, Kel. Kebagusan, Kec. Pasar Minggu Kota Adm. Jakarta Selatan, Prov. DKI Jakarta

[email protected]

(6)

Alhamdulillah Rabbil Alamin, Segala puji dan rasa syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkait taufiq, rahmat, dan hidayah-Nya, kami dapat menyelesaikan buku ini. Penulisan buku ini merupakan karya dari hasil pemikiran dan studi yang dilaksanakan oleh para penulis yang diberi judul ‘Pembangunan Kependudukan: Teori, Konsep, dan Studi Empiris”.

Pembangunan berwawasan kependudukan (development of population oriented) adalah model dan strategi pembangunan yang menempatkan isu perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga, sebagai fokus utama dalam pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Pembangunan ber- kelanjutan, sebagai pembangunan terencana dan terintegrasi di berbagai bidang untuk menciptakan perbandingan ideal antara perkembangan kependudukan, dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan, serta memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa harus mengurangi kemampuan dan kebutuhan generasi mendatang.

Kesadaran pembangunan berwawasan kependudukan dilandasi oleh permasalahan kependudukan (problems of demography) yang terjadi di berbagai daerah atau wilayah setempat.

Dimana, permasalahan utama kependudukan adalah jumlah penduduk yang masih besar dan laju pertumbuhan penduduk yang cenderung masih tinggi. Masalah-masalah kependudukan tersebut, tentu saja berdampak kepada berbagai bidang sosial, budaya, ekonomi, hukum, politik dan pertahanan serta keamanan.

Buku ini menyajikan berbagai teori, konsep dan strategi pembangunan kependudukan, termasuk berbagai tantangan dalam permasalahan kependudukan yang dihadapi saat ini. Dimana, pembangunan kependudukan diperhadapkan pada kuantitas dan kualitas penduduk (terutama bidang pendidikan, kesehatan,

(7)

menggambarkan masalah kependudukan, tetapi sudah menjadi masalah pembangunan secara menyeluruh.

Oleh karena itu, untuk menyelesaikan masalah dan tantangan pembangunan kependudukan tersebut, maka pembangunan kependudukan tidak hanya dipahami secara sempit, hanya sebagai upaya untuk mempengaruhi pola dan arah demografi semata, namun sasaran dan tujuan pembangunan kependudukan dipandang secara luas, yakni mencapai kesejahteraan masyarakat (people welfare). Sinergi dan integrasi pembangunan harus direncanakan dengan memperhitungkan kemampuan penduduk, agar seluruh elemen pembangunan termasuk penduduk dapat berpartisipasi aktif dalam dinamika pembangunan.

Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang berkontribusi dalam penyusunan dan terbitnya buku ini.

Wabillahi Taufiq Walhidayah. Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabbarakatuh.

Palu, Juni 2022

Penulis

(8)

Halaman Sampul ...iii

Halaman Balik Sampul ...iv

Kata Pengantar ...v

Daftar Isi ...vii

BAB I PENDAHULUAN ...1

1.1. Latar Belakang ...1

1.2. Permasalahan Kependudukan ...6

BAB II PENDEKATAN, KEBIJAKAN, TUJUAN DAN SASARAN PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN ...11

2.1. Pendekatan Pembangunan Kependudukan ...12

2.2. Kebijakan Pembangunan Kependudukan ...13

2.3. Tujuan Pembangunan Kependudukan ...14

2.4. Sasaran Pembangunan Kependudukan ...15

BAB III KONDISI KEPENDUDUKAN SULAWESI TENGAH ...17

3.1. Kondisi Kependudukan ...17

3.1.1. Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) ...20

3.1.2. Rasio Ketergantungan ...25

BAB IV KUANTITAS PENDUDUK ...29

4.1. Tingkat Fertilitas ...29

4.1.1. Angka Fertilitas Umum ...33

4.1.2. Angka Kelahiran Kasar ...34

4.1.3. Pasangan Usia Subur ...35

4.1.4. Anak Lahir Hidup dan Anak Masih Hidup ...40

4.1.5. Prevalensi Kontrasepsi ...41

(9)

4.1.7. Lapangan Kerja ...47

BAB V KUALITAS PENDUDUK ...51

5.1. Indeks Pembangunan Manusia ...51

5.2. Pendidikan ...55

5.2.1. Angka Melek Huruf dan Rata-rata Lama Sekolah ...55

5.2.2. Angka Partisipasi Kasar ...56

5.2.3. Angka Partisipasi ...60

5.3. Kesehatan ...64

BAB VI PEMBANGUNAN KELUARGA...67

6.1. Jumlah Keluarga ...68

6.2. Tingkat Mortalitas ...70

6.2.1. Angka Kematian Ibu ...70

6.2.2. Angka Kematian Bayi ...71

6.2.3. Angka Kematian Balita ...72

6.2.4. Balita Gizi Buruk ...72

6.3. Angka Stunting ...73

6.4. Angka Harapan Hidup ...75

BAB VII PERSEBARAN DAN MOBILITAS PENDUDUK...77

7.1. Tingkat Kepadatan dan Persebaran Penduduk ...78

7.2. Mobilitas Penduduk ...79

BAB VIII SISTEM INFORMASI ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN ...87

BAB IX STRATEGI PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN ...93

9.1. Pengendalian Kuantitas Penduduk ...94

9.1.1. Pengaturan Fertilitas ...94

9.1.2. Penurunan Mortalitas ...97

(10)

9.2. Peningkatan Kualitas ...99

9.2.1. Dimensi Kesehatan ...100

9.2.2. Dimensi Pendidikan ...105

9.2.3. Dimensi Ekonomi ...107

9.3. Pembangunan Keluarga ...108

9.3.1. Pokok-pokok Pembangunan Keluarga ...108

9.4. Persebaran dan Pengarahan Mobilitas Penduduk ...109

9.5. Pembangunan Database Kependudukan ...112

BAB X STRATEGI PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN ...115

10.1. Strategi Pengendalian Kuantitas ...115

10.2. Strategi Peningkatan Kualitas ...116

10.3. Strategi Pembangunan Keluarga ...121

10.4. Strategi Persebaran dan Mobilitas Penduduk ...123

10.5. Strategi Pengembangan Manajemen Data dan Informasi Kependudukan ...125

DAFTAR PUSTAKA ...128

PROFIL PENULIS ...134

(11)
(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tingkat pertumbuhan penduduk (population growth) di negara berkembang rata-rata sekitar 2 persen per tahun sejak tahun 1950.

Angka ini berpengaruh dalam melipatgandakan jumlah penduduk di suatu negara dalam kurun waktu 35 tahun terakhir. Tingkat kelahiran kasar untuk negara berkembang secara keseluruhan, adalah 45/1.000 pada periode 1950-1955, namun turun menjadi hanya 31/1.000 pada 1980-1985. Penurunan 14/1.000 dalam kesuburan hampir sama dengan penurunan 13/1.000 kematian.

Tingkat kematian kasar, adalah 24/1.000 pada tahun 1950-1955 dan 11/1.000 pada 1980-1985 (Preston dan Donaldson, 1986).

Tujuan global dari penurunan populasi dunia yang luar biasa melalui langkah-langkah dan program yang lebih efisien di masing-masing negara, termasuk dukungan internasional yang lebih luas adalah untuk menyeimbangkan jumlah populasi dengan sumber daya yang ada. Peningkatan populasi yang belum pernah terjadi sebelumnya, kemiskinan umum dan ketimpangan ekonomi, termasuk ketidaksetaraan antara kaum laki-laki dan perempuan, dan pemborosan dalam konsumsi mempercepat berkurangnya sumber daya dasar serta memperburuk lingkungan secara intensif.

Langkah-langkah efisien untuk pemecahan masalah ini tidak dapat dipisahkan, jika kualitas hidup generasi sekarang dan yang akan datang ingin dipertahankan atau ditingkatkan (Jenicek, 2010).

Menurut Dao dan Van (2020), hubungan antara penduduk dan lingkungan dalam beberapa tahun terakhir telah menjadi

(13)

perhatian khusus bagi banyak negara dan organisasi internasional.

Pertumbuhan penduduk memberikan tekanan berat pada lingkungan global. Proses kegiatan industri semakin menguras sumber daya, pencemaran lingkungan dan akibat akhirnya adalah penurunan kualitas hidup masyarakat. Saatnya mengubah cara berpikir, persepsi dunia.

Pembangunan berwawasan kependudukan adalah pembangunan yang menempatkan isu perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga sebagai fokus utama dalam pembangunan berkelanjutan (sustainable development) di Indonesia. Pembangunan berkelanjutan, dimaknai sebagai pembangunan terencana dan terintegrasi di berbagai bidang untuk menciptakan perbandingan ideal antara perkembangan kependudukan dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan, serta memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa harus mengurangi kemampuan dan kebutuhan generasi mendatang, sehingga menunjang kehidupan manusia secara berkelanjutan.

Kesadaran pembangunan berwawasan kependudukan dilandasi oleh permasalahan kependudukan (problems of demography) yang terjadi di berbagai daerah atau wilayah setempat.

Di mana permasalahan utama kependudukan adalah jumlah penduduk yang masih besar dan laju pertumbuhan penduduk yang cenderung masih tinggi. Masalah-masalah kependudukan tersebut, tentu saja berdampak kepada bidang sosial, budaya, ekonomi, hukum, politik, dan pertahanan serta keamanan.

Masalah kependudukan lainnya, juga terlihat pada ketidakseimbangan antara kuantitas dan kualitas. Di sisi kuantitas, jumlah penduduk yang besar berarti permasalahan dalam kemampuan menyediakan sandang, pangan, dan papan.

Sedangkan, di sisi lain kualitas, terlihat kemampuan daya saing dan produktivitas penduduk yang masih tertinggal dibandingkan dengan negara-negara lain di belahan dunia. Untuk mengatasi permasalahan kependudukan, pemerintah sejak tahun 1970, telah melaksanakan program Keluarga Berencana (KB) yang bertujuan

(14)

untuk menekan laju pertambahan penduduk. Program KB sampai dengan akhir tahun 1990, telah berhasil menekan laju pertambahan penduduk dari semula sekitar 4,6 persen pada tahun 1970 menjadi sekitar 2,6 persen pada akhir tahun 1990. Keberhasilan program KB di Indonesia telah diakui oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan menganugerahkan penghargaan sebagai negara yang berhasil mengatasi laju pertambahan penduduk.

Namun, saat ini pelaksanaan program KB mulai menurun, seiring dengan terbitnya ruang otonomi daerah. Merujuk pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, menetapkan bahwa Urusan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana merupakan urusan wajib yang tidak berkaitan dengan pelayanan dasar dan merupakan urusan bersama antara pemerintah pusat dan daerah atau urusan konkuren. Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia, penduduk Indonesia berjumlah sekitar 250 juta jiwa. Sedangkan, survei demografi kesehatan Indonesia tahun 2017, menyebutkan penduduk berjumlah sekitar 261,9 juta jiwa. Jumlah penduduk ini menempatkan Indonesia sebagai negara berpenduduk terbesar keempat di dunia setelah Tiongkok, India, dan Amerika Serikat.

Jumlah penduduk tersebut, apabila hitungan diproyeksikan tanpa intervensi program pemerintah meningkat menjadi sekitar 280 juta jiwa atau naik sebesar 30 juta jiwa (tambah rata-rata 4 juta jiwa per tahun).

Permasalahan kependudukan terutama kuantitas dan kualitas penduduk masih menjadi tantangan dan permasalahan bagi pembangunan di Provinsi Sulawesi Tengah. Berbagai temuan empiris menunjukkan tingkat kemajuan suatu daerah sangat ditentukan kualitas sumber daya penduduknya. Jumlah penduduk yang besar akan bermanfaat jika kualitasnya juga tinggi, sebaliknya, jika kualitasnya rendah maka jumlah penduduk yang besar hanya menjadi permasalahan dalam pembangunan kependudukan.

Selain itu, permasalahan kependudukan di Sulawesi Tengah, di mana penduduk sebagian besar hidup di daerah pedesaan, dengan

(15)

sebaran antarkabupaten/kota yang tidak merata. Pertumbuhan penduduk dari tahun ke tahun semakin meningkat. Salah satu upaya untuk mengatasi hal tersebut diperlukan adanya suatu kebijakan.

Kebijakan pembangunan kependudukan sendiri terdiri dari pengendalian kuantitas penduduk, peningkatan kualitas penduduk, menyerasikan mobilitas penduduk, membangun keluarga harapan dan data kependudukan secara berkelanjutan.

Tantangan dalam permasalahan kependudukan yang dihadapi saat ini semakin kompleks. Selain masalah kuantitas tersebut, juga pembangunan kependudukan diperhadapkan pada kualitas penduduk (terutama bidang pendidikan, kesehatan, kesejahteraan, dan pemerataan ekonomi). Dengan kata lain, permasalahan kuantitas dan kualitas penduduk yang pada akhirnya bukan hanya menggambarkan persoalan kependudukan, tetapi menjadi permasalahan pembangunan secara menyeluruh. Oleh karena itu, untuk menyelesaikan masalah dan tantangan pembangunan kependudukan tersebut, maka pembangunan kependudukan tidak hanya dipahami secara sempit, yaitu hanya sebagai usaha untuk memengaruhi pola dan arah demografi saja, akan tetapi sasaran dan tujuan pembangunan kependudukan dipandang secara luas yakni mencapai kesejahteraan masyarakat (people welfare) dalam arti fisik maupun non-fisik. Sinergi dan integrasi pembangunan daerah harus direncanakan dengan memperhitungkan kemampuan penduduk, agar seluruh elemen pembangunan termasuk penduduk dapat berpartisipasi aktif dalam dinamika pembangunan daerah (regional development).

Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, telah menitikberatkan penduduk sebagai modal dasar dan faktor dominan, serta menjadi sasaran peningkatan kualitas SDM Indonesia. Namun, hal yang sama terjadi di pusat, di mana program pengendalian kuantitas penduduk oleh pemerintah provinsi dan kabupaten/kota, belum menjadi prioritas di dalam kebijakan pembangunan. Kondisi tersebut mengisyaratkan bahwa selama ini pemerintah dalam

(16)

mengatasi permasalahan kependudukan belum menerapkan pendekatan terintegrasi (integrated approach). Berbagai program dan kegiatan maupun upaya yang dilakukan hanya bersifat reaktif dan belum proaktif terhadap dampak pembangunan yang terjadi di suatu wilayah, serta perlakuannya cenderung normatif.

Sejalan dengan otonomi daerah, maka upaya pengembangan pembangunan berwawasan kependudukan secara terintegrasi, konsisten, dan berkelanjutan merupakan pilihan yang paling tepat di tengah dinamika penduduk yang kompleks.

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga yang menyatakan bahwa dalam mewujudkan penduduk tumbuh seimbang dan keluarga berkualitas dilakukan berbagai upaya, yaitu: pengendalian angka kelahiran, penurunan angka kematian, pengarahan mobilitas penduduk, pengembangan kualitas penduduk pada seluruh dimensinya, peningkatan ketahanan dan kesejahteraan keluarga, penyiapan dan pengaturan perkawinan serta kehamilan. Sehingga untuk pelaksanaannya diperlukan suatu lembaga yang kuat karena tantangan dan hambatan yang semakin berat dan perubahan lingkungan strategis yang berkembang.

Berdasarkan amanah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, serta Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga telah memberikan gambaran bahwa aspek-aspek kependudukan beserta matranya dan lingkungan hidup, secara fungsional membentuk satu kesatuan ekosistem. Dengan demikian arah kebijakan pemerintah dalam menyelenggarakan pembangunan senantiasa memperhatikan aspek kependudukan dan lingkungan hidup atau sering dikenal dengan sebutan “pembangunan berwawasan kependudukan dan berkelanjutan.” Kebijakan ini perlu didukung dengan kebijakan yang menyangkut penetapan keserasian, keseimbangan, dan keselarasan antara kualitas dan kuantitas penduduk, serta penataan

(17)

komposisi dan struktur penduduk yang ideal bagi pembangunan yang berkelanjutan.

Terjadi pergeseran paradigma yang mengedepankan pola pembangunan yang berwawasan kependudukan. Pembangunan tersebut mengandung dua makna. Pertama, pembangunan yang disesuaikan dengan potensi dan kondisi penduduk yang ada; kedua, pembangunan sumber daya manusia, yaitu pembangunan yang lebih menekankan kualitas sumber daya manusia dibandingkan peningkatan infrastruktur semata. Ke depan, perencanaan pembangunan maupun implementasinya tidak dapat lagi mengabaikan peran penduduk sebagai objek maupun subjek atau agen pembangunan.

1.2. Permasalahan Kependudukan

Provinsi Sulawesi Tengah memiliki jumlah penduduk tahun 2018 berdasarkan hasil Supas BPS pada tahun 2015 sebanyak 3.001.911 jiwa, yakni laki-laki sebesar 1.528.153 (50,91 persen) dan perempuan sebesar 1.473.756 (49,09 persen). Pada sisi lain, data menunjukkan laju pertumbuhan 0,37 persen per tahun. Di mana menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2017, angka Total Fertility Rate (TFR) sebesar 2,7. Beberapa permasalahan utama kependudukan di Provinsi Sulawesi Tengah berdasarkan kondisi existing yang harus diselesaikan dalam pembangunan kependudukan sebagai berikut:

1. Belum adanya strategi yang tepat dalam mencapai penduduk tumbuh seimbang yang ditandai dengan kondisi Sulawesi Tengah, di mana TFR = 2,7 tahun 2017 dan NRR = 1.

2. Masih rendahnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebagai indikator penting untuk mengukur keberhasilan pembangunan kualitas sumber daya manusia. IPM Provinsi Sulawesi Tengah masih sebesar 68,11 poin pada tahun 2017. Capaian IPM ini lebih rendah dibanding secara nasional sebesar 70,81.

(18)

3. Belum optimalnya program kependudukan dan KB dalam menurunkan tingkat kelahiran dan membentuk keluarga kecil berkualitas.

4. Belum jelasnya arah pembinaan dan peningkatan kemandirian KB, serta promosi dan penggerakan masyarakat yang belum jelas.

5. Belum serasinya kebijakan pembangunan dengan pembangunan kependudukan dan KB untuk mewujudkan pembangunan nasional dan daerah Provinsi Sulawesi Tengah dengan kabupaten/kota.

6. Masih terbatasnya sumber daya manusia pada OPD terkait (P2KB Provinsi Sulawesi Tengah) maupun pada sejumlah daerah dalam bidang kependudukan.

7. Kurang tersedianya sarana dan prasarana operasional pendukung, media, dan metode untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang kependudukan.

8. Menurunnya anggaran program kependudukan dan KB yang berasal dari APBD dan APBN, serta dukungan anggaran tersebut belum dapat menyentuh seluruh program dan kegiatan terkait kependudukan dan KB.

9. Beralihnya status petugas lapangan keluarga berencana menjadi sektoral sesuai dengan bentuk lembaga yang ada di daerah serta banyaknya mutasi baik bersifat promosi maupun pemindahan tugas. Penurunan sumber daya dari BKKBN ini menurunkan kinerja Lembaga Pengelola Program Kependudukan dan KB.

10. Masih adanya kesalahan persepsi dengan adanya Kelembagaan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Daerah Implementasi Pembagian Urusan Pemerintahan dan Lingkup Bidang Pengendalian Penduduk menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 sebagai urusan wajib non-pelayanan dasar yang diserahkan kepada pemerintah provinsi dan kabupaten/kota.

(19)

Berdasarkan seluruh permasalahan kependudukan di Provinsi Sulawesi Tengah tersebut di atas, maka perlu disusun pembangunan kependudukan di Provinsi Sulawesi Tengah yang bertujuan untuk memberikan arah dalam menetapkan suatu kebijakan di bidang kependudukan dan KB, serta sebagai salah satu dasar untuk perencanaan dan implementasi pembangunan kependudukan untuk mengantisipasi dan mengarahkan perkembangan kependudukan. Selanjutnya, diperlukan adanya suatu acuan dalam menyusun program dan kegiatan pembangunan kependudukan di masa mendatang. Di mana pembangunan kependudukan ini merupakan upaya mewujudkan pembangunan berkelanjutan untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk saat ini, sekaligus mempertimbangkan kesejahteraan penduduk di masa mendatang.

Selain itu, pembangunan kependudukan merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan visi Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Provinsi Sulawesi Tengah 2005-2025 yaitu Sulawesi Tengah yang Maju, Mandiri, Sejahtera, Aman, dan Berkeadilan.

Arah pembangunan jangka panjang Sulawesi Tengah adalah peningkatan kualitas SDM. Kualitas sumber daya manusia memiliki dimensi yang luas tidak sebatas dimensi fisik saja, tetapi meliputi dimensi nonfisik atau nonlahiriah terkait dengan watak, perilaku, dan hal yang bersifat spiritual serta berbagai aspek pembangunan lainnya yang sangat terkait. Karena itu maka peningkatan kualitas hidup manusia di Sulawesi Tengah dilakukan melalui pengelolaan dan pengendalian aspek kependudukan baik jumlah, distribusi, struktur, dan peningkatan kualitas lingkungannya, peningkatan pengetahuan, berupa kemudahan akses, pemerataan, relevansi, dan mutu pelayanan sosial dasar dan sosial budaya. Arah pembangunan jangka panjang Sulawesi Tengah terkait kependudukan sebagaimana tercantum dalam dokumen RPJPD Provinsi Sulawesi Tengah tahun 2005-2025, ditempuh melalui:

a. Peningkatan kualitas penduduk sebagai pelaku dan sasaran pembangunan melalui pemahaman yang baik tentang keluarga kecil bahagia dan sejahtera, membatasi kelahiran dan laju

(20)

pertumbuhan penduduk, menata penyebaran dan mobilitas penduduk disesuaikan dengan pembangunan wilayah terutama transmigrasi.

b. Peningkatan kualitas perencanaan dan pengembangan administrasi kependudukan melalui penyempurnaan kegiatan pencatatan, pengolahan, dan analisa data dalam rangka pengembangan sistem informasi dan administrasi kependudukan, sehingga menjamin ketersediaan data yang akurat dan sistimatis guna mengendalikan perkembangan penduduk di semua tingkatan wilayah administrasi.

Pembangunan berwawasan kependudukan berorientasikan pada partisipasi penduduk sesuai dengan pengembangan potensi, sehingga meningkatkan kualitas penduduk yang menjadi tujuan dari pembangunan. Dengan meningkatnya kualitas penduduk maka dapat meningkatkan daya saing daerah dan pendapatan yang diperoleh, yang dalam hal ini dapat meningkatkan pula PDRB per kapita, sehingga isu tentang kemiskinan dan kelaparan dapat diberantas dengan sendirinya termasuk di Provinsi Sulawesi Tengah yang memiliki penduduk miskin sangat besar yaitu sebesar 14 persen. Ketimpangan dalam distribusi pendapatan (kesenjangan ekonomi) dan tingkat kemiskinan yang menjadi masalah kependudukan merupakan masalah-masalah yang tidak asing bagi daerah berkembang seperti Provinsi Sulawesi Tengah.

(21)
(22)

BAB II

PENDEKATAN, KEBIJAKAN, TUJUAN DAN SASARAN PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN

Demografi (demography) merupakan salah satu faktor penentu pertumbuhan penduduk (population growth). Di mana pertumbuhan penduduk yang dialami oleh suatu daerah selama periode waktu tertentu sangat tergantung pada karakteristik demografis, antara lain: tingkat pertumbuhan penduduk alamiah (yaitu jumlah kelahiran dikurangi kematian) dan arus migrasi bersih.

Karakteristik demografi lainnya juga berdampak pada populasi penduduk (misalnya populasi sebelumnya, struktur usia, atau kepadatan penduduk). Secara lebih luas, perubahan populasi dan dinamika populasi telah diteliti oleh banyak disiplin ilmu, termasuk geografi dan ekonomi transportasi, perencanaan kota, dan studi demografi serta ekonomi regional (Marcos et al., 2018).

Sementara itu, Chi dan Ventura (2011) mengusulkan pendekatan interdisipliner dalam mempelajari dinamika populasi, yang mengacu pada teori sebelumnya yang dikembangkan dalam berbagai disiplin ilmu yang terpisah. Dalam kerangka ini, determinan dinamika kependudukan berkisar pada lima komponen, yaitu;

karakteristik demografi dan kondisi sosial ekonomi daerah yang diteliti serta aksesibilitas transportasi, lingkungan alam, penggunaan dan pengembangan lahan. Selain faktor-faktor berpengaruh tersebut, juga menekankan pentingnya memperhitungkan efek spasial dan temporal dalam dinamika populasi. Beberapa pendekatan penting dalam pembangunan kependudukan yang diuraikan sebagai berikut.

(23)

2.1. Pendekatan Pembangunan Kependudukan

Pendekatan-pendekatan pembangunan kependudukan yang ditempuh untuk mencapai kualitas penduduk yang unggul dan berdaya saing tinggi sebagai berikut:

1. Menempatkan aspek kependudukan sebagai titik sentral pembangunan dan mengintegrasikan kebijakan kependudukan ke dalam kebijakan pembangunan sosial budaya, ekonomi, dan lingkungan hidup.

2. Mendorong tercapainya jejaring (networking) kebijakan antarpemangku kepentingan di provinsi dan kabupaten/kota dalam membangun tata kelola kependudukan untuk mendukung terciptanya pembangunan berkelanjutan.

3. Mewujudkan sinkronisasi dan harmonisasi berbagai peraturan perundang-undangan dan kebijakan pemerintah di tingkat pusat dan daerah tentang kependudukan.

4. Memfasilitasi perkembangan kependudukan ke arah yang seimbang antara jumlah, struktur, dan persebaran penduduk dengan lingkungan hidup, baik yang berupa daya dukung alam maupun daya tampung lingkungan serta kondisi perkembangan sosial dan budaya serta aspek kebencanaan.

5. Mengintegrasikan kegiatan ekonomi secara sinergis antara wilayah pertumbuhan kabupaten/kota dengan wilayah perdesaan menjadi suatu sistem wilayah pengembangan ekonomi yang mampu menarik gerak keruangan penduduk yang aman, nyaman, cepat, dan terjangkau.

6. Membangun potensi dan sinergi aktor kependudukan, baik pada level individu, keluarga maupun masyarakat (stakeholders) untuk meningkatkan kualitas penduduk yang mendukung pembangunan berkelanjutan.

7. Mewujudkan pembangunan keluarga yang sejahtera, sehat, maju, mandiri, dan harmonis yang berkeadilan dan berkesetaraan

(24)

gender, serta mampu merencanakan sumber daya keluarga dan jumlah anak yang ideal.

8. Mewujudkan migrasi tenaga kerja lokal Provinsi Sulawesi Tengah, nasional, dan internasional secara terarah, tertib, teratur, dan terlindungi.

9. Meningkatkan partisipasi masyarakat dan transparansi kebijakan dalam membangun tata kelola kependudukan yang berpusat pada manusia (people centered), termasuk membangun sistem informasi dan data kependudukan yang transparan dan akuntabel.

10. Membangun kesadaran, sikap, dan kebijakan bagi kesamaan hak dan kewajiban antarkelompok, termasuk kesadaran gender bagi terciptanya kehidupan yang serasi, selaras, dan seimbang demi tercapainya tujuan- tujuan pembangunan.

2.2. Kebijakan Pembangunan Kependudukan

Beberapa arah kebijakan dan prinsip dasar dalam pembangunan kependudukan yang menjadi patron (referensi) secara nasional sebagai berikut:

1. Pembangunan kependudukan yang menggunakan pendekatan hak asasi sebagai prinsip utama untuk mencapai kaidah berkeadilan.

2. Pembangunan kependudukan yang mengakomodasi partisipasi semua pemangku kepentingan, baik di tingkat pusat, daerah, maupun masyarakat.

3. Pembangunan kependudukan yang mendasarkan penduduk sebagai titik sentral pembangunan, yaitu penduduk sebagai pelaku (subjek) maupun penikmat (objek) pembangunan.

4. Pembangunan kependudukan yang mampu menjadi bagian dari usaha untuk mencapai pembangunan berkelanjutan.

(25)

5. Pembangunan kependudukan yang mampu menyediakan data dan informasi kependudukan yang tepat (valid) dan dapat dipercaya (reliabel).

2.3. Tujuan Pembangunan Kependudukan

Pembangunan penduduk merupakan konsep perencanaan pembangunan kependudukan daerah yang bertujuan untuk memberikan arah sekaligus menjadi acuan bagi multipihak (pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha) dalam mewujudkan visi pembangunan kependudukan yang berkelanjutan. Pada konteks ini, maka pembangunan kependudukan menjadi rujukan dalam penyusunan berbagai dokumen perencanaan kependudukan pada berbagai wilayah.

Tujuan umum pembangunan kependudukan adalah tercapainya kualitas penduduk yang tinggi, sehingga mampu menjadi faktor penting dalam mencapai kemajuan pembangunan daerah. Tujuan-tujuan khusus pembangunan kependudukan sebagai berikut:

1. Mendukung koordinasi antarpelaku pembangunan dalam mencapai tujuan pembangunan kependudukan nasional dan daerah.

2. Menjamin terdatanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik antardaerah, antarruang, antarwaktu, antarfungsi pemerintah provinsi dan kabupaten maupun antara pemerintah pusat dan daerah khususnya dalam pembangunan kependudukan.

3. Menjamin keterkaitan dan konsistensi pembangunan kependudukan Provinsi Sulawesi dan kabupaten/kota serta nasional dalam hal perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan.

4. Menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif, berkeadilan, dan berkelanjutan khususnya di dalam pembangunan kependudukan.

(26)

5. Memastikan pertumbuhan seimbang.

6. Mewujudkan kualitas sumber daya manusia yang sehat jasmani dan rohani, cerdas, mandiri, beriman, bertakwa, berakhlak mulia, dan berdaya saing tinggi.

7. Terciptanya keluarga yang berketahanan, sejahtera, sehat, maju, mandiri, dan harmonis.

8. Meningkatnya keseimbangan persebaran penduduk yang serasi dengan daya dukung alam dan daya tampung lingkungan.

9. Tersedianya data kependudukan yang tertib, akurat, dan dapat dipercaya.

2.4. Sasaran Pembangunan Kependudukan

Sasaran pembangunan kependudukan yang ingin dicapai Provinsi Sulawesi Tengah berdasarkan 5 (lima) pilar yaitu:

1. Terkendalinya kuantitas penduduk di Provinsi Sulawesi Tengah.

2. Meningkatnya kualitas penduduk Sulawesi Tengah dari periode ke periode pembangunan.

3. Terbangunnya keluarga masyarakat Sulawesi Tengah yang sejahtera, sehat, maju, mandiri, dengan jumlah anak ideal dalam keharmonisan yang berkeadilan dan kesetaraan gender.

4. Tertatanya persebaran dan pengarahan mobilitas penduduk Sulawesi Tengah.

5. Terbangunnya penataan dan pengelolaan database kependudukan secara baik dan akurat.

(27)
(28)

BAB III

KONDISI KEPENDUDUKAN SULAWESI TENGAH

Pada beberapa abad yang lalu terlihat percepatan pertumbuhan penduduk. Namun pada abad berikutnya, sangat mungkin terjadi pertumbuhan populasi melambat, bahkan mungkin sampai berhenti. Jika pertumbuhan populasi melambat, maka abad ke-20 adalah menjadi satu-satunya abad dalam sejarah umat manusia untuk melihat pertambahan populasi bumi dalam satu kali seumur hidup (Cohen, 2000). Salah satu masalah kependudukan di Indonesia adalah jumlah penduduk yang besar dan saat ini menduduki peringkat keempat tertinggi di dunia setelah China, India, dan Amerika Serikat. Berdasarkan asumsi bahwa jumlah yang besar tanpa disertai dengan kualitas yang memadai akan menjadi “beban” pembangunan, maka kebijakan pengendalian pertumbuhan penduduk menjadi justifikasi untuk mengatasi permasalahan tersebut. Pada waktu yang bersamaan, kebijakan ini harus disertai dengan usaha untuk meningkatkan kualitas penduduk dalam rangka mengubah “beban” menjadi “aset” pembangunan.

3.1. Kondisi Kependudukan

Berdasarkan data BPS, jumlah penduduk Sulawesi Tengah sejak periode 2013-2017 cenderung meningkat, yakni dari 2.785.488 jiwa pada tahun 2013 menjadi 2.966.325 jiwa pada tahun 2017 dan bertambah menjadi 3.001.911 jiwa pada tahun 2018. Tingkat kepadatan penduduk Sulawesi Tengah cenderung meningkat sejak periode 2013-2018 yakni dari 45 jiwa/km2 pada tahun 2013 menjadi 47 jiwa/km2 tahun 2018.

(29)

Tabel 3.1 Perkembangan Jumlah Penduduk, Laju Pertumbuhan Penduduk, dan Tingkat Kepadatan Penduduk Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2013-2018

No.Indikator201320142015201620172018

1. Jumlah Penduduk (Jiwa) 2.785.4882.831.2832.876.6892.921.7152.966.3253.001.911

- Laki-laki (Jiwa)1.423.9381.446.8901.469.6261.492.1521.514.4571.528.153

- Perempuan (Jiwa)1.361.5502.831.2831.407.0631.429.5631.451.8681.473.758

2. Laju Pertumbuhan Penduduk (%) 1,951,641,601,571,521.53 3. Tingkat Kepadatan Penduduk (jiwa/km2) 454647474747

Sumber: BPS tahun 2018.

(30)

Berdasarkan data pada tabel di atas, menunjukkan bahwa jumlah penduduk Provinsi Sulawesi Tengah secara rata-rata mengalami pertumbuhan 1,65 persen pada periode 2013-2017.

Keberhasilan Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Tengah dalam menekan angka pertumbuhan penduduk, menunjukkan keberhasilan dalam meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya perencanaan keluarga yang baik. Dalam jangka panjang, keberhasilan menekan laju pertumbuhan penduduk ini dapat mengurangi berbagai permasalahan sosial yang muncul di masa mendatang.

Komposisi penduduk Provinsi Sulawesi Tengah pada tahun 2017 lebih didominasi oleh laki-laki dengan rasio 1,05. Jumlah penduduk yang memasuki usia kerja (15-64 tahun) mencapai 5.407.757 jiwa atau sebesar 66,62 persen dari total penduduk Sulawesi Tengah. Kondisi tersebut menggambarkan kecukupan ketersediaan sumber daya manusia yang dapat bekerja dalam mendukung percepatan pembangunan ekonomi Provinsi Sulawesi Tengah.

Berdasarkan data BPS, jumlah penduduk Sulawesi Tengah sebanyak 3.001.911 jiwa pada tahun 2018. Dari jumlah ini, sebanyak 1.528.153 jiwa berjenis kelamin laki-laki, dan sisanya yaitu 1.473.758 jiwa adalah perempuan. Penduduk paling banyak di Sulawesi Tengah terdapat di Kabupaten Parigi Moutong yaitu berjumlah 481.465 jiwa atau sekitar 16 persen dari total penduduk Sulawesi Tengah. Selanjutnya, kabupaten/kota kedua yang memiliki penduduk terbanyak adalah Kota Palu yaitu 384.475 jiwa, dan yang ketiga adalah Kabupaten Banggai dengan jumlah penduduk 370.593 jiwa atau sekitar 12 persen dari jumlah penduduk Sulawesi Tengah.

Secara lebih rinci, jumlah penduduk menurut kabupaten/kota di Sulawesi Tengah tahun 2018 terdapat pada tabel sebagai berikut.

(31)

Tabel 3.2 Jumlah Penduduk Laki-laki dan Perempuan Antarkabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2018

Kabupaten/Kota Laki-laki Perempuan Total

Banggai Kepulauan 58.843 58.402 117.245

Banggai 188.026 182.567 370.593

Morowali 60.609 58.388 118.997

Poso 129.211 121.164 250.375

Donggala 153.267 147.438 300.705

Tolitoli 118.304 114.380 232.684

Buol 80.926 77.474 158.400

Parigi Moutong 246.288 235.177 481.465

Tojo Una-Una 77.500 74.547 152.047

Sigi 120.807 115.265 236.072

Banggai Laut 36.731 36.759 73.490

Morowali Utara 65.167 60.196 125.363

Palu 192.474 192.001 384.475

Sulawesi Tengah 1.528.153 1.473.758 3.001.911

Sumber: BPS tahun 2018.

3.1.1. Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP)

Secara demografis, abad ke-21 memiliki populasi global yang tumbuh lebih lambat, jumlah penduduknya yang lebih besar, lebih banyak penduduk yang tinggal di daerah perkotaan, dan lebih berumur panjang dari populasi penduduk pada abad ke-20 (Cohen, 2000). Kondisi laju pertumbuhan penduduk di Indonesia, termasuk

(32)

di Provinsi Sulawesi Tengah senantiasa mengalami peningkatan.

Hal ini tercermin dari hasil sensus penduduk tahun 2010, di mana Indonesia menunjukkan gejala akan terjadinya ledakan penduduk.

Namun, kondisi jumlah penduduk Sulawesi Tengah meningkat secara moderat. Jumlah penduduk Provinsi Sulawesi Tengah tahun 2013 tercatat 2.78 juta jiwa dengan laju pertumbuhan 1,95 persen per tahun, sementara pada tahun 2017 masih tercatat 3.00 juta jiwa. Laju pertumbuhan penduduk ini jika tetap pada angka itu maka diperkirakan penduduk Sulawesi Tengah pada 2045 sebesar 3,94 juta jiwa. Sementara pada tahun 2045, jumlah penduduk Indonesia diperkirakan mencapai 450 juta jiwa. Peningkatan penduduk yang tinggi ini akan mengakibatkan permasalahan dan dampak negatif jika tidak dikendalikan. Laju pertumbuhan penduduk di Sulawesi Tengah dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.3 Laju Pertumbuhan Penduduk Provinsi Sulawesi Tengah menurut Kabupaten/Kota Tahun 2010-2017 dan 2016-2017

No. Kabupaten/

Kota

Jumlah Penduduk (ribu) Laju Pertumbuhan Pendudukan per Tahun (%) 2010 2016 2017 2010-2017 2016-2017 1. Banggai Kepulauan 109,8 116,0 116,8 0,89 0,69

2. Banggai 325,1 360,0 365,6 1,69 1,55

3. Morowali 102,7 115,2 117,3 1,92 1,85

4. Poso 210,2 240,8 246 2,27 2,15

5. Donggala 278,6 296,4 299,2 1,02 0,94

6. Tolitoli 212,1 228,5 231 1,23 1,09

7. Buol 133,0 152,3 155,6 2,26 2,16

8. Parigi Moutong 415,3 465,9 474,3 1,92 1,82

(33)

9. Tojo Una-una 138,3 149,2 150,8 1,24 1,08

10. Sigi 215,8 232,2 234,6 1,20 1,04

11. Banggai Laut 62,5 70,9 72,3 2,10 1,99

12. Morowali Utara 104,6 120,3 123 2,34 2,21

13. Kota Palu 338,0 374,0 379,8 1,68 1,54

Sulawesi Tengah 2.646,0 2.921,7 2.966,3 1,65 1,53 Sumber: BPS tahun 2018.

Jika diperinci menurut kelompok umur, penduduk di Provinsi Sulawesi Tengah masih lebih banyak umur yang tidak produktif.

Artinya bahwa lebih banyak penduduk yang menggantungkan hidupnya pada orang lain yang masuk dalam kategori usia produktif, sehingga tingkat dependency ratio relatif masih tinggi.

Hal ini dapat dilihat pada jumlah penduduk pada kelompk umur 0-4 tahun sebanyak 312.822 jiwa, 5-9 tahun sebanyak 280.957 jiwa dan seterusnya. Pada saat memasuki usia 15 tahun jumlah penduduk menurun menjadi 275.980 jiwa. Jumlah ini terus menurun hingga umur lebih dari 65 tahun.

Jumlah penduduk yang berumur lebih dari 65 tahun sebanyak 130.779 jiwa. Jumlah yang sedikit ini disebabkan karena umur harapan hidup (UHH) di Sulawesi Tengah adalah 63 tahun. Diperlukan upaya yang sungguh-sungguh untuk meningkatkan angka harapan hidup di Provinsi Sulawesi Tengah melalui peningkatan pendidikan, kesehatan, dan perekonomian, sehingga tercapai kesejahteraan masyarakat Sulawesi Tengah secara menyeluruh. Berikut ini adalah jumlah penduduk Sulawesi Tengah berdasarkan kelompok umur.

(34)

Tabel 3.4 Jumlah Penduduk menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin

Kelompok Umur Jenis Kelamin

Jumlah Laki-laki Perempuan

0 – 4 159.585 153.237 312.822

5 – 9 144.721 136.236 280.957

10 – 14 142.423 135.127 277.550

15 – 19 140.886 135.094 275.980

20 – 24 128.639 124.913 253.552

25 – 29 125.817 122.396 248.213

30 – 34 125.904 123.553 249.457

35 – 39 121.329 116.214 237.543

40 – 44 107.796 102.176 209.972

45 – 49 88.694 83.230 171.924

50 – 54 70.857 65.886 136.743

55 – 59 54.973 50.279 105.252

60 – 64 39.298 36.283 75.581

65+ 63.535 67.244 130.779

Total 1.514.457 1.451.868 2.966.325

Sumber: BPS tahun 2018.

Selanjutnya, jika diperinci menurut desa/kelurahan, jumlah penduduk paling banyak terdapat di perdesaan/kelurahan yang ada di Kota Palu, yaitu 8.256 jiwa per desa/kelurahan. Sedangkan jumlah penduduk di perdesaan/kelurahan paling sedikit terdapat

(35)

di Kabupaten Banggai Kepulauan, yaitu rata-rata hanya 811 jiwa per desa/kelurahan. Kepadatan penduduk di Sulawesi Tengah per desa/kelurahan dapat dilihat pada tabel sebagai berikut.

Tabel 3.5 Jumlah Penduduk Desa/Kelurahan dan Kepadatan Penduduk Per Desa/Kelurahan menurut Kabupaten/Kota di

Sulawesi Tengah Tahun 2017

No. Kabupaten/Kota Penduduk Desa/Kelurahan Rata-rata Penduduk Per Desa

1. Banggai Kepulauan 116.811 144 811

2. Banggai 365.616 337 1085

3. Morowali 117.330 133 882

4. Poso 245.993 170 1447

5. Donggala 299.174 167 1791

6. Tolitoli 230.996 109 2119

7. Buol 155.593 115 1353

8. Parigi Moutong 474.339 283 1676

9. Tojo Una-Una 150.820 146 1033

10. Sigi 234.588 176 1333

11. Banggai Laut 72.298 66 1095

12. Morowali Utara 122.985 125 984

13. Kota Palu 379.782 46 8256

Sulawesi Tengah 2.966.325 2.017 1.471 Sumber: BPS tahun 2018.

(36)

3.1.2. Rasio Ketergantungan

Secara empiris, terdapat banyak penelitian yang meneliti hubungan antara tingkat tabungan dan faktor demografi di berbagai negara. Coale dan Hoover (1958), memperkenalkan tesis ketergantungan penduduk, berpendapat bahwa rasio penduduk usia muda yang lebih tinggi dalam distribusi populasi akan mendorong tingkat tabungan yang lebih rendah. Penelitian yang dilakukan Fry dan Mason (1982), dan Mason (1988) menyatakan bahwa kehadiran anak-anak mendorong rumah tangga untuk meningkatkan konsumsi dan mengurangi tabungan. Tingkat tabungan yang lebih rendah karena rasio ketergantungan pemuda yang tinggi. Namun, terjadi penurunan pesat pada sebagian besar negara maju dan berkembang selama beberapa dekade, karena tingkat kesuburan telah secara bertahap menurun di sebagian besar negara berpenghasilan tinggi.

Penelitian yang dilakukan oleh Higgins dan Williamson (1997) dan Higgins (1998) menunjukkan bahwa rasio ketergantungan usia tua juga merupakan komponen penting untuk menjelaskan tingkat tabungan, membangun teori yang membahas korelasi negatif antara rasio ketergantungan usia tua dan tingkat tabungan.

Menurut Higgins (1998), bahwa tingkat tabungan akan lebih rendah ketika rasio ketergantungan lebih tinggi.

Secara umum pengertian rasio ketergantungan (dependency ratio) adalah perbandingan antara jumlah penduduk umur 0-14 tahun ditambah dengan jumlah penduduk 65 tahun ke atas (keduanya disebut dengan bukan angkatan kerja) dibandingkan dengan jumlah penduduk usia 15-64 tahun (angkatan kerja).

Berdasarkan data hasil Survei Penduduk Antar Sensus (Supas) BPS tahun 2015 menunjukkan bahwa rasio ketergantungan penduduk Indonesia adalah 49,20. Nusa Tenggara Timur, rasio ketergantungan penduduk tertinggi sebesar 69,30, dan terendah adalah DKI Jakarta sebesar 39,41.

(37)

Pada tahun 1971 tercatat rasio ketergantungan di Indonesia sangat tinggi, yaitu 86,8. Ini berarti setiap 100 penduduk produktif menanggung 86,8 penduduk tidak produktif yang terdiri dari lansia dan anak-anak. Angka tersebut turun menjadi 79,3 pada tahun 1980; 67,8 pada tahun 1990; 53,8 pada tahun 2000; dan 51,3 pada tahun 2010; serta pada tahun 2017 rasio ketergantungan penduduk di Indonesia menurun menjadi 48,42. Perubahan ini merupakan gambaran bahwa jumlah penduduk usia produktif semakin meningkat relatif terhadap pertambahan jumlah penduduk usia tidak produktif. Jika kecenderungan penurunan ini berlangsung terus, maka diharapkan Indonesia akan segera mencapai fase ketika rasio ketergantungan mencapai titik terendah, yang disebut dengan windows of opportunity.

Berdasarkan kondisi penduduk tersebut di atas, menurut Painter dan Lee (2009), laju pertumbuhan penduduk usia produktif menunjukkan bahwa Indonesia telah mengalami transisi demografi yang telah menghasilkan bonus demografi. Bonus demografis atau hadiah demografis berarti bahwa manfaat ekonomi disebabkan oleh penurunan rasio ketergantungan sebagai akibat dari pengurangan dalam proses kesuburan jangka panjang. Menurut Goujon (2006), transisi demografis adalah konsep yang dikembangkan untuk menunjukkan perjalanan demografis populasi dari status masyarakat tradisional di mana kesuburan dan kematian tingkat tinggi ke status masyarakat modern, di mana tingkat kesuburan dan kematian rendah.

Secara umum dipahami bahwa bonus demografi terjadi pada keadaan jumlah penduduk usia produktif lebih banyak dibandingkan dengan jumlah penduduk usia nonproduktif atau rasio ketergantungan di bawah 50. Artinya, indikator ketergantungan di bawah 50 persen merupakan indikator bonus demografi (jumlah kelompok usia produktif lebih tinggi dari jumlah kelompok usia nonproduktif).

Hasil Supas 2015 antarprovinsi menunjukkan Provinsi Nusa Tenggara Timur memiliki angka rasio ketergantungan penduduk

(38)

tertinggi dengan nilai 69,3, yang berarti setiap 100 penduduk usia produktif (15-64 tahun) menanggung beban sebanyak 69,3 penduduk usia nonproduktif (kurang dari 15 tahun dan 65 tahun ke atas). Kemudian Provinsi Maluku Utara dengan rasio 60,95, Provinsi Maluku 60,82, Provinsi Sulawesi Tenggara 60,43, dan Provinsi Sulawesi Barat 59,58. Kondisi ini dapat dinyatakan bahwa provinsi- provinsi tersebut tidak mengalami bonus demografi. Berbeda dengan daerah lain, Provinsi Sulawesi Tengah menunjukkan kondisi yang lebih baik, di mana jumlah penduduk usia produktif (15-64 tahun) lebih besar, yaitu sebesar 66,22 persen atau rasio ketergantungan 47,97. Provinsi Sulawesi Tengah sedang memasuki pintu bonus demografi, dengan jumlah penduduk usia 65 ke atas sebesar 29,37 persen.

Berdasarkan data perbandingan rasio ketergantungan secara nasional dengan Provinsi Sulawesi Tengah, maka sejak tahun 2015 hingga tahun 2018 rasio ketergantungan Provinsi Sulawesi lebih rendah dari nasional. Pada tahun 2015 rasio ketergantungan nasional 49,81, sedangkan Sulawesi Tengah 47,99. Rasio ketergantungan ini terus menurun hingga tahun 2018, di mana rasio ketergantungan nasional 48,23, sedangkan Sulawesi Tengah 47,83.

Hal ini menunjukkan kondisi Sulawesi Tengah lebih baik dibanding nasional. Data perbandingan rasio ketergantungan Indonesia dengan Sulawesi Tengah terdapat pada tabel sebagai berikut.

(39)

Tabel 3.6 Rasio Ketergantungan Indonesia dan Sulawesi Tengah Periode 2014-2017

No. Tahun Dependency Ratio

Indonesia Sulawesi Tengah

1. 2014 50,88 51,04

2. 2015 49,81 47,99

3. 2016 49,32 47,98

4. 2017 48,42 47,97

5. 2018 48,23 47,83*

Sumber: SDKI 2017, diolah kembali.

(40)

BAB IV

KUANTITAS PENDUDUK

Fertilitas (fertility) adalah pilihan orang tua yang melibatkan siklus hidup atas sumber daya mereka, dari mana mereka dapat memperoleh kepuasan sebagai konsumen dan memperoleh manfaat sebagai produsen dari tenaga kerja dan pengasuhan anak yang mendukung. Selain itu, fertilitas juga dapat menjadi sumber eksternalitas yang memengaruhi anggota masyarakat, selain orang tua sebagai pembuat keputusan. Masyarakat memandang fertilitas sebagai masalah dalam kebijakan sosial (Schultz, 2007).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Bloom dan Williamson (1998), Lee (2003), Ha dan Lee (2016), yang menggunakan penurunan angka kematian dan fertilitas sebagai faktor dalam transisi demografi itu sendiri. Ketika kelompok usia bergeser dari nonproduktif ke produktif, investasi yang sebelumnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan populasi yang lebih muda dapat dialihkan untuk memenuhi tuntutan pembangunan ekonomi dan kesejahteraan keluarga (Bloom dan Luca, 2016; Simon et al., 2012;

Zulkarnain et al., 2022).

4.1. Tingkat Fertilitas

Menurut Schultz (2007), tingkat fertilitas menurun hingga setengahnya di negara-negara berpenghasilan tinggi selama abad ke-20 menyebabkan pertumbuhan penduduk terhenti di banyak negara ini. Penurunan fertilitas lebih dari setengah di negara- negara berpenghasilan rendah dalam kurun waktu 40 tahun (1965- 2005) belum diperhitungkan secara komprehensif, meskipun ahli

(41)

demografi sepakat bahwa tren kesuburan ini tidak dapat diubah dan besarnya populasi dunia akan stabil di abad ke-21.

Secara keseluruhan, tingkat fertilitas pada remaja telah turun secara signifikan sejak 2004 (United Nation, 2017a; 2017b;

2018, 2019a; 2019b; 2019c). Namun, disparitas antar dan di dalam negara dan antarkelompok populasi menunjukkan bahwa sejumlah besar kaum muda tidak memiliki akses ke sarana untuk mengontrol kesuburan mereka dengan hal-hal penting implikasi bagi kesejahteraan mereka. Agenda 2030 mengakui saling ketergantungan antara memastikan akses universal ke layanan perawatan kesehatan seksual dan reproduksi dan tujuan pembangunan lainnya, termasuk mengakhiri kemiskinan dalam segala bentuknya. Karena kemiskinan merupakan salah satu faktor yang memengaruhi pernikahan remaja, kehamilan dan kelahiran.

Tingkat fertilitas total atau total fertility rate (TFR) adalah jumlah anak yang akan dipunyai seorang wanita selama masa reproduksinya per 1000 wanita. Asumsi yang digunakan yaitu tidak ada seorang perempuan pun yang meninggal sebelum mengakhiri masa reproduksinya dan tingkat fertilitas menurut umur tidak berubah pada periode waktu pengukuran. Tingkat fertilitas sangat beragam antarkelompok wanita. Wanita di daerah perkotaan secara rata-rata mempunyai 0,3 anak lebih sedikit dibandingkan wanita di daerah perdesaan, masing-masing 2,4 anak dan 2,7 anak. Hubungan antara pendidikan dan tingkat fertilitas seperti huruf U terbalik. Wanita dengan pendidikan tidak tamat SD dan tamat SD mempunyai TFR paling tinggi. Variasi TFR menurut indeks kekayaan terlihat tajam. Tingkat fertilitas wanita di rumah tangga termiskin jauh lebih tinggi dibandingkan dengan wanita di rumah tangga terkaya, masing-masing 4,4 kelahiran dan 3,4 kelahiran.

Variasi tingkat fertilitas antarprovinsi cukup besar. Kondisi fertilitas di Indonesia dapat digambarkan bahwa Provinsi Nusa Tenggara Timur tercatat sebagai daerah yang memiliki TFR tertinggi yaitu 3,4, disusul oleh Provinsi Maluku dan Maluku Utara masing-masing 3,3.

Daerah yang memiliki TFR paling rendah yaitu Provinsi Jawa Timur

(42)

dan Kepulauan Riau yaitu 2,1. Melihat angka tersebut, maka TFR Sulawesi Tengah berada pada posisi sedang yaitu 2,7. Variasi TFR di Indonesia terdapat pada gambar sebagai berikut.

Sumber: SDKI 2017, diolah kembali.

Gambar 4.1 TFR Antarprovinsi Tahun 2017

(43)

Berdasarkan data, TFR Sulawesi Tengah lebih tinggi dibanding TFR nasional dari tahun 1997-2017. Berdasarkan hasil data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI), TFR Provinsi Sulawesi Tengah tahun 1997 sebesar 3,04 sedangkan nasional hanya 2,6.

Kondisi ini mengalami penurunan hingga tahun 2017, di mana TFR Sulawesi Tengah sebesar 2,7, sementara nasional sebesar 2,4.

Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah berupaya menurunkan TFR, sehingga kualitas penduduk dapat meningkat. Namun, TFR terlalu rendah juga tidak baik, karena jumlah penduduk usia lanjut lebih banyak dibandingkan penduduk usia muda. Target TFR Sulawesi Tengah diturunkan hingga mencapai 2,1. Langkah yang strategis dan mendesak adalah menurunkan angka pernikahan anak. Data Perbandingan TFR nasional dan Provinsi Sulawesi Tengah tahun 1997-2017 berdasarkan data SDKI terdapat pada gambar sebagai berikut.

Sumber: SDKI 1997-2017, diolah kembali.

Gambar 4.2 TFR Indonesia dan Sulawesi Tengah Periode 1997-2017

(44)

Metode lain untuk menggambarkan tren fertilitas dengan membandingkan TFR saat ini dengan TFR sebelumnya. Berdasarkan data pada diagram di atas, TFR dalam 6 (enam) kali survei SDKI selama lebih dari 20 tahun, periode tahun 2002-2003 dan 2017, hasil survei memperlihatkan terjadi penurunan fertilitas dalam dua dekade terakhir di Indonesia maupun di Provinsi Sulawesi Tengah, terutama perubahan pada SDKI 2002-2003 dan SDKI 2017. Pada gambar tersebut terlihat TFR tetap sebesar 2,6 anak per wanita sejak SDKI 2002-2003 sampai tahun 2017.

4.1.1. Angka Fertilitas Umum

Angka Fertilitas Umum atau General Fertility Rate (GFR) merupakan jumlah kelahiran per 1000 wanita yang berumur 15- 49 tahun. GFR menggambarkan jumlah rata-rata anak yang akan terlahir dari seorang wanita sepanjang hidupnya bila ia akan mengalami tingkat kesuburan spesifik usia terkini dan ia akan selamat dari kelahiran sepanjang reproduktifnya. GFR Sulawesi Tengah menunjukkan adanya penurunan dari tahun 1997 hingga tahun 2017. Berdasarkan SDKI tahun 1997, GFR Sulawesi Tengah sebesar 93 terus mengalami penurunan menjadi 85 pada tahun 2017. Jika dibandingkan dengan kondisi nasional, maka GFR Sulawesi Tengah masih lebih tinggi. SDKI 1997 mencatat bahwa GFR nasional sebesar 97 sedangkan GFR Sulawesi Tengah sebesar 98. SDKI tahun 2017 menunjukkan bahwa GFR nasional sebesar 80 dan GFR Sulawesi Tengah lebih tinggi yaitu 85. Perbandingan GFR antara nasional dan Provinsi Sulawesi Tengah terdapat pada tabel sebagai berikut.

(45)

Tabel 4.1 Angka Fertilitas Umum Indonesia dan Sulawesi Tengah Tahun 1997-2017

No. Tahun

(data SDKI)

General Fertility Rate

Indonesia Sulawesi Tengah

1. SDKI 1997 97 98

2. SDKI 2002-2003 89 93

3. SDKI 2007 89 97

4. SDKI 2012 88 94

5. SDKI 2017 80 85

Sumber: SDKI 1997-2017, diolah kembali.

4.1.2. Angka Kelahiran Kasar

Angka Kelahiran Kasar atau Crude Birth Rate (CBR) adalah jumlah Kelahiran Hidup (KH) selama 1 tahun di suatu wilayah dalam setiap 1000 penduduk. CBR dari masa ke masa dapat dimanfaatkan sebagai acuan untuk mengetahui tingkat pertumbuhan (kenaikan atau penurunan) populasi penduduk di suatu wilayah dan dapat dibandingkan dengan wilayah lain. Berdasarkan SDKI tahun 2017, Angka Kelahiran Kasar (CBR) Sulawesi Tengah 18,5, sementara itu CBR nasional lebih rendah yaitu 18,1. CBR Sulawesi Tengah pernah tercatat lebih rendah dari CBR nasional pada tahun 2002-2003 yaitu 21,7, di mana CBR nasional menunjukkan angka yang lebih tinggi yaitu 21,9. Perbandingan CBR nasional dengan CBR Sulawesi Tengah berdasarkan SDKI 1997 hingga 2017 terdapat pada tabel sebagai berikut.

(46)

Tabel 4.2 Angka Kelahiran Kasar Indonesia dan Sulawesi Tengah Periode 1997-2017

No. SDKI Crude Birth Rate (CBR)

Indonesia Sulawesi Tengah

1. SDKI 1997 22,7 -

2. SDKI 2002-2003 21,9 21,7

3. SDKI 2007 19 20,9

4. SDKI 2012 20,4 20,7

5. SDKI 2017 18,1 18,5

Sumber: SDKI 1997-2017, diolah kembali.

4.1.3. Pasangan Usia Subur

Pasangan Usia Subur (PUS) adalah pasangan suami istri yang terikat dalam perkawinan yang sah, yang mana umur istrinya antara 15-49 tahun. Data jumlah PUS di Sulawesi Tengah pada tahun 2015, angka tertinggi terdapat di Kabupaten Parigi Moutong yaitu berjumlah 78.806. Kondisi yang sama terjadi hingga tahun 2017, di mana Kabupaten Parigi Moutong tetap memiliki PUS tertinggi yaitu 94.639. Sedangkan wilayah yang memiliki PUS terkecil terdapat di Kabupaten Banggai Laut sebesar 11.104, dan pada tahun 2017 sebesar 15.990. Perbandingan PUS rata-rata nasional dengan Provinsi Sulawesi Tengah dari tahun 2015-2017 terdapat pada tabel sebagai berikut.

(47)

Tabel 4.3 Pasangan Usia Subur (PUS) di Sulawesi Tengah menurut Kabupaten/Kota Tahun 2015-2017

No. Kabupaten/Kota

Jumlah PUS

2015 2016 2017

1. Tolitoli 37.522 37.590 38.671

2. Donggala 54.696 57.693 55.076

3. Poso 40.494 40.674 41.122

4.. Banggai 61.577 67.390 55.809

5. Kota Palu 68.315 69.380 65.706

6. Bangkep 21.237 16.182 21.629

7. Buol 24.888 17.097 21.663

8. Morowali 21.168 24.029 18.221

9. Parigi Moutong 78.806 96.484 94.639

10. Tojo Unauna 25.463 29.305 21.429

11. Sigi 42.151 42.992 44.168

12. Banggai Laut 11.104 12.041 15.990

13. Morowali Utara 17.900 18.238 19.444

Sulawesi Tengah 505.321 529.095 503.567 Sumber: SDKI 1997-2017, diolah kembali.

(48)

Jumlah peserta KB aktif di Provinsi Sulawesi Tengah pada tahun 2017 sebanyak 392.558 orang. Di mana lebih banyak peserta yang memilih menggunakan alat kontrasepsi jenis suntik, yaitu sebanyak 168.288 orang atau sebesar 43 persen. Sedangkan jenis metode operasi pria (MOP) terkecil yang digunakan hanya sebesar 1.214 atau sebesar 0,3 persen dari keseluruhan peserta.

Jumlah peserta KB aktif menurut kabupaten/kota, maka Kabupaten Parigi Moutong sebagai wilayah yang memiliki jumlah peserta terbanyak yaitu 73.084 orang. Sedangkan jumlah peserta terkecil terdapat di Kabupaten Banggai Laut yaitu sebesar 4.227 orang. Secara lebih rinci, jumlah peserta KB aktif di Sulawesi Tengah menurut jenis alat kontrasepsi di seluruh kabupaten/kota terdapat pada tabel sebagai berikut.

(49)

Tabel 4.4 Peserta KB Aktif berdasarkan Alat Kontrasepsi pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2017

No. Kabupaten/Kota Jumlah PUS Pengguna berdasarkan Alat Kontrasepsi Peserta KB AktifIUDMOWMOPKONDOMIMPLANSUNTIKPIL1.Tolitoli38.671811209601344.36710.6037.73923.9232.Donggala55.0761.4785133424864.50219.37815.83242.5313.Poso41.1225.0331.4071533504.96513.96313.00538.8764.Banggai55.8092.074363533665.95020.23415.13944.1795.Palu65.7067.4262.226602.0804.45818.08415.73850.0726.Bangkep21.62925856-1491.2646.8167.65316.1967.Buol21.6633785321053231.4488.7907.15018.7268.Morowali18.221674444153871.4497.8953.04913.9139.Parigi Moutong94.6393.8802.2322758588.39331.01726.42973.08410.Tojo Una-una21.4291.365564144641.9428.4244.85617.62911.Sigi44.1683.3006561155624.43014.35710.56733.98712.Banggai laut5.99015938484362.0361.5464.22713.Morowali Utara19.44497744418452.6116.6914.42915.215Sulawesi Tengah503.56727.8139.6841.2146.21246.215168.288133.132392.558

Sumber: SDKI 1997-2017, diolah kembali.

Gambar

Tabel 3.1 Perkembangan Jumlah Penduduk, Laju Pertumbuhan Penduduk, dan Tingkat Kepadatan  Penduduk Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2013-2018
Tabel 3.2 Jumlah Penduduk Laki-laki dan Perempuan  Antarkabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2018
Tabel 3.3 Laju Pertumbuhan Penduduk Provinsi Sulawesi Tengah  menurut Kabupaten/Kota Tahun 2010-2017 dan 2016-2017
Gambar 4.1 TFR Antarprovinsi Tahun 2017
+7

Referensi

Dokumen terkait

A large-scale empirical study of practitioners’ use of object-oriented concepts Tony Gorschek Blekinge Institute of Technology Ronneby Sweden [email protected] Ewan Tempero

Students are able to use existing administrative theories to analyze empirical phenomena that exist in daily government practice 3 Description The study of this course includes the

"Chapter 2 Knowledge Management Concepts and Models", Springer Science and Business Media LLC, 2015 Publication lutpub.lut.fi Internet Source Submitted to The New Art College

Overall, while Ortega’s book provides an invaluable overview of the various theories, concepts, and research regarding second language acquisition, some researchers have raised issues

These Table I.1 Précis of book treatment Approaches Keywords Chapters Development thinking Overview 1 Deconstructions Discourse analysis Developmentalism 2 History of development

To the extent that all of these proposals are theories about the process or processes unifying organism lineages to form population lineages, advocacy of any one or more of them

The third edition of An Introduction to the Policy Process provides an introduction to policy process theories, concepts, and models of public policy