PENDAHULUAN
Tikus sawah (Rattus Argentiventer)
Ø hama padi dari golongan mamalia.
Ø Mempunyai sifat-sifat yang berbeda dibandingkan jenis hama utama padi lainya.
Ø Pengendalian hama tikus ini, diperlukan pendekatan yang berbeda dibandingkan hama padi dari serangga/OPT lainnya.
Di Indonesia,kerusakan akibat tikus sawah
pada tahun 2015 mencapai 161.000 ha/tahun.
Kerusakan itu setara dengan kehilangan 555
juta kg beras, cukup untuk makan 6,3 juta
penduduk selama satu tahun.
Lanjut……#
• Total luas serangan tikus sawah di
Indonesia tahun 2010-2017 : 89.260 ha dan 591 ha diantaranya
mengalami puso.
• Serangan tikus sawah di Bali pada kurun waktu 5 Th(2012 – 2017) saja : 12.013 ha dan peningkatan kerusakan per tahun : 2.403 ha.
• Daerah kerusakan terbersar oleh tikus sawah Kab.Tabanan : 6.061 ha atau 1.212 ha/th.
• Dan tahun 2017 hama tikus yg berhasil ditangkap dlm 2 hari pelaksanaan 158.048 ekor . Subak Gadon II
Braban Tabanan 106.943 ekor
(67,7%)
Lanjut…..#
• Berbagai teknologi pengendalian tikus telah dilakukan sampai saat ini ada sekitar 12 teknik pengendalian dari Fisik/mekanis sampai Musuh alami.
• Namun sampai 2011 ini masih terjadi kerusakan yang tinggi ; 1000 ha/th.
• Sehingga perlu inovasi baru yang dapat mengendalikan hama tikus ini, ketingkat populasi ekosistim yang seimbang.
• Inovasi yang dapat memberikan harapan baru pada petani :
INFERTILISASI TIKUS
SAWAH (Rattus argentiventer Rob
& Kloss) TERHADAP PENILAIAN MOTILITAS SPERMATOZOA
DENGAN TEKNIK JANTAN
MANDUL (TJM)
Lanjut …..#
• Knipling (1937) Memperkenalkan pertama kali TJM pada lalat ternak.
• Malin dan Bushlan (1955) TJM dikenalkan sebagai TSM pada serangga.
• Weidhase (1962) TJM untuk mengendalikan
nyamuk Cx. p. fatigans dengan dosis 70Gy.
• Petterson (1975) di Florida TJM untuk nyamuk An.
Quadrimaculatus dengan dosis 120 Gy
• Petterso (1975) di California TJM untuk nyamuk Cx. tarsalis dengan dosis 60 Gy.
• Hasil yang ditunjukan untuk penggunaan ke tiga dosis tersebut menyebabkan kemandulan nyamuk jantan sampai 99%.
• La Chance (1967) TJM ditunjukan pada OPT
menyatakan, bahwa kemandulan adalah
ketidakmampuan OPT menghasilkan
keturunan.
Lanjut….#
• Lorenz, Heston, Eschenbrenner dan Deringer (1947) TJM pada tikus menggunakan sinar-X.
• Neary, Munson dan Mole (1953) TJM pada tikus menggunakan neutron cepat, mulai dosis 40 rad sampai dengan 200 rad yang diberikan selama 25 minggu telah terjadi efek
kemandulan/sterilisasi
• Suharjo (1999) TJM pada mencit denga sinar-X mulai dosis
200 rad, 400 rad dan 600 rad, menyebabkan penurunan jumlah sel mulai 120,4 ; 95,6 dan 86,5 buah.
• ICRP No.60 (1990) Dosis 0,15 Gy merupakan dosis ambang terjadinya
sterilisasi sementara dan 3,5-6 Gy dosis ambang sterilisasi yang
permanen
TJM
TJM terutama ditujukan pada OPT yang dapat menurunkan produksi pertanian
TJM pada serangga disebut TSM, ada dua metode TSM :
– pemandulan serangga di lab.
– pemandulan dilapangan.
Keutungan TJM :
q bersifat selektif
q tidak merusak linggkungan
q tidak menimbulkan resistensi
q Tidak perlu musuh alami
KERANGKA BERPIKIR
•Teknologi pengendalian telah dilakuakan mulai dari Fisik/mekanik hingga musuh alami.
•P H T / I P C b e l u m o p t i m a l d a n c e n d r u n g menyebabkan terjadi perubahan ekosistem serta masih membenarkan adanya eradikasi.
Pengendalian TJM (PHT/IPM – Pengelolaan hama terpadu)
Dasar pemikiran I (OPT serangga dan lalat) :
•Knipling (1937) Memperkenalkan pertama kali TJM pada lalat ternak.
•Malin dan Bushlan (1955) TJM dikenalkan sebagai TSM pada serangga.
•Weidhase (1962) TJM untuk mengendalikan nyamuk Cx. p. fatigans dengan dosis 70Gy.
•Petterson (1975) di Florida TJM untuk nyamuk An. Quadrimaculatus dengan dosis 120 Gy
•Petterso (1975) di California TJM untuk nyamuk Cx. tarsalis dengan dosis 60 Gy.
•Hasil yang ditunjukan untuk penggunaan ke tiga dosis tersebut menyebabkan kemandulan nyamuk jantan sampai 99%.
•La Chance (1967) TJM ditunjukan pada OPT menyatakan, bahwa kemandulan adalah ketidakmampuan OPT menghasilkan keturunan.
Pengendalian Kovensional (PHT/IPC – Pengendalian
hama terpadu)
Dasar pemikiran II (OPT tikus dan mencit) :
•Lorenz, Heston, Eschenbrenner dan Deringer (1947)
TJM pada tikus menggunakan sinar-X.
•Neary, Munson dan Mole (1953) TJM pada tikus menggunakan neutron cepat, mulai dosis 40 rad sampai dengan 200 rad yang diberikan selama 25 minggu telah terjadi efek kemandulan/sterilisasi
• Suharjo (1999) TJM pada mencit denga sinar-X mulai dosis 200 rad, 400 rad dan 600 rad, menyebabkan penurunan jumlah sel mulai 120,4 ; 95,6 dan 86,5 buah.
•ICRP No.60 (1990) Dosis 0,15 Gy merupakan dosis ambang terjadinya sterilisasi sementara dan 3,5-6 Gy dosis ambang sterilisasi yang permanen.
TJM pada tikus sawah dengan dosis mulai dari 0; 0,5; 1, 5; 2,5; 3,5; 4,5 dan 5, 5 Gy.
•Nilai Kemandulan
•Nilai Daya Saing kawin
•Pengaruh Karakter biologis dan prilaku tikus betina fertil pasca kawin dengan tikus jantan mandul.
Penghambat perkembangan dan penekanan populasi tikus sawah
KERANGKA KONSEP
Kajian Teori
Pengendalian Konvensional
•Fisik/mekanik
•Persempit pematang dan tanggul
•Gropyokan
•Emposan
•Tanaman serentak
•Eradikasi
•Sanitasi
•Pergiliran tanaman
•Pergiliran varietas
•Varietas tahan
• Rodentisida
• Musuh alami
Pengendalian dengan TJM
Perkembangbiakan masal di lab.
Ekologi Tikus
Sawah Pemandulan/
Sterilisasi
•Karakter morfologi tikus
•Karakter biologi tikus
•Prilaku biologi tikus
•Ketersediaan pakan
•Stadia tanam
•Tempat tinggal sementara
•Struktur sarang sederhana
•Ketahanan hidup yang tinggi terhadap kelaparan
•Memiliki respon yang baik terhadap lingkungan