• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tikus sawah (Rattus Argentiventer)

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "Tikus sawah (Rattus Argentiventer)"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

PENDAHULUAN

Tikus sawah (Rattus Argentiventer)

Ø hama padi dari golongan mamalia.

Ø Mempunyai sifat-sifat yang berbeda dibandingkan jenis hama utama padi lainya.

Ø Pengendalian hama tikus ini, diperlukan pendekatan yang berbeda dibandingkan hama padi dari serangga/OPT lainnya.

Di Indonesia,kerusakan akibat tikus sawah

pada tahun 2015 mencapai 161.000 ha/tahun.

Kerusakan itu setara dengan kehilangan 555

juta kg beras, cukup untuk makan 6,3 juta

penduduk selama satu tahun.

(4)

Lanjut……#

Total luas serangan tikus sawah di

Indonesia tahun 2010-2017 : 89.260 ha dan 591 ha diantaranya

mengalami puso.

Serangan tikus sawah di Bali pada kurun waktu 5 Th(2012 – 2017) saja : 12.013 ha dan peningkatan kerusakan per tahun : 2.403 ha.

Daerah kerusakan terbersar oleh tikus sawah Kab.Tabanan : 6.061 ha atau 1.212 ha/th.

Dan tahun 2017 hama tikus yg berhasil ditangkap dlm 2 hari pelaksanaan 158.048 ekor . Subak Gadon II

Braban Tabanan 106.943 ekor

(67,7%)

(5)

Lanjut…..#

Berbagai teknologi pengendalian tikus telah dilakukan sampai saat ini ada sekitar 12 teknik pengendalian dari Fisik/mekanis sampai Musuh alami.

Namun sampai 2011 ini masih terjadi kerusakan yang tinggi ; 1000 ha/th.

Sehingga perlu inovasi baru yang dapat mengendalikan hama tikus ini, ketingkat populasi ekosistim yang seimbang.

Inovasi yang dapat memberikan harapan baru pada petani :

INFERTILISASI TIKUS

SAWAH (Rattus argentiventer Rob

& Kloss) TERHADAP PENILAIAN MOTILITAS SPERMATOZOA

DENGAN TEKNIK JANTAN

MANDUL (TJM)

(6)

Lanjut …..#

Knipling (1937)  Memperkenalkan pertama kali TJM pada lalat ternak.

Malin dan Bushlan (1955)  TJM dikenalkan sebagai TSM pada serangga.

Weidhase (1962)  TJM untuk mengendalikan

nyamuk Cx. p. fatigans dengan dosis 70Gy.

Petterson (1975) di Florida  TJM untuk nyamuk An.

Quadrimaculatus dengan dosis 120 Gy

Petterso (1975) di California  TJM untuk nyamuk Cx. tarsalis dengan dosis 60 Gy.

• Hasil yang ditunjukan untuk penggunaan ke tiga dosis tersebut menyebabkan kemandulan nyamuk jantan sampai 99%.

La Chance (1967)  TJM ditunjukan pada OPT

menyatakan, bahwa kemandulan adalah

ketidakmampuan OPT menghasilkan

keturunan.

(7)

Lanjut….#

Lorenz, Heston, Eschenbrenner dan Deringer (1947)  TJM pada tikus menggunakan sinar-X.

Neary, Munson dan Mole (1953)  TJM pada tikus menggunakan neutron cepat, mulai dosis 40 rad sampai dengan 200 rad yang diberikan selama 25 minggu telah terjadi efek

kemandulan/sterilisasi

Suharjo (1999)  TJM pada mencit denga sinar-X mulai dosis

200 rad, 400 rad dan 600 rad, menyebabkan penurunan jumlah sel mulai 120,4 ; 95,6 dan 86,5 buah.

ICRP No.60 (1990)  Dosis 0,15 Gy merupakan dosis ambang terjadinya

sterilisasi sementara dan 3,5-6 Gy dosis ambang sterilisasi yang

permanen

(8)

TJM

TJM terutama ditujukan pada OPT yang dapat menurunkan produksi pertanian

TJM pada serangga disebut TSM, ada dua metode TSM :

–  pemandulan serangga di lab.

–  pemandulan dilapangan.

Keutungan TJM :

q bersifat selektif

q tidak merusak linggkungan

q tidak menimbulkan resistensi

q Tidak perlu musuh alami

(9)

KERANGKA BERPIKIR

•Teknologi pengendalian telah dilakuakan mulai dari Fisik/mekanik hingga musuh alami.

•P H T / I P C b e l u m o p t i m a l d a n c e n d r u n g menyebabkan terjadi perubahan ekosistem serta masih membenarkan adanya eradikasi.

Pengendalian TJM (PHT/IPM – Pengelolaan hama terpadu)

Dasar pemikiran I (OPT serangga dan lalat) :

•Knipling (1937) Memperkenalkan pertama kali TJM pada lalat ternak.

•Malin dan Bushlan (1955) TJM dikenalkan sebagai TSM pada serangga.

•Weidhase (1962) TJM untuk mengendalikan nyamuk Cx. p. fatigans dengan dosis 70Gy.

•Petterson (1975) di Florida TJM untuk nyamuk An. Quadrimaculatus dengan dosis 120 Gy

•Petterso (1975) di California TJM untuk nyamuk Cx. tarsalis dengan dosis 60 Gy.

•Hasil yang ditunjukan untuk penggunaan ke tiga dosis tersebut menyebabkan kemandulan nyamuk jantan sampai 99%.

•La Chance (1967) TJM ditunjukan pada OPT menyatakan, bahwa kemandulan adalah ketidakmampuan OPT menghasilkan keturunan.

Pengendalian Kovensional (PHT/IPC – Pengendalian

hama terpadu)

Dasar pemikiran II (OPT tikus dan mencit) :

•Lorenz, Heston, Eschenbrenner dan Deringer (1947)

TJM pada tikus menggunakan sinar-X.

•Neary, Munson dan Mole (1953) TJM pada tikus menggunakan neutron cepat, mulai dosis 40 rad sampai dengan 200 rad yang diberikan selama 25 minggu telah terjadi efek kemandulan/sterilisasi

• Suharjo (1999) TJM pada mencit denga sinar-X mulai dosis 200 rad, 400 rad dan 600 rad, menyebabkan penurunan jumlah sel mulai 120,4 ; 95,6 dan 86,5 buah.

•ICRP No.60 (1990) Dosis 0,15 Gy merupakan dosis ambang terjadinya sterilisasi sementara dan 3,5-6 Gy dosis ambang sterilisasi yang permanen.

TJM pada tikus sawah dengan dosis mulai dari 0; 0,5; 1, 5; 2,5; 3,5; 4,5 dan 5, 5 Gy.

•Nilai Kemandulan

•Nilai Daya Saing kawin

•Pengaruh Karakter biologis dan prilaku tikus betina fertil pasca kawin dengan tikus jantan mandul.

Penghambat perkembangan dan penekanan populasi tikus sawah

(10)

KERANGKA KONSEP

Kajian Teori

Pengendalian Konvensional

•Fisik/mekanik

•Persempit pematang dan tanggul

•Gropyokan

•Emposan

•Tanaman serentak

•Eradikasi

•Sanitasi

•Pergiliran tanaman

•Pergiliran varietas

•Varietas tahan

• Rodentisida

• Musuh alami

Pengendalian dengan TJM

Perkembangbiakan masal di lab.

Ekologi Tikus

Sawah Pemandulan/

Sterilisasi

•Karakter morfologi tikus

•Karakter biologi tikus

•Prilaku biologi tikus

•Ketersediaan pakan

•Stadia tanam

•Tempat tinggal sementara

•Struktur sarang sederhana

•Ketahanan hidup yang tinggi terhadap kelaparan

•Memiliki respon yang baik terhadap lingkungan

Jumlah Spermatozoa Veabilitas Integritas DNA Spermatozoa

Popula si Tikus

Dosis minimum

Popula

si Tikus

(11)

METODELOGI

Waktu dan tempat penelitian

Untuk penyinaran (radiasi) tikus

digunakan pesawat Teleterapi Co-60 FCC 8000F di Instalasi Radioterapi RSUP

Sanglah Denpasar.

Pemeliharaan tikus dilakukan di lab.

Kampus Bukit Jimbaran, mulai tikus diambil dr habitatnya hingga tikus

melahirkan anak dan anaknya dewasa.

Waktu penelitian sekitar 1 tahun

Peralatan dan bahan

Pesawat Teleterapi Co-60 FCC 8000F

Tikus Sawah jantan 50 ekor dan 50 ekor betina.

Kandang tikus dan kelengkapannya

(12)

Proses radiasi

Ø SSD (Source to surface distance) adalah jarak antara sumber radiasi

dengan permukaan lapangan

penyinaran.

Ø dmax , kedalaman maksimum (radiasi gamma Co-60 adalah 0,5 cm) Ø Luas lapangan

ekuivalen 20 x 20 cm2.

d mak Radiasi Co-60

SSD

(13)

ANALISA DATA

DATA DENGAN PERSENTASE MOTILITAS SPERMATOZOA PADA PERLAKUAKN Po, P1, P2, P3, P4, P5, P6

Po = KONTROL P4 = DOSIS 4 GY

P1 = DOSIS 1 Gy P5 = DOSIS 5 GY

P3 = DOSIS 3 GY P6 = DOSIS 6 GY

ANALISIS DATA MENGUNAKAN SPSS

Bila terjadi perbedaan secara nyata, maka dilanjutkan dengan :

Uji jarak berganda Duncan.

Untuk dosis minimum dg analisis polinom atau

regresi.

(14)

HASIL YANG DICAPAI

Reproduksi

Spermatozoa Kontrol

Perlakuan Dosis Radiasi (Gy)

P1 P2 P3 P4 P5 P6

Mortilitas

(%) 90.40

± 0.77 67.34

± 1.49 53.32

± 0.50 48.56

± 0.42 11.64

±0.52 0 0

(15)

PEMBAHASAN

Penilaian gerakan individual spermatozoa mempunyai nilai 0 sampai 5, sebagai berikut:

Ø 0 : Spermatozoa immotile atau tidak bergerak;

Ø 1 : Pergerakan berputar di tempat,

Ø 2 : Pergerakan berayun melingkar, kurang dari 50%

bergerak progresif dan tidak ada gelombang, Ø 3 : Antara 50 sampai 80% spermatozoa bergerak progresif dan menghasilkan gerakan massa,

Ø 4 : Pergerakan progresif yang gesit dan segera

membentuk gelombang dengan 90% sperma motile, Ø 5 : Gerakan yang sangat progresif, gelombang yang

sangat cepat, menunjukkan 100% motile aktif.

(16)

Lanjut

(17)

KESIMPULAN

q Dosis radiasi 3 Gy telah memberikan tekanan terhadap semua sel

spermatozoa, namun daya hidup masih diatas 50% tetapi, spermatozoa tidak memiliki kemampuan gerak progrisif lagi karena motilitas berada dibawah 50%.

Dengan demikian dosis radiasi 3 Gy

telah menyebabkan tikus sawah mandul

secara permanen.

(18)

Referensi

Dokumen terkait

To manage this problem prioritization of watershed based on morphometric parameter is considered in this study so as to contribute something in problem solving of the Upper Gibe