• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HIBAH HARTA KEPADA ANAK HASIL DARI PERNIKAHAN SIRRI (Analisis Putusan Nomor 17/Pdt.G/2023/MS. Bna)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HIBAH HARTA KEPADA ANAK HASIL DARI PERNIKAHAN SIRRI (Analisis Putusan Nomor 17/Pdt.G/2023/MS. Bna)"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

PENDAHULLUAN

Latar Belakang Masalah

  • Rumusan Masalah
  • Manfaat Penelitian

Namun nikah sirri (kawin siri) merupakan perkawinan yang tidak dicatatkan pada Kantor Urusan Agama (KUA) sehingga dapat berdampak pada keluarga (anak dan istri) kelak. Oleh karena itu peneliti menjadikan uraian tersebut sebagai latar belakang masalah dengan judul “Tinjauan Hukum Islam Tentang Pemberian Harta Kepada Anak Hasil Nikah Sirri”. Jadi, solusi yang bisa dilakukan dalam hukum Islam adalah dengan menghibahkan harta benda kepada anak yang berasal dari nikah siri.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa dalam pandangan hukum Islam, pemberian harta kepada anak hasil perkawinan siri tetap sah. Dalam hukum Islam, pemberian hadiah kepada anak hasil perkawinan siri diperbolehkan, sesuai dengan hukum fiqh.

Tujuan Penelitian

Definisi Operasional

Pengertian Hukum Islam menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah suatu peraturan atau kebiasaan yang dianggap mengikat secara resmi dan suatu peraturan atau kebiasaan yang dianggap mengikat secara resmi dan ditegaskan oleh penguasa, pemerintah atau penguasa, serta undang-undang, peraturan dan sebagainya. . digunakan untuk menetapkan tujuan kehidupan masyarakat. Pengertian mewakafkan harta menurut Imam Syafi adalah memberikan hak milik atas harta benda kepada orang lain dan dilakukan selama ia masih hidup tanpa imbalan apa pun. Pengertian anak menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah keturunan kedua yang diperhitungkan hak-haknya sejak masih dalam kandungan ibu.

Pengertian nikah sirri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah perkawinan yang disaksikan oleh satu orang saja dan seorang saksi, tetapi tidak melalui Biro Agama.

Keaslian Penelitian

Penelitian pertama dilakukan oleh Surur (2018) dengan judul “Tinjauan Hukum Islam Tentang Hak Waris Anak Hasil Perkawinan Tidak Dicatat”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pencatatan perkawinan merupakan hal yang paling penting karena merupakan implikasi dari perkawinan, yaitu adanya akta nikah yang kemudian menjadi bukti adanya perkawinan, dan kemudian lahirnya anak. akta tersebut menjadi dasar dan bukti orang tua anak, yang dapat dijadikan bukti bahwa anak tersebut mempunyai hubungan dengan orang tuanya (ahli waris). Anak yang lahir dari perkawinan yang tidak dicatatkan juga tidak mempunyai kekuatan hukum karena orang tua/keturunan dari anak tersebut dan juga tidak mempunyai kekuatan hukum yang mempunyai bukti perkawinan yang sah, yang berakibat pada hilangnya hak waris anak tersebut. Anak dapat terlebih dahulu mengajukan permohonan perkawinan orang tuanya kepada Pengadilan Agama, setelah itu Surat Perintah/atau Putusan Pengadilan yang telah dikeluarkan dapat dijadikan dasar dan bukti sahnya perkawinan tersebut serta dapat dijadikan alat bukti. garis keturunan anak antara ahli waris dan ahli waris.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak yang lahir dari perkawinan yang tidak dicatatkan tidak mewarisi harta menurut Islam, anak tersebut dapat menerima warisan dari orang tuanya menurut cara wasiat wajib. Sedangkan menurut KUH Perdata, anak yang lahir dari perkawinan tidak dicatatkan tetap dapat mewarisi harta benda sesuai dengan ketentuan Pasal 863-.

Metode Penelitian

  • Jenis dan Pendekatan Penelitian
  • Sifat Penelitian
  • Sumber Data
  • Alat Pengumpul Data
  • Analisis Data

Penelitian deskriptif dapat dikatakan sebagai penelitian yang menggambarkan karakteristik populasi dan fenomena yang diteliti. Penelitian deskriptif berfokus pada penjelasan objek penelitian sehingga dapat menjawab peristiwa atau fenomena yang terjadi atau sedang diteliti. Tujuan penelitian deskriptif pada dasarnya adalah untuk mendeskripsikan atau menggambarkan hubungan antar fenomena yang diteliti.

Peneliti memilih penelitian deskriptif karena dengan melakukan penelitian deskriptif maka peneliti dapat menguraikan temuan penelitian secara lebih spesifik dan rinci khususnya mengenai hukum tentang pembagian manfaat harta benda kepada anak hasil perkawinan Sirri. Sifat penelitian deskriptif yang berfokus pada narasi temuan penelitian dapat menjelaskan temuan penelitian dengan baik.

TINJAUAN PUSTAKA

Hukum

  • Pengertian Hukum islam
  • Ruang Lingkup Hukum Islam
  • Hukum Dalam Pernikahan
  • Akibat Hukum Dalam Pernikahan

Muhammad Daud Ali menyatakan bahwa hukum Islam dapat dikatakan sebagai hukum yang berasal dari lafadz Arab dan mempunyai arti norma, aturan, ukuran, standar dan pedoman, yang digunakan untuk mengatur perilaku manusia dengan lingkungannya untuk menilai dan memandang. lingkungan. Dalam Kamus Oxford yang dikutip oleh Muhammad Muslehuddin menjelaskan bahwa hukum Islam adalah seperangkat aturan yang timbul baik dari aturan formal maupun adat yang diakui oleh suatu masyarakat atau bangsa tertentu dan mengikat para anggotanya.24 Hukum Islam juga dapat dikatakan sebagai hukum Islam. kumpulan aturan agama serta perintah Allah SWT yang mengatur kehidupan umat Islam dalam segala aspek kehidupannya.

Berdasarkan beberapa definisi, hukum Islam dapat dikatakan sebagai aturan-aturan tertentu yang telah ditetapkan dan diperintahkan oleh Allah SWT, yang memuat ibadah dan muamelah dalam segala aspek kehidupan manusia untuk mencapai kehidupan yang lebih baik di dunia dan di akhirat. Pembahasan syariah dalam hukum Islam dapat menimbulkan perpecahan dalam bidang hukum sebagai suatu disiplin ilmu hukum. Hukum Islam tidak membedakan secara jelas antara bidang hukum privat dan hukum publik, hal ini dikarenakan hukum privat Islam mempunyai aspek hukum publik.

Oleh karena itu, ruang lingkup hukum Islam dalam pengertian Fiqih Islam juga mencakup ibadah dan muamalah.28. Namun ada beberapa pendapat lain yang menyatakan bahwa hukum dalam perkawinan bisa berbeda-beda; ada yang wajib dan ada pula yang sunnah atau boleh. Namun ulama Syafi’iyah menjelaskan bahwa hukum suatu perkawinan dapat mengatakan bahwa asal-usul suatu perkawinan itu boleh, terlepas dari apa yang sunnah, wajib, haram dan makruh31.

Namun dasar hukum suatu perkawinan dapat berbeda-beda tergantung pada keadaan dan niat seseorang untuk melangsungkan perkawinan tersebut. Tidak terpenuhinya syarat materiil dan formil bisa saja terjadi meskipun perkawinan telah dilangsungkan. Hal ini juga tertuang dalam Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 yang menjelaskan bahwa perkawinan dapat dibatalkan.

Hibah

  • Pengertian Hibah
  • Dasar Hukum Hibah
  • Rukun dan Syarat Hibah
  • Ketentuan Pemberian Hibah

Para ulama Hambali Mahzab juga mengartikan hibah sebagai pemberian kepemilikan atas suatu harta yang diketahui atau tidak diketahui, karena sulit diketahui, ada, dapat diserahterimakan, tidak wajib selama ia masih hidup, tanpa imbalan apa pun dan dengan pengucapan. yang menurut Adat adalah pemberian, penyerahan kepemilikan atau sejenisnya oleh orang yang diperbolehkan mengeluarkan dana37. Kalau sesuatu itu dipersembahkan kepada orang yang berhak dihadiahkan sebagai penghormatan dan untuk menciptakan kesahajaan, maka itu adalah pemberian, tetapi bila tidak dilakukan untuk maksud itu maka disebut pemberian. Menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHP) pasal 1666, hibah adalah suatu akad yang di dalamnya pemberi hibah semasa hidupnya dengan sukarela dan tidak dapat ditarik kembali menyerahkan suatu benda atau memberikan benda itu kepada orang yang menerima benda itu.45.

Yang membedakan pemberi dengan orang yang memberi hibah adalah bahwa suatu wasiat atau wasiat hanya mempunyai kekuatan dan akibat apabila pemberi hibah telah meninggal dunia dan sewaktu-waktu selama pemberi hibah masih hidup dapat diubah atau ditarik kembali olehnya.47 . Berdasarkan ketentuan tersebut dapat dikatakan bahwa setiap orang dapat memberi atau menerima hadiah, kecuali orang yang dinyatakan tidak cakap untuk itu. Berdasarkan ketentuan di atas dapat dikatakan bahwa setiap orang diperbolehkan memberi atau menerima hadiah, kecuali orang yang tidak memenuhi syarat untuk memberi hadiah.

Pembatalan atau pencabutan suatu pemberian kepada orang lain sebagai suatu fungsi sosial adalah suatu perbuatan yang dilarang, sekalipun pemberian itu dilakukan antara dua orang yang bersaudara atau suami-istri. Menurut Hadits Ibnu Abbas, Rasulullah SAW bersabda, artinya: “Bahwa orang yang meminta hibahnya kembali ibarat anjing yang muntah lalu memakan muntahannya kembali” (HR: Muslim: 2000, Juz. Prinsip yang diikuti untuk hukum Islam sejalan dengan bangsa dan budaya negara Indonesia dan juga sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Muhammad Bin Hassan yang menjelaskan bahwa orang yang menghibahkan seluruh hartanya adalah orang bodoh dan tidak layak untuk menempuh jalur hukum.51.

Sebab hibah secara bahasa merupakan ungkapan persetujuan pemiliknya tanpa ada syarat penerimaan oleh orang yang kepadanya hibah itu diberikan. Siapapun dapat memberikan seluruh atau sebagian hartanya kepada orang lain atau bukan sanak saudaranya. Sighat adalah persetujuan dan qabul yang berupa perkataan seseorang yang dapat berbicara dan memuat kesepakatan yang jelas.

Pernikahan Sirri

  • Pengertian Pernikahan
  • Pengertian Pengertian Sirri
  • Hukum Pernikahan Sirri

Perkawinan sirri adalah perkawinan yang sah secara agama tetapi tidak dicatatkan atau dicatatkan dalam daftar negara. Anak yang akan lahir dari perkawinan siri tidak jelas dan dicatat di kantor catatan sipil sebagai anak tidak sah. Dari sudut pandang hukum Islam, nikah sirri merupakan suatu perbuatan untuk melindungi diri dari perzinahan dan sebagainya.

Oleh karena itu, anak hasil perkawinan siri seringkali tidak mendapat hak yang layak dari orang tuanya. Oleh karena itu, anak hasil perkawinan siri dapat menerima warisan dari kedua orang tuanya. Anak luar nikah atau anak hasil perkawinan siri tidak mempunyai hubungan waris dengan ayah kandungnya.

104 Aset Pernikahan Siri https://www. Hukumonline.com/klinik/a/harta-bersama-nikah-siri-lt5ee2aabb23b43/. Hal ini disebabkan karena nikah sirri merupakan perkawinan yang sah dalam pandangan Islam dan anak tersebut berasal dari orang lain. Ada beberapa langkah yang bisa dilakukan bagi pasangan yang menikah siri dan ingin menghibahkan harta benda kepada anaknya.

Meskipun anak hasil perkawinan sirri berhak menerima hadiah yang dikategorikan sebagai warisan dari orang tuanya dengan syarat dan ketentuan hukum Islam yang berlaku, namun hinah tersebut tetap dapat dibatalkan karena beberapa alasan. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa berdasarkan hukum Islam, pemberian kepada anak hasil perkawinan siri diperbolehkan sesuai dengan fikih Islam. Besarnya bagian harta yang dihibahkan kepada anak hasil perkawinan di luar nikah itulah yang dapat dihibahkan, yaitu hanya 1/3 dari harta miliknya dan harta hibah berupa harta benda seperti tanah dan bangunan yang langsung dihibahkan. atas nama anak itu.

Pemberian yang dimaksud di sini sebagai wujud cinta dan kasih sayang pemberi (terdakwa I) kepada istri keduanya dan anak hasil perkawinan sirri. Hal ini disebabkan karena perkawinan sirri merupakan perkawinan yang sah menurut agama dan anak yang dilahirkan dari perkawinan sirri merupakan bagian dari sanak saudara orang tuanya. Besar kecilnya bagian harta yang dihibahkan kepada anak hasil perkawinan yang tidak dicatatkan itulah yang boleh dihibahkan, yaitu hanya 1/3 dari harta yang dimiliki oleh pemberi hibah harus merupakan milik pribadi dan bukan milik bersama.

Pemeriksaan tafsir hukum dan temuan hakim dalam putusan hak waris anak hasil perkawinan Sirri.

Referensi

Dokumen terkait