• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Putusan Mahkamah Syari’ah Provinsi Aceh Dalam Kasus Pembatalan Hibah (Studi Putusan Mahkamah Syari’ah Provinsi Aceh Nomor 28 PDT-G 2015 MS-ACEH)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Putusan Mahkamah Syari’ah Provinsi Aceh Dalam Kasus Pembatalan Hibah (Studi Putusan Mahkamah Syari’ah Provinsi Aceh Nomor 28 PDT-G 2015 MS-ACEH)"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

A. Latar Belakang Masalah

Hukum tentang harta sangat erat kaitannya dengan ruang lingkup kehidupan manusia. Semua manusia pasti mengalami peristiwa kehidupan yang lazim dalam dunia ini yang dapat disebut juga meninggal dunia, semua manusia yang meninggal dunia pasti meninggalkan harta warisannya yang diturunkan kepada ahli warisnya.

Harta sangat banyak fungsinya bagi manusia jika dilihat dari segi kehidupan saat ini, harta dapat menunjang kegiatan manusia baik dalam kegiatan yang baik maupun yang buruk karena manusia memang cenderung seperti itu. Kecenderungan di atas, tidak jarang mendorong manusia untuk menghalalkan segala cara untuk mendapatkan harta kekayaan. Oleh karena itu, manusia selalu berusaha untuk memiliki dan menguasainya.

(2)

keluarganya sehingga sebagian keluarga yang lain tidak mendapatkan apa-apa. Oleh karena itu perkara yang satu ini mendapat perhatian lebih di dalam Islam.

Masyarakat didunia masih banyak yang menilai bahwa Islam hanya berlaku dilapangan peribadatan saja, padahal itu diturunkan untuk kemaslahatan seluruh umat manusia di dunia dan berlaku mutlak untuk seluruh aspek kehidupan manusia, baik dibidang ibadah maupun di bidang muammalah.1

Islam adalah agama yang mengatur semua sisi kehidupan. Semua sisi kehidupan telah diatur secara tegas dan jelas dalam Islam, tidak ada suatu masalah apapun dalam kehidupan ini yang tidak diatur dalam Islam secara tegas dan jelas.

Salah satu bentuk taqarrub (membangun kedekatan diri kepada Allah SWT) dalam rangka mempersempit kesenjangan sosial serta menumbuhkan rasa kesetiakawanan dan kepedulian sosial adalah hibah atau pemberian. Hibah ialah shadaqah yang dilakukan dengan harta atau barang mubah yang dimilikinya, hibah seperti hadiah keduanya disunatkan, karena keduanya merupakan kebaikan yang sangat dianjurkan untuk dilaksanakan.2 Jika dilihat dari aspek vertical (hubungan antara manusia dengan Tuhan) memiliki dimensi taqarrub, artinya ia dapat meningkatkan keimanan dan ketakwaan seseorang. Semakin banyak berdermawan dan bershadaqah akan semakin memperkuat dan memperkokoh keimanan dan ketakwaan.

1M. Hasballah Thaib. Syahril Sofyan.”Teknik Pembuatan Akta Penyelesaian Warisan

Menurut Hukum waris Islam di Indonesia. Citapustaka Media: Bandung 2014. hal l5

2Abu Bakar Jabir El-Jazairi. “Pola Hidup Muslim (Minhajul Muslim) Mu’amalah”, PT

(3)

Dilihat dari sudut lainnya, hibah juga mempunyai aspek horizontal (hubungan antara sesama manusia serta lingkungannya) yaitu dapat berfungsi sebagai upaya mengurangi kesenjangan antara kaum yang berpunya dengan kaum yang tidak punya, antara si kaya dan si miskin, serta menghilangkan rasa kecemburuan sosial.

Selain itu, hibah juga berfungsi sebagai fungsi sosial karena hibah dapat diberikan kepada siapa saja tanpa mengenal ras, agama dan golongan, maka hibah dapat dijadikan solusi untuk memecahkan problem hukum waris dewasa ini.

Awal mulanya kata hibah itu diambil dari kata-kata “hubuuburriih” artinya “nuruuruha” yang berarti perjalanan angin. Dalam perkembangan lebih lanjut dipakai kata hibah dengan maksud memberikan kepada orang lain baik berupa harta maupun selainnya. Di dalam syariat Islam, hibah berarti akad yang pokoknya adalah pemberian harta milik seseorang kepada orang lain di waktu ia masih hidup tanpa adanya imbalan apapun.3

Selain dalam Hukum Islam di KUH Perdata (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata) yang selanjutnya disebut KUH Perdata juga mengatur tentang hibah, hibah disebut schenking yang berarti suatu persetujuan dengan sipemberi hibah diwaktu hidupnya dengan cuma-cuma dan dengan tidak ditarik kembali, menyerahkan sesuatu benda guna keperluan sipenerima hibah untuk digunakan sebagai layaknya milik pribadi. Dalam KUH Perdata, sama sekali tidak mengakui lain-lain hibah, kecuali hibah di antara orang-orang yang masih hidup. Hibah itu hanya mengenal

benda-3Abdul Manan,”Aneka Masalah Hukum Perdata Islam Di Indonesia”, Prenada Media Group,

(4)

benda yang sudah ada, jika benda itu meliputi benda yang akan ada dikemudian hari, maka sekedar mengenai hal ini hibahnya adalah batal.4

Setiap orang boleh memberi dan menerima sesuatu sebagai hibah, kecuali oleh aturan perundang-undangan dinyatakan tidak cakap untuk itu. Agar orang-orang yang menerima hibah itu dapat menerima keuntungan dari suatu hibah, maka si penerima hibah itu harus ada pada saat pemberian hibah itu, dengan mengindahkan peraturan yang tercantum dalam Pasal 2 KUH Perdata.5

Hibah adalah pemberian seseorang kepada ahli warisnya, sahabat-sahabatnya atau kepada urusan umum, sebagian daripada hartanya atau semuanya sebelum ia meninggal.6 Pengertian ini adalah hibah khusus. Sedangkan hibah umum meliputi hal-hal sebagai berikut;

1. Ibraaartinya menghibahkan hartanya kepada orang yang berhutang.

2. Sadaqah artinya menghibahkan sesuatu dengan mendapatkan pahala di hari kiamat.

3. Hadiah artinya imbalan yang diberikan seseorang karena dia telah mendapatkan hibah.7

Jumhur ulama mendefinisikannya sebagai akad yang mengakibatkan pemilikan harta tanpa ganti rugi yang dilakukan seseorang dalam keadaan hidup kepada orang lain secara sukarela. Ulama Mazhab Hanbali mendefinisikannya

4Ibid, hal 132 5Ibid

6Mukhlis Lubis, Mahmun Zulkifli, ”Ilmu Pembagian Waris”, Cita Pustaka Media, Bandung

2014, hal 153

7M.Hasballah Thaib, ”Perbandingan Mazhab Dalam Ilmu Hukum Islam, Fakultas Pasca

(5)

sebagai pemilikan harta dari seseorang kepada orang lain yang mengakibatkan orang yang diberi boleh melakukan tindakan hukum terhadap harta tersebut, baik harta itu tertentu maupun tidak, bendanya ada dan bisa diserahkan. Penyerahannya dilakukan ketika pemberi masih hidup tanpa mengharapkan imbalan. Beberapa pendapat para ulama Fiqh yang berhubungan dengan masalah hibah dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana sebenarnya kedudukan hibah dalam ajaran agama Islam.8

Menurut pendapat Abu Hanifah dan Ahmad hibah (memberikan harta secara sukarela dimana masih hidup kepada seseorang), sah denganijabdanqabul. Menurut pendapat merekaijabdanqabuldan orang yang menerima harus ada supaya hibah itu sah.9

Menurut pendapat Imam Malik,qabadh (harta yang belum diterima langsung oleh penerima hibah) tidak diperlukan untuk sahnya suatu hibah. Menurut Imam Malik, hibah itu telah sah dan telah lazim dengan adanya ijab dan qabul saja, sedangkanqabadhhanyalah untuk syarat sempurnanya saja.10

Hibah diberikan saat pemberi dan penerima masih dalam keadaan hidup dan belum meninggal, jika seseorang menghibahkan sebuah tanah dengan lafaz ‘’jika saya meninggal, tanah ini menjadi milik kamu’’, pemberian seperti itu bukanlah hibah, melainkan wasiat karena hibah tanpa adanya syarat.11

8Ibid 9Ibid

10M.Hasballah Thaib.”Hukum Benda Menurut Islam”. Fakultas Hukum Dharmawangsa.

Medan. 1992. hal 87

11Ahmad Bisyri Syakur, Panduan Lengkap Mudah Memahami Hukum Waris Islam :

(6)

Pasal 171 huruf g Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang selanjutnya disebut KHI, hibah adalah pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang kepada orang lain yang masih hidup untuk dimiliki. Pengertian ini sama dengan definisi yang banyak disebut dalam kitab-kitab fikih tradisional bahwa yang dimaksud dengan hibah adalah pemilikan sesuatu melalui akad tanpa mengharapkan imbalan yang telah diketahui dengan jelas ketika si pemberi hibah masih hidup.

Pemberian harta hibah pada hakikatnya tidak mempunyai aturan khusus dalam memberikan harta tersebut kepada siapa saja yang dikehendakinya, akan tetapi sebaik-baiknya pemberi hibah tidak memberikan lebih dari sepertiga dari hartanya tersebut, karena menurut hadist ibnu Abbas Rasulullah melarang berwasiat melebihi sepertiga dari harta, sebab hibah ini sama dengan wasiat dalam hal merugikan Ahli waris.

(7)

diberi sejumlah harta yang diambil dari harta peninggalan, kemudian baru diadakan pembagian warisan.12

Menghibahkan harta kepada siapapun diperbolehkan, tidak ada larangan menghibahkan kepada istri, anak, adik serta ahli waris lainnya serta menghibahkan harta kepada anak angkat yang tidak mendapatkan harta warisannya, tidak adanya suatu larangan dalam suatu pemberian hibah tersebut.13

Menurut pendapat M. Hasbalah Thaib tidak ada halangannya apabila hibah yang pernah diterima oleh sebagian anak itu diperhitungkan sebagai warisan yang sudah diberikan pada waktu pewaris masih hidup. Meskipun demikian, apabila ternyata ketentuan hukum waris, anak yang bersangkutan tidak perlu mengembalikan kelebihan hartanya kepada Ahli waris lain sebab penyerahan barang oleh seseorang pada waktu masih hidup itu adalah hibah yang sah.14

Hibah sebenarnya dapat meneguhkan rasa kecintaan antara manusia, oleh karena itu Islam sanggup mengantar dan memberikan keselamatan secara utuh memiliki ajaran yang sangat lengkap dalam segala aspek kehidupan. Hibah atau pemberian merupakan salah satu bentuk ketaatan kepada Allah s.w.t, dalam rangka mempersempit kesenjangan antara hubungan keluarga serta menumbuhkan rasa setia kawanan dan juga kepedulian sosial.

Hibah akan sempurna dengan adanya rukun dan syarat yang mencukupi. Fuqaha Hanafi meletakkan rukun hibah hanya tawaran dan penerimaan. Manakala

(8)

jumhur fuqaha lebih daripada itu ia meliputi pihak pemberi dan penerima pemberian, termasuk juga barang yang diberikan, tawaran dan penerimaan. Tawaran dan penerimaan boleh berlaku denga lafaz terang yang menunjukan maksud pemberian seperti lafaz hibah dan seumpamanya. Bagi pemberi disyaratkan mempunyai kelayakan yang cukup untuk membolehkannya membentuk hibah yang bercorak tabarru’(melakukan sesuatu tanpa mengharapka imbalan) seperti berakal,balighdan waras, ia bukan anak-anak dan juga bukan orang gila, barang yang tidak ada ketika akad diadakan tidak sah dijadikan barang hibah. Syarat ini dipersetujui juga oleh fuqaha Shafii dan Hambali. Barang yang di hibahkan itu hendaklah barang yang bernilai, barang yang tidak bernilai tidak sah dijadikan hibah seperti bangkai, arak dan sebagainya.15

Pemberian hibah harus barang milik si pemberi hibah tersebut, hibah tidak sah jika barang itu milik orang lain, dan hak miliknya itu berasingan dan bukannya barang milik bersama atau bersyarikat. Barang hibah tersebut mestilah diterima oleh pihak penerima hibah. Imam Maliki berpendapat, penerima hibah tidak menjadi suatu persyaratan kepadanya.16

Pemberian hibah dilakukan dengan alasan yang tepat dan benar dalam pelaksanaannya maka tidak akan menimbulkan suatu konflik yang signifikan, namun dalam hal ini jika dilakukan dengan alasan maupun kondisi yang tidak tepat maka akan mudah menimbulkan suatu konflik antar keluarga atau bahkan antar masyarakat.

15Abdul Halim El-Muhammady.”Undang-Undang Muamalat & Aplikasinya Kepada

Produk-Produk Perbankan Islam”. Aras Mega, Selangor: 2006. hal 202

(9)

Maka akan menimbulkan suatu masalah maupun kerugian yang didapatkan oleh beberapa pihak yang diakibatkan tidak tepatnya pemberian hibah khususnya akan menimbulkan kerugian yang besar terhadap para ahli warisnya.

Menurut Fuqaha mencabut kembali hibah (al-I’tishar) itu boleh, ulama Malik dan Jumhur ulama berpendapat bahwa ayah boleh mencabut kembali pemberian yang telah dihibahkannya, apabila ayah masih hidup, tetapi ada riwayat dari Malik bahwa ibu tidak boleh mencabut hibahnya kembali.

Ahmad dan fuqaha zhairi berpendapat bahwa seseorang tidak boleh mencabut kembali pemberian yang telah di hibahkannya. Dalam hal itu, Abu Hanifah berpendapat bahwa seseorang boleh mencabut kembali pemberian yang telah dihibahkan kepada perempuan (dzawil arham) yang tidak boleh dikawini (mahram). Fuqaha sependapat bahwa seseorang tidak boleh mencbut kembali hibahnya yang dimaksudkan sebagai sedekah yakni untuk memperoleh keridhoaan Allah swt.

Secara umum, para fuqaha setuju tentang keharusan pembatalan hibah sekiranya ia dilakukan secara ikhlas antara pemberi hibah dengan penerima hibah atau melalui keputusan hakim. Sungguhpun Islam membenarkan penarikan balik hibah yang dibuat oleh orangtuanya kepada anaknya, tetapi ia terikat dengan syarat bahwa harta tersebut masih lagi di dalam pemilik anaknya atau belum dijual belikan kepada orang lain.

(10)

Permohonan pencabutan hibah diajukan oleh HJ. S terhadap J yang merupakan anak kandung dari HJ. S, pada awalnya HJ. S menghibahkan sebuah tanah yang berada di daerah pidie jaya seluas 1.141,33 M, dan telah dibuatkan akta hibah yang dikeluarkan dan ditandatangani oleh Camat Kecamatan Bandar Baru Kabupaten Pidie Jaya. Adapun tujuan HJ. S menghibahkan tanah tersebut kepada J merupakan untuk harta peutimang (pengganti biaya hidup) sehingga HJ. S memberikan syarat bahwa termohon harus memelihara, menanggung biaya hidup sampai HJ. S meninggal dunia.

(11)

mengembalikan tanah hibah tersebut kepada HJ. Berdasarkan hal diatas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagaimana tersebut dibawah ini.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka ditarik permasalahan yang dapat diteliti dan dirumuskan sebagai berikut:

1. Mengapa Masyarakat Kota Banda Aceh masih menggunakan praktek Hibah Bersyarat?

2. Bagaimana dalil Hukum pembatalan hibah dalam perspektif Hukum Islam? 3. Kenapa Majelis Hakim Mahkamah Syariah Provinsi Aceh tidak menjadikan

hibah bersyarat menjadi pertimbangan hukum dalam membatalkan hibah di Putusan Mahkamah Syariah Aceh nomor 28/PDT-G/2015/MS-Aceh ?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui alasan Masyarakat Kota Banda Aceh masih menggunakan

praktek Hibah Bersyarat.

2. Untuk mengetahui dalil Hukum pembatalan hibah dalam perepektif Hukum Islam.

3. Untuk mengetahui alasan Majelis hakim Mahkamah Syariah Provinsi Aceh membatalkan hibah diluar dari tuntutan pemohon dalam Putusan nomor 28/PDT-G/2015/MS-Aceh.

D. Manfaat Penelitian

(12)

1. Manfaat teoritis dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumbangan pemikiran informasi untuk perkembangan ilmu hukum. Bagi kalangan akademisi sebagai bahan kajian penelitian dan pengkajian lebih lanjut tentang hibah.

2. Manfaat praktis, penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan pengetahuan masyarakat dalam hal hibah, dan praktek hibah oleh ahli waris yang mungkin terjadi dikemudian hari. Bagi praktisi hukum, hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan berbagai aspek hukum dari sengketa penarikan hibah oleh ahli waris.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelurusan kepustakaan yang dilakukan dalam lingkungan Universitas Sumatera Utara Medan khususnya dilingkungan Program Studi Magister Kenotariatan, belum ada Penelitian sebelumnya yang berjudul “Analisis Putusan Mahkamah Syariah Provinsi Aceh dalam kasus Pembatalan Hibah ( Studi Putusan Mahkamah Syariah Provinsi Aceh Nomor 28/PDT-G/2015/MS-Aceh )” terutama dalam permasalahan yang sama.

Akan tetapi ada beberapa penelitian yang berkaitan dengan masalah Hibah yang pernah ditulis sebelumnya, antara lain :

(13)

017011039, Mahasiswi Magister Kenotariatan, Universitas Sumatera Utara. Dengan rumusan masalah :

1. Bagaimana akibat hukum terhadap harta gono-gini yang telah dihibahkan orang tua kepada anak?

2. Bagaimana bila orang tua yang menghibahkan menarik kembali harta gono-gini tersebut?

3. Bagaimana kekuatan hukum bila harta hibah tersebut tidak diaktakan di hadapan Notaris?

2. Penelitian dengan judul “Analisis Hukum Tentang Pembatalan Hibah (Studi Kasus Putusan Pengadilan Agama No.887/Pdt.G/2009/PA.Mdn)”, oleh Putri Tika Larasari, NIM: 097011014, Mahasiswi Magister Kenotariatan, Universitas Sumatera Utara. Dengan Rumusan Masalah :

1. Bagaimana syarat hibah dalam Hukum Islam?

2. Apa faktor-faktor yang menyebabkan pembatalan hibah di Pengadilan Agama Medan?

3. Bagaimana Pertimbangan hakim Pengadilan Agama Medan dalam menentukan putusan perkara Nomor 887/pdt.G/2009/PA.Mdn?

(14)

1. Bagaimana akibat hukum terhadap harta gono-gini yang telah dihibahkan orang tua kepada anak?

2. Bagaimana bila orang tua yang menghibahkan menarik kembali harta gono-gini tersebut?

3. Bagaimana kekuatan hukum bila harta hibah tersebut tidak diaktakan di hadapan Notaris?

4. Penelitian dengan judul “Hibah Kepada Anak Angkat Dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum Adat, oleh Lila Triana, NIM: 027011035, Mahasiswi Magister Kenotariatan, Universitas Sumatera Utara. Dengan Rumusan Masalah :

1. Apa yang menjadi motif terjadinya pengangkatan anak secara adat yang dapat diakui oleh Islam?

2. Bagaimana pelaksanaan hibah terhadap anak angkat pada Pengadilan Agama Medan?

3. Apakah suatu hibah yang telah diberikan dapat dibatalkan menurut Hukum Islam dan Hukum Adat?

(15)

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Teori hukum merupakan salah satu alat bantu di dalam hukum, untuk dapat menganalisis sebuah kelayakan atas suatu perbuatan, dimana perbuatan tersebut telah sesuai dengan aturan hukum dengan perbuatan yang dilakukan, sehingga perbuatan yang dilakukan tersebut bisa saja bertentangan dengan aturan hukum yang ada.

Kerangka teori dapat dijadikan sebagai bahan masukan eksternal bagi peneliti yang berfungsi sebagai kerangka pemikiran. Tesis mengenai suatu kasus ataupun permasalahan yang dijadikan sebagai perbandingan, pegangan teoritis apakah disetujui atau tidak dengan pegangan teori. Teori hukum merupakan kelanjutan dari usaha untuk mempelajari hukum positif, dimana teori hukum menggunakan hukum positif sebagai bahan kajian dengan telaah filosofis sebagai salah satu sarana bantuan untuk menjelaskan tentang hukum.

Kerangka teori dimaksud adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat teori, sebagai pegangan baik disetujui atau tidak disetujui. Fungsi penelitian ini adalah untuk memberi arahan, petunjuk serta menjelaskan gejala yang diamati.17 Dikarenakan penelitian ini merupakan penelitian hukum, maka kerangka teori diarahkan secara ilmu hukum dan mengarahkan kepada unsur hukum.

Dunia ilmu, teori menempati yang penting karena memberikan saran kepada kita untuk bisa mbiasgkum serta memahami masalah yang kita bicarakan secara lebih

17Snelbecker dalam Lexi J. Moleong,Metodelogi Penelitian Kualitatif,Remaja Rosdakarya,

(16)

baik.18 Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi, dan suatu teori harus diuji dengan menghadapinya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenaran.19

Sebagai tolak ukur menganalisis permasalahan yang akan diteliti karena suatu teori atau kerangka teori harus mempunyai kegunaan paling sedikit mencakup hal-hal sebagai berikut:

a. Teori tersebut berguna untuk lebih mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta yang hendak diteliti atau diuji kebenarannya.

b. Teori sangat berguna di dalam mengembangkan konsep-konsep.

c. Teori biasanya merupakan suatu ikhtisar daripada hal-hal yang telah diketahui serta diuji kebenarannya yang menyangkut objek yang telah diteliti.

d. Teori memberikan kemungkinan pada prediuksi fakta mendatang, oleh karena telah diketahui sebab-sebab terjadinya fakta tersebut dan mungkin faktor-faktor tersebut akan akan timbul lagi pada masa-masa mendatang.

e. Teori memberikan petunjuk-petunjuk terhadap kekurangan pada pengetahuan penelitian.20

Sedangkan kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir, pendapat, teori, tesis, mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan pegangan teoritis, yang mungkin disetujui ataupun tidak disetujuinya.21 Sedangkan

(17)

tujuan dari kerangka teori menyajikan cara-cara untuk bagaimana mengorganisasikan dan menginterprestasikan hasil-hasil penelitian dan menghubungkannya dengan hasil penelitian yang terdahulu.22

Sehubungan dengan pembahasan diatas maka penelitian ini perlu mempunyai landasan fikir, yaitu berupa teori-teori hukum yang akan digunakan adalah Teori Keadilan dan Kepastian Hukum.

Masalah keadilan ini, selain sebagai dambaan setip insan tetapi juga merupakan salah satu dari tujuan hukum secara universal. Namun demikian, sampai saat ini belum ada teminologi yang dapat diterima semua pihak tentang apa sesungguhnya yang dimaksud dengan keadilan.23Di dalam buku tersebut diterangkan bahwa ada dua macam keadilan, yaitu : keadilan komulatif dan keadilan distributive.

Keadilan komulatif maksudnya adalah memberikan sesuatu kepada orang lain secara merata dan seimbang tanpa adanya perbedaan antarasatu dengan yang alinnya. Sedangkan yang dimaksud dengan keadilan distributive adalah memberikan sesuatu kepada orang lain sesuai dengan prestasi kerjanya. Dapat diambil contoh bahwa walaupun undang-undang menetapkan seluruh Warga Negara Indonesia boleh menjadi pegawai negeri, tetapi hanya bagi mereka yang memenuhi syarat saja. Dengan kata lain, yang berhak menjadi pegawai negeri adalah mereka-mereka yang telah lulus seleksi masuk.

(18)

Seputar masalah keadilan ini, Muhammad Yusuf Musa mengemukakan bahwa keadilan itu adalah menganut asas persamaan dalam kewajiban apabila sama dalam perolehan hak.24

Islam memandang bahwa adil itu bukan berarti harus sama, melainkan keadilan itu adalah menempatkan sesuatu sesuai pada tempatnya. Konsep keadilan yang sejak jaman Rasul sampai sekarang adalah masih hidup dan mengakar dalam kehidupan masyarakat, khususnya masyarakat Islam. Oleh karena itu, konsep keadilan yang dibawa Islam ratusan tahun yang lalu masih sangat tepat dan relevan dipraktekkan dalam kehidupan modern sekarang ini.

Keadilan yang ditawarkan komunis dengan mengandung asas persamaan ternyata tidak bertahan lama, karena memang tidak sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan yang rasional. Hal ini menunjukkan bahwa persamaan tidak selamnya harus baik. Itulah sebabnya ajaran keadilan tidak menekankan pada persamaan tapi hanya menempatkan sesuatu tepat pada proporsinya.

Adil atau dalam bahasa Arab disebut Al-Adlu, berarti “menetapkan hukum dengan benar.” Jadi seorang yang adil merupakan salah satu sifat yang harus dimiliki oleh manusia dalam rangka menegakkan kebenaran kepada siapapun tanpa terkecuali, walaupun akan merugikan dirinya sendiri.25

24 Syaifuddin dalam Muhammad Yusuf Musa, Al Tirkah Wa AL Miras Fi Al Islam Ma’a

Madkhal Fi Al Miras ‘Inda Al ‘ Arab Al Yahudi Wa Al Rumani, Kairo, Darul Ma’rufah, Cet II, 1967, hal 26

25Zamakhsyari,Teori-teori Hukum Islam Dalam Fiqih dan Ushul Fiqih, Citapustaka Media

(19)

Secara etimologis, al-adhlu berarti “tidak berat sebelah, tidak memihak, atau menyamakan sesuatu dengan yang lain (al-musawah). Istilah lain darial-Aldl adalah al-qisth, al-Mitsl(sama bagian, atau semisal).26

Secara terminologi, Al-Adhlu (adil) berarti “mempersamakan sesuatu dengan yang lain, baik dari segi nilai, maupun dari segi ukuran, sehingga sesuatu itu menjadi tidak berat sebelah, dan menjadi tidak berbeda antara yang satu dengan yang lain.”27

Ibnu Qudamah, ahli Fiqih bermazhab Hambali, mengatakan bahwa keadilan merupakan ssuatu yang tersembunyi, motivasinya semata-mata karena takut kepada Allah s.w.t. jika keadilan telah dicapai, maka itu merupakan dalil yang kuat dalam Islam selama belum ada dalil lain yang menentangnya.28

Berlaku adil sangat terkait dengan hak dan kewajiban. Hak yang dimiliki seseorang, termasuk hak asasi manusia harus diperlakukan secara adil. Hak dan kewajiban terkait pula dengan amanah, sementara amanah wajib diberikan kepada yang berhak menerimanya. Oleh karena itu, hukum berdasarkan amanah harus ditetapkan secara adil tanpa dibarengi rasa kebencian dan sifat negatif lainnya. (Q.S An-Nisa: 58, dan Al-Maidah:8).

Peradilan juga disyari’atkan oleh Allah SWT untuk berlaku adil. Beberapa ayat Al-Qur’an menjelaskan kewajiban bagi para penegak hukum untuk berlaku adil dalam menetapkan atau memutuskan perkara diantara manusia sebagai pencari keadilan. (Q.S An-Nisa: 58 dan Q.S Al-Maidah: 42)

26Ibid

(20)

Sejumlah pandangan mengenai kemanfaatan digunakan untuk membela keadilan sebagai fairness (kewajaran) terhadap berbagai keberatan. Seorang hakim yang baik mempunyai keinginan yang kuat untuk memberikan keadilan, untuk memutuskan kasus-kasus secara adil sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh hukum.29 Ia memiliki kebajikan-kebajikan yudisial yang dituntut oleh jabatannya yaitu ia tidak memihak, mampu menilai bukti secara adil, tidak berprasangka atau digerakkan oleh pertimbangan-pertimbangan pribadi.30

Dikaitkan dengan fungsinya sebagai perlindungan kepentingan manusia, hukum mempunyai tujuan dan hukum mempunyai sasaran yang hendak dicapai. Adapun tujuan pokok hukum adalah menciptakan tatanan masyarakat yang tertib, menciptakan ketertiban dan keseimbangan. Dengan tercapainya ketertiban dalam masyarakat diharapkan kepentingan manusia akan terlindungi. Dalam mencapai tujuan tersebut hukum bertugas membagi hak dan kewajiban antar perorangan didalam masyarakat, membagi wewenang dan mengatur cara memecahkan masalah hukum serta memelihara kepastian hukum.31

Selain menggunakan teori keadilan dalam menganalisis tesis ini, juga mengguinakan teori kepastian hukum, kepastian sendiri hakikatnya merupakan tujuan utama dari hukum. Keteraturan masyarakat berkaitan erat dengan kepastian dalam hukum, karena keteraturan merupakan inti dari kepastian itu sendiri. Dari keteraturan 29John Rawls,Teori Keadilan Dasar-dasar Filsafat Politik Untuk Mewujudkan Kesejahteraan

Sosial Dalam Negara, Penerjemah Uzair Fauzan dan Heru Prasetyo, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2006, hal. 515.

30Ibid.hal. 524.

31Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Yogyakarta: Liberti, 2003,

(21)

akan menyebabkan seseorang hidup secara berkepastian dalam melakukan kegiatan yang diperlukan dalam kehidupan masyarakat.

Menurut Sudikno Mertokusumo kepastian hukum merupakan sebuah jaminan bahwa hukum tersebut harus dijalankan dengan cara yang baik. Kepastian hukum menghendaki adanya upaya pegaturan hukum dalam perundang-undangan yang dibuat oleh pihak yang berwenang dan berwibawa, sehingga aturan-aturan itu memiliki aspek yuridis yang dapat menjamin adanya kepastian bahwa hukum berfungsi sebagai suatu peraturan yang harus ditaati.32

Van Kant mengatakan bahwa hukum mempunyai tugas untuk menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat.33 Dengan demikian, kepastian hukum mengandung 2 (dua) pengertian, yaitu ; yang pertama bahwa adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Dan yang kedua adalah adanya perlindungan bagi individu terhadap kesewenang-wenangan karena adanya suatu aturan tertentu.

Ketentraman dan ketertiban serta keadaan damai dalam masyarakat dijamin dengan adanya kepastian hukum. Karenanya, kepastian hukum memiliki sifat-sifat antara lain ; bahwa adanya sanksi dari penguasa untuk membina dan mempertahankan tata tertib masyarakat dan merupakan peraturan umum yang berlaku bagi siapa saja.

32Ibid, hal. 68

33C.T.S. Kansil,Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta,

(22)

Berdasarkan teori keadilan serta teori kepastian hukum diatas, pembaharuan hukum merupakan suatu keniscayaan dengan adanya perkembangan masyarakat. Dengan adanya perkembangan masyarakat tersebut maka hukum pun harus berkembang mengikuti perkembangan masyarakat agar hukum dapat menjawab kepentingan dan kebutuhan masyarakat tersebut sehingga dapat tercapai keadilan dan kepastian hukum bagi masyarakat.

2. Konsepsional

Konsep adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Landasan konsepsional dalam penelitian ini sebagai pedoman konseptual dengan tujuan untuk menghindari pemahaman atau penafsiran yang berbeda dari konsep-konsep yang digunakan.

Agar menghindari terjadinya salah pengertian dan pemahaman yang berbeda tentang tujuan yang akan dicapai dalam penelitian saya ini, maka perlu diuraikan pengertian konsepsi yang digunakan, yaitu:

a. Analisis

Analisis merupakan penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatan, dan sebagainya) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya (sebab-musabab, duduk perkaranya, dan sebagainya).34

b. Putusan

Putusan pada akhir pemeriksaan perkara dalam sidang pengadilan yang berisi pertimbangan menurut kenyataan, pertimbangan hukum, dan putusan pokok perkara.35

34Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan

(23)

c. Mahkamah Syari’ah

Menurut Qanun Nomor 10 Tahun 2002 Tentang Peradilan Syariat Islam Mahkamah Syari’ah disingkat MS adalah salah satu Pengadilan Khusus yang berdasarkan Syari’at Islam di provinsi Aceh sebagai pengembangan dari Pengadilan Agama. Mahkamah Syari’ah terdiri dari Mahkamah Syari’ah Provinsi dan Mahkamah Syari’ah (tingkat Kabupaten dan Kota). Kekuasaan dan kewenangan Mahkamah Syari’ah adalah kekuasaan dan kewenangan Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama ditambah dengan kekuasaan dan kewenangan lain yang yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dalam bidang ibadah dan Syari’at Islam.

d. Kewenangan

Menurut Qanun Nomor 10 Tahun 2002 Tentang Peradilan Syariat Islam Mahkamah Syari’ah di propinsi Nanggroe Aceh Darussalam meliputi tiga bidang:

1. Kewenangan dalam bidang al-ahwal al-syahsiyah meliputi hal-hal yang diatur dalam Pasal 49 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama beserta penjelasannya dari Pasal tersebut, kecuali wakaf, hibah, dan sadaqah.

(24)

tambang, barang temuan, perbankan, sewa menyewa, takaful, wakaf, hibah, sadaqah, dan hadiah.

3. Kewenangan di bidang jinayah seperti, zina, menuduh berzina, mencuri, merampok, minuman keras dan napza, murtad, pemberontakan.

e. Hibah

Hibah adalah pemberian hak atas sesuatu benda miliknya sendiri kepada seseorang keluarga ahli waris atau bukan, karena suatu pertimbangan, biasanya karena hubungan jasa, atau hubungan anak pada saat sipemilik hidup.36

f. Pembatalan Hibah

Pembatalan Hibah adalah penarikan kembali hibah yang telah diberikan yang dikarenakan tidak memenuhi syarat pemberian hibah atau penerima hibah dinyatakan bersalah Karena telah ikut andil dalam percobaan pembunuhan pemberi hibah.37

G. Metode Penelitian

Istilah metode penelitian terdiri atas dua kata, yaitu kata metode dan kata penelitian. Kata metode berasal dari bahasa Yunani yaitumethodos yang berarti cara atau menuju suatu jalan. Metode merupakan kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan suatu cara kerja (sistematis) untuk memahami suatu objek atau objek penelitian,

36Badrulzaman Ismail,Asas-Asas dan Perkembangan Hukum Adat, CV Boebon Jaya, Banda

Aceh, 2013, hal 261

(25)

sebagai upaya untuk menemukan jawaban yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan termasuk keabsahannya.38

Penelitian adalah sarana pokok dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis dan konsisten, karena melalui proses penelitian tersebut diadakan metode penelitian adalah usaha untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan, usaha mana dilakukan dengan menggunakan metode-metode ilmiah.39 Metode penelitian hukum merupakan suatu cara yang teratur (sistematis) dalam melakukan sebuah penelitian.40

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif, yang disebabkan karena penelitian ini merupakan penelitian hukum doktriner yang disebut juga penelitian kepustakaan atau studi dokumen yang dilakukan atau ditunjukan pada peraturan yang tertulis atau bahan hukum yang lain.41 Penelitian normatif merupakan penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya.42 Penelitian normatif sering kali disebut dengan penelitian doctrinal,

38Rosady Ruslan,Metode Penelitian Public Relation dan Komunikasi, Jakarta, Rajawali Pers,

2003. hal 24

39Soetrisno Hadi, Metodologi Research, Yogyakarta, Yayasan penerbit Fakultas Psikologi

UGM, 1980, hal 43

40Abdulkadir Muhammad, Metode Penelitian Hukum, Cetakan – 1, Citra Aditya Bakti,

Bandung, 2004, hal.14

41Bambang Waluyo,Metode Penelitian Hukum, Ghalia Indonesia, Semarang, 1993, hal. 13 42Ibrahim Johni, Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif, Bayu Media Publishing,

(26)

yaitu penelitian yang objek kajiannya adalah dokumen perundang-undangan dan bahan kepustakaan.43

Sifat dari penelitian ini adalah bersifat deskriptif analisis, yaitu menggambarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku berkaitan dengan teori-teori hukum dan praktek pelaksanaan hukum positif yang menyangkut permasalahan di atas.

Dikatakan deskriptif karena penelitian ini diharapkan mampu memberi gambaran secara rinci, sistematis dan menyeluruh mengenai segala hal yang berhubungan dengan pembatalan hibah.

Data yang diperoleh dari penelitian ini diupayakan memberikan gambaran atau mengungkapkan berbagai faktor yang berhubungan erat dengan gejala-gejala yang diteliti kemudian di analisa mengenai penerapan atas pelaksanaan peraturan perundang-undangan guna untuk mendapatkan data atau informasi mengenai pelaksanaannya.

2. Sumber Data

Pengumpulan data diperoleh dari penelitian kepustakaan yang didukung penelitian lapangan, sebagai berikut:

Penelitian Kepustakaan (library research) yaitu menghimpun data dengan melakukan penelaahan bahan kepustakaan atau data sekuder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier.44

(27)

1) Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, yakni: a) Kompilasi Hukum Islam

b) Putusan perkara Mahkamah Syariah Provinsi Aceh Nomor 28/Pdt.G/2015/MS-Aceh

2) Bahan Hukum Sekunder adalah bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisa dan memahami bahan hukum primer, bahan hukum sekunder tersebut meliputi :

a) Hasil karya ilmiah para sarjana

b) Hasil penelitian yang berkaitan dengan hibah

3) Bahan tertier adalah bahan pendukung diluar bidang hukum seperti kamus ensiklopedia atau majalah yang berkaitan dengan hibah yang dibatalkan.

3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang diperoleh atau dikumpulkan mengenai masalah-masalah yang berhubungan dengan penelitian ini maka data yang dikumpulkan menggunakan metode sebagai berikut:

Penelitian Kepustakaan (Library Recearch)

Penelitian Kepustakaan (Library Recearch) digunakan untuk memperoleh data sekunder sebanyak mungkin. Penelitian Kepustakaan ini dilakukan dengan cara mempelajari Undang-Undang, Pendapat-Pendapat atau tulian para sarjana serta bahan-bahan lain yang berhubungan dengan penyusunan tesis ini. Dan didukung juga dengan data primer, data primer diperoleh dari informan yang erat 44Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,

(28)

hubungannya dengan masalah yang diteliti. Berdasarkan data yang diperoleh dari informan tersebut nantinya akan diperoleh data primer. Data primer inipun dihimpun dengan mengadakan wawancara dengan informan yang diperlukan dalam penulisan ini. Alat pengumpulan data yang dipergunakan adalah wawancara. Dalam wawancara ini, informan yang diwawancarai mempunyai pengalaman tertentu atau terjun secara langsung yang berkaitan dengan penelitian ini. Adapun informan yang digunakan adalah Majelis Hakim Mahkamah Syariah Provinsi Aceh Bapak Abd Mannan Hasyim, Panitera Muda Hukum Mahkamah Syariah Provinsi Aceh Bapak Abd Latif, serta Notaris di Kota Banda Aceh Bapak Teuku Irwansyah. Dari hasil wawancara ini diharapkan dapat memberikan gambaran dalam praktek pembatalan hibah. Hasil yang diperoleh dari wawancara ini merupakan data primer yang digunakan sebagai pendukung data sekunder.

4. Analisis Data

Referensi

Dokumen terkait

Perhitungan korelasi bivariat dengan spearman’s rank menunjukkan adanya hubungan signifikan (p = 0,000) antara konsumsi energi dari pangan hewani dengan kadar hemoglobin pada

Secara umum, partisipasi masyarakat desa Babalan Lor dapat disimpulkan bahwa masyarakat sudah berpartisipasi dalam keseluruhan proses pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan di

Pada tahap refleksi ini peneliti menganalisis data-data yang di ambil pada siklus 1 pada saat proses pembelajaran berlangsung menurut jenis data yaitu proses

Metode ini digunakan untuk memperoleh data tentang situasi umum RA Al Hidayah Dharma Wanita Persatuan IAIN Walisongo Ngaliyan Semarang dan TK Al Hidayah IX Ngaliyan Semarang

tidak ada pemain yang paling berjasa dalam tim.” itu artinya semua orang yang terlibat di dalam saling berinteraksi, memiliki tujuan bersama, memiliki hubungan

Berdasarkan hasil analisis pengujian penelitian menyimpulkan bahwa hipotesis pertama ditolak yang dimana membuktikan bahwa peranan strategi diversifikasi terbukti

Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui profil konsumen Album “Retropolis – City of Joy” dari Band Naif, dan tingkat kepuasan konsumen atas Album “Retropolis – City of

Kegiatan IbM yang telah dilaksanakan pada Mitra Rezeki Jaya masih dalam tahap pembuatan minuman instan jahe merah. Kelayakan minuman ini untuk dipasarkan telah dilaksanakan. Pada