• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA - Repository UMA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA - Repository UMA"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Santri

Santri disebut manusia lahir-batin karena santri percaya bahwa manusia terdiri dari dua dimensi yang tak terpisahkan, yakni dimensi lahir dan dimensi batin. Dimensi lahir manusia adalah aspek-aspek kehidupannya yang bersifat inderawi, kasat mata, dan logis, seperti intelektual, skill, keterampilan, etos kerja (ikhtiar), prestasi, dll. Sedangkan dimensi batin adalah, hal-hal yang tidak kasat mata atau sama sekali gaib, seperti moralitas dan spiritualitas (Azza, 2013).

Filosofi seperti ini, tidak mengizinkan santri memandang sebelah mata terhadap aspek-aspek lahiriah, sebagaimana santri tidak boleh mengabaikan aspek-aspek batiniah. Santri dituntut menjadi manusia ideal secara lahir dan batin:

secara intelektual dan moral-spiritual; secara etos kerja (ikhtiyâr) dan kepasrahan (tawakkal) (Azza, 2013).

Filosofi seperti inilah yang kemudian menelurkan khittah sistem pendidikan pesantren berorientasi pada dua demensi manusia. Yaitu sistem tarbiyyah yang berorientasi pada aspek batin manusia: moral-spiritual, dan sistem ta’lîm yang berorientasi pada aspek lahir manusia: skill dan intelektualitas.

Khittah sistem pendidikan pesantren yang concern terhadap aspek lahir dan aspek batin seperti ini, tentu sangat ideal menjadi pilihan, di saat lembaga-lembaga pendidikan formal hanya concern terhadap aspek lahir manusia belaka.

Sayangnya, sejauh ini, belum banyak pesantren yang benar-benar serius merealisasikan idealisme sistem ini, sehingga ketimpangan masih kita saksikan di

(2)

mana-mana: betapa banyak orang pintar namun jahat dan membodohi umat, orang kaya namun justru memeras rakyat jelata, dan orang berkuasa namun justru berlaku aniaya. Sebaliknya, betapa banyak orang berhati baik, shalih, bertaqwa, namun tidak kaya, tidak berkuasa, tidak cerdas, sehingga tidak mampu berbuat apa-apa yang berarti bagi peradaban (Azza, 2013).

Peradaban madani membutuhkan manusia-manusia dengan integritas keilmuan lahir-batin: saintis yang agamis, politikus yang religius, pemikir yang ahli dzikir, filsuf yang tasawuf, pakar ekonomi yang islami, ilmuwan yang beriman, budayawan yang budiman, artis yang agamis, hartawan yang zuhud dan dermawan. Semua ini, sejalan dengan filosofi santri dan khittah sistem pendidikan pesantren (Azza, 2013).

Sebagai „khalifah‟ di bumi, manusia diharuskan membangun kemakmuran peradaban bumi dan tidak berbuat kerusakan dalam sejarahnya. Kepercayaan ini mengharuskan santri memiliki pandangan hidup bahwa, santri harus menguasai dan memimpin sejarah peradaban manusia. Sebab tanpa penguasaan dan kepemimpinan, tugas „kekhalifahan‟ tidak akan berjalan (Azza, 2013).

Filosofi ini tidak mengizinkan santri menjadi manusia masa lalu (kuno), yang terasing dengan zamannya, dan tidak memiliki prestasi untuk warisan masa depan. Filosofi ini menuntut santri menjadi manusia yang memiliki kearifan terhadap tradisi dan masa lalu, namun tidak terasing dengan zamannya sendiri.

Manusia dengan tipikal seperti inilah, yang akan mampu menjadi jembatan transvormatif antar zaman (khalifah). Santri harus mewarisi khazanah masa

(3)

klasik, dan mampu bersaing di masa kini (modern) secara kompetitif, dan memiliki prestasi sejarah yang bisa diwariskan untuk masa depan (Azza, 2013).

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa santri adalah individu yang tengah menjalani pendidikan di sebuah pesantren yang diharapkan dapat menjadi manusia yang memiliki kearifan terhadap tradisi dan masa lalu, namun tidak terasing dengan zamannya sendiri.

B. Kepercayaan Diri

1. Pengertian Kepercayaan Diri

Pengertian umum kepercayaan diri adalah rasa percaya diri atau tentang keyakinan terhadap kesanggupannya, juga diperoleh suatu perasaan bangga bersama dengan rasa tanggung jawab.Timbulnya pengertian ini akibat adanya deskriptif yang positif, artinya penerimaan diri apa adanya (Tasmara, 2002).

Covey (1994) menyatakan kepercayaan diri adalah bentuk tertinggi dari motivasi manusia. Kepercayaan diri menghasilkan yang terbaik bagi diri manusia.

Akan tetapi dibutuhkan waktu dan kesabaran serta tidak mengesampingkan kebutuhan untuk melatih orang sehingga kecakapan mereka dapat meningkatkan taraf kepercayaan diri. Menurut Amete (dalam Adrianti,1996) kepercayaan diri mengandung pengertian bahwa seseorang itu dapat melakukan apa yang harus dilakukan, sementara itu Dahler (dalam Adrianti,1996) mengartikan kepercayaan diri luar dipupuk mulai sejak masih kecil dibawah asuhan ibu. Anak yang terlalu cepat lepas dari dada ibunya akan kurang mempercayai dunia luar.

(4)

Centi (1993) mengungkapkan kepercayaan diri adalah pandangan seseorang tentang harga diri dan kewajaran diri sebagai pribadi. Dijelaskan lebih lanjut kepercayaan diri adalah seseorang yang mempunyai ciri yang khas dalam dirinya.

Rasa percaya diri/self confidence menurut The American Heritage Dictionary didefenisikan sebagai kesadaran akan kekuatan dan kemampuan diri sendiri. Sementara Webster`s New World Dictionary mendefenisikan sebagai bergantung pada kekuatan diri sendiri (dalam Satmoko, 1995). Selain itu, Mikesel (dalam Satmoko, 1995) menyatakan kepercayaan diri bukan merupakan sifat yang dapat diturunkan melainkan perolehan dari pengalaman hidup, serta dapat diajarkan dan ditanamkan oleh pendidik sehingga upaya tertentu dapat dilakukan guna membentuk dan meningkatkan kepercayaan diri.

De Angelis (2002) juga menyatakan bahwa kepercayaan diri adalah sesuatu yang harus mampu menyalurkan segala yang kita ketahui dan segala yang kita kerjakan. Artinya kepercayaan diri itu adalah kemampuan seseorang untuk menyalurkan dan mengupayakan apa yang kita ketahui dan segala sesuatu yang dapat kita kerjakan.

Menurut Hidayati dan Guntaro (dalam Dikbud, Agustus 2002) kepercayaan diri adalah sebuah kondisi dimana, kita merasa optimis dalam memandang dan menghadapi sesuatu dalam hidup kita. Kepercayaan diri ini sangatlah bergantung kepada konsep diri. Diri dapat didefenisikan sebagai sebuah gambaran fisik, perilaku, dan keadaan psikologis/mental kita. Dimana setiap individu berbeda-beda dalam penggambarannya. Selain itu cara berpikir, pikiran,

(5)

tingkah laku dan cita-cita kita yang diadopsi dari orang lain maupun lingkungan dimana kita tinggal.

Selanjutnya Droim dan Dubos (dalam Hurlock, 1990) menyatakan bahwa keyakinan terhadap diri sendiri berarti tidak meragukan kemampuan yang demikian dan mengetahui apa yang mampu dilakukan.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa kepercayaan diri adalah keyakinan terhadap diri sendiri, merupakan suatu kemampuan bertidak dengan bakat dan kemampuan diri sendiri, tidak was-was, minder dan selalu optimis dalam menyelesaikan segala tugas dan kewajibannya, berkeinginan membuka diri terhadap lingkungan, serta mampu mengurangi pengaruh negatif yang ditimbulkan oleh lingkungan.

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Timbulnya Kepercayaan Diri

Bakat merupakan salah satu modal utama menumbuhkan rasa percaya diri.

Dengan kita mengembangkan bakat yang dimiliki. Akan diperoleh suatu keterampilan yang bermanfaat bagi diri sendiri. Rasa percaya diri akan mengikat dengan mantap jika seseorang memiliki keterampilan yang membuatnya dibutuhkan orang lain (Tasmara, 2002). Selanjutnya Tasmara menjelaskan faktor- faktor yang mempengaruhi kepercayaan diri seseorang adalah sebagai berikut:

a. Konsep diri

Konsep diri merupakan keseluruhan dari perasaan dan segala sesuatu yang kita yakini. Konsep ini berarti seluruh gambaran, pandangan atau seluruh persepsi tentang siapakah diri kita sebenarnya (Tasmara, 2002).Selanjutnya Cooley (dalam Tasmara, 2002) mengatakan bahwa konsep bagaikan seseorang melihat diri sendiri didepan cermin. Berbagai tanggapan atas penilaian terhadap diri sendiri itulah konsep diri sebenarnya. Lebih lanjut (Brooks dalam

(6)

Rahmat, 1988) mengatakan bahwa konsep diri adalah pandangan dan perasaan individu tentang diri sendiri baik yang bersifat fisiologis, psikologis, maupun sosial yang mempengaruhi individu dalam berinteraksi dengan individu yang lain. Individu yang memiliki konsep diri yang positif akan mampu tampil percaya diri, sebaliknya apabila individu memiliki konsep diri yang negatif maka ia akan cenderung sensitif terhadap pandangan orang lain serta kurang memiliki kepercayaan diri.

b. Harga diri

Harga diri adalah penilaian terhadap diri sendiri, sejauh mana perasaan terhadap dirinya sendiri, bagaimana penilaian terhadap orang lain, peran dan kesan apa yang ingin ia ciptakan atau dia harapkan dari orang lain. Harga diri mempengaruhi kreativitasnya dan bahkan apakah ia akan menjadi pengikut atau pemimpin.

c. Rasa aman

As`ad (dalam Purnomo, 1990) mengatakan bahwa rasa aman mempengaruhi masa depan seseorang, kebutuhan rasa aman sangat penting untuk dipenuhi oleh individu. Rasa aman pertama kali diperoleh individu dari rumah dan orang-orang sekitarnya. Dengan demikian, jika individu memiliki rasa aman didalam rumah, maka individu akan melangkah keluar dengan rasa percaya diri.

d. Orang tua

Orang tua mempunyai pengaruh yang kuat untuk membina dan menumbuhkan rasa percara diri terhadap anak akan perkembanganya. Orang tua tidak hanya

(7)

memiliki hubungan yang kuat dalam hubungan keluarga, tetapi juga sikap dan perilaku anak dalam mengembangkan kepercayaan diri di lingkungannya (Hurlock, 1990).

Selain faktor-faktor di atas, Hurlock (1999) menjelaskan bahwa jenis kelami merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kepercayaan diri. Jenis kelamin terkait dengan peran yang akan dibawakan. Laki-laki cenderung merasa lebih percaya diri karena sejak awal masa kanak-kanak sudah disadarkan bahwa peran pria memberi martabat yang lebih terhormat daripada peran wanita, sebaliknya perempuan dianggap lemah dan banyak peraturan yang harus dipatuhi.

Bahwa anak laki-laki lebih memperoleh kesempatan untuk mempunyai kemandirian dan untuk berpetualang, lebih dituntut untuk memajukan inisiatif originalitas dibanding wanita. Disamping itu, sesuai dengan perannya, laki-laki diharapkan menjadi kuat, mandiri, agresif, dan mampu memanipulasi lingkungan, berprestasi serta membuat keputusan. Dalam kehidupan sosial mereka diharapkan mampu berkompetisi, tegas dan dominan, sedangkan perempuan diharapkan lebih tergantung, sensitif, dan keibuan.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulan faktor-faktor yang mempengaruhi kepercayaan diri seseorang adalah konsep diri, harga diri, rasa aman, orang tua.

3. Ciri-ciri Individu yang Memiliki Kepercayaan Diri

Menurut Kumara (1988) ciri-ciri orang yang mempunyai kepercayaan diri adalah selalu optimis, gembira, bertanggung jawab, efektif, ambisius, toleransi, mandiri, tidak mementingkan diri sendiri dan tidak berlebihan.

(8)

Martaniah dan Adiyanti (1990) menambahkan bahwa ciri-ciri individu yang mempunyai kepercayaan diri adalah orang yang mampu menjalankan tugas- tugasnya dengan baik dan bertanggung jawab serta mempunyai rencana terhadap masa depannya.

Selanjutnya Aziz (dalam Satmoko, 1995) mengatakan bahwa ciri-ciri individu yang memiliki kepercayaan diri adalah selalu memiliki sifat optimis dan mandiri. Sebaliknya orang yang kurang memiliki rasa percaya diri itu, mempunyai sifat perasaan tidak aman, merasa takut, tidak bebas, ragu-ragu, lidah terasa terkunci di depan orang banyak, murung, pemalu, kurang berani, membuang- buang waktu dalam mengambil keputusan, kurang cerdas, dan cenderung untuk menyalahkan suasana luar sebagai penyebab masalah yang dihadapi.

Hakim (dalam Satmoko, 1995) memberikan ciri-ciri individu yang memiliki kepercayaan diri adalah:

a. Selalu bersikap tenang di dalam mengerjakan sesuatu.

b. Mempunyai potensi dan kemampuan yang memadai

c. Mandiri, yaitu merupakan bentuk perilaku untuk melakukan sesuatu sendiri di dalam kehidupan yang ditandai dengan adanya inisiatif terhadap diri sendiri tanpa menunggu perintah orang lain.

d. Mampu menyesuaikan diri dan berkomunikasi di berbagai situasi.

e. Memiliki kecerdasan yang cukup.

f. Memiliki kemampuan sosialisasi

g. Optimis, yaitu orang yang memandang segala sesuatu dari segi yang mengandung harapan baik, dan bereaksi positif dalam menghadapi masalah.

(9)

h. Bertanggung jawab, yaitu kesediaan untuk memikul bagian beban terhadap urusan diri sendiri, sehingga dapat memikul kepercayaan yang baik.

i. Tidak mementingkan diri sendiri, yaitu merupakan suatu tindakan untuk memikirkan orang lain dengan berbuat untuk orang lain dan bukan memusatkan perhatian terhadap kepentingan sendiri.

j. Tidak memerlukan dukungan orang lain, yaitu seseorang yang memiliki pribadi yang matang ialah orang yang dapat menguasai lingkungannya secara aktif dan berdiri di atas kedua kakinya sendiri tanpa menuntut banyak dari orang lain dan tahan menghadapi berbagai cobaan hidup.

Menurut Tasmara (2002), bahwa individu yang memiliki kepercayaan diri dapat dilihat dari beberapa ciri kepribadian yang dimilikinya, diantaranya:

a. Berani untuk menyatakan pendapat atau gagasan sendiri walaupun hal tersebut beresiko tinggi, misalnya menjadi orang yang tidak populer atau bahkan dikucilkan.

b. Mampu menguasai emosinya. Individu yang percaya diri biasanya memiliki aturan sendiri yang menyebabkan ia tetap tenang dan mampu berfikir jernih walaupun dalam tekanan yang berat.

c. Memiliki independensi yang sangat kuat tidak mudah terpengaruh oleh sikap orang lain, walaupun pihak lain mayoritas. Bagi individu yang percaya diri, kebenaran tidak selalu dicerminkan oleh orang banyak.

Selanjutnya Goldmen (dalam Tasmara, 2002) mengatakan bahwa ciri-ciri individu yang memiliki kepercayaan diri antara lain:

a. Memiliki sifat yang kuat untuk berprestasi, individu seperti ini biasanya sangat bergairah untuk meningkatkan standart keunggulan, menetapkan

(10)

sasaran yang matang dan berani mengambil resiko yang diperhitungkan serta mencari infomasi sebanyak-banyaknya guna mengurangi ketidak pastian dan mencari jalan keluar yang terbaik.

b. Mempunyai komitmen yaitu setia kepada visi dan sasaran.

c. Inisiatif dan optimisme yaitu mempunyai kekuatan berinisiatif, siap memanfaatkan peluang, mengejar sasaran lebih dari yang dipersyaratkan dan senang mengajak orang lain mengerjarkan sesuatu yang tidak lajim dan bernuansa penuh tantangan.

Martaniah dan Adianti (1990) mengatakan bahwa ciri-ciri individu yang mempunyai kepercayaan diri adalah individu yang mampu menjalankan tugas- tugasnya dengan baik dan bertanggung jawab serta mempunyai rencana masa depan.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan beberapa ciri-ciri kepercayaan diri yaitu, selalu optimis, gembira, bertanggung jawab, efektif, ambisius, toleransi, mandiri, tidak mementingkan diri sendiri dan tidak berlebihan, berani menyatakan pendapat, mampu menguasai emosi, memiliki independensi.

4. Proses Pembentukan Kepercayaan Diri

Rasa kepercayaan diri yang tumbuh pada diri seseorang bukan tumbuh begitu saja, tetapi berkembangnya kepercayaan diri berawal dari lingkungan keluarga yang merupakan sarana utama dan pertama bagi individu untuk menerima pendidikan dari kedua orang tuanya yang akan memberi warna bagi kepribadiannya kelak.

(11)

Hakim (dalam Satmoko, 1995) menerangkan proses terbentuknya kepercayaan diri melalui beberapa tahapan yaitu:

a. Terbentuknya kepribadian yang baik sesuai dengan proses perkembangan yang melahirkan kelebihan-kelebihan yang tertentu.

b. Pemahaman seseorang terhadap kelebihan-kelebihan yang dimilikinya dan melahirkan keyakinan yang kuat untuk bisa berbuat segala sesuatu dengan memanfaatkan kelebihanya.

c. Pemahaman dan reaksi positif seseorang terhadap kelemahan-kelemahan yang dimilikinya agar tidak menimbulkan rasa rendah diri atau rasa sulit untuk menyesuaikan diri.

d. Pengalaman didalam menjalani berbagai aspek kehidupan dengan menggunakan segala kelebihan yang ada pada dirinya.

Hal tersebut dipertegas oleh Hartono (dalam Satmoko, 1995) bahwa yang paling tepat dilakukan untuk pembentukan kepercayaan diri adalah dengan jalan melakukan pencegahan dan pembinaan sedini mungkin terutama dalam hal mengungkapkan perasaan diri sebagai modal kearah terbinanya rasa percaya diri.

Individu tersebut akan mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari, berani menyatakan keingiannya maupun pendapatnya. Terbentuknya rasa percaya diri pada seorang individu menyebabkan individu tersebut lebih kreatif, berani mengambil resiko dan berani bereksperimen yang mana pada akhirnya dapat menghasilkan suatu kecakapan.

Selain itu sebagai hasil dari pembentukan kepercayaan diri adalah timbulnya rasa harga diri atau bangga diri. Sebaliknya orang yang kurang memiliki kepercayaan diri akan cenderung pesimis, apatis, menarik diri pergaulan

(12)

dan tidak berani bertindak atau mengambil keputusan menurut dirinya sendiri (Gunarsa, 1996).

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan proses pembentukan kepercayaan diri dimulai dari keluarga akan tetapi bukan merupakan keturunan melainkan keterbentuknya sebuah kepribadian yang baik sesuai dengan proses perkembangan yang akan melahirkan kelebihan-kelebihan dan dengan pemahaman kelebihan tersebut, akan lahir sebuah keyakinan yang kuat untuk dapat berbuat segala sesuatu oleh karena itu timbul percaya diri.

5. Aspek-aspek Kepercayaan Diri

De Angelis (2002) mengemukakan aspek-aspek kepercayaan diri, yaitu:

a. Aspek Tingkah Laku

Aspek tingkah laku adalah kepercayaan diri untuk mampu bertindak dan menyelesaikan tugas-tugas mulai dari yang sederhana hingga tugas-tugas yang rumit untuk meraih sesuatu. Dalam aspek tingkah laku ini terdapat 4 (empat) ciri penting:

1) Keyakinan atas kemampuan sendiri untuk melakukan sesuatu

2) Keyakinan atas kemampuan untuk menindak lanjuti segala prakarsa pribadi secara konsekuen

3) Keyakinan atas kemampuan sendiri untuk menanggulangi segala kendala 4) Keyakinan atas kemampuan untuk memperoleh dukungan.

b. Aspek Emosi

Aspek emosi merupakan aspek kepercayaan diri yang berkenaan dengan keyakinan dan kemampuan untuk mengusai segenap sisi emosi. Aspek ini memiliki ciri:

(13)

1) Keyakinan terhadap kemampuan untuk mengetahui perasaan sendiri 2) Keyakinan terhadap kemampuan untuk mengungkap perasaan

3) Keyakinan terhadap kemampuan untuk menyatukan diri dengan kehidupan orang lain dalam pergaulan yang positif dan penuh pengertian

4) Keyakinan terhadap kemampuan untuk memperoleh rasa sayang, pengertian dan perhatian dalam segala sesuatu, khususnya dalam menghadapai kesulitan

5) Keyakinan terhadap kemampuan untuk mengetahui manfaat apa yang diberikan orang lain.

c. Aspek Spiritual

Aspek spiritual yaitu aspek kepercayaan diri yang berupa keyakinan pada takdir dari Tuhan Semesta Alam serta keyakinan bahwa hidup memiliki tujuan yang positif. Termasuk juga keyakinan bahwa kehidupan yang dialami saat ini adalah fana dan masih ada kehidupan kekal setelah mati. Aspek spiritual memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1) Keyakinan bahwa alam semesta adalah suatu misteri yang terus berubah dan setiap perubahan yang terjadi merupakan bagian dari suatu perubahan yang lebih besar lagi.

2) Keyakinan atas adanya kodrat alam, sehingga segala yang terjadi merupakan hal yang wajar

3) Keyakinan pada diri sendiri dan adanya Tuhan Yang Maha Kuasa dan Maha Tinggi serta Maha Tahu atas apapun ungkapan rohani manusia kepada-Nya.

(14)

Pembentukan kepercayaan diri berhubungan erat dengan perasaan atau penilaian dengan kemampuan penampilannya dalam:

a. Aspek Sosial

Penilaian, ungkapan dan pengakuan masyarakat maupun media masa mengenai prestasinya.

b. Aspek intelektualnya

Mempunyai keyakinan bahwa ia dapat mengembangkan akal untuk mengalahkan lawan.

c. Aspek Fisik

Menunjang keyakinannya dan memperoleh kepercayaan diri karena kondisi fisiknya yang prima dan terlatih.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan aspek-aspek yang terkandung dalam kepercayaan diri meliputi aspek tingkah laku, aspek emosi, dan aspek spiritual.

C. Jenis Kelamin

Menurut Gunarsa (1996) manusia diciptakan terdiri dari laki-laki dan wanita yang keduanya berbeda secara badaniah dan psikologis serta peran yang akan diberikan oleh mesyarakat pada keluarganya berbeda pula sesuai dengan kebudayaanya. Oleh karena itu dalam perkembangan moral keduanya juga memiliki perbedaan.

Selanjutnya Havighurst (dalam Agustiani, 2006) menjelaskan selama pubertas, terjadi perubahan hormonal. Pada masa ini remaja belajar

mengantisipasi kondisi fisiknya, apakah individu akan lebih tinggi atau lebih pendek dari orang-orang dewasa yang ada disekitarnya. Selama pubertas wanita berkembang lebih cepat dari pada laki-laki. Usia 15 tahun wanita tampak lebih menyerupai wanita dewasa dibandingkan dengan laki-laki usia 15 tahun. Wanita tampak lebih matang secara fisik dibandingkan laki-laki pada usia 15 – 18 tahun.

Selain itu Kohlberg (dalam Agustiani, 2006) bahwa pada awalnya anak mengingat jenis kelaminnya dan individu melakukan seleksi terhadap lingkungan

(15)

umum individu mampu memahami yang lebih kompleks dan sisi-sisi dari peran jenis kelamin pada lingkungan budayanya.

Jenis kelamin merupakan salah satu aspek yang mempengaruhi perilaku terhadap individu. Kondisi ini dapat dilihat dari perbedaan ketergantungan dan ketidaktergantungan antara laki-laki dan perempuan.

Hurlock (1996) mengemukakan anak perempuan lebih mudah di pengaruhi, sangat pasif, tidak menyukai petualangan, mereka kesulitan dalam memutuskan masalah, kurang percaya diri, tidak ambisius dan sangat tergantung.

Sedang anak laki-laki tidak mudah dipengaruhi, dominan, sangat aktif, dapat memutuskan masalah secara mudah, suka petualang, sangat percaya diri, tidak tergantung dan sangat ambisius. Selanjutnya Hurlock (1996) mengatakan bahwa anak laki-laki mampu berkompetisi, tegas dan dominan sedang perempuan lebih tergantung, lebih sensitif dan keibuan. Anak laki-laki diberi kesempatan untuk berdiri sendiri dan menanggung resiko dari apa yang mereka perbuat serta banyak dituntut menunjukan inisiatif dan orijinalitasnya dari pada perempuan.

Selanjutnya Gunarsa (1995) mengatakan pergaulan anak laki-laki dan anak perempuan berbeda, anak laki-laki cenderung bermain dengan siapa saja baik sesama jenis maupun lawan jenis yang ia kenal dan anak perempuan cenderung bermain atau berkumpul dalam satu kelompok biasanya dengan satu jenis.

Selanjutnya Hurlock (1996) menegaskan anak laki-laki lebih mengabaikan perintah-perintah yang diberikan dan tidak suka diperlakukan seperti anak kecil oleh yang lebih tua. Anak perempuan lebih dapat diharapkan dapat membantu pekerjaan rumah tangga dan lebih penurut.

(16)

Berdasarkan uraian di atas dapat dibuat kesimpulan bahwa terdapat perbedaan antara laki-laki dengan perempuan, baik dalam hal bentuk tubuh dan perkembangan sifat dan karakteristik lainnya.

D. Perbedaan Kepercayaan Diri Ditinjau dari Jenis Kelamin

Kepercayaan diri merupakan salah satu kondisi yang dimiliki oleh setiap individu, hanya tingkatannya saja yang berbeda antara individu yang satu dengan individu yang lain. Beberapa aspek yang terkandung dalam kepercayaan diri seperti yang dikemukakan Angelis (2002), antara lain adalah aspek tingkah laku, aspek aspek emosi dan aspek spiritual. Individu yang memiliki kepercayaan diri rendah akan lebih sulit menyelesaikan tugas-tugas yang sedikit rumit, sehingga mereka lebih mudah mengumbar kemarahannya dan bertindak agresif. Mereka tidak yakin dengan kemampuan sendiri untuk melakukan sesuatu, kurang memiliki keyakinan atas kemampuan sendiri untuk menanggulangi segala kendala. Selanjutnya individu yang memiliki kepercayaan diri rendah, merasa tidak yakin terhadap kemampuan untuk mengetahui perasaan sendiri, kurang memiliki keyakinan terhadap kemampuan untuk menyatukan diri dengan

kehidupan orang lain dalam pergaulan yang positif dan penuh pengertian, kurang memiliki keyakinan terhadap kemampuan untuk memperoleh rasa sayang, pengertian dan perhatian dalam segala sesuatu, khususnya dalam menghadapi kesulitan.

(17)

Kepercayaan diri seperti yang dikemukakan Angelis (2002) adalah sesuatu yang mampu menyalurkan segala yang diketahui dan segala yang dikerjakan.

Artinya kepercayaan diri itu adalah kemampuan seseorang untuk menyalurkan dan mengupayakan apa yang diketahui dan segala sesuatu yang dapat dikerjakan.

Menurut Hidayati dan Gintoro (dalam Dikbud, Agustus 2002) kepercayaan diri adalah sebuah kondisi dimana individu merasa optimis dalam memandang dan menghadapi sesuatu dalam hidup. Kepercayaan diri ini sangatlah bergantung kepada konsep diri. Selain itu cara berfikir, tingkah laku dan cita-cita yang diadopsi dari orang lain maupun lingkungan damana kita tinggal. Selanjutnya Droim dan Dubos (dalam Hurlock, 1999) menyatakan bahwa keyakinan terhadap diri sendiri berarti tidak meragukan kemampuan kita dan mengetahui apa yang mampu dilakukan.

Mengacu kepada beberapa pengertian yang terkandung dalam kepercayaan diri yang dikemukakan para ahli di atas, maka individu pria memiliki kepercayaan diri yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan individu wanita. Hurlock (1999) menyatakan bahwa jenis kelamin terkait dengan peran yang akan dibawakan.

Laki-laki cenderung merasa lebih percaya diri karena sejak awal masa kanak- kanak sudah disadarkan bahwa peran pria memberi martabat yang lebih terhormat daripada peran wanita, sebaliknya perempuan dianggap lemah dan banyak

peraturan yang harus dipatuhi. Bahwa anak laki-laki lebih memperoleh

kesempatan untuk mempunyai kemandirian dan untuk berpetualang, lebih dituntut untuk memajukan inisiatif originalitas dibanding wanita. Disamping itu, sesuai dengan perannya, laki-laki diharapkan menjadi kuat, mandiri, agresif, dan mampu

(18)

memanipulasi lingkungan, berprestasi serta membuat keputusan. Dalam kehidupan sosial mereka diharapkan mampu berkompetisi, tegas dan dominan, sedangkan perempuan diharapkan lebih tergantung, sensitif, dan keibuan.

Lebih lanjut Hurlock (1999) mengemukakan anak perempuan lebih mudah dipengaruhi, sangat pasif, tidak menyukai petualangan, mereka kesulitan dalam memutuskan masalah, kurang percaya diri, tidak ambisius dan sangat tergantung.

Sedang anak laki-laki tidak mudah dipengaruhi, dominan, sangat aktif, dapat memutuskan masalah secara mudah, suka petualang, sangat percaya diri, tidak tergantung dan sangat ambisius.

Mengacu pada pendapat yang dikemukakan Angelis (2002) yang menyatakan bahwa kepercayaan diri adalah sesuatu yang mampu menyalurkan segala yang diketahui dan segala yang dikerjakan. Artinya kepercayaan diri itu adalah kemampuan seseorang untuk menyalurkan dan mengupayakan apa yang diketahui dan segala sesuatu yang dapat dikerjakan. Kondisi ini berbeda bila dilihat pada setiap orang, terlebih-lebih apabila dibandingkan antara individu laki- laki dengan individu perempuan. Laki-laki memiliki keberanian yang lebih besar untuk mengerjakan sesuatu, lebih berani dan siap menerima kritikan dari orang lain. Hal ini berbeda bila dibandingkan dengan individu perempuan, yang lebih banyak diam dan tidak siap untuk dikritik.

Demikian juga yang dikemukakan Kartono (2000) bahwa sebagai akibat perlakuan yang diberikan orangtua kepada anak perempuan lebih istimewa daripada anak laki-laki, mulai anak berusia dini mengakibatkan anak perempuan

(19)

E. Kerangka Konseptual

F. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan landasan teori yang dikemukakan diatas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: terdapat perbedaan kepercayaan diri antara santri pria dengan santri wanita. Asumsinya santri laki-laki memiliki kepercayaan diri yang lebih tinggi dibandingkan santri perempuan.

Perempuan Santri

Laki-laki

Kepercayaan Diri Ciri-ciri:

Selalu optimis, gembira, bertanggung jawab, efektif, ambisius, toleransi, mandiri, tidak mementingkan diri sendiri dan tidak berlebihan (Kumara, 1988).

Referensi

Dokumen terkait

It assumed that the closer the position of reference nodes from their neighbour unknown nodes the bigger the accuracy estimated position could be reached by

Kepercayaan diri merupakan suatu sikap atau keyakinan atas kemampuan diri sendiri sehingga dalam tindakan-tindakannya tidak terlalu cemas, merasa bebas untuk melakukan hal-hal yang