MENGADILI SENGKETA WARIS PADA TAHUN 2020-2021
SKRIPSI
diajukan kepada Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh
gelar Sarjana Hukum (S.H) Fakultas Syariah
Program Studi Hukum Tata Negara (Siyasah)
Oleh:
Ali Imbron NIM. S20173048
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI KIAI HAJI ACHMAD SIDDIQ JEMBER
FAKULTAS SYARIAH
NOVEMBER 2022
ii
TINJAUAN SIYASAH QADHA’IYYAH PERSPEKTIF IMAM AL-MAWARDI TERHADAP PERAN DAN FUNGSI LEMBAGA PENGADILAN AGAMA JEMBER DALAM MENGADILI SENGKETA WARIS PADA TAHUN 2020-2021
SKRIPSI
diajukan kepada Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh
gelar Sarjana Hukum (S.H) Fakultas Syariah
Program Studi Hukum Tata Negara (Siyasah)
Oleh:
Ali Imbron NIM. S20173048
Disetujui Pembimbing
Dr. SRI LUMATUS SA’ADAH, M.H.I NIP. 19741008 199803 2 002
iv MOTTO
Artinyal: “Wahai orang yang beriman, maka jadilah engkau penegak keadilan dan menjadi saksi karena Allah SWT walau terhadap kerabatmu, jika dia kaya maupun miskin sesungguhnya Allah SWT lebih tau kebaikannya.
Janganlah kamu menuruti hawa nafsu karena ingin menghindari kebenaran. Dan jika kamu memutarbalikan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka ketahuailah Allah SWT Maha teliti terhadap segala apa yang kamu kerjakan”(Q.S. An-Nisa : 135).1
1 Departemen Agama Republik Indonesia, Alqur‟an dan Terjemah, (Bandung:
Mizan Media Utama, 2009),135.
v
PERSEMBAHAN
Karya tulis ini saya persembahkan untuk:
1. Kedua orang tua tercinta, Ummi ku tercinta (Hj. Halifah) dan Abah ku (H.
Hariri Basir) yang selalu memanjatkan lantunan-lantunan Do’a di setiap Ibadahnya, serta dukungan yang tiada. Emphuk, Abang, dan Adek-adekku (Suratna, Suyani, Sunarti, Abdullah, Ahmad, Lulu dan Omdah) yang turut mendo’akan dan memberi semangat untuk saya dalam menyelesaikan penilitian ini
2. Siti Nuar fitria, S.H. yang memberi semangat.
3. Almamater Hukum Tata Negara II (HTN 2)
Terima kasih saya ucapkan kepada mereka semua, Semoga Allah senantiasa menerima dan membalas segala amal kebaikannya serta selalu memperoleh rahmat, taufik dan Hidayah-Nya. Aamiin…
Jember, 21 November 2022 Penulis
Ali Imbron
vi
KATA PENGANTAR
ِِم ْسِب
ِِ ٰ ِ للّا
ِِن ٰمْح َّرلا ِ
ِِمْي ِح َّرلا ِ
ِ
Segala puji hanyalah milik Allah SWT. Karena atas rahmat dan karunia-Nya sehingga perencanaan, pelaksanaan dan penyelesaian skripsi sebagai salah satu syarat menyelesaikan program sarjana, dapat diselesaikan dengan lancar.
Keberhasilan ini dapat penulis peroleh karena banyak dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyadari dan menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. H. Babun Suharto, SE., MM. Selaku Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Kiai Haji Achmad Siddiq Jember yang telah menerima penulis sebagai mahasiswa UIN KHAS Jember.
2. Bapak Prof. Dr. Muhammad Noor Harisuddin, M.Fil.I. Selaku Dekan Fakultas Syariah UIN KHAS Jember yang telah menerima penulis di fakultas syariah tepatnya di prodi Hukum Tata Negara (siyasah).
3. Bapak Sholikul Hadi, S.H., M.H. Selaku koordinator Program Studi Hukum Tata Negara (Siyasah) yang telah menjadi inspiratif bagi penulis dalam hal kedisiplinan.
4. Ibu Dr. Sri Lumatus Sa’adah, M.H.I. Selaku dosen pembimbing yang telah telaten dan sabar dalam membimbing penulis hingga sampai selesai.
5. Segenap dosen yang telah bersedia memberikan ilmunya kepada penulis selama menempuh Studi di Universitas Islam Negeri (UIN) Kiai Haji Achmad Siddiq Jember.
6. Almamaterku yang aku banggakan Universitas Islam Negeri (UIN) Kiai Haji Achmad Siddiq Jember.
Akhirnya, semoga amal baik yang telah Bapak/Ibu berikan kepada penulis kelak mendapatakan balasan dari Allah SWT Aamiin...
Jember, 21 November 2022 Penulis
Ali Imbron
vii ABSTRAK
Ali Imbron, 2022, Tinjauan Siyasah Qadha‟iyyah Perspektif Imam Al-Mawardi Terhadap Peran dan Fungsi Lembaga Pengadilan Agama Jember Dalam Mengadili Sengketa Waris Pada Tahun 2020–2022.
Kata Kunci: Siyasah Qadha‟iyyah, Peran dan fungsi Pengadilan Agama Jember, Sengketa waris
Siyasah Qadha‟iyyah merupakan politik peradilan yang mempunyai maksud dan tujuan untuk menyelesaikan perkara-perkara yang menggunakan syariat Islam. Institusi peradilan menurut fiqh siyasah disebut dengan Qadha‟iyyah dari kata Al-qadha‟ (peradilan), yaitu perkara yang disyariatkan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Peradilan yang ada di dalam Islam, dapat diartikan sebagai pemerintahan, kerajaan, atau kekuasaan yang berhubungan dengan kebijakan peradilan. Karena, hanya melalui peradilan kebenaran dapat ditegakkan dengan adil sehingga dapat tercipta keadilan hukum dan kemaslahatan bagi umat manusia. Peran dan fungsi Pengadilan Agama bertugas menyelesaikan suatu administrasi negara melalui pejabat atau instansinya yang dipermasalahkan oleh masyarakatnya dalam perkawinan, warisan, perwakafan, zakat, infaq, ekonimi syariah, wasiat, hibah dan sodaqah.
Fokus peneletian dalam skripsi ini adalah: pertama bagaimanakah fungsi dan peran Pengadilan Agama Jember dalam penyelesaian perkara waris, kedua bagaimanakah tinjauan Siyasah Qadha‟iyyah terhadap pelaksanaan fungsi dan peran Pengadilan Agama Jember dalam penyelesaian perkara waris.
Tujuan dari penelitian ini adalah: pertama untuk mendeskripsikan fungsi dan peran Pengadilan Agama Jember dalam penyelesaian perkara waris, kedua untuk mendeskripsikan tinjauan Siyasah Qadha‟iyyah terhadap pelaksanaan fungsi dan peran Pengadilan Agama Jember dalam penyelesaian perkara waris.
Penelitian ini berjenis penelitian kualitatif yang bersifat lapangan (Field Research), menggunakan pendekatan konseptual (Conceptual Approach) dan pedekatan antropologi hukum dengan menggunakan pengolahan data triangulasi teknik, triangulasi sumber dan metode pengumpulan data primer wawancara dengan hakim dan staf terkait Pengadilan Agama Jember, dan data sekunder yaitu refrensi lainnya yang relevan dengan permasalahan yang dikaji.
Hasil penelitian 1.) Fungsi dan peran dalam peyelesaian perkara waris yang bersifat litigasi dan non-litigasi antara lain: fungsi mengadili, fungsi pembinaan, fungsi pengawasan, fungsi nasehat serta fungsi administratif. 2.) Menurut Imam Al-Mawardi tugas hakim bersifat khusus yaitu Otoritas Hakim diperbolehkan membatasi tugasnya pada kasus tertentu dan hanya melibatkan dua pihak yang berperkara dan bersifat umum. Dapat dipahami bahwa hal ini telah sesuai dengan proses penyelesaian sengketa waris di Pengadilan Agama Jember, dimana dalam menyelesaikan perkara waris, hakim juga menggunakan dua jalur litigasi dan non-litigasi. Adapun cara non-litigasi inilah dengan cara mendamaikan kedua belah pihak perkara, sedangkan litigasi sesuai dengan pendapat Imam Al- Mawardi dalam penyelesaian perkara harus secara sistematis dan prosedural.
viii DAFTAR ISI
Hal
HALAMAN COVER ... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
MOTTO... iv
PERSEMBAHAN ... v
KATA PENGANTAR ... vi
ABSTRAK ... viii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Konteks Penelitian ... 1
B. Fokus Penelitian ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 6
D. Manfaat Penelitian ... 6
E. Definisi Istilah ... 7
F. Sistematika Pembahasan ... 9
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 11
A. Penelitian Terdahulu ... 11
B. Kajian Teori ... 15
ix
1. Siyasah Qadha’iyyah ... 15
a. Pengertian Siyasah Qadha’iyyah Perpsektif Imam Al-Mawardi ... 15
b. Unsur-Unsur Siyasah Qadha’iyyah dalam Kitab Al-Ahka>mus- Sultha>niyyah Wa-Wila>ya>tud di>niyyah ... 16
c. Fungsi dan Peran Siyasah Qadha’iyyah dalam Penegakan Hukum ... 17
2. Pengadilan Agama di Indonesia ... 24
a. Pengertian Pengdilan Agama ... 24
b. Kompetensi Pengadilan Agama Terkait Waris ... 26
c. Fungsi dan Peran Pengadilan Agama Menyelesaikan Perkara... 28
d. Penyelesaian Sengketa Waris di Pengadilan Agama secara Litigasi dan Non-Litigasi ... 31
BAB III METODE PENELITIAN ... 37
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian... 37
B. Lokasi Penelitian ... 38
C. Subjek Penelitian ... 38
D. Teknik Pengumpulan Data ... 39
E. Analisis Data ... 41
F. Keabsahan Data ... 43
G. Tahap-Tahap Penelitian ... 43
BAB IV PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS ... 45
x
A. Gambaran Objek Penelitian ... 45
1. Sejarah Pembentukan Pengadilan Agama Jember ... 45
2. Peta Wilayah Yurisdiksi Kekuasaan Relatif Pengadilan Agama Jember ... 47
3. Yurisdiksi Kewenangan Absolut Pengadilan Agama Jember ... 48
4. Struktur Organisasi Pengadilan Agama Jember ... 49
B. Penyajian Data dan Analisis ... 50
1. Tinjauan Siyasah Qadha’iyyah terhadap Pelaksanaan Fungsi dan Peran Pengadilan Agama Jember dalam Penyelesaian Perkara Waris ... 51
2. Fungsi dan Peran Pengadilan Agama Jember dalam Penyelesaian Perkara Waris secara Litigasi dan Non-Litigasi... 53
C. Pembahasan Temuan ... 61
1. Tinjauan Siyasah Qadha’iyyah terhadap Pelaksanaan Fungsi dan Peran Pengadilan Agama Jember dalam Penyelesaian Perkara Waris ... 62
2. Fungsi dan Peran Pengadilan Agama Jember dalam Penyelesaian Perkara Waris secara Litigasi dan Non-Litigasi... 67
BAB V PENUTUP ... 70
A. Kesimpulan ... 70
B. Saran ... 70
xi LAMPIRAN-LAMPIRAN
1. Pernyataan Keaslian Tulisan 2. Matrik Penelitian
3. Pedoman Wawancara
4. Surat Permohonan Izin Penelitian 5. Surat Pernyataan Selesai Penelitian 6. Jurnal Kegiatan Penelitian
7. Dokumentasi 8. Biodata Penulis
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Persamaan dan Perbedaan Penelitian Terdahulu dengan Penelitian yang akan dilakukan ... 15 Tabel 4.1 Wilayah Kekuasaan Relatif Pengadilan Agama Jember ... 53 Tabel 4.2 Wilayah Kewenangan Absolut Pengadilan Agama Jember ... 53 Tabel 4.3 Data Sengketa Waris Secara Litigasi dan Non-Litigasi di Pengadilan Agama Jember Tahun 2020-2021 ... 55
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Peta Kabupaten Jember ... 52 Gambar 4.2 Struktur Organisasi Pengadilan Agama Jember ... 54
BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian
Kata fiqih Siyasah termasuk kata saduran dari bahasa Arab asli yang memiliki arti pengarahan dan perbaikan. Fiqih siyasah juga disebut ilmu yang mempelajari problem ketatanegaraan serta memiliki ikatan dengan norma- norma keperluan masyarakat yang terkait negara. Wujud menciptakan regulasi dalam pemerintahan berdasarkan hukum serta regulasi agar terwujudkannya kemaslahatan, keamanan serta keadilan bagi masyarakat sesuai ketentun koridor syariat Islam. Tegasnya fiqih siyasah yakni ilmu ketatanegaraan pada sudut pandang Islam, atau dikenal dengan ilmu politik Islam.2 Seperti di Indonesia, UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, UU Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional serta UU Nomor 7 Tahun 1989 membahas siyasah syar’iyyah perihal Peradilan Agama yang mampu dinyatakan termasuk fiqih pemerintah Indonesia.3
Sesuai Imam Al-Mawardi, ulama ahli fiqih dalam Mazhab Syafi’i yang juga sekaligus negarawan pada zaman Dinasti Abbasiyah, dalam karyanya “Al-Ahka>mus-sultha>niyyah wa-wila>ya>tud-di>niyyah” (Peraturan Pemerintahan) menyatakan fiqih siyasah memiliki lima ruang cakupan yaitu:
Politik moneter (Siyasah Maliyyah), Politik perundang-undangan (Siyasah
2 Efrinaldi, Fiqh Siyasah: Dasar-dasar Pemikiran Politik Islam (Padang: Granada Press, 2007), 6.
3 Muhammad Ramadhan and Achyar Zein, Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam Dalam Fiqih Siyasah (Pekalongan: PT. Nasya Expanding Management, 2019), 9.
Dusturiyyah), Politik peradilan (Siyasah Qadha‟iyyah), Politik peperangan (Siyasah Harbiyyah) serta Politik administrasi (Siyasah Idariyyah).4
Adapun objek fiqih siyasah yang di jelaskan Imam al-Mawardi di atas, yakni Siyasah Qadha‟iyyah. Siyasah Qadha‟iyyah yang termasuk kekuasaannya berkaiatan dengan peradilan, kata Al-Qadha‟ termasuk kata musytarak, yakni mempunyai dua arti atau lebih pada kandungan ayat Al- Qur’an, berarti menetapkan, menentukan, memerintahkan menjadi kepastian, memutuskan, mengakhiri serta seterusnya. Al-Qadha‟ adalah menyelesaikan perkara diantara umatmanusia untuk menghindari konflik dengan mempergunakan hukum-hukum yang disyaria’atkan oleh Allah SWT.
Siyasah Qadha‟iyyah meruapakan lembaga peradilan yang bertujuan menyelesaikan masalah dengan syariat Islam. Pada kajian fiqih Siyasah Qadha‟iyyah tentang mekanisme pengambilan keputusan hakim di suatu peradilan, dalam mengambil keputusan hakim tidak semena-mena dalam mengadili dan mengambil keputusan.
Adapun mekanisme pembahasan spesifik dalam Siyasah Qadha‟iyyah yaitu: unsur Peradilan, status hakim pada pemerintahan, syarat menjadi hakim, hak dan kewajiban hakim, hubungan hakim dan negara, pengangkatan hakim, pemberhentian hakim, pembuktian yang mampu menjadi bukti memeriksa perkara, putusan hakim, dan fatwa serta Qadha‟.
Diterapkannya UU Nomor 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, membuat Kompetensi
4 Efrinaldi, Fiqh Siyasah: Dasar-dasar Pemikiran Politik Islam, 5.
Peradilan Agama menjadi makin luas serta absolut pada sektor keagamaan dan yang paling menarik dari UU Pengadilan Agama (PA) yang baru yakni memberikan hak pada Pengadilan Agama untuk memutus sengketa hak milik yang berkaitan dengan pasal 49 (UU Nomor 3 Tahun 2006) selama subyek berhukumnya umat Islam. Jika mengalami sengketa hak milik seperti pada huruf (b) dengan subjek hukum antara umat Islam, maka objek sengketa ini diputuskan Pengadilan Agama sebagaimana yang tertuang dalam pasal 49.
Urgensi adanya lembaga peradilan yakni menjadi sarana untuk masyarakat memperoleh keadilan serta perlakuan sebagaimana mestinya di mata hukum. Karena setiap masalah atau perkara tidak semuanya bisa diselesaikan dengan cara di luar pengadilan, oleh karena itu dibutuhkan adanya peradilan, artinya jika negara tidak mementingkan keberadaan lembaga peradilan, negara akan sulit melaksanakan roda pemerintahannya.5
Terdapat dua asas yang dapat menentukan kompetensi absolut Pengadilan Agama, yakni jika terkait status hukum muslim atau sengketa dari hukum yang dijalankan dari hukum Islam atau terkait dengan status hukum muslim.6 Dari ruang lingkupnya masalah warisan sebagai kompetensi absolut Peradilan Agama ada enam yaitu: a.) Ahli waris, kelompok ahli waris, yang berhak mewarisi, yang terhalang jadi ahli waris serta hak kewajiban ahli waris, b.) harta peninggalan perihal penentuan tirkah yang mampu di warisi
5 Arum Sutrisni Putri, “Peran Lembaga Peradilan Dalam Penegakan Hukum Dan
Ham,” Kompas.com, Februari 28, 2020,
https://www.kompas.com/skola/read/2020/02/28/194500869/peran-lembaga-peradilan-dalam- penegakan-hukum-dan-ham.
6 M. Hidayat, Hery Agus Susanto and Sinarianda Hurnia H, “Kewenangan Pengadilan Agama Dalam Sengketa Waris Islam Menurut Amandemen Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Undang-Undang No. 7 Tahun 1989,” Jurnal Untag, 04, no.
01(Januari, 2019): 48, http://jurnal.untag-sby.ac.id/index.php/jhp17/article/view/2426/2029.
serta ditentukan besar harta warisan, c.) bagian ahli waris, d.) menjalankan pembagian harta peninggalan, e.) menentukan kewajiban ahli waris pada pewaris, f.) mengangkat wali untuk ahli waris yang tidak bertindak.7
Mengacu ke salah satu perkara yang ditangani Pengadilan Agama merupakan sengketa administrasi pada sengketa waris. Berdasarkan kenyataan kehidupan masyarakat, sering terjadinya sengketa dan masalah- masalah yang ditimbulkan dalam pembagian harta waris. Mengingat sensitifnya bidang kewarisan ini mengakibatkan akibat hukum terhadap ahli waris, dikarenakan tidak adanya tenggang rasa, menahan diri dari godaan nafsu kebendaan dan kebutuhan hidup yang konsumtif.
Kewarisan makna dasarnya merupakan pemindahan harta milik atau pusaka. Dalam fiqih klasik istilah hukum kewarisan sering disinggung, hal- hal terkait hukum kewarisan menamainya dengan hukum faraidh jamak dari lafaz (faridah) artinya (mafrudah) bagian yang sudah dipilih.8
Pada perinsipnya warisan terjadi jika terpenuhi tiga rukunnya, yaitu ketika ada orang yang meninggal dunia (muwarrits), orang yang mewarisi harta peninggalan muwarrits (warits), dan disebut ahli waris, serta harta peninggalan dari muwarrits (mauruts). Secara umum harta peninggalan (tirkah) merupakan apa yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal dunia yang dibenarkan oleh syariat untuk diwarisi kepada ahli warisnya.9
7 Sahid HM, Legislasi Hukum Islam di Indonesia Studi Formalisasi Syariat Islam (Surabaya: Pustaka Idea, 2016), 103.
8 Sukris Sarmadi, Hukum Waris Islam Di Indonesi Perbandingan Kompilasi Hukum Islam dan Fiqih Sunni (Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2013), 1.
9 Sri Lumatus Sa’adah, Baligh Maulidia Qoryna and Haidar Ulum Rachmad Ramadhan, “Status Kewarisan Orang Hilang/Mafqud Perspektif Kompilasi Hukum Islam Dan Hukum Perdata” Jurnal Rechtenstudent 2 No. 3 (Desember, 2021): 317.
Siyasah Qadha‟iyyah merupakan politik peradilan yang mempunyai maksud dan tujuan untuk menyelesaikan perkara-perkara atau kasus-kasus yang membutuhkan putusan berdasarkan hukum Islam, yaitu perkara yang disyariatkan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, dalam skripsi ini penulis akan membahas mengenai peran dan fungsi Pengadilan Agama dalam mengadili perkara waris. Selanjutnya penulis akan membahas mengenai tinjauan Siyasah Qadha‟iyyah terhadap penyelesaian sengketa waris, khususnya mengenai unsur-unsur Siyasah Qadha‟iyyah, fungsi dan peran Siyasah Qadah‟iyyah dalam penegakan hukum dan pengertian Siyasah Qadha‟iyyah menurut Imam Al-Mawardi.
Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk membahas lebih jauh mengenai peran dan fungsi lembaga Pengadilan Agama dalam mengadili sengketa waris di tinjauan dari Siyasah Qadha‟iyyah dalam skripsi yang berjudul: “Tinjauan Siyasah Qadha’iyyah Perspektif Imam Al- Mawardi Terhadap Peran dan Fungsi Lembaga Pengadilan Agama Jember dalam Mengadili Sengketa Waris Pada Tahun 2020-2021.”
B. Fokus Penelitian
Fokus penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah fungsi dan peran Pengadilan Agama Jember dalam penyelesaian perkara waris?
2. Bagaimanakah tinjauan Siyasah Qadha‟iyyah terhadap pelaksanaan fungsi dan peran Pengadilan Agama Jember dalam penyelesaian perkara waris?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini termasuk gambaran arah saat menjalankan penelitian.
Dasar tujuannya yakni:
1. Untuk mendeskripsikan fungsi serta peran Pengadilan Agama Jember dalam penyelesaian perkara waris.
2. Untuk mendeskripsikan tinjauan Siyasah Qadha‟iyyah terhadap pelaksanaan fungsi dan peran Pengadilan Agama Jember dalam penyelesaian perkara waris.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah:
1. Manfaat secara teoritis
Penelitian ini mampu berguna menambah pengetahuan di bidang ilmu kewarisan, dan bermanfaat serta bisa dijadikan bahan referensi yang akan datang dalam mengembangkan ilmu hukum, lebih kusus yang berkaitan dengan siyasah dan hukum kewarisan Islam.
2. Manfaat secara praktis
Guna menambah wawasan dan bahan kajian yang bermanfaat bagi peraktisi hukum dalam banyak kejadian dan untuk menyikapi hal-hal dalam sengketa waris dalam pandangan fiqih siyasah. Serta dapat memberi pemahaman terhadap orang-orang muslim di Indonesia yang sedang mendapat masalah perihal kewarisan.
E. Definisi Istilah
Merujuk kepada fokus serta rumusan masalah peneliti. Definisi istilah pada penelitian ini yakni:
1. Siyasah Qadha‟iyyah
Siyasah Qadha‟iyyah merupakan suatu cara atau politik yang diatur sedemikian rupa dalam Islam untuk mengatur kehidupan masyarakat melalui kekuasaan kehakiman. Arti lain Siyasah Qadha‟iyyah yakni aturan yang ditetapkan hukum Islam dalam menjalankan fungsi peradilan, dan dibuat untuk mengurusi persoalan dengan menggunakan putusan dalam hukum Islam.10 Adapun sumber rujukannya yakni, Al-Qur’an, Sunnah Nabi, Ijma’, Qiyas, serta tradisi sahabat saat Khulafa Al-Rasyidin serta peninggalan putusan fiqih masa itu. Siyasah Qadha‟iyyah yang tersebut dalam judul tidak lain tinjauan Imam Al-Mawardi.
2. Fungsi dan Peran Pengadilan Agama
Fungsi dan peran Pengadilan Pengadilan Agama merupakan judicial power, yaitu lembaga peradilan tingkat pertama yang berkuasa saat pemeriksaan, mengadili serta memutus perkara antar umat muslim dalam peradilan.
Berdasarkan fungsi Pengadilan Agama ialah sebagai fungsi pengawas, fungsi pembina, fungsi nasehat, dan fungsi administrasi serta fungsi lainnya. Tugas lain Pengadilan Agama memberi penjelasan, pertimbangan, serta nasehat hukum Islam pada instansi pemerintah, lewat
10 Ulfa Yurannisa, “Analisis Siyasah Al-Qadha‟iyyah terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor 39 P/Hum/2018 tentang Uji Materil Peraturan Gubernur Aceh Nomor 5/2018”
(Skripsi, UIN Ar-Raniry Darussalam Banda Aceh, 2021): 9.
hisab serta rukyat hilal, dan layanan penelitian atau pengawasan penasehat hukum, dll.11 Terkait peran Pengadilan Agama: memberi layanan hukum, riset atau penelitian, serta memberi akses untuk masyarakat di era transparansi informasi peradilan.
3. Sengketa Waris
Sengketa waris merupakan perebutan benda oleh dua belah pihak atau lebih yang ditinggalkan oleh pewaris dan mengakibatkan akibat hukum. Setiap insan memiliki harta, baik benda hidup ataupun benda mati dan setiap insan berhak atas harta yang dimilikinya namun harta yang diperoleh tersebut memiliki banyak sumber, salah satunya ialah dari sumber warisan. Warisan merupakan sebuah peninggalan orang yang telah meninggal untuk ahli warisnya, harta benda si pewaris semasa dia hidup secara langsung atau berpindah kepada pada pewaris yang secara langsung terikat oleh perkawinan atau hubungan darah.12 Perkara waris yang menjadi wilayah penanganannya adalah harta bergerak serta tidak bergerak, misalnya seperti bangunan dan tanah, tabungan, perhiasan serta kendaraan. Adapun salah satu sengketa waris yang terjadi di Pengadilan Agama Jember yakni putusan nomor: 5614/Pdt.G/2020/PA.Jr tentang sengketa waris.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa maksud judul skripsi ini adalah suatu kajian tentang tinjauan Siyasah Qadha‟iyyah
11 Samun Ismaya, “Peran Pengadilan Agama dalam Penanganan dan Penanggulangan Perceraian” Jurnal Kajian Hukum 2 (2) (November, 2017): 322, http://e- jurnal.janabadra.ac.id/index.php/KH.
12 Lisa Mayasari, “Penyelesaian Sengketa Akibat Penguasaan Harta Oleh Salah Satu Ahli Waris (Studi Kasus Peninggalan Harta Warisan di Kelurahan Kapuas Kanan Hulu Kabupaten Sintang)” (Skripsi, Universitas Tanjungpura, Pontianak, 2017), 7.
perspektif Imam Al-Mawardi terhadap peran dan fungsi Pengadilan Agama Jember dalam mengadilan sengketa waris.
F. Sistematika Pembahasan
Adapun dalam penyusunan ini menggunakan sistematika pembahasan yang dibagi menjadi (5) bab, yaitu:
Bab I Pendahuluan termasuk gambaran pada penelitian: (a) latar belakang, (b) fokus penelitian, (c) tujuan, (d) manfaat, (e) definisi istilah, serta (f) sistematika pembahasan. Maksud tujuan dalam bab ini agar diperoleh gambaran umum perihal pembahasan pada skripsi.
Bab II Pemaparan kajian kepustakaan berhubungan kajian sebelumnya dan literatur terkait atau skripsi. Penelitian sebelumnya yakni memberi penelitian yang sudah dilaksanakan sebelumnya. Selanjutkan memakai teori perihal tinjauan Siyasah Qadha‟iyyah pada peran serta fungsi lembaga pengadilan agama jember saat mengadili sengketa waris, hal ini menjadi pedoman teori bab selanjutnya untuk analisis data dari penelitian terkait.
Bab III metode penelitian yang memuat tentang: (a) jenis serta pendekatan penelitian, (b) lokasi, (c) subjek, (d) teknik pengumpulan data, (e) teknik analisis data, (f) keabsahan data, serta (g) tahap penelitian.
Bab VI pembahasan tentang Penyajian Data serta Analisis yang meliputi, (a) gambaran umum lokasi penelitian, (b) penyajian data serta analisis, serta (c) pembahasan temuan.
Bab V mendeskripsikan kesimpulan penelitian dengan saran dari penulis. Bab ini agar mendapatkan gambaran hasil penelitian berwujud kesimpulan yang mampu membantu memberi saran terkait penelitian.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu
Penelitian sebelumnya yang menjelaskan perihal penelitian yang terkait judul penelitian ini untuk tolak ukur dan menghindari plagiasi serta duplikasi yakni:
1. Skripsi yang dibuat oleh Ahmad Sudirman, (2020) “Analisis Siyasah Qadhaiyyah Terhadap Peran Dan Fungsi Lembaga Pengadlan Tata Usaha Negara Dalam Mengadli Sengketa Pemilu” Program studi Hukum Tata Negara Fakultas Syariah. Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung.
Metode penelitian yang digunakan yakni penelitian pustaka (library research) menggunakan pendekatan yuridis normatif. Hasil penelitian dari Ahmad Sudirman adalah peran serta fungsi peradilan tata usaha negara kedepannya wajib terdapat peraturan hukum untuk menegaskan kewenangannya dalam memutus dan mengadili sengketa pemilu.
Perbedaan penelitian yang di lakukan Ahmad Sudirman yakni meneliti tentang analisis Siyasah Qadha‟iyyah pada peran serta kegunaan pengadilan tata usaha negara untuk pengadilan sengketa pemilu.
Sedangkan penelitian sekarang ialah tinjauan Siyasah Qadha‟iyyah terhadap fungsi dan peran pengadilan agama dalam mengadili sengketa waris.13
13 Ahmad Sudirman, “Analisis Siyasah Qadhaiyyah Terhadap Peran Dan Fungsi Lembaga Pengadilan Tata Usaha Negara Dalam Mengadili Sengketa Pemilu” (Skripsi, Universitas Islam Negeri Raden Intan, Lampung, 2020).
2. Skripsi disusun oleh Muhammad Rizki Zuhairi, (2019) “Kewenangan Pengadilan Agama Padang Sidmpuan Terhadap Penyelesaian Sengketa Waris Islam (Studi Putusan Nomor: 143/Pdt.G/2016/PA.PSP)” Program Studi Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Medan Area.
Metode penelitian yang dipakai Yuridis Normatif, yakni penelitian pengkajian norma yang diberlakukan yakni Undang-Undang yang relevan problem yang dijadikan sebagai bahan sumber hukum. Hasil penelitian ini yakni, Kewenangan Pengadilan Agama memberikan secara kekeluargaan dengan dasar asas-asas dan teori Maqasid Al-Syar’iah serta pertimbangan hakim berdasarkan pasal 271 Rv (Wetboek op de Burgerlijke Rechtvordering) serta pasal 81 ayat (1) UU Nomor 3 Tahun 2006 PA, mengenai penyebutan penggugat untuk mencabut gugatan tersebut.
Dikarekan gugatan tersebut belum lengkap dan sempurna dalam persyaratannya. Perbedaan penelitian terdahulu fokus terhadap kewenangan pengadilan agama padang sidimpuan pada penyelesaian sengketa waris Islam. Sedangkan peneliti sekarang membahas tentang tinjauan Siyasah Qadha‟iyyah terhadap fungsi dan peran pengadilan agama dalam mengadili sengketa waris.14
3. Skripsi Wuda Qoyimaten, (2018) “Analsis Penyelesaian Sengketa Waris Pada Pengadilan Agama Temanggung (Studi Putusan Nomor:
0700/Pdt.G/2014/PA.Tmg)” Program Studi Muamalat Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Magelang. Metode penelitian menggunakan penelitian kualitatif deskriptif dan teknis analisisnya
14 Muhammad Rizki Zuhairi, “Kewenangan Pengadilan Agama Padang Sidimpuan Terhadap Penyelesaian Sengketa Waris Islam (Studi Putusan Nomor: 143/Pdt.G/2016/PA.PSP)”
(Skripsi, Universitas Medan Area, 2019).
dilakukan dengan reduksi data, sajian data serta penarikan kesimpulan.
Hasil dari penelitian ini memiliki dua jalan pada proses penyelesaiannya
“sengketa waris” yakni melalui musyawarah (non-litigasi) atau di Pengadilan Agama (litigasi). perbedaan penelitian yang terdahulu lebih menekankan terhadap pelaksanaan tugas dalam administrasi peradilan agama. Sedangkan penelitian sekarang menegaskan fungsi dan peran peradilan agama dalam sengketa waris di tinjau dari Siyasah Qadha‟iyyah.15
4. Skripsi Rohadin, (2015) “Peran Hakim Pengadilan Agama Dalam Menyelesaikan Perkara Waris (Studi Kasus di Pengadilan Agama Jember Tahun 2013)” Program Studi Hukum Keluarga Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Jember. Metode penelitian menggunakan penelitian kualitatif dan analisinya menggunakan deskriptif analisis. Hasil penelitian ini hakim Pengadilan Agama Jember dalam menyelesaikan perkara waris secara litigasi lebih mendahulukan keadilan meskipun tidak menyentuh pada kepastian hukum, karena hanya putusan keadilan yang bisa menjaga hubungan kedua belah pihak. Perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian yang sekarang yaitu lebih kepada penyelesaian secara litigasi. Sedangkan penelitian yang sekarang lebih fokus kepada penyelesaian secara litigasi dan non-litigasi perspektif Imam Al-Mawardi di tinjau dari Siyasah Qadha‟iyyahnya.16
15 Wuda Qoyimaten, “Analisis Penyelesaian Sengketa Waris Pada Pengadilan Agama Temanggung (Studi Putusan Nomor: 0700/Pdt.G/2014/PA.Tmg)” (Skripsi, Universitas Muhammadiyah Magelang, 2018).
16 Rohadin, “Peran Hakim Pengadilan Agama Dalam Menyelesaikan Perkara Waris
(Studi Kasus di Pengadilan Agama Jember Tahun 2013)” (Skripsi, IAIN Jember, 2015).
Tabel 2.1
Persamaan Dan Perbedaan Penelitian Terdahulu Dengan Penelitian Yang Akan Dilakulan No. Nama dan Judul
Penelitian Persamaan Perbedaan
1. Ahmad Sudirman, (2020), “Analisis Siyasah
Qadhaiyyah
Terhadap Peran
Dan Fungsi
Lembaga
Pengadilan Tata Usaha Negara Dalam Mengadili Sengketa Pemilu”
Sama-sama
mengangkat tema Siyasah
Qadha‟iyyah
Penelitian yang di lakukan oleh ahmad sudirman melakukan Penelitian di pengadilan Tata Usaha Negara. Sedangkan penelitian sekarang melakukan penelitian di Pengadilan Agama Jember.
2. Muhammad Rizki Zuhairi, (2019),
“Kewenangan Pengadilan Agama Padang Sidimpuan Terhadap
Penyelesaian
Sengketa Waris Islam (Studi Putusan Nomor:
143/Pdt.G/2016/PA .PSP)”
Sama-sama
mengangkat tema perihal sengketa waris
Penelitian terdahulu fokus terhadap kewenangan pengadilan agama padang
sidimpuan pada
penyelesaian sengketa waris Islam. Sedangkan peneliti sekarang membahas tentang
tinjauan Siyasah
Qadha‟iyyah pada peran serta kegunaan pengadilan agama pada pengadilan sengketa waris.
3. Wuda Qoyimaten, (2018) “Analisis Penyelesaian
Sengketa Waris Pada Pengadilan Agama
Temanggung (Studi Putusan Nomor:
0700/Pdt.G/2014/P A.Tmg)”
Sama-sama
mengangkat tema sengeketa waris
Penelitian terdahulu melakukan penelitian di
Pengadilan Agama
Temanggung. Namun, penelitian sekarang melakukan penelitian di Pengadilan Agama Jember.
4. Rohadin, (2015)
“Peran Hakim Pengadilan Agama Dalam
Menyelesaikan Perkara Waris (Studi Kasus di Pengadilan Agama Jember Tahun 2013)”
Sama-sama
mengangkat tema sengeketa waris
Penelitian terdahulu lebih fokus terhadap penyelesaian sengketa waris secara litigasi. Sedangkan penelitian yang sekarang fokus kepada penyelesaian secara litigasi dan non- litigasi.
B. Kajian Teori
1. Siyasah Qadha’iyyah
a. Pengertian Siyasah Qadha’iyyah Perspektif Imam Al-Mawardi Siyasah Qadha‟iyyah yaitu politik peradilan yang mempunyai maksud dan tujuan untuk menyelesaikan perkara-perkara yang menggunakan syariat Islam. Institusi peradilan menurut fiqh siyasah disebut dengan Qadha‟iyyah dari kata Al-qadha‟ (peradilan), yaitu perkara yang disyariatkan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Allah SWT memerintahkan dalam memberi keputusan hukum, atau menghukumi manusia dengan apa yang telah diturunkan-Nya. Berdasarkan pemaparan di atas arti qaḍha‟, yakni mengatasi, menunaikan, serta menentukan hukum. Dari istilah ahli fiqih, qaḍha‟ artinya lembaga hukum serta perkataan yang wajib dipatuhi oleh pemilik wilayah umum atau diterangkannya regulasi agama dengan pondasi wajib diikuti.17
Imam Al-Mawardi mengatakan syarat yang wajib terpenuhi oleh seorang qodhi, yaitu: laki-laki, berakal, cerdas dan mampu menjauhkan
17 Saiful Aziz, “Posisi Lembaga Peradilan dalam Sistem Pengembangan Hukum Islam” Jurnal Syariati Studi al-Qur‟an dan Hukum II No. 2 (November, 2016): 286, http://www.neliti.com/id/publications/301022/posisi--lembaga-peradilan-dalam-sistem-
pengembangan-hukum-islam.
diri dari keteledoran, adil, sehat pendengaran serta pengelihatan dan berpengetahuan luas perihal syariah. Jabatan hakim termasuk kedudukan yang berada di bawah khalifah, oleh sebab itu jabatan hakim termasuk tugas khalifah namun untuk meringankan tugasnya yang banyak, maka seorang khalifah boleh mengangkat qadhi secara khusus menangani tugas peradilan. Karena itu jabatan qadhi berada langsung di bawah khalifah, artinya seorang khalifah sendiri yang tugasnya mengawasi, sehingga lembaga peradilan yang terdiri para qadhi bertanggung jawab langsung pada khalifah. Bahkan jika qadhi tidak mampu menuntaskan persoalan, maka khalifahlah yang wajib menanganinya, hal inilah yang terjadi pada awal permulaan Islam, yakni khalifah menjalankan sendiri jabatan qadhi.18
b. Unsur-unsur Siyasah Qadha’iyyah dalam kitab Al-Ahka>mus- Sultha>niyyah Wal-wila>ya>tud-di>niyyah
Siyasah Qadha‟iyyah mempunyai unsur-unsur atau rukun qadha‟, secara bahasa rukun ialah inti yang paling kuat, yang berfungsi menahan sesuatu. Secara Istilah, rukun artinya bagian tertentu yang mesti dari sesuatu, karena terwujutnya sesuatu itu pasti dengan adanya bagian itu sendiri. Jadi, rukun qadha‟ yakni apa yang menunjukan eksistensi peradilan itu sendiri baik perkataan ataupun perbuatan. Ahli fikih mengatakan peradilan Islam memiliki lima rukun atau unsur yaitu:
18 Abdul Hayyie al-Kattani, Hukum Tata Negara dan Kepemimpinan dalam Takaran Islam, terj. Al-Ahka>mus-Sultha>niyyah Wal-wila>ya>tud-di>niyyah Imam Al-Mawardi (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), 146.
1) Hakim (qadhi) yaitu orang yang di angkat kepala negara sebagai hakim untuk menuntaskan gugatan dan perselisihan, sebab penguasa tidak mampu menjalankan sendiri tugas-tugas peradilan. Sesuai dengan Nabi Muhammad SAW. Beliau mengangkat qadli-qadhi untuk menuntaskan sengketa diantara manusia di tempat jauh.
2) Hukum (qodho‟) yakni putusan hakim yang ditetapkan untuk menuntaskan perkara. Dalam hal ini hakim mempunyai dua keputusan yakni:
a) Qadla‟ ilzam, menentukan hak hukuman pada salah satu pihak dengan redaksi “aku putuskan atasmu demikian,” atau menetapkan suatu hak dengan pembagian secara paksa.
b) Qadla‟ istiqaq (penetapan penolakan). Seperti ucapan qadli kepada penggugat: kamu tidak berhak menuntut dari tergugat, karena kamu tidak mampu membuktikan, dan atas sumpah tergugat.
3) Al-Mahkum bih (hak) pada Al-mahkum bih terdapat 3 bagian:
a) Al-Mahkum bihillah (hak Allah atau publik) ialah hak kepentingannya milik masyarakat umum.
b) Al-Mahkum bihilinsan (hak manusia) ialah hak kepentingannya milik individu.
c) Al-Mahkum bihillah wa an-na>s (Hak Allah dan Manusia)
4) Al-Mahkum „Alaih (Tergugat) yakni subjek hukum yang dikenai putusan untuk diambil haknya: berlaku bagi mudda‟aalaih (tergugat) atau mudda‟i (penggugat).
5) Al-Mahkum Lah (Penggugat) yakni penggugat suatu hak, yang menggunakan hak-haknya dalam porsi hukum perdata, atau hak yang lazimnya merupakan hak manusia semata-mata, mahkum lahnya harus melakukan sendiri gugatan atas haknya atau dengan perantara orang yang diberi kuasa olehnya. Adapun apabila itu hak merupakan hak Allah semata, maka mahkum lahnya adalah syara‟. Dala, hal ini perorangan, tetapi sesuai syariat Islam. Tuntutan itu dilakukan lembaga penuntut umum.19
c. Fungsi dan Peran Siyasah Qadha’iyyah dalam Penegakan Hukum Dalam terminologi fiqih, qadhi adalah orang yang mempunyai fungsi dan peran untuk menyampaikan suatu hukum terhadap suatu perkara yang bersifat mengikat terhadap pihak yang berperkara. Imam Al-Mawardi mengatakan ada delapan kekuasaan seorang qadhi yaitu: 1) mengatasi sengketa dengan jalan perdamaian dan memberi kepastian hukum, 2) mendistribusikan hak-hak sesuai objek dan porsinya, 3) memastikan wali bagi orang yang tidak diperbolehkan melaksanakan transaksi, 4) mengijabkan perempuan yang tak berwali, 5) menjamin terciptanya kesejahteraan dengan membendung perbuatan melanggar norma-norma aturan di jalan atau tempat lainnya, 6) melaksanakan
19 Basiq Djalil, Peradilan Islam (Jakarta: Amzah, 2012), 23.
hudud, 7) memeriksa saksi dan kejujurannya, 8) persamaan hak di depan hukum yang berlaku.20
Fungsi qadhi menurut birokrasi Islam dibagi menjadi tiga hal: 1) qadhi mengurus masalah muamalat dan „uqubat, 2) al-muhtasib, qadhi menyidak pelanggaran yang berbahaya bagi publik, 3) madzahlim, qadhi yang memediasi pertentangan antara rakyat dan pejabat.
Imam Al-Mawardi adalah seorang politik Islam dan merupakan tokoh yang pernah menjadi qadhi pada masa dinasti Abbasiyyah yang pimpin oleh Khalifah Abu Ja‟far al-Mansur. Imam Al-Mawardi adalah sosok pemikir yang berpegang teguh kepada kekhalifahan Dinasti Abbasiyah. Tidak hanya dalam kasus politik dan kebijakan qadhi yang terdistraksi oleh pengaruh berbagai macam pandangan lain, pemerintahan Abbasiyah memiliki territorial yang luas serta dinamika politiknya sendiri.
Tugas seorang qadhi berdasarkan kewenangannya dibagi atas wewenang umum dan khusus. Karena dari kekhususan itulah, wilayah kewenangannya hanya untuk soal-soal khusus semata. Berbeda dengan wewenang umum, ada sepuluh hal yang terdiri dari:
a) Mengatasi perkara b) Menangani wakaf c) Menuntut hak orang d) Melaksanakan wasiat
20 Al-Kattani, Hukum Tata Negara dan Kepemimpinan dalam Takaran Islam, 144.
e) Menjadi wali untuk orang yang dilarang melakukan transaksi f) Memeriksa kemaslahatan wlayah tugasnya
g) Menikahkan wanita janda dengan orang yang singkat setatusnya h) Melaksanakan hukum had
i) Mengecek para saksi
j) Persamaan hak antara yang lemah dan kuat.21
Ketika manusia diciptakan oleh Allah, Dia membuat mereka bergantung satu sama lain untuk beberapa tugas, seperti: muamalah, seperti jual beli, perkawinan, perceraian, sewa, dan kebutuhan hidup lainnya, semuanya muamalah, dan ini syari'ah. Allah telah menetapkan aturan dan syarat-syarat untuk mengatur pembagiannya kepada muamalah umat manusia guna mencapai keadilan dan keselamatan..22
Namun kadang ada pelanggaran syarat dan kaidah tersebut, baik disengaja atau tidak, sehingga membuat permasalahan, pertentangan, pertikaian, hingga perampasan harta, hilangnya nyawa dan rusaknya rumah, Allah SWT mensyari'atkan Qadha' untuk kemaslahatan hamba- Nya, guna menuntaskan permasalahan dan menghukum hamba dengan benar serta adil. Allah berfirman dalam al-Qur’an surat al-Maidah (5): 48:
21 M. Zakaria, “Peradilan Dalam Politik Islam (Al-Qadha’iyyah Fi Siyasah Assyar’iyyah)” Jurnal Hukumah 01, No. 1 (Desember, 2017): 52, http://ojs.staituankutambusai.ac.id/index.php/HUKUMAH/article/view/45-58/56.
22 Kosim Rusdi, Fiqih Peradilan (Yogyakarta: Diandra Press, 2012), 13-15.
Artinya: “Dan kami telah menurunkan kepada engkau (Al-Qur’an) dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya yaitu kitab-kitab yang lain itu maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan jangan kamu mengikuti hawa nafsu dengan meninggalkan kebenaran yang engkau tau.
Untuk tiap umat diantara kamu, kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki niscaya kamu di jadikan-Nya satu umat, tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berubuat kebaikan.Hanya kepada Allahlah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu”23
Melalui putusan hakim (ijtihad), nasib seseorang ditentukan bersalah atau tidak atas perbuatan yang dilakukan, jika terbukti melakukan kejahatan dan dinyatakan bersalah maka akan dijatuhi hukuman. Ijtihad seorang hakim dalam melakukan penemuan hukum merupakan suatu hal yang tidak dapat diipisahkan dari peran hakim, masih ada ruang bagi seorang hakim untuk melakukan kekeliruan dalam mengambil keputusan hukum, namun atas kekeliruan tersebut masih diberikan satu pahala
23 Departemen Agama Republik Indonesia, Alqur‟an dan Terjemah, (Bandung:
Mizan Media Utama, 2009), 48.
selama hakim tersebut berijtihad dengan pengetahuannya, bukan berdasarkan pengaruh dari pihak-pihak yang mempunyai kepentingan dengan kasus yang ditangani, hal ini sejalan dengan hadits Nabi yang menyebutkan :
ِالل ُل ُُْسَر َعِمَس ًَُّوَأ ِصاَعنْا ِهْبَِرْمَع ْهَع ُل ُُْلَو َََّهَسََ ًِْ َهَع ُالل لَّهََ
ر ْجَأ ًَُهَفَأَط ْخَأ ََُّثَدٍََت ْجاََ َََكَحاَذِإَف ِناَرْجَأ ًَُهَف َباَََأ ََُّثَدٍََت ْجاَف َُِكاَحنْا َََكَحاَذِإ
Artinya: “Dari Amr bin Ash sesungguhnya dia mendengar Rosullulah SAW bersabda: Apabila seorang hakim memutuskan perkara lalu dia berijtihad, kemudian jika ijtihadnya benar maka baginya dua pahala (pahala berijtihad dan pahala atas kebenarannya).
jika seorang hakim menghukumi dan berijtihadnya, kemudian salah, maka baginya satu pahala(pahala berijtihadnya)”.(HR.
Bukhari dan Muslim)24
يفلاإدسحلا" َهسَ ً هع الل لهَ الل لُسر لاقدُعسم هب اللدبع هع الل ياتآ مجرَ ,قحنا يف ًتكهٌ لهع ًطهسفلاام الل ياتآ مجر ه تىثا ح
"اٍمهعوَاٍب يضلوٍُف ,ةمك
Artinya: Abdullah bin Mas'ud berkata: telah bersabda Rasulullah: "Tidak ada sifat hasad kecuali terhadap dua perkara: terhadap seseorang yang Allah karuniai harta yang kemudian dia habiskan dalam kebenaran, serta terhadap seseorang yang Allah karuniai hikmah (kebijaksanaan),lalu dia pergunakan untuk menghukumi serta mengajarkannya" (HR. Bukhari dan Muslim).25
Peran dan fungsi peradilan antara lain menegakkan hukum, memelihara ketenteraman dan ketertiban, serta berfungsi sebagai lembaga negara yang bertugas menyelesaikan sengketa secara adil. Tanggung jawab utama pengadilan Islam termasuk menegakkan hukum Islam untuk melayani kepentingan publik. Adapun tugas pokoknya ialah:
a. Mendamaikan dua belah pihak yang sedang berperkara
24 Rusdi, Fiqih Peradilan,10.
25 Rusdi, Fiqih Peradilan,15.
b. Menetapkan dan menerapkan sanksi kepada seorang yang melanggar hukum
Allah Swt berfirman dalam Surat As-Shad (38) : 26 sebagai berikut:
Artinya: “Hai Daud, sesungguhnya engkau kami jadikan sebagai khalifah (penguasa) di muka bumi. Maka berilah keputusan (perkara) diantara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, Karena itu akan menyesatkan kamu dari jalan Allah SWT. Sesungguhnya, orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapatkan akan mendapatkan azab yang berat, Karena mereka melupakan hari perhitungan.” (Q.S. Shad:
26).26
Hidup manusia akan damai dan tentram jika penguasa berhati-hati dalam menerapkan Undang-Undang dan Allah SWT tidak menyukai perbuatan orang yang menyalahgunakan kekuasaanya. Sebab itu pada syari’at Islam tugas Qadha’ termasuk tugas pokok serta tinggi untuk membuat adil lembaga keadilan Allah SWT mengutus Rasul untuk menuntasan perselisihan di antara ummat-Nya. Sesuai hadits Nabi Muhammad SAW:
ْنِإ ُعَنْصَت َفْيَك َلاَقَ ف ِنَمَيْلا َلَِإ ُهَثَعَ ب َينِح َمَّلَسَو ِهْيَلَع ُهَّللا ىَّلَص ِهَّللا َلوُسَر َّنَأ َكَل َضَرَع
ِهَّللا ِلوُسَر ِةَّنُسِبَف َلاَق ِهَّللا ِباَتِك ِفِ ْنُكَي َْلَ ْنِإَف َلاَق ِهَّللا ِباَتِك ِفِ اَِبِ يِضْقَأ َلاَق ٌءاَضَق َّلَسَو ِهْيَلَع ُهَّللا ىَّلَص ِهَّللا ِلوُسَر ِةَّنُس ِفِ ْنُكَي َْلَ ْنِإَف َلاَق َمَّلَسَو ِهْيَلَع ُهَّللا ىَّلَص َلاَق َم
26 Departemen Agama Republik Indonesia, Alqur‟an dan Terjemah, (Bandung:
Mizan Media Utama, 2009), 26.
ِل ُدْمَْلْا َلاَق َُّثُ يِرْدَص َمَّلَسَو ِهْيَلَع ُهَّللا ىَّلَص ِهَّللا ُلوُسَر َبَرَضَف َلاَق وُلآ َلَ يِيْأَر ُدِهَتْجَأ ِهَّل
َّللا ىَّلَص ِهَّللا َلوُسَر يِضْرُ ي اَمِل َمَّلَسَو ِهْيَلَع ُهَّللا ىَّلَص ِهَّللا ِلوُسَر َلوُسَر َقَّفَو يِذَّلا ِهْيَلَع ُه
َمَّلَسَو
Artinya:“Dari sahabat Muadz bin Jabal, kemudian sesungguhnya Rosullullah SAW pada saat mengutusnya (Muadz bin Jabal) ke Yaman, Rosul berkata padanya: “Bagaimana kamu melakukan ketika kamu hendak memutus perkara?”Muadz pun menjawab:
“Aku memutus dengan apa yang teradapat di dalam kitab Allah”. Lalu Rasul bertanya: “Seumpama tidak ada di sunnah Rosulullah?”. Mu’adz menjawab: “Aku berijtihad sesuai dengan pemikiranku bukan dengan nafsuku”. Lalu Rosulullah SAW menepuk dada Mu’adz, dan Rasul bersabda: “Segala puji bagi Allah yang telah mencocokkan kerasulan Rosulullah pada apa yang diridhai Allah terhadap Rosulullah”.(HR. Abu Daud)27 2. Pengadilan Agama di Indonesia
a. Pengertian Pengadilan Agama
Peradilan diterjemahan dari “qadha” yang bermakna melaksanakan, memutus, dan menyelesaikan. Sedangkan kata Pengadilan itu sendiri adalah lembaganya (institusi) lengkap dengan perangkat pendukung yang ada dan bertumpu pada aspek administrative, financial, organisatoris dalam aspek melaksankan fungsinya, serta berkewenangan absolut serta relatif sesuai undang- undangnya.28
Dalam istilah “Pengadilan” lebih umum dari pada istilah
“Peradilan” itu sendiri di masyarakat, yang dimana di dalamnya terdapat berbagai aspek yang berkenaan dengannya, bukan hanya
27 Rusdi, Fiqih Peradilan, 12.
28 Pagar, Peradilan Agama di Indonesia (Medan: Perdana Publishing, 2015), 1.
terkait gedung, hakim, panitera dan ketua pengadilan, akan tetapi termasuk juga aspek-aspek peradilan itu sendiri. Lebih jelasnya dapat dikatakan bahwa Pengadilan memiliki dua aspek yaitu:
Pertama, organisatoris, asministratif dan finansil yang dahulu sebelum tahun 2004 berada dibawah Departemen masing-masing (yang bersangkutan) Peradilan yang membidanginya sesuai aturan Pasal 11 UU Nomor 14 Tahun 1970. Sedangkan masa sesudahnya hingga sekarang berdasarkan semangat reformasi dan berada dibawah naungan Mahkamah Agung. Hal ini sesuai dengan ide Peradilan satu atap mengacu kepada UU Nomor 35 Tahun 1999 tentang perubahan UU Nomor 14 Tahun 1970 tentang pokok kewenangan kehakiman dan UU Nomor 4 Tahun 2004 tentang kewenangan kehakiman.
Kedua, aspek Yudikatif adalah aspek secara langsung berkenaan dengan penegakan hukum itu sendiri sewaktu dalam proses persidangan sedang berlangsung, maka hal ini berkaitan langsung dengan hukum acara itu sendiri sebagaimana dalam proses persidangan, sikap para pihak dan pengacaranya dihadapan sidang dalam rangka melakukan pembelaan dalam hak-haknya serta hakim sebagaimana dia memimpin jalannya persidangan.
Jadi, Peradilan Agama yakni badan kewenangan kehakiman guna melaksanakan penegakan hukum serta keadilan untuk
masyarakat pada suatu perkara di orang beragama Islam, dengan berdasarkan hukum Islam.29
Berdasarkan pengertian diatas maka yang dimaksud dengan Peradilan Agama yakni badan Peradlan pelaku kewenangan kehakiman untuk melaksanakan penegakan hukum serta keadilan untuk rakyat suatu perkara antara orang beragama Islam pada sektor perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, sodaqah serta ekonomi syariah.
b. Kompetensi Pengadilan Agama terkait Waris
Kompetensi biasanya di artikan dengan kekuasaan atau kewenangan, dalam hal ini Peradilan berkewenangan relatif serta absolut. Sulaikin pada bukunya “Hukum acara perdata Peradilan Agama di Indonesia” Kompetensi Peradilan Agama diatur pada pasal 49-53 UU Nomor 50 Tahun 2009 perubahan ke dua UU Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Adapun yang menjadi dasar guna memilih kekuasaan relatif Pengadilan Agama adalah merujuk kepada pasal 118 HIR atau 142 R.Bg. serta pasal 73 UU Nomor 7 Tahun 1989. Namun, kekuasaan absolut dari pasal 49 UU Nomor 7 Tahun 1989, yakni pada kekuasaannya mengadili perkara perdata di sektor perkawaina, kewarisan, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq,
29 Sekretariat Negara Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.
sodaqah dan ekonomi Islam yang dilaksanakan berdasar hukum Islam.30
Khususnya pada sektor kewarisan, UU Nomor 3 Tahun 2006 sudah menghasilkan kewenangan penuh pada Peradilan Agama untuk menyelesaikan sengketa waris umat Islam. Tandanya dihilangkannya hukum penyelesaian perkara waris di Peradilan Agama atau Peradilan Umum. Seperti pada UU Nomor 3 tahun 2006 paragraf kedua yakni mengenai perubahan undang-undang ini, kalimat berikut dari penjelasan umum aturan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, para pihak yang berperkara dapat mempertimbangkan untuk memilih hukum pembagian warisan, dinyatakan dihapus.
Pernyataan di atas dikuatkan dengan Pasal 50 Ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 yaitu :
1. Objek perkara mengenai kepemilikan harus diputuskan terlebih dahulu oleh Pengadilan di lingkungan Peradilan Umum sebagaimana perkara hak milik yang disebutkan dalam Pasal 49.
2. Perkara yang objek hukumnya antara seorang beragama islam, maka pihak tersebut harus diputuskan terlebih dahulu oleh Pengadilan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 49.
Rekonsiliasi sengketa waris adalah kewenangan Peradilan Agama apabila objeknya muslim. Sedangkan bagi non-muslim berada di
30 Ilham Thohari, “Konflik Kewenangan Antara Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama dalam Menangani Perkara Sengketa Waris Orang Islam” Jurnal Universum 9 No. 2 (Juli, 2015): 178, http://repository.iainkediri.ac.id.
wilayah Peradilan Umum. Menurut Abdul Ghofur Al-Anshari regulasi waris yang berlaku disesuaikan dengan agama si pewaris. Apabila beragama islam, maka putusan dan lembaga peradilannya berada di Pengadilan Agama. Dan begitu sebaliknya bagi non-mulim, sengketa warisnya diputus dan diadili di Peradilan Umum.
Adapun kewenangan Peradilan Agama terkait waris telah diatur dalam ketentuan Pasal 49 huruf (b) yaitu: ditentukannya harta peninggalan, ditentukannya ahli waris dan pembagian harta dan ketetapan pengadilan atas permohonan siapa ahli warisnya dan ketentuan harta para ahli waris.31
c. Fungsi dan Peran Pengadilan Agama dalam Menyelesaikan Perkara
Lingkungan Mahkamah Agung terdapat Peradilan Agama bersama badan peradilan lainnya, adapun peradilan tersebut ialah Peradilan Tata Usaha Negara, Peradilan Umum, dan Peradilan Militer adalah pelaku kekuasaan kehakiman yang menjungjung tinggi asas- asas hukum dan keadilan bagi rakyat. Hal ini telah diatur dalam ketentuan Pasal 24 ayat (2) UUD NRI 1945.
Menurut pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, Peradilan Agama berkedudukan pada Pengadilan Negeri dan mempunyai tanggung jawab serta wewenang
31 Rahmatullah, “Kewenangan Pengadilan Agama Dalam Menyelesaikan Sengketa Perkara Waris” Jurisprudenti 3 No. 2 (Juni, 2016): 128, http://journal.uin- alaudin.ac.id/index.php/jurisprudentie/article/view/3631.
untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara pada tingkat pertama, yakni di bidang perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, sodaqah, dan ekonomi syariah.32
Kedudukan Pengadilan Agama didirikan sesuai dengan undang- undang, dan wilayah hukumnya dii kota atau kabupaten. Adapun struktur di Pengadilan Agama terdiri dari Hakim Anggota, Panitera, Sekretaris, dan Jurusita, serta Ketua (dan Wakil Ketua PA).33
Tugas pokok Pengadilan Agama mempunyai fungsi sebagai berikut, yaitu:
1. Fungsi mengadili (judicial power)
Dalam Pasal 49 UU No. 50 Tahun 2009 disebutkan bahwa Peradilan Agama tingkat pertama bertugas memeriksa, memutus, dan mengadili perkara.
2. Fungsi pembinaan
Yakni secara khusus mengarahkan dan memerintahkan pejabat fungsional dan struktural yang berkaitan dengan teknis administrasi peradilan, keuangan, kepegawaian, administrasi umum, dan pembangunan sesuai dengan Pasal 53 ayat 1 sampai dengan 5 UU No. 50 Tahun 2009 Jo. Penunjukan KMA KMA/080/VIII/2006..
32 Mahkamah Agung Republik Indonesia, “Tugas Pokok dan Fungsi Pengadilan Agama Sumber Kelas 1A” Agustus 01, 2022, https://web.pa-sumber.go.id/tugas-pokok-fungsi/.
33 Suparman Jassin, Sejarah Peradilan Islam, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2015), 155-156.
3. Fungsi pengawasan
Sesuai dengan Pasal 53 ayat 1, 2, 4, dan 5 Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009, melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas dan perilaku hakim, sekretaris, panitera, panitera pengganti, dan jurusita agar peradilan dilaksanakan secara menyeluruh. Juga mengawasi pelaksanaan administrasi, kesekretariatan umum, dan pembangunan. KMA ID KMA/080/VIII/2006).
4. Fungsi nasehat
Yakni memberikan saran dan pertimbangan terkait hukum Islam kepada instansi pemerintah di bidang hukumnya masing- masing (Pasal 52 ayat 1 UU No. 50 Tahun 2009)..
5. Fungsi administratif
Pelaksanaan pengelolaan kepegawaian, keuangan, dan umum/perlengkapan, serta administrasi peradilan (teknis dan peradilan). KMA ID KMA/080/VIII/2006).34
Pengadilan agama memiliki fungsi dan peran dalam menyelesaikan sengketa administrasi pada sengketa waris, yang diamana tertulis dalam pasal 49 huruf (b) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Peradilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara ditingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di
34 Mahkamah Agung Republik Indonesia, “Tugas Pokok dan Fungsi Pengadilan Agama Sumber Kelas 1A” Agustus 01, 2022, https://web.pa-sumber.go.id/tugas-pokok-fungsi/
bidang perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, sodaqah dan ekonomi Islam. Hal ini yang menjadi poin kajian kewarisan yaitu terkait Pasal 171 KHI huruf (a), (b), (c), (d) dan (e) tentang ketentuan umum ahli waris, yang dimana menjadi landasan dalam menentukan hak para ahli waris.35
d. Penyelesaian Sengketa Waris di Pengadilan Agama
Sengketa dapat diselesaikan secara damai, tetapi adakalanya konflik tersebut menimbulkan ketegangan yang terus menerus sehingga dapat mengakibatkan kerugian kedua belah pihak, dalam mempertahankan kepentingan masing-masing pihak agar tidak melampaui batas-batas dari norma yang ditentukan maka perbuatan main hakim sendiri haruslah dihindari. Proses penyelesaian perkara oleh para pihak yang bersengketa dapat dilakukan melalui jalur litigasi atau non-litigasi.
1. Litigasi
Paragraf pertama Pasal 6 UU No. 30 Tahun 1999, yang mengatur tentang arbitrase, sengketa perdata dapat diselesaikan oleh para pihak melalui alternatif penyelesaian sengketa dengan itikad baik dengan menunda proses litigasi di Pengadilan Negeri.36 Dengan demikian jelas bahwa litigasi adalah proses penyelesaian sengketa hukum di pengadilan, dimana masing-masing pihak memiliki hak dan kewajiban untuk mengajukan gugatan atau menanggapi gugatan.
35 Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 kepada Mentri Agama tentang penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam, Buku II , Bab I, Hukum Kewarisan (Bandung: CV.
Nuansa Aulia, 2015), 50.
36 Nurnaningsih Amriani, Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di Pengadilan Agama (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2012), 112.
Menurut Frans Hendra Winarta, litigasi merupakan cara penyelesaian sengketa yang terakhir (ultimate) dalam dunia perdata jika cara penyelesaian sengketa yang lain tidak membuahkan hasil.37
Ada beberapa langkah yang harus dilakukan sebelum sidang dimulai. Berikut tata cara penerimaan dan penyelesaian perkara di Pengadilan Agama:38
1. Tahap Pengajuan Perkara
2. Tahap Pembayaran Panjar Biaya Perkara 3. Tahap Pendaftaran Perkara
4. Tahap Penetapan Majelis Hakim (PMH) 5. Taham Penunjukan Panitera Sidang (PPS) 6. Tahap Penetapan Hari Sidang (PHS) 7. Tahap Pemanggilan Para Pihak
Tata cara pemeriksaan perkara perdata di Pengadilan Agama dilakukan secara sistematis di muka pengadilan melalui beberapa tahapan setelah semua tahapan tersebut selesai sebagaimana dimaksud: pertama, penyelesaian sengketa antara para pihak yang berperkara; kedua, bagaimana gugatan atau permohonan itu dibaca;
ketiga, jawaban tergugat atau termohon; keempat, salinan pemohon atau penggugat; kelima, tergugat atau termohon digandakan; keenam,
37 Frans Hendra Winarta, Hukum Penyelesaian Sengketa Arbitrase Nasional Indonesia dan Internasional (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), 1-2.
38 Chabib Rasyid and Syaifuddin, Hukum Acara