Banyak kontroversi yang mengatakan bahwa sebenarnya tidak ada filsafat Islam, melainkan hanya filsafat Yunani yang buku-bukunya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Gagasan-gagasan filsafat Yunani yang masuk ke dalam pemikiran Islam melalui penerjemahan diakui oleh banyak kalangan telah mempercepat perkembangan filsafat Islam.
Metafisika
Sepeninggal Ibnu Rusyd, banyak orang yang beranggapan bahwa pemikiran dunia Islam sudah tidak berkembang lagi atau bisa dikatakan pemikiran dunia Islam telah hilang dan menghilang. Istilah Filsafat Islam Post-Ibn Rusyd sendiri dipopulerkan oleh seorang pria asal Iran bernama Henry Corbin, untuk menyanggah pandangan bahwa sepeninggal Ibnu Rusyd, filsafat di dunia Islam telah menghilang.
Ontologi
Istilah ontologi berasal dari kata Yunani deve yang berarti "yang benar-benar ada", "kenyataan yang sebenarnya". Dari pendekatan ontologis filsafat, muncul beberapa pengertian, yaitu: (1) monisme yang terbagi menjadi idealisme atau spiritualisme; (2) memahami dualisme; (3) pluralisme dengan nuansanya yang berbeda merupakan pemahaman ontologis 22 Menurut hemat penulis, ontologi adalah cabang filsafat yang lebih memperhatikan pemikiran tentang kebenaran sesuatu.
Epistimologi
Pengetahuan dalam kaitannya dengan jenis pengetahuan yang dibangun dapat dibedakan sebagai berikut: (1) pengetahuan umum (general knowledge) Pengetahuan seperti ini bersifat subjektif, artinya sangat berkaitan dengan subjek yang diketahuinya. Kebenaran yang terkandung dalam pengetahuan ilmiah bersifat relatif karena kandungan kebenaran dalam pengetahuan ilmiah selalu direvisi dan diperkaya dengan penemuan-penemuan mutakhir.
Aksiologi
Filsafat Islam adalah ilmu yang berbicara tentang hakikat segala sesuatu, baik itu fisik maupun metafisik. Scont McGill (et al), From The Tetrarchs to the Theodosians: Late Roman history and Culture, (New York: Cambridge University Press, 2010), hal.306.
Pemaduan Filsafat dan Agama
Sebagai seorang filosof muslim, al-Kindi tidak kehilangan kepribadiannya sebagai seorang muslim yang memahami ajaran agama ketika berhadapan dengan pendapat para filosof yang dianutnya. Dalam membahas masalah fenomena alam, misalnya, al-Kindi berbeda pendapat dengan Aristoteles yang mengatakan bahwa alam itu abadi.
Tuhan dan Alam
Pandangan Al-Kindi tentang alam adalah bahwa alam baginya adalah ciptaan Tuhan yang beredar menurut kaidah sunnah. Penciptaan alam dari ketiadaan menurut al-Kindi sejalan dengan pandangan para teolog dan tentunya pandangan ini berbeda dengan para filosof Yunani dan filosof muslim lainnya yang mengatakan bahwa alam yang diciptakan adalah qadim.
Baharunya Alam
Skripsi ini menjelaskan bahwa alam semesta adalah hadits atau bahura yang tercipta dari ketiadaan dan bahwa pencipta alam adalah Allah S.w.t.61. Demikian pula dengan keragaman dalam bentuk, al-Kindi mengajukan argumentasinya bahwa di alam empiris ini tidak mungkin ada keragaman tanpa keseragaman atau keseragaman tanpa keragaman.
Kerapian Alam
Semua benda homogen yang tidak lebih besar dari yang lain memiliki ukuran yang sama. Jika benda-benda homogen yang semuanya memiliki batas dijumlahkan, maka jumlahnya juga terbatas.”65.
Jasad, Jiwa dan Akal
Intelek, yang merupakan potensi, menurut al-Kindi, tidak dapat memiliki sifat aktual kecuali ada kekuatan yang menggerakkannya dari luar. Penamaan akuisisi ini, seperti pemikiran al-Kindi, dikatakan menunjukkan bahwa akal dalam bentuk ini diperoleh dari akal di luar jiwa manusia, yaitu Akal Pertama, melalui mana akal potensial muncul menjadi akal aktual. pikiran. Dari pandangan al-Kindi tentang jiwa dan akal, maka jelas bahwa dia jenius dalam pemikirannya.
Kenabian
Akal aktif juga digelar akal kesepuluh oleh al-Farabi dalam falsafah emanasi iaitu Malaikat Jibril. Konsep kenabian yang digambarkan oleh al-Farabi dalam pelbagai manifestasi adalah hasil interaksi antara akal dan khayalan. Pandangan Al-Farabi yang menjelaskan konsep kenabian menurut apa yang dikatakan sebagai aqal fa'al hanya berdasarkan pendapat yang bertentangan dengan akidah Islam.
Ketuhanan
Selanjutnya, bentuk ketiga (pikiran kedua) berpikir tentang Tuhan, bentuk keempat (pikiran ketiga) muncul, dan ketika bentuk ketiga dan pikiran kedua ini memikirkan dirinya sendiri, bintang-bintang muncul, pikiran ketiga memikirkan Tuhan dan dirinya sendiri, demikian pula bentuk keempat pikiran muncul dan Saturnus, pemikiran intelek keempat tentang Tuhan melahirkan pikiran kelima, dan pemikiran tentang dirinya sendiri menghasilkan Jupiter. Menurut al-Farabi akal dan planet-planet muncul secara berurutan pada waktu yang bersamaan. Hal seperti ini bisa terjadi karena Tuhan menganggap dirinya sendiri, seperti yang terlihat pada penjelasan di atas, menghasilkan daya atau energi.
Rekonsialiasi
Kasus sembilan planet dikemukakan oleh al-Farabi karena dipengaruhi oleh astronomi Yunani, ketika hanya ada sembilan planet saat itu. Al-Farabi juga telah menghasilkan buku ajaran dan teori musik Islam, yang diberi judul "al-Musiqa" dan dianggap sebagai buku yang paling penting di bidangnya. Oleh karena itu, menurut al-Farabi, kebenaran yang disampaikan para nabi dan yang disampaikan para filosof adalah sama, tidak ada perbedaan.
Filsafat Akhlak
Keberanian merupakan ciri utama bagi jiwa pemarah yang lahir dari jiwa hilm, sedangkan bebas merupakan ciri utama bagi jiwa keinginan yang lahir dari iffahu, jadi ada tiga ciri utama yaitu kebijaksanaan, keberanian dan kemurahan hati, bila ketiga ciri utama tersebut. pertandingan, muncul ciri utama keempat yaitu adil. Uraian di atas dapat dijadikan bukti bahwa landasan utama pemikiran Ibnu Maskawaih adalah ajaran Islam. Pemikiran filosofis Ibnu Maskawaih didasarkan pada ajaran Islam, sedangkan gabungan pemikiran Plato dan Aristoteles merupakan pemikiran yang saling melengkapi yang diterimanya selama tidak bertentangan dengan ajaran Islam.
Konsep Metafisika
Maka Ibnu Miskawaih mencoba mengharmonisasikan pemikiran para filosof Yunani dengan ajaran dalam Islam101. Menurut Ibnu Miskawaih, ciptaan itu sendiri tercipta dari ketiadaan dan pikiran serta jiwa yang aktif adalah abadi. Untuk menjelaskan keabadian jiwa, Ibnu Miskawaih mengutip pendapat Plato dengan menjelaskan hakikat ruh yaitu gerak.
Ketuhanan
Melalui gerakan pertama, jiwa mendekati pikiran aktif yang merupakan ciptaan pertama, dan melalui gerakan kedua, jiwa adalah esensi dari dirinya sendiri. Jadi pada gerakan pertama jiwa mendekati Tuhan dan pada gerakan kedua jiwa menjauh dari Tuhan dan mendekati materi104. Di sinilah letak kesamaan pemikirannya dengan al-Kindi dan berbeda dengan al-Farabi bahwa Tuhan menciptakan alam dari sesuatu yang telah ada.
Keberadaan Jiwa
Semua penulis setuju bahwa nama akrab Ibnu Sina adalah "Ibn Sina", di Eropa disebut Avincenna. Karya Ibnu Sina yang berjudul al-Najah, artinya Salus (penyelamat), merupakan ringkasan Kitab al-Shifa'. Namun, kecenderungan yang sangat menonjol muncul di benak al-Farabi dan Ibnu Sina (Zainal Abidin Ahmad, Ibnu Sina (Avicenna) Cendekiawan dan Filsuf..., hal.
Filsafat jiwa
Menurut Ibnu Sina, jiwa manusia merupakan satu kesatuan yang terpisah dan memiliki bentuk yang terpisah dari jasad. Akan tetapi, argumentasi Ibnu Sina memiliki banyak kelemahan, antara lain bahwa argumentasi alamiah (fisik) dapat dibenarkan. Proposal ini adalah proposal Ibnu Sina yang paling indah dan yang paling jelas menunjukkan kekuatan kreatifnya.
Hakikat Jiwa
Ikhwan al-Shafa adalah nama kelompok rahasia pemikir muslim yang berasal dari sekte Syiah-Isma'iliyyah, yang lahir di tengah-tengah masyarakat Muslim Sunni. Sebagai perkumpulan atau organisasi rahasia, Ikhwan al-Shafa memfokuskan perhatiannya pada dakwah dan pendidikan. Kelompok ini berhasil menghimpun pemikirannya dalam sebuah ensiklopedia ilmu pengetahuan dan filsafat yang dikenal dengan “Rasail Ikhwan al-Shafa”.
Konsep Agama
Sebuah risalah komprehensif oleh Rasail Ikhwan al-Shafa), juga disebut al-Risalat al-Jami'ah177. Tafsir Ikhwan al-Shafa terhadap teks al-Qur'an lebih bersifat esoteris (ke dalam), dalam hal pemaknaan al-Qur'an dengan simbol-simbol. Karena sifat esoteris dari interpretasi Ikhwan al-Shafa, mereka dianggap sebagai kelompok mistikus.
Konsep Ketuhanan
Lebih lanjut mereka mengatakan bahwa angka satu mendahului angka dua dan makna persatuan terkandung dalam angka dua. Karena itu, Satu (Tuhan) terbukti menjadi yang pertama dan juga yang kedua, sama seperti angka satu sebelum angka lainnya. Mengenai ilmu Tuhan, para Ikhwa as-Shafa' berkeyakinan bahwa semua ilmu ada pada ilmu Tuhan, seperti halnya semua angka pada angka satu.
Klasifikasi Ilmu
Berbeza dengan ilmu ahli falsafah, ilmu Allah daripada zatnya adalah seperti bilangan yang banyak daripada bilangan yang meliputi bilangan keseluruhan.
Konsep Pendidikan
Ikhwan al-Shafa juga berkeyakinan bahwa semua ilmu harus diusahakan (muktasabah), bukan pemberian yang asal-asalan. Ikhwan al-Shafa menolak pendapat bahwa ilmu itu markuzah (harta karun) seperti pendapat Plato yang idealisme. Dalam kajian ilmu, Ikhwan al-Shafa mencoba memadukan antara ilmu agama dan ilmu umum.
Konsep Filsafat
Melihat hubungan antara filsafat dan agama, Ikhwan al-Shafa berpendapat bahwa tidak ada konflik serius antara filsafat dan agama. Perbedaan antara filsafat dan agama hanya pada tingkat tambahan, yaitu dalam hal bahasa khusus yang digunakan oleh keduanya. Bagi Ikhwan al-Shafa, nilai utama filsafat terletak pada upayanya mengungkap makna tersembunyi (batin) dari wahyu.
Al-Ghazali dan Pikiran-pikiran Pokok (Taafutz Al-Falasifah)
Konsep Moral
Dalam karyanya Ihya Ulum al-Din, menurut Amin Abdullah, al-Ghazali secara gamblang menyatakan pentingnya syekh atau pembimbing akhlak karena ia merupakan tokoh sentral. Al-Ghazali memilih wahyu melalui campur tangan yang tegas dari syekh atau pembimbing akhlak sebagai pedoman utama bagi orang-orang pilihan dalam mengimani kebajikan-kebajikan mistik203. Immanuel Kant dan al-Ghazali dalam hal ini sama, yaitu etika; baik dan buruk tidak dan tidak dapat diketahui melalui nalar murni, keduanya lebih menekankan faktor kewajiban sebagai sumber tindakan etis.
Filsafat Jiwa
Selain hubungan jiwa dan raga seperti di atas, al-Ghazali juga menyatakan bahwa hubungan yang dimaksud pada hakekatnya sama dengan interaksionisme. Al-Ghazali lebih lanjut menegaskan bahwa karena interaksi inilah jiwa diturunkan ke alam duniawi sehingga dapat menyempurnakan dirinya melalui perbuatan. Hal ini juga sama dengan yang dimaksud oleh al-Ghazali dalam tiga tingkatan jiwa yang terakhir, sebagaimana disebutkan di atas216.
Filsafat Kenabian
Dalam filosofinya, Ibnu Bajjah menyoroti hakikat kebenaran, kebahagiaan terbesar dalam hidup dan bagaimana mencapai kebahagiaan tersebut. Ibn Bajjah dikenal sebagai Ibn us-Shaigh atau Ibn Bajjah, dan orang Eropa pada Abad Pertengahan menyebut Ibn Bajjah sebagai Avemptance234. Ibnu Bajjah menguasai berbagai ilmu seperti kedokteran, astronomi, fisika, musik dan matematika.
Konsep Ketuhanan
Ada juga perbuatan dengan tujuan spiritual, yang juga mencakup beberapa tingkatan yang berbeda, seperti: pertama, perbuatan pakaian yang indah dan serasi, yang menimbulkan kesenangan pada indera batin. Kedua, perbuatan yang menyenangkan imajinasi, seperti perbuatan memperlengkapi diri dengan senjata, tetapi tidak pada saat perang. Keempat, perbuatan yang bertujuan untuk menyempurnakan akal, seperti usaha memperoleh suatu ilmu demi ilmu itu, bukan demi memperoleh uang atau harta lainnya.
Filsafat Akhlak
Siapa pun yang ingin menaklukkan sisi kebinatangannya harus mulai menerapkan sisi kemanusiaannya. Dalam keadaan seperti itu, aspek hewani itu sendiri berada di bawah ketinggian aspek manusia, dan manusia menjadi manusia tanpa cacat, karena cacat ini muncul dari penaklukan naluri.
Manusia Menyendiri
Ibnu Thufail dengan karya kiasannya Hayy Ibn Jaqzhan sebenarnya ingin membina struktur ilmu yang lebih dari apa yang dicipta oleh Ibnu Bajjah melalui teori penyatuannya. Kisah ini dikarang oleh Ibnu Thufeli sebagai menyahut permintaan seorang sahabat yang ingin mengetahui hikmah kelahiran (al-Hikmat al-Masrikiyat)251. Untuk menyelaraskan antara falsafah dan syariah, Ibnu Thufeli ingin menyampaikan kebenaran melalui tujuan yang berbeza.
Kisah Hayy Ibn Yaqzhan
Hayy percaya bahwa kebahagiaan dan keamanan kepuasan terletak pada kemampuannya untuk selalu menyaksikan Khaliq. Kemudian, setelah menyadari bahwa benda-benda langit itu bersinar, Hayy berusaha menyucikan dirinya agar bisa terus membenamkan dirinya dalam perenungan kepada Sang Pencipta sekaligus membebaskan dirinya dari apapun yang mungkin dia rasakan. Saat itu di pulau lain yang berpenduduk banyak, ada dua orang sahabat yang sedang berdebat tentang kehidupan yang baik, tepatnya Selman dan Absal.
Epistemologi Kisah Hayy Ibn Yaqzan