Nama Anissa Nurul Rachmawati
NIM 241427001
Kelas D4 TKPB RPL 2024
Mata Kuliah Pengolahan Limbah Padat dan Gas Dosen Pengampu Ir. Endang Kusumawati, M.T.
PEMANFAATAN LIMBAH B3 (BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN)
Limbah B3 (Bahan Berbaya dan Beracun) merupakan limbah yang berpotensi merusak lingkungan dan kesehatan manusia jika tidak dikelola dengan baik dan benar. Limbah ini dihasilkan dari berbagai sektor industri, seperti kimia, pertambangan, dan farmasi. Oleh karena itu, diperlukan pemanfaatan limbah B3 yang tepat guna mengurangi dampak negatifnya.
Pemanfaatan limbah B3 dapat memaksimalkan nilai ekonomis dari limbah tersebut.
Pemanfaatan limbah B3 meliputi:
A. Pemanfaatan Limbah B3 sebagai Substitusi Bahan Baku
Limbah B3 memiliki potensi untuk digunakan sebagai substitusi bahan baku dalam berbagai industri. Beberapa industri telah memanfaatkan limbah B3 sebagai bahan baku alternatif yang dapat menggantikan bahan baku primer, sehingga dapat mengurangi eksploitasi sumber daya alam. Berikut contoh pemanfaatan limbah B3 sebagai substitusi bahan baku di industri.
1. Limbah Fly Ash sebagai Bahan Baku Semen dan Beton
Fly Ash dihasilkan dari proses pembakaran batu bara di pembangkit listrik dan beberapa industri merupakan limbah B3. Pemanfaatan fly ash telah banyak dimanfaatkan sebagai substitusi bahan baku dalam pembuatan semen. Fly ash mengandung silika, alumina, dan kapur yang memiliki sifat serupa dengan bahan baku primer semen konvesional. Fly ash tidak memiliki kemampuan mengikat semen seperti halnya semen, namun dengan kehadiran air dan ukurannya yang halus, oksida silika yang dikandung di dalamnya akan bereaksi secara kimia dengan kalsium hidroksida yang terbentuk dari proses hidrasi semen dan menghasilkan zat yang memiliki kemampuan yang mengikat (Djiwantoro, 2001).
Menurut Purmono & Wibowo (2020), penggunaan fly ash sebagai bahan substitusi dalam pembuatan semen dapat meningkatkan kekuatan beton dan mengurangi emisi karbon dalam proses produksi semen. Selain itu, fly ash juga
meningkatkan daya tahan beton terhadap serangan sulfat dan mengurangi risiko retak akibat pengembangan suhu tinggi selama proses pengerasan (Setiawan & Purmono, 2018). Fly ash dapat digunakan pada beton sebagai material terpisah atau sebagai bahan dalam campuran semen dengan tujuan untuk memperbaiki sifat-sifat beton.
Fungsi fly ash sebagai bahan aditif dalam beton bisa sebegai pengisi (filler) yang akan menambah internal kohesi dan mengurangi porositas daerah transisi yang merupakan daerah terkecil dalam beton sehingga beton menjadi lebih kuat. Fly ash dapat digunakan sebagai substitusi semen Portland pada beton karena memiliki pozzolanic. Penggunaan fly ash sebagai pengganti sebagian semen terbatas pada fly ash tipe F sebesar 30% berat semen. Pada penelitian Setiawati (2018), substitusi fly ash sebesar 5-12,5% pada pembuatan beton sudah memenuhi nilai kuat tekan beton kriteria K-300.
2. Limbah Lumpur (Sludge) IPAL sebagai Bahan Substitusi untuk Pembuatan Batako
Lumpur limbah merupakan hasil dari pengolahan air limbah untuk menghilangkan kandungan zat pengotor baik organik maupun anorganik yang ada dalam larutannya. Limbah sludge IPAL termasuk limbah B3 yang tidak boleh dibiarkan tersimpan di tempat terbuka tanpa pengelolaan lebih lanjut. Krakteristik limbah sludge IPAL yaitu mengandung pasir lebih banyak daripada tanah liat, mengandung SiO2 yang berfungsi sebagai bahan pengisi (filler), serta mengandung CaCO3 yang berfungsi dalam proses perekatan. Berdasarkan karekteristik tersebut, limbah sludge IPAL dapat dimanfaatkan sebagai bahan campuran pembuatan batako. Pada penelitian Batlajery (2024), batako dengan campuran semen, pasir, dan 60% sludge telah memeuhi minimum nilai kuat tekan dan sesuai dengan SNI 03-0348-1989.
B. Pemanfaatan Limbah B3 sebagai Substitusi Sumber Energi
Limbah B3 dapat dimanfaatkan sebagai substitusi sumber energi, terutama dalam sektor industri yang memerlukan energi besar. Dengan teknologi yang tepat, limbah B3 seperti oli bekas, limbah plastik, dan residu industri lainnya dapat diolah menjadi bahan bakar alternatif, mengurangi ketergantungan pada sumber energi fosil, serta membantu mengurangi akumulasi limbah berbahaya di lingkungan.
1. Pemanfaatan Oli Bekas sebagai Bahan Bakar Alternatif
Oli bekas merupakan salah satu jenis limbah B3 yang dapat digunakan sebagai bahan bakar substitusi. Proses regenerasi oli bekas melalui metode seperti pirolisis atau distilasi dapat digunakan di industri. Menurut studi oleh Pramono dan Kusuma (2019),
regenerasi oli bekas dapat mengurangi emisi karbon dan memberikan solusi energi bagi industri yang membutuhkan energi dalam jumlah besar. Pada penelitian Azharuddin dkk. (2020), pengolahan limbah oli bekas menggunakan metode pirolisis dengan pemanasan pada suhu yang dibiarkan terus naik hingga variabel suhu tercapai. Produk bahan bakar yang dihasilkan dari pengolahan limbah oli bekas yaitu biosolar dan solar.
2. Co-processing Limbah B3 di Industri Semen
Industri semen merupakan salah satu sektor yang sudah memanfaatkan limbah B3 sebagai bahan bakar alternatif melalui metode co-processing. Dalam proses ini, limbah B3 seperti limbah cair berbahaya, lumpur minyak, dan bahan organik beracun digunakan sebagai bahan bakar di tungku pembakaran semen. Proses ini berlangsung pada suhu sangat tinggi sehingga limbah habis terbakar tanpa meninggalkan residu beracun (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 2017).
Penerapan co-processing telah dilakukan di PT Semen Baturaja Tbk. dengan limbah berupa pelumas bekas. Pelumas bekas berasal dari unit kerja mekanik yang dikelola dan dimanfaatkan sendiri oleh industri. Pelumas bekas memiliki karakteristik mudah menyala, beracun dan korosif yang kemudian dikategorikan bahaya reaktif.
Melalui co-processing, limbah pelumas bekas dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar alternatif yang digunakan dalam proses industri. Co-processing limbah pelumas bekas dilakukan dalam kiln di PT Semen Baturaja Tbk. Pembakaran pelumas bekas di kiln mengakibatkan pemusnahan pelumas bekas menjadi material klinker. Total kalori yang dihasilkan dari 1 kg pelumas bekas PT Semen Baturaja Tbk yaitu 10,685 Kcal/ton yang lebih tinggi dari 1 kg batubara sebesar 4,2-5,2 Kcal/ton. Penghematan batubara menggunakan pelumas bekas yaitu sebanyak 11,104 ton dan 8,96 ton. Oleh karena itu, pemanfaatan pelumas bekas melalui co-processing efektif untuk dijadikan solusi penyediaan energi dan penghematan biaya bahan bakar di pabrik PT Semen Baturaja Tbk (Lestari dkk., 2023).
C. Pemanfaatan Limbah B3 sebagai Bahan Baku
Pemanfaatan limbah B3 sebagai bahan baku merupakan salah satu pendekatan yang efektif untuk mengurangi dampak lingkungan sekaligus mengoptimalkan penggunaan sumber daya. Banyak industri mulai memanfaatkan limbah B3 sebagai pengganti bahan baku konvensional dengan teknologi yang mampu mengolah limbah tersebut menjadi produk bernilai ekonomi tinggi.
1. Pemanfaatan Slag dari Industri Baja sebagai Bahan Konstruksi
Slag merupakan limbah dari proses peleburan baja dan besi yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengganti agregat dalam industri konstruksi jalan, beton, dan aspal. Slag dari peleburan baja sering disebut steel slag yang memiliki komposisi mineral mirip dengan bahan konstruksi alami. Slag memiliki sifat yang kekuatan tekan tinggi dan tahan lama, sehingga cocok digunakan sebagai bahan pengganti yang lebih ramah lingkungan daripada agregat alami (Siregar dkk., 2019).
Steel slag dihasilkan dari dua proses utama dalam industri baja, yaitu peleburan dalam tungku oksigen dasar (BOF – Basic Oxygen Furnace) dan peleburan dalam tungku busur listrik (EAF – Electric Arc Furnace). Komposisi kimia slag yang dihasilkan umumnya mengandung kalsium oksida (CaO), silika (SiO2), alumina (Al2O3), dan besi oksida (Fe2O3), serta sejumlah kecil unsur lain seperti magnesium oksida (MgO) dan mangan oksida (MnO) (Setiawan & Pratama, 2018). Kandungan kalsium oksida yang tinggi membuat slag memiliki sifat ikatan yang baik ketika digunakan dalam bahan konstruksi, mirip dengan semen.
Slag yang dihasilkan dari proses peleburan baja dalam keadaan cair sehingga perlu didinginkan menggunakan air atau udara. Pendinginan cepat dengan air menghasilkan slag berbentuk granul yang disebut yang disebut granulated slag, sedangkan pendinginan lambat dengan udara menghasilkan slag yang lebih padat dan bersifat kristalin (Pramono dkk., 2019). Slag yang telah didinginkan kemudian dihancurkan menjadi ukuran lebih kecil sesuai dengan kebutuhan konstruksi, seperti agregat halus atau kasar.
Setelah melalui proses penghancuran, slag diklasifikasikan berdasarkan ukuran partikel dan komposisi kimianya. Slag yang lebih halus biasanya digunakan sebagai pengganti semen dalam campuran beton (ground granulated blast furnace slag – GGBFS), sedangkan slag kasar digunakan sebagai agregat dalam konstruksi jalan, rel, kereta api, atau bahan pengisi dalam pondasi bangunan (Harjanto & Wibisono, 2020).
Penggunaan slag dalam beton memberikan beberapa keunggulan, seperti peningkatan ketahanan terhadap serangan kimia seperti sulfat dan klorida, penurunan panas hidrasi, serta peningkatan kekuatan jangka panjang beton. Dalam proses pencampuran beton, slag biasanya menggantikan 20-50% dari total semen yang digunakan (Purmono & Wahyudi, 2019). Slag sebagai bahan baku agregat dalam pembangunan jalan dapat memberikan kekuatan struktural yang tinggi pada lapisan jalan, terutama pada jalan dengan lalu lintas berat. Slag digunakan sebagai lapisan datar atau lapisan permukaan jalan yang dicampur dengan aspal atau digunakan secara
langsung sebagai agregat pengisi. Selain itu, slag juga memiliki ketahanan terhadap suhu tinggi sehingga ideal untuk digunakan di daerah beriklim ekstrem (Kusuma dkk., 2020).
2. Penggunaan Limbah Baterai sebagai Bahan Baku Ekstraksi Logam
Limbah baterai bekas yang mengandung logam berat berbahaya seperti timbal, kadmium, dan nikel dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku untuk ekstraksi logam.
Teknologi hidrometalurgi dan pirometalurgi memungkinkan pemulihan logam-logam ini dari limbah baterai sehingga dapat digunakan kembali dalam industri elektronik, otomotif, atau konstruksi (Harjanto & Hamid, 2020).
Teknologi hidrometalurgi digunakan untuk mengekstraksi logam-logam bergarga dari limbah elektronik. Dalam proses ini, limbah dihancurkan dan logam- logam berharga dipisahkan melalui proses pelarutan kimiawi. Teknologi ini lebih ramah lingkungan dibandingkan metode pirometalurgi karena menggunakan suhu yang lebih rendah dan menghasilkan lebih sedikit emisi gas beracun (Harjanto & Hamid, 2020).
D. Pemanfaatan Limbah B3 Sesuai dengan Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, berbagai metode dan teknologi telah dikembangkan untuk mengelola dan memanfaatkan limbah B3 secara aman dan efisien. Berikut contoh ilmu pengetahuan dan teknologi dalam pemanfaatan limbah B3.
1. Solidifikasi/Stabilisasi
Teknologi ini melibatkan proses pengikatan limbah B3 dalam bentuk padat sehingga zat-zat berbahaya yang terkandung di dalamnya tidak mudah larut dan terlepas ke lingkungan. Solidifikasi sangat efekrif untuk limbah berbahaya seperti logam berat (Haryanto & Kusuma, 2018).
2. Bioremediasi
Penggunaan mikroorganisme untuk mendegradasi atau mengubah bahan berbahaya menjadi bentuk yang lebih tidak berbahaya. Teknologi ini telah berhasil diterapkan dalam pengolahan limbah minyak bumi dan senyawa organik berbahaya lainnya (Setiawan & Pratama, 2021).
3. Elektrokoagulasi
Metode ini menggunakan arus listrik untuk menghilangkan kontaminan logam berat dari limbah cair B3. Teknik ini semakin populer karena efektif dalam membersihkan limbah cair industri yang mengandung logam seperti tembaga, nikel, atau seng (Siregar dkk., 2020)
4. Teknologi Nano
Perkembangan teknologi nano membuka peluang baru dalam pengolahan limbah B3. Penggunaan material nano dapat meningkatkan efisiensi pengolahan limbah melalui reaksi kimia yang lebih cepat dan selektif. Salah satu contoh material nano dalam pengolahan limbah B3 yaitu Nano-Zeolit dan Nano-Bioteknologi. Material ini digunakan untuk menyerap logam berat dari limbah industri. Teknologi nano memungkinkan pengolahan air limbah B3 menjadi lebih efisien karena partikel nano memiliki luas permukaan yang besar dan reaktivitas yang tinggi (Pramono dkk., 2019).
Nano-material juga digunakan dalam pengolahan limbah radioaktif dengan cara mengikat isotop radioaktif sehingga tidak menyebar ke lingkungan. Teknologi ini telah dikembangkan di beberapa negara maju dengan hasil yang menjanjikan dalam pengelolaan limbah nuklir (Wahyudi, 2020).
DAFTAR PUSTAKA
Azharuddin, dkk. (2020). Proses Pengolahan Limbah B3 (Oli Bekas) Menjadi Bahan Bakar Cair Dengan Perlakuan Panas Yang Konstan. Jurnal Austenit, 12(2): 48-53.
Batlajery, Frederick F. (2024). Pemanfaatan Sludge IPAL PT East Jakarta Industrial Park (EJIP) sebagai Bahan Baku Pembuatan Batako. Sarjana (S1) Thesis, Universitas Pelita Bangsa.
Harjanto, R., & Hamid, A. (2020). Pemanfaatan Limbah Baterai untuk Ekstraksi Logam Berat.
Jurnal Teknolohi Metalurgi, 13(2): 67-78.
Harjanto, R., & Wibisono, A. (2020). Pemanfaatan Steel Slag sebagai Bahan Agregat dalam Konstruksi Jalan. Jurnal Teknik Sipil, 13(2): 89-98.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. (2017). Panduan Co-processing di Industri Semen. Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Kusuma, R., Pramono, S., & Hidayat, T. (2020). Penggunaan Slag dalam Industri Konstruksi:
Aplikasi dan Tantangannya. Jurnal Material Konstruksi, 22(1): 67-78.
Lestari, S. A., dkk. (2023). Co-processing Limbah B3 Pelumas Bekas Sebagai Bahan Bakar Alternatif di PT Semen Baturaja Tbk. Jurnal Lintas Ilmu, 1(7): 47-61.
Pramono, S., & Kusuma, R. (2019). Regenerasi Oli Bekas sebagai Sumber Energi Alternatif.
Jurnal Teknik Mesin, 21(1): 32-44.
Pramono, S., & Kusuma, R. (2019). Studi Pemanfaatan Steel Slag sebagai Pengganti Agregat dalam Campuran Beton Aspal. Jurnal Teknik Konstruksi, 21(1): 55-66.
Purmono, T., & Wibowo, A. (2020). Fly Ash sebagai Substitusi Bahan Baku Semen Ramah Lingkungan. Jurnal Teknik Material, 16(2): 54-65.
Purnomo, A., & Wahyudi, H. (2019). Penggunaan Ground Granulated Blast Furnace Slag dalam Pembuatan Beton Ramah Lingkungan. Jurnal Teknik Sipil dan Lingkungan, 12(1): 33-44.
Setiawan, D., & Prata, B. (2018). Karakteristik Mekanis Steel Slag sebagai Bahan Pengganti Agregat pada Campuran Beton. Jurnal Material Teknik, 11 (1): 45-53.
Setiawati, Mira. (2018). Fly Ash sebagai Bahan Pengganti Semen Pada Beton. Seminar Nasional Sains dan Teknologi 2018 (pp.1-8). Universitas Muhammadiyah Jakarta.
Siregar, A., Budiarto, A., & Drajat, H. (2019). Penggunaan Slag Baja sebagai Material Konstruksi. Jurnal Konstruksi, 18(3): 123-135.
Wahyudi, T. (2020). Peran Teknologi Nano dalam Pengolahan Limbah B3 dan Pengolahan Limbah Radioaktif. Jurnal Fisika Material, 19(1): 112-121.