• Tidak ada hasil yang ditemukan

TUGAS ADVANCE 2 SEMESTER 7 Materi : Riset dan Analisa Aspek Arsitektural

N/A
N/A
nina bobo

Academic year: 2023

Membagikan "TUGAS ADVANCE 2 SEMESTER 7 Materi : Riset dan Analisa Aspek Arsitektural "

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS ADVANCE 2 SEMESTER 7 GENAP 2022-2023

Materi : Riset dan Analisa Aspek Arsitektural

“PENERAPAN PADA FASAD BANGUNAN ARSITEKTUR JAPANDI MODERN”

Studi Kasus : Klinik Kecantikan (Glow + Aesthetic) Jl. Danau Toba No.31, Lesanpuro, Kec. Kedungkandang, Kota Malang, Jawa Timur 65139

Di susun oleh :

JULINAR ELMASHANTI 619006

DOSEN :

RENI AMBARWATI, ST., M.T

PROGRAM STUDI DESAIN INTERIOR SEKOLAH TINGGI TEKNIK MALANG

OKTOBER 2022

(2)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Membina hubungan baik antar negara-negara di Asia saat ini dirasakan menjadi suatu keharusan, mengingat secara lahir setiap insan tidak dapat “berdiri sendiri” atau saling memiliki tingkat ketergantungan yang kolektif dalam era globalisasi, Indonesia perlu meningkatkan kualitas hubungan dengan negara – negara yang menjadi model masa depan yang salah satunya adalah Jepang. Hubungan Bilateral Indonesia – Jepang sema kin bertambah erat dan luas. Pada abad ini Jepang memegang peranan penting di dalam perkembangan ekonomi dan ipteks, baik di kawa san Asia maupun dunia. Indonesia seba gai salah satu negara yang seda ng memacu diri di bidang industri mempunyai hubungan kemitraan dengan Jepang di dalam beberapa bidang.

Oleh karena itu Indonesia perlu memahami Jepang dalam beberapa aspek, misalnya:

perkembangan ipteks, pendidikan, kebudayaan, dan ekonomi. Setiap negara atau bang sa tentu memiliki keunggulan kebudayaan dan kearifan (wisd om) kehidupan yang dapat mendorong kehidupan yang sejahtera, keharmonisan, keadilan, dan kedamaian.

Hubungan diplomatik yang diawali dengan penandatanganan perjanjian perdamaian Indonesia – Jepang pada 20 Januari 1958 antara Menlu RI Soebandrio dan Menlu Jepang, Aichiro Fujiya ma menjadi awal langkah persahab atan kedua negara yang pada tahun 2008 sud ah mencapai umur setenga h abad. Hubungan yang dijalin tidak hanya seb atas hubungan ekonomi saja, tetapi sud ah meluas ke bidang pendidikan, perdagangan,bantuan,pertahanan dan pertukaran kebudayaan. Kebudayaan adalah proses kehidupan manusia meliputi etika estetika dan logika yang merupakan kesatuan tanpa terpisahkan. Oleh karena itu Indonesia dan Jepang seb agai dua bangsa yang besa r mempunyai kewajiban untuk berpegang teguh kepada kebudayaannya masing-masing sebagai hasil proses dari hidup, kehidupan dan penghidupan berdasa rkan seja rah yang dilaluinya. Kebudayaan menunjukkan suatu pengertian yang luas untuk kompleks, dimana tercakup baik untuk segala sesua tu yang terjadi untuk dialami manusia seca ra persona l untuk kolektif maupun bentuk – bentuk yang dimanifestasikan sebagai ungkapan pribadi seperti yang dapat disaksikan dalam seja rah kehidupannya baik hasil – ha sil pencapaian yang pernah ditempatkan umat manusia untuk diwariskan secara turun temurun, maupun proses perubahan serta perkembangan yang sed ang dilalui dari masa ke masa.

Arsitek di Indonesia pula demikian, tidak terlepas dari pergerakan-pergerakan dan gejolak aliran arsitektur modern yang muncul di barat, namun atas dasar turut serta mengembangkan pemahaman dan pengetahuan arsitektur dunia itu, dan semangat menemukan jenis “arsitektur yang baru” bagi bangsa Indonesia, arsitek indonesia mengembangkan langgam

(3)

arsitektur baru, langgam arsitektur yang tiada biasa, keluar dari tatanan-tatanan yang mengekangnya pada masa penjajahan, arsitektur yang berbeda sendiri daripada yang lain.

Arsitektur itu dikenal sebagai arsitektur japandi. Masyarakat di Indonesia memiliki preferensi yang beragam pada tipe dan model bangunan. Baik bergaya modern, tradisional maupun keduanya. Kekagumam terhadap perbedaan gaya tentu memengaruhi dalam pemilihan rumah yang menyesuaikan dengan keinginan mereka.

Di Indonesia, Arsitektur modern menjadi sebuah dampak globalisasi akibat tren dan pengaruh perkembangan teknologi maupun arsitektur yang berkembang secara mendunia (internasional). Salah satunya akibat pengaruh dari penjajahan bangsa Eropa yang pernah terjadi di Indonesia. Akibatnya, Arsitektur modern yang berkembang di Indonesia menjadi tidak murni arsitektur modern, namun menjadi perpaduan antara arsitektur modern yang berkembang di dunia dengan arsitektur tropis yang merespon iklim tropis basah yang ada di Indonesia. Perkembangan Arsitektur Modern Indonesia berlangsung sejak era kolonial hingga saat ini. Banyak tokoh arsitek di Indonesia yang menerapkan paham tersebut sejak berkembangnya arsitektur modern di dunia, beberapa diantaranya adalah Liem Bwan Tjie (1850-1950), Frederich Silaban (1912-1984) dan Soejoedi Wirjoatmodjo (1928-1981).

Munculnya gaya arsitektur ini berawal ketika para desainer dan seniman Denmark mulai bepergian ke Jepang. Pada saat itu, desain mereka mulai dipengaruhi oleh estetika oriental yang penuh teka-teki dan memesona yang mereka lihat di negeri Sakura. Gaya arsitektur yang mengusung konsep minimalis semakin digemari dalam satu dekade terakhir, salah satunya adalah arsitektur Japandi. Kata Japandi sendiri merupakan gabungan dari kata Jepang dan Scandi (Skandinavia). Gaya desain kolaboratif ini dapat dilihat pada beberapa kerajinan keramik, arsitektur, dan furnitur yang ada di Denmark. Terlebih lagi, filosofi kedua gaya arsitektur, yaitu Wabi-Sabi dari Jepang dan Hygge dari Denmark, menghargai kesederhanaan, minimalis, dan penggunaan material alami.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan tinjauan diatas, permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah : a. Pada Unsur desain apa yang dapat memperlihatkan maupun menjelaskan unsur penerapan arsitektur japandi modern pada fasad bangunan?

1.3 Tujuan Penilitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi bangunan Stasiun Kereta Api Kota Malang setelah terbangun dan mengetahui elemen fasad pada bangunan tersebut.

1.4 Manfaat Penelitian

(4)

Sesuai dengan latar belakang perumusan masalah dan tujuan diatas, maka manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

• Bagi ilmu pengetahuan adalah diharapkan dapat memberikan pengetahuan tentang arsitektur green building.

• Dapat memberikan pengetahuan tentang elemen fasade bangunan

• Bagi peneliti, memberikan suatu pengalaman belajar dan sebagai kesempatan dalam

menerapkan ilmu yang telah di dapat dari teori-teori serta ilmu-ilmu yang telah dipelajari dan dipahami.

• Bagi peneliti lanjutan diharapkan dapat menjadi salah satu bahan literature atau studi banding mengenai arsitektur green building dan elemen fasade yang dapat digunakan sebagai suatu referensi maupun inspirasi untuk studi kasus yang sejenis.

• Manfaat bagi masyarakat adalah sebagai bahan perbandingan dan pengetahuan dimana

masyarakat dapat membandingkan dan mengetahui yang mana arsitektur green building dan yang bukan.

(5)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Kronologis jepang di sejarah jepang karakteristik jepang

2.1 Arsitektur Jepang

2.1.1. Pengertian Arsitektur Jepang

Arsitektur Jepang Secara tradisional ditandai oleh struktur kayu, bentuk bangunan panggung, dengan atap genteng tanah atau jerami. Ciri khas Pintu Jepang dengan sistem geser/slading (fusuma) yang memungkinkan konfigurasi internal ruang untuk disesuaikan dengan kesempatan yang berbeda. Orang-orang biasanya duduk di atas bantal atau di lantai, dan kebiasaan ini dilakukan hingga sekarang. Sejak abad ke-19, Arsitektur Jepang telah memasukkan unsur-unsur arsitektur gaya Barat, modern, dan post-modern kedalam desain dan konstruksinya, dan saat ini merupakan acuan dalam desain arsitektur mutakhir dan teknologi.

Arsitektur Jepang awal terlihat pada zaman prasejarah di rumah sederhana dan tokotoko yang disesuaikan dengan populasi pemburu-pengumpul. Pengaruh dari Dinasti Han China melalui Korea melihat pengenalan toko gandum lebih kompleks dan ruang pemakaman seremonial. Pengenalan Buddhisme ke Jepang di abad-6 adalah katalis untuk bangunan candi dalam skala besar dengan menggunakan teknik yang rumit dalam konstruksi kayu. Pengaruh dari T'ang Cina dan Sui Dinasti menyebabkan fondasi ibukota permanen pertama di Nara. Tata letak jalan yang digunakan ibukota Cina Chang'an sebagai contoh untuk desain. Sebuah peningkatan bertahap dalam ukuran bangunan menyebabkan satuan standar pengukuran serta perbaikan dalam tata letak dan desain taman.

(6)

Pengenalan upacara minum teh menekankan kesederhanaan dan desain sederhana sebagai tandingan ke ekses aristokrasi. Selama Restorasi Meiji tahun 1868 sejarah arsitektur Jepang secara radikal diubah oleh dua peristiwa penting, yaitu peristiwa Kami dan Buddha Separation Act tahun 1868, dan peristiwa Westernisasi intens dalam rangka untuk bersaing dengan negara- negara maju lainnya.

Ada dua tokoh penting dalam topik arsitektur Green building Profesor Brenda Vale dan Doktor Brenda Vale. Perlu diketahui, kedua pakar ini merupakan arsitek, penulis, peneliti, sekaligus ahli dalam bidang arsitektur berkelanjutan. Mereka mengemukakan bahwa arsitektur hijau merupakan suatu pendekatan desain bangunan yang berfokus pada sumber daya alam yang dipakai baik material bangunan, bahan bakar selama pembangunan, dan peran dari bangunan tersebut. Mereka menambahkan bahwa arsitektur hijau bukan merupakan konsep yang wajib diikuti, melainkan berguna sebagai pengingat supaya para pelaku arsitektur tidak mengabaikan konsep ini.

1. Pemanfaatan Energi

Pada arsitektur hijau, pemanfaatan energi secara cerdas menjadi prinsip yang teramat penting.

Baik sebelum maupun sesudah bangunan didirikan, bangunan tersebut harus tetap memperhatikan pemakaian energinya. Penggunaan energi untuk pengoperasian bangunan juga sebaiknya

dilakukan dengan hemat.

2. Penyesuaian Iklim Lingkungan Setempat

Perancangan desain bangunan harus disesuaikan dengan iklim setempat. Hal ini bertujuan agar bangunan tersebut tetap ramah lingkungan. Dekorasi bangunan yang disesuaikan terhadap iklim, maka bisa memanfaatkan sumber daya alam dengan baik. Misalnya rumah di daerah pantai sebaiknya berjendela cukup banyak agar tetap sejuk, sebaliknya rumah di pegunungan harus dibuat dari material yang cukup tebal supaya terasa hangat.

3. Pemakaian Sumber Daya Daur Ulang

Pada arsitektur hijau, konsep ini mengajak untuk meminimalkan penggunaan bahan-bahan yang baru. Sedangkan pemakaian sumber daya daur ulang perlu digalakkan melalui reduce, reuse, dan

(7)

recycle. Selain itu, penggunaan sumber-sumber daya yang berisiko membahayakan ekosistem alam hendaknya selalu dihindari.

4. Peran Bangunan Bisa Optimal

Bangunan memiliki peran yang optimal bagi penghuninya terkait faktor keamanan, kenyamanan, dan kesehatan. Keberadaan bangunan pun menimbulkan dampak negatif bagi siapapun.

Sebaliknya, bangunan berarsitektur hijau justru memiliki pengaruh yang positif terhadap lingkungan sekelilingnya.

5. Pemenuh Kebutuhan Para Penghuni

Green architecture mempunyai manfaat yang baik juga bagi para penghuninya. Bahkan bangunan ini pun sanggup memenuhi segala kebutuhan yang diperlukan oleh pemiliknya. Maka dari itu, bentuk arsitektur perlu disesuaikan pula terhadap kebutuhan masing-masing si empunya bangunan.

6. Penerapan Secara Keseluruhan

Maksud penerapan secara keseluruhan adalah pengaplikasian prinsip-prinsip di atas harus dikerjakan secara menyeluruh. Jadi bangunan hijau tidak boleh sebatas memperhatikan manfaat dan penghematan energi saja tanpa menghiraukan dampak alam dan lingkungan. Tentu saja penerapan konsep arsitektur hijau ini bakal memiliki manfaat yang sangat besar terhadap dunia arsitektur.

2.1.2 Perkembangan Arsitektur Green Building di Indonesia

Istilah Arsitektur Green Building dikenal sejak 1980-an Beberapa tokoh yang turut berperan adalah Y.B. Mangun Wijaya, Heinz Frick, dan Eko Prawoto (Tanuwidjaya, Gunawan).

Pada masa itu, dunia industri mengalami perkembangan yang sangat pesat hingga memberikan dampak yang sangat buruk terhadap lingkungan. Akhirnya PBB pun mengambil langkah untuk mengurangi dampak tersebut. PBB kemudian mengenalkan istilah “sustainability” yang kemudian berkembang menjadi “Green Building” dalam dunia arsitektur. Di Indonesia sendiri, perkembangan arsitektur green building dimulai kurang lebih pada masa yang sama. Hingga saat ini, Arsitektur green building masih terus berkembang dan menyebarkan pengaruh ke dalam rancangan arsitek masa kini.

Di sisi lain, Wines (2008) menyatakan bahwa bangunan-bangunan telah mengkonsumsi seperenam sumber air bersih dunia, seperempat produksi kayu dunia, dan duaperlima bahan bakar

(8)

dari fosil. Sehingga sudah sewajarnya Arsitektur turut ambil peran dalam upaya memperbaiki lingkungan.

Green Buildings are buildings of any usage category that subscribe to the principle of a conscientious handling of natural resources.” (Michael Bauer, dalam “Green Building:

Guidebook for Sustainable Architecture.”)

Berdasarkan ungkapan Bauer diatas, maka yang dimaksud dengan Green Building adalah bangunan yang memberikan sesedikit mungkin dampak terhadap lingkungan, bangunan yang menggunakan material yang bersahabat dengan lingkungan, low cost energy, menggunakan energi terbaharukan, dan juga murah dalam operasional dan pembangunannya.

Pada tahun 2009, didirikan Green Building Council Indonesia (atau sering juga disingkat GBCI). Yaitu sebuah lembaga mandiri dan nirlaba yang didirikan oleh pihak-pihak yang berkepentingan seperti: biro konsultan dan konstruksi, kalangan indistri properti, pemerintah, intitusi pendidikan, dan masyarakat peduli lingkungan sebagai sarana pertimbangan dan sertifikasi bangunan bertaraf green.

Menurut GBCI dalam programnya yang disebut Green Ship, terdapat beberapa faktor yang menentukan apakah suatu bangunan dapat diberi sertifikasi green building. Yaitu:

 Tepat guna lahan

 Efisiensi energi dan refrigerant

 Konservasi air

 Sumber dan siklus material

 Kualitas udara dan kenyamanan udara

 Manajemen lingkungan bangunan

Menurut Paola Sassi, dalam bukunya yang berjudul: “Strategies for Sustainable Architecture”, hal-hal yang mempengaruhi tepat guna lahan dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:

memilih lahan dengan mempertimbangkan keberadaan fasilitas transportasi publik, jaringan pedestrian dan jalur sepeda, nilai ekologi lahan, dan dampak lahan pada komunitas;

menggunakan lahan dengan efisien dengan mempertimbangkan kebutuhan komunitas, kepadatan, pengembangan yang atraktif, kemungkinan mixed-use, dan membangun diatas lahan yang sebelumnya terabaikan; meminimalisir dampak pengembangan dengan melindungi habitat alami, memoertahankan tanaman existing, meningkatkan potensi pedestrian dan jalur sepeda, menambahkan fungsi produksi pangan apabila memungkinkan.

Dalam praktiknya, desain Bangunan Hijau atau Green Building terkadang ditolak oleh klien karena besaran dana yang cenderung lebih besar apabila dibandingkan dengan

(9)

bangunan tanpa konsep green dalam upaya mempersiapkan fasilitas-fasilitas ‘hijau’-nya tanpa mengetahui dan/atau mempertimbangkan besaran dana yang perlu dipersiapkan nantinya manakala bangunan siap untuk ditinggali. Hal ini juga terjadi karena kurangnya pengetahuan dan/atau kesadaran klien mengenai pentingnya Arsitektur Hijau bagi keberlangsungan komunitas kedepannya.

2.1.3 Ciri-Ciri Arsitek Hijau

Arsitektur hijau (Green Building) adalah suatu istilah yang mengacu pada Gedung yang sehat dan nyaman bagi penggunannya, serta ramah lingkungan. Bangunan jenis ini dirancang untuk menjadi bangunan yang efisien dan dapat mereduksi dampak terhadap lingkungan dibandingkan ddengan bangunan biasa. Tahap perencanaan dan pembangunan green building juga dilakukan dengan mempertimbangkan dampak terhadap lingkungan seminimal.

Terhadapat empat faktor pada bangunan green building yakni efisiensi desain struktur yang berarti tahap konsep dan desain merupakan dalam setiap proyeksi konstruksi.

Lalu yang kedua ada efisiensi energi yang berarti mencakup langkah-langkah hemat energi seperti udara, dan sinar matahari yang masuk ke bangunan maupun energi dari sisi operasional. Yang ketiga adalah efisiensi air yang berarti memperhatikan penggunaan air termasuk cara mendapatkan air dan pengelolaannya yang ramah lingkungan. Dan yang keempat adalah efisiensi material yang berarti untuk menerapkan konsep green building, sebaiknya memakai atau menggunakan material yang sesuai kebutuhan, tidak lebih dan tidak kurang.

Ciri – ciri bangunan berkonsep green building : 1. Memanfaatkan Sumber Daya Alami

Di dalam gedung, terutama di kota-kota besar banyak menggunakan lampu untuk penerangan dan alat pendingin agar ruangan menjadi lebih sejuk. Penggunaan yang berlebihan akan mengakibatkan listrik yang berlebihan pula. Oleh sebab itu, green building memanfaatkan sumber daya alami untuk mewujudkan kenyamanan di dalam gedung.

Misalnya dengan menambahkan ventilasi dan jendela yang lebar pada desain bangunan.

2. Ruang Terbuka Hijau

Ruang terbuka yang ditanami berbagai tanaman hijau merupakan salah satu syarat yang harus dimiliki gedung ramah lingkungan. Selain itu, ruang terbuka hijau dapat membantu menyerap polusi dan memberikan kesegaran. Tak hanya itu, ruang terbuka hijau juga berperan dalam penyerapan air tanah dan menjaga sirkulasi air.

(10)

3. Pembangunan Gedung Menggunakan Bahan yang Sehat Bagi Manusia Selain ramah lingkungan, konsep green building juga harus ramah terhadap Kesehatan manusia. Pembangunan green building bahkan tidak lagi menggunakan material beracun yang dapat mengganggu Kesehatan. Misalnya dengan tidak menggunakan cat yang beracun dan tidak menggunakan AC yang dapat merusak lapisan ozon. Di dalam green building juga dipasang sensor CO2 atau karbondioksida. Kadar karbon dioksida dalam gedung jika terlalu tinggi akan dapat terdeteksi sehingga Kesehatan penghuni gedung dapat lebih terjaga

Peranan Arsitektur Hijau untuk lingkungan yang berkelanjutan Green Building

Hingga kini, isu lingkungan terus menjadi topik pembicaraan hangat masyarakat dunia. Ini terkait dengan kondisi iklim yang mengalami perubahan dan anomaly. Dan pemanasan global (global warming) pun terus membawa pada kondisi iklim yang tak menguntungkan.

Persoalan ini dipandang sangat serius ileh berbagai pihak, baik kalangan pemerintah dan swasta mulai merumuskan Langkah-langkah lebih serius untuk mengurangi dampak negatif penurunan kualitas lingkungan.

Sektor property sebagai salah satu sector yang memiliki keterkaitan yang erat terhadap isu lingkungan kini tengah mengembangkan inisiatif untuk mengantisipasi efek kerusakan lingkungan

2.1.2 Teori Fasade

Menurut Krier, 2001. Fasade berasal dari kata ‘fasad’ (fasade) diambil dari kata latin ‘facies’ yang merupakan sinonim dari kata-kata ‘face’ (wajah) dan ‘appearance’

(penampilan). Komposisi suatu fasade, dengan mempetimbangkan semua persyaratan fungsionalnya (jendela, bukaan pintu, pelindung matahari, bidang atap) pada dasarnya berkaitan dengan penciptaan kesatuan harmonis antara proposi yang baik, penyusunan struktur vertical dan horizontal, bahan, warna, dan elemen dekoratif.

(11)

Fasade masih tetap menjadi elemen arsitektur terpenting yang mampu menyuarakan fungsi dan makna sebuah bangunan. Fasade tidaklah semata-mata sebagai pemenuhan persyaratan alami yang ditentukan oleh suatu susunan organisasi ruang, namun fasade menyampaikan keadaan budaya pada saat bangunan itu dibangun, fasade mengungkap kriteria tatanan dan penataan dan berjasa dalam memberikan kemungkinan dan kreativitas dalam ornamentasi dan dekorasi. Suatu fasade juga menceritakan kepada kita mengenai penghuni suatu gedung, memberikan semacam informasi identitas kolektif sebagai suatu komunitas bagi mereka, dan pada puncaknya merupakan representasi komunitas tersebut dalam publik.

2.1.3 Komposisi Fasade

Komposisi suatu fasade dengan mempertimbangkan semua persyaratan fungsionalnya pada dasrnya berkaitan dengan penciptaan kesatuan harmonis antara proporsi yang baik, penyusunan struktur vertikal dan horizontal, bahan, warna, dan elemen dekoratif.

Komposisi fasade terdiri dari:

a.

Jendela

b.

Pintu

c.

Dinding

d.

Atap

e.

Sun Shading

(12)

2.3.1

Elemen Fasade

Sebagai suatu keseluruhan, fasade tersusun atas elemen tunggal, yaitu suatu kesatuan tersendiri dengan kemampuan untuk mengekspresikan diri mereka sendiri. Namun demikian, komposisi suatu fasade terdiri dari penstrukturan disatu sisi dan penataan pada sisi lainnya.

a.

Proporsi

Proporsi merupakan hubungan antar bagian dari suatu desain atau hubungan antara bagian dengan keseluruhan.

b.

Irama

Irama adalah pergerakan yang bercirikan pada unsur-unsur atau motif berulang yang terpola dengan interval yang beratur ataupun tidak teratur. Irama terdiri dari irama progresif, irama terbuka, dan irama tertutup.

c.

Ornamen

Ornamen berfungsi untuk menambah nilai estetis dari suatu bangunan yang akhirnya akan menambah nilai finansial dari bangunan tersebut.

(13)

d.

Bentuk

Dalam arsitektur, bentuk selalu dihubungkan dengan wujud, yaitu sisi luar karakteristik atau konfigurasi permukaan suatu bentuk tertentu.

e.

Material

Material atau bahan adalah zat atau bnda dimana sesuatu dapat dibuat darinya, atau barang yang dibutuhkan untuk membuat sesuatu.

f.

Warna

Warna dapat mempengaruhi bobot visual suatu bentuk. Warna dapat berpera untuk memperkuat bentuk dan memberikan ekspresi kepada pikiran atau jiwa manusia. Warna menentukan karakter. Warna dapat menciptakan suasana yang kita harapkan.

g.

Tekstur

Tekstur adalah pola struktur 3 (tiga) dimensi permukaan. Tekstur dapat mempengaruhi berbagai kesan warna dan bahan atau material.

(14)

2.3.2

Pola Fasade

Pola fasade dikelompokkan dalam:

a.

Fasade dengan pola dominasi garis murni

b.

Fasade dengan pola permainan garis

c.

Fasade dengan pola dominasi bidang

d.

Fasade dengan pola permainan bidang

e.

Fasade dengan dominasi permainan struktur

f.

Fasade dengan penampilan ornamen estetika

2.3.3

Karakterstik Fasade

Tiga macam karakter penampilan yang bisa diciptakan bagi sebuah bangunan:

a.

Karakter netral

b.

Karakter kuat menonjol

c.

Karakter eksklusif

Referensi

Dokumen terkait