• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tugas Kelompok 4 Politik Hukum Pidana pdf

N/A
N/A
Auly Pradina

Academic year: 2024

Membagikan "Tugas Kelompok 4 Politik Hukum Pidana pdf"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Kelompok 4 Nama Anggota

1. Muhammad Abidzar Al-Ghifari 2112011018 2.

Berlian 2112011009

3. Khotimah Aulia Riskita SR 2112011007 4. Megy Triado Permana 2112011022 5. Auly Pradina 2112011033

Matkul : Politik Hukum Pidana

Nama Dosen : Emilia Susanti, S.H., M.H.

Dalam Undang-Undang Narkotika, khususnya pada Konsiderans Menimbang,

disebutkan bahwa “penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika telah merebak di seluruh lapisan masyarakat, bahkan telah sampai pada tingkat yang membahayakan bagi kehidupan bangsa dan negara.” Hal ini menunjukkan bahwa penanganan masalah narkotika merupakan suatu kebutuhan yang mendesak dan perlu diatur dalam suatu undang-undang yang komprehensif.

Dalam buku “Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia: Perspektif Pancasila” karya Barda Nawawi Arief, dijelaskan bahwa Pancasila sebagai rechtsidee (sumber hukum) yang utama dalam pembaharuan hukum pidana Indonesia memiliki beberapa konsekuensi, antara lain:

• Adanya pengakuan terhadap harkat dan martabat manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.

• Adanya perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia yang bersifat kodrati.

• Adanya keseimbangan antara kepentingan individu dan kepentingan masyarakat/negara.

• Adanya perlindungan terhadap nilai-nilai kemanusiaan yang beradab.

Dalam konteks undang-undang narkotika, prinsip-prinsip tersebut tercermin dalam upaya untuk melindungi masyarakat dari bahaya penyalahgunaan narkotika, namun tetap memperhatikan hak- hak asasi manusia, seperti hak untuk mendapatkan pengobatan dan rehabilitasi bagi pecandu narkotika.

(2)

Selain itu, dalam buku “Kebijakan Hukum Pidana: Perkembangan Penyusunan Konsep KUHP Baru,” Barda Nawawi Arief juga menekankan pentingnya mengintegrasikan nilai- nilai Pancasila dalam pembaharuan hukum pidana Indonesia, termasuk dalam pengaturan tindak pidana narkotika.

Dengan demikian, dalam menganalisis undang-undang narkotika terkait dengan

landasan pembaharuan hukum pidana dan penggunaan Pancasila sebagai rechtsidee, kita dapat melihat bagaimana undang-undang tersebut berupaya untuk mewujudkan tujuan-tujuan yang selaras dengan nilai-nilai Pancasila, seperti perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia, perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia, keseimbangan antara kepentingan individu dan masyarakat, serta perlindungan terhadap nilai-nilai kemanusiaan yang beradab.

Undang-undang narkotika hukum pidana yang ada di Indonesia adalah Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1990 tentang Pengawasan Narkotika. Ketentuan dalam Undang-

Undang ini mengatur tentang pengawasan narkotika, pembuatan, pengolahan, penjualan, pemilikan, pengangkutan, pemakai, dan penggunaan narkotika.

- [ ] Penerapan Landasan Pembaharuan Hukum Pidana dalam UU Narkotika Dilihat dari Aspek Pengaturan Pengawasan Narkotika Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (“UU Narkotika”) merupakan landasan hukum utama dalam pengaturan narkotika di Indonesia.

UU ini memuat berbagai ketentuan tentang pencegahan, pemberantasan, dan rehabilitasi penyalahgunaan narkotika. Salah satu aspek penting dalam UU Narkotika adalah pengaturan pengawasan narkotika.

Pengawasan narkotika bertujuan untuk mencegah peredaran narkotika secara ilegal dan melindungi masyarakat dari bahaya penyalahgunaan narkotika. Landasan pembaharuan hukum pidana dalam UU Narkotika dapat dilihat dari beberapa aspek, termasuk. - - - pendekatan Restoratif UU Narkotika menerapkan pendekatan restoratif dalam penanggulangan penyalahgunaan narkotika. Pendekatan ini menekankan pada pemulihan pelaku dan korban, serta reintegrasi pelaku ke dalam masyarakat. Hal ini tercermin dalam ketentuan tentang rehabilitasi bagi penyalahguna narkotika. – Diversifikasi Sanksi. UU Narkotika mengatur berbagai jenis sanksi pidana bagi pelaku tindak pidana narkotika, tidak hanya sanksi penjara.

Sanksi lain yang dapat dijatuhkan termasuk rehabilitasi, denda, dan pidana bersyarat.

Diversifikasi sanksi ini bertujuan untuk memberikan efek jera yang lebih optimal dan adil bagi pelaku.

- Pelibatan Masyarakat. UU Narkotika mendorong partisipasi masyarakat dalam pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan narkotika. Hal ini tercermin dalam ketentuan tentang pembentukan Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Badan Narkotika Kabupaten/Kota (BNNK) yang melibatkan berbagai elemen masyarakat.

(3)

Penerapan landasan pembaharuan hukum pidana dalam UU Narkotika dilihat dari aspek pengaturan pengawasan narkotika dapat diuraikan sebagai berikut:

* Pencegahan: UU Narkotika mengatur berbagai upaya pencegahan penyalahgunaan narkotika, seperti penyuluhan, edukasi, dan pemberdayaan masyarakat. Upaya pencegahan ini dilakukan oleh BNN, BNNK, dan instansi terkait lainnya.

* Pengawasan: UU Narkotika mengatur tentang pengawasan terhadap peredaran narkotika, mulai dari produksi, distribusi, hingga penjualan. Pengawasan ini dilakukan oleh Polri, Badan POM, dan instansi terkait lainnya.

* Penegakan Hukum: UU Narkotika mengatur tentang penegakan hukum terhadap pelanggaran ketentuan narkotika. Penegakan hukum ini dilakukan oleh Polri dan instansi terkait lainnya.

Tantangan dalam penerapan landasan pembaharuan hukum pidana dalam UU Narkotika:

* Kurangnya sumber daya: Penerapan landasan pembaharuan hukum pidana dalam UU Narkotika membutuhkan sumber daya yang memadai, baik dari segi personel maupun anggaran.

* Keterbatasan koordinasi: Upaya pencegahan, pengawasan, dan penegakan hukum narkotika membutuhkan koordinasi yang baik antara berbagai instansi terkait.

* Perubahan pola peredaran narkotika: Peredaran narkotika saat ini semakin marak melalui media online, sehingga membutuhkan pendekatan yang inovatif untuk mengatasinya.

- [ ] Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (“UU Narkotika”) mencerminkan landasan pembaharuan hukum pidana dalam beberapa aspek, termasuk pengaturan pelanggaran. Berikut beberapa poin pentingnya:

- [ ] 1. Pergeseran Paradigma Penjatuhan Hukuman

UU Narkotika beralih dari paradigma retributif (pembalasan) ke paradigma restorative justice (pemulihan keadilan). Hal ini terlihat dari:

* Pendekatan diversi ([Pasal 44 UU Narkotika]): Hakim dapat menjatuhkan rehabilitasi sebagai pengganti pidana penjara bagi pecandu narkotika.

* Penerapan sanksi alternatif ([Pasal 104 UU Narkotika]): Selain penjara, hakim dapat menjatuhkan sanksi alternatif seperti denda, wajib kerja sosial, dan pengawasan.

2. Klasifikasi Pelanggaran Narkotika

(4)

UU Narkotika mengklasifikasikan pelanggaran narkotika berdasarkan jenis dan beratnya:

* Pelanggaran ringan ([Pasal 127 UU Narkotika]): Ditujukan untuk pecandu narkotika yang memerlukan rehabilitasi.

* Pelanggaran sedang ([Pasal 132 UU Narkotika]): Ditujukan untuk pengedar narkotika dalam skala kecil.

* Pelanggaran berat ([Pasal 112 UU Narkotika]): Ditujukan untuk pengedar narkotika dalam skala besar dan jaringan internasional.

3. Penekanan pada Pencegahan dan Rehabilitasi

UU Narkotika lebih menekankan pada upaya pencegahan dan rehabilitasi daripada hanya penjeraan. Hal ini terlihat dari:

* Pendirian Badan Narkotika Nasional (BNN) ([Pasal 14 UU Narkotika]): BNN bertugas melakukan pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan narkotika.

* Pembentukan Lembaga Rehabilitasi Narkotika ([Pasal 54 UU Narkotika]): Pemerintah berkewajiban menyediakan fasilitas rehabilitasi bagi pecandu narkotika.

4. Peran Aktif Masyarakat

UU Narkotika mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan narkotika. Hal ini terlihat dari:

* Pembentukan Forum Komunikasi Masyarakat Peduli Narkotika (FKMPN) ([Pasal 58 UU Narkotika]): FKMPN bertugas membantu BNN dalam sosialisasi dan edukasi tentang bahaya narkotika.

* Pemberian penghargaan bagi masyarakat yang berjasa dalam pemberantasan narkotika ([Pasal 150 UU Narkotika]).

- [ ] Penerapan Landasan Pembaharuan Hukum Pidana dalam UU Narkotika Dilihat dari Aspek Pengaturan Kendali:

Berikut adalah beberapa aspek pengaturan kendali dalam UU Narkotika yang perlu dikaji dalam konteks landasan pembaharuan hukum pidana:

1. Penjeraan Berdasarkan Tingkat Bahaya Narkotika

UU Narkotika mengklasifikasikan narkotika ke dalam 5 golongan berdasarkan tingkat bahayanya. Klasifikasi ini menjadi dasar penentuan jenis dan beratnya sanksi pidana yang akan dikenakan kepada pelaku tindak pidana narkotika.

(5)

Landasan pembaharuan hukum pidana menekankan pada pentingnya proporsionalitas dalam penjatuhan sanksi pidana. Hal ini berarti bahwa sanksi pidana yang dikenakan haruslah seimbang dengan tingkat bahaya dari tindak pidana yang dilakukan.

Dalam konteks UU Narkotika, penjeraan berdasarkan tingkat bahaya narkotika merupakan langkah yang tepat untuk memastikan bahwa sanksi pidana yang dikenakan kepada pelaku tindak pidana narkotika bersifat adil dan proporsional.

2. Penerapan Pidana Rehabilitasi

UU Narkotika membuka peluang bagi penjatuhan pidana rehabilitasi bagi penyalahguna narkotika yang masih dapat dibina. Pidana rehabilitasi bertujuan untuk memulihkan kesehatan dan kemampuan fisik, mental, dan sosial penyalahguna narkotika agar dapat kembali menjadi anggota masyarakat yang produktif.

Landasan pembaharuan hukum pidana menekankan pada pentingnya pendekatan restorative justice dalam sistem peradilan pidana. Pendekatan ini lebih berfokus pada pemulihan korban dan pelaku daripada sekadar memberikan hukuman.

Penerapan pidana rehabilitasi dalam UU Narkotika merupakan salah satu bentuk penerapan pendekatan restorative justice dalam sistem peradilan pidana narkotika di Indonesia.

3. Pengetatan Pengawasan Terhadap Peredaran Narkotika

UU Narkotika mengatur berbagai langkah untuk memperketat pengawasan terhadap peredaran narkotika, mulai dari produksi, distribusi, hingga penjualan.

Landasan pembaharuan hukum pidana menekankan pada pentingnya pencegahan sebagai langkah utama dalam memerangi kejahatan. Hal ini berarti bahwa upaya penegakan hukum harus diiringi dengan upaya pencegahan yang efektif.

Pengetatan pengawasan terhadap peredaran narkotika dalam UU Narkotika merupakan salah satu bentuk upaya pencegahan yang dilakukan untuk memerangi peredaran dan penyalahgunaan narkotika di Indonesia.

4. Peningkatan Peran Masyarakat dalam Pencegahan dan Pemberantasan Narkotika

UU Narkotika mendorong partisipasi masyarakat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan narkotika.

Landasan pembaharuan hukum pidana menekankan pada pentingnya partisipasi masyarakat dalam penegakan hukum. Hal ini berarti bahwa penegakan hukum tidak hanya dapat dilakukan oleh aparat penegak hukum, tetapi juga dengan melibatkan masyarakat.

(6)

Peningkatan peran masyarakat dalam pencegahan dan pemberantasan narkotika dalam UU Narkotika merupakan salah satu bentuk upaya untuk meningkatkan efektivitas penegakan hukum narkotika di Indonesia.

Pengguna pancasila sebagai rechsite dalam penerapan Undang-Undang Narkotika hukum pidana dapat dilihat dalam beberapa aspek:

1. Pancasila dan hukum pidana: Pancasila adalah prinsip dasar hukum pidana di Indonesia. Undang-Undang Narkotika hukum pidana mengatur pelanggaran narkotika yang melanggar pancasila, seperti kebijakan yang tidak menyeluruh, kebijakan yang tidak adil, dan kebijakan yang tidak hati-hati. Pancasila sebagai dasar negara Indonesia memiliki peran fundamental dalam pembentukan dan penerapan hukum pidana. Nilai- nilai luhur Pancasila harus menjadi ruh dan

pedoman dalam setiap aspek hukum pidana, mulai dari pembentukan peraturan perundang-undangan, penegakan hukum, hingga pembinaan peradilan.

Hubungan erat Pancasila dan hukum pidana:

• Pancasila sebagai sumber hukum tertinggi: Pancasila menjadi landasan moral dan filosofis bagi seluruh hukum di Indonesia, termasuk hukum pidana. Nilai-nilai Pancasila harus menjadi acuan dalam merumuskan peraturan perundang-undangan pidana, serta dalam interpretasi dan penerapannya.

• Mewujudkan keadilan: Pancasila menjunjung tinggi keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Penegakan hukum pidana harus berorientasi pada pencapaian keadilan tersebut, dengan mempertimbangkan keseimbangan antara kepentingan individu dan masyarakat.

• Menghormati hak asasi manusia: Nilai kemanusiaan dalam Pancasila menegaskan penghormatan terhadap hak asasi manusia. Hukum pidana harus dirancang dan

diterapkan dengan menghormati hak asasi manusia, termasuk hak-hak terdakwa dan korban.

• Memperkuat persatuan bangsa: Nilai persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia harus dijaga dalam penegakan hukum pidana. Hukum pidana harus diterapkan secara adil

(7)

dan tidak diskriminatif, serta mempertimbangkan nilai-nilai budaya dan adat istiadat masyarakat.

Implementasi nilai-nilai Pancasila dalam hukum pidana:

• Pembentukan peraturan perundang-undangan pidana: Rumusan pasal-pasal dalam peraturan perundang-undangan pidana harus mencerminkan nilai-nilai Pancasila, seperti keadilan, kemanusiaan, dan persatuan bangsa.

• Penegakan hukum: Penegak hukum, seperti hakim, jaksa, dan polisi, harus menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila dalam menjalankan tugasnya. Penegakan hukum harus dilakukan secara adil, transparan, dan akuntabel.

• Pembinaan peradilan: Sistem peradilan pidana harus dibangun berdasarkan nilai-nilai Pancasila, dengan mengedepankan keadilan dan kemanusiaan. Pembinaan terhadap hakim, jaksa, dan aparat penegak hukum lainnya harus berfokus pada penanaman

nilai-nilai Pancasila.

Tantangan:

• Memahami dan menerapkan nilai-nilai Pancasila secara konsisten: Masih terdapat interpretasi yang beragam terhadap nilai-nilai Pancasila, sehingga penerapannya dalam hukum pidana masih belum optimal.

• Keterbatasan sumber daya manusia dan infrastruktur: Penegakan hukum pidana masih terkendala oleh keterbatasan sumber daya manusia dan infrastruktur, yang berakibat pada lambatnya proses peradilan dan kurangnya akses terhadap keadilan bagi masyarakat.

(8)

• Pengaruh budaya asing: Globalisasi dan modernisasi membawa pengaruh budaya asing yang terkadang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila. Hal ini perlu

diwaspadai agar tidak memengaruhi penerapan hukum pidana yang berlandaskan Pancasila.

2. Pancasila dan pengawasan narkotika: Pancasila juga memiliki peranan dalam pengawasan narkotika. Misalnya, pancasila mengatur tentang kewajiban masyarakat untuk membantu pemerintah dalam melakukan pengawasan narkotika.

Pengawasan narkotika di Indonesia memiliki kaitan erat dengan nilai-nilai luhur Pancasila.

Berlandaskan Pancasila, upaya pengawasan narkotika harus dilakukan dengan mengedepankan keadilan, kemanusiaan, dan persatuan bangsa.

Nilai-nilai Pancasila dalam Pengawasan Narkotika:

• Ketuhanan Yang Maha Esa: Menyadari bahaya penyalahgunaan narkotika terhadap akidah dan moral bangsa, pengawasan narkotika harus dilakukan dengan pendekatan spiritual dan religius, mendorong peran tokoh agama dan lembaga keagamaan dalam pencegahan dan pembinaan pecandu.

• Kemanusiaan yang Adil dan Beradab: Pengawasan narkotika harus menjunjung tinggi hak asasi manusia, memperlakukan pecandu narkotika dengan bermartabat, dan fokus pada rehabilitasi dan pemulihan, bukan hanya pada penegakan hukum semata.

• Persatuan Indonesia: Upaya pengawasan narkotika harus dilakukan secara bersama- sama oleh seluruh elemen bangsa, dengan membangun sinergi dan kolaborasi antar instansi pemerintah, aparat penegak hukum, masyarakat sipil, dan komunitas.

(9)

• Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan: Pengawasan narkotika harus melibatkan masyarakat

dalam pengambilan kebijakan dan pelaksanaan program, serta menjunjung tinggi nilai demokrasi dan partisipasi publik.

• Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia: Upaya pengawasan narkotika harus diarahkan untuk menciptakan keadilan sosial, dengan memberantas peredaran gelap narkotika yang merugikan masyarakat dan negara, serta memastikan akses terhadap layanan rehabilitasi bagi pecandu.

Penerapan Nilai-nilai Pancasila dalam Pengawasan Narkotika:

• Pendekatan holistik: Pengawasan narkotika tidak hanya berfokus pada penegakan hukum, tetapi juga mencakup upaya pencegahan, rehabilitasi, dan reintegrasi sosial pecandu narkotika.

• Pembinaan generasi muda: Menanamkan nilai-nilai Pancasila dan bahaya penyalahgunaan narkotika kepada generasi muda sejak dini melalui pendidikan formal dan informal, serta mendorong kegiatan positif dan kreatif.

• Penguatan peran keluarga dan masyarakat: Membangun ketahanan keluarga dan komunitas dalam mencegah penyalahgunaan narkotika melalui edukasi, pembinaan, dan pengembangan program-program pemberdayaan masyarakat.

• Penegakan hukum yang adil dan transparan: Melakukan penegakan hukum terhadap sindikat dan pengedar narkotika secara tegas dan konsisten, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia dalam proses peradilan.

• Rehabilitasi dan reintegrasi sosial: Menyediakan layanan rehabilitasi yang mudah

diakses dan berkualitas bagi pecandu narkotika, serta membantu mereka kembali ke kehidupan masyarakat secara produktif.

Tantangan:

• Peredaran gelap narkotika yang marak: Jaringan sindikat narkotika yang terorganisir

dan modus operandi yang terus berkembang menjadi tantangan dalam pemberantasan narkotika.

(10)

• Kurangnya kesadaran masyarakat: Masih terdapat stigma dan diskriminasi terhadap pecandu narkotika, sehingga menghambat mereka untuk mencari bantuan dan rehabilitasi.

• Keterbatasan sumber daya: Keterbatasan anggaran, infrastruktur, dan tenaga ahli di bidang rehabilitasi narkotika menjadi kendala dalam pemulihan pecandu.

3. Pancasila dan pelanggaran narkotika: Pancasila juga memiliki peranan dalam pelanggaran narkotika. Misalnya, pancasila mengatur tentang kewajiban masyarakat untuk melakukan pengawasan narkotika dan menghentikan pelanggaran narkotika.

Pancasila, sebagai dasar negara Indonesia, memiliki peran fundamental dalam menangkal bahaya penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika. Nilai-nilai luhur Pancasila menjadi landasan moral dan filosofis dalam upaya pemberantasan narkotika, serta pembinaan masyarakat untuk hidup bebas dari narkoba.

Hubungan erat Pancasila dan pelanggaran narkotika:

• Melanggar Ketuhanan: Penyalahgunaan narkotika dapat menjerumuskan manusia ke dalam perbuatan tercela dan menjauhkan mereka dari nilai-nilai ketuhanan.

• Mencederai Kemanusiaan: Narkotika merusak kesehatan fisik dan mental, menggerogoti moral, dan berakibat fatal bagi penggunanya. Hal ini bertentangan dengan nilai kemanusiaan yang adil dan beradab.

• Membahayakan Persatuan: Peredaran gelap narkotika dapat memicu kriminalitas, disintegrasi sosial, dan mengancam keutuhan bangsa. Ini bertentangan dengan nilai persatuan Indonesia.

• Menyimpang dari Kerakyatan: Penyalahgunaan narkotika dapat melemahkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan bangsa dan menghambat perwujudan demokrasi.

(11)

• Mencederai Keadilan Sosial: Narkotika dapat menjerumuskan orang ke dalam kemiskinan, kesenjangan sosial, dan memicu eksploitasi. Ini bertentangan dengan cita- cita keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Implementasi Pancasila dalam pemberantasan narkotika:

• Pendekatan komprehensif: Upaya pemberantasan narkotika harus berlandaskan Pancasila, dengan menggabungkan aspek penegakan hukum, pencegahan, rehabilitasi, dan reintegrasi sosial.

• Pembinaan mental dan spiritual: Memperkuat pendidikan moral dan nilai-nilai Pancasila sejak dini, serta mendorong peran keluarga dan tokoh agama dalam membentengi generasi muda dari bahaya penyalahgunaan narkotika.

• Pemberdayaan masyarakat: Melibatkan masyarakat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan narkotika melalui edukasi, pembentukan komunitas anti narkoba, dan pengembangan program-program pemberdayaan ekonomi.

• Penegakan hukum yang adil dan transparan: Melakukan penegakan hukum terhadap sindikat dan pengedar narkotika secara tegas dan konsisten, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia dalam proses peradilan.

• Rehabilitasi dan reintegrasi sosial: Menyediakan layanan rehabilitasi yang mudah

diakses dan berkualitas bagi pecandu narkotika, serta membantu mereka kembali ke kehidupan masyarakat secara produktif.

Tantangan:

• Peredaran gelap narkotika yang marak: Jaringan sindikat narkotika yang terorganisir

dan modus operandi yang terus berkembang menjadi tantangan dalam pemberantasan narkotika.

• Kurangnya kesadaran masyarakat: Masih terdapat stigma dan diskriminasi terhadap pecandu narkotika, sehingga menghambat mereka untuk mencari bantuan dan rehabilitasi.

(12)

• Keterbatasan sumber daya: Keterbatasan anggaran, infrastruktur, dan tenaga ahli di bidang rehabilitasi narkotika menjadi kendala dalam pemulihan pecandu.

Penerapan landasan pembaharuan hukum pidana dan pengguna pancasila dalam Undang- Undang Narkotika hukum pidana menjadi penting untuk memastikan bahwa hukum pidana terkait narkotika dapat diterapkan secara efektif dan efisien serta memperlancar proses hukum.

Pembaharuan hukum pidana di Indonesia berlandaskan pada beberapa prinsip, antara lain:

Landasan pembaharuan hukum pidana di Indonesia berlandaskan pada Pancasila, yaitu:

* *Ketuhanan Yang Maha Esa*: Hukum pidana harus mencerminkan nilai-nilai ketuhanan dan moralitas.

* *Kemanusiaan yang Adil dan Beradab*: Hukum pidana harus menghormati hak asasi manusia dan martabat manusia.

* *Persatuan Indonesia*: Hukum pidana harus memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.

* Kerakyatan: Hukum pidana harus mencerminkan kedaulatan rakyat dan aspirasi masyarakat.

* Keadilan Sosial: Hukum pidana harus mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

UU Narkotika dan Landasan Pembaharuan Hukum Pidana

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (UU Narkotika) memiliki beberapa ketentuan yang sejalan dengan landasan pembaharuan hukum pidana, antara lain:

• Penekanan pada rehabilitasi: UU Narkotika mengatur tentang rehabilitasi bagi penyalahguna narkotika. Hal ini sejalan dengan prinsip keadilan dan kemanusiaan, karena rehabilitasi bertujuan untuk membantu penyalahguna narkotika pulih dari kecanduannya dan kembali menjadi anggota masyarakat yang produktif.

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (UU Narkotika) tidak hanya mengatur tentang penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana narkotika, tetapi

(13)

juga menekankan pentingnya rehabilitasi bagi pecandu narkotika. Hal ini sejalan

dengan prinsip keadilan restoratif yang mengedepankan pemulihan dan pembinaan daripada pembalasan.

Pasal-pasal dalam UU Narkotika yang mengatur tentang rehabilitasi:

• Pasal 54: Mengatur tentang kewajiban pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika u

(sumber hukum), kita dapat merujuk pada beberapa sumber utama, antara lain:

• Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

• Buku "Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia: Perspektif Pancasila" oleh Barda Nawawi Arief (2021)

• Buku "Kebijakan Hukum Pidana: Perkembangan Penyusunan Konsep KUHP Baru" oleh Barda Nawawi Arief (2011)

• [https://luk.staff.ugm.ac.id/atur/UU35-

2009Narkotika.pdf](https://luk.staff.ugm.ac.id/atur/UU35-2009Narkotika.pdf)

• [https://mup.ums.ac.id/tag-produk/hukum-pidana-dasar-dasar-hukum-pidana-

berdasarkan-kuhp-dan-ruu-kuhp/](https://mup.ums.ac.id/tag-produk/hukum- pidana- dasar-dasar-hukum-pidana-berdasarkan-kuhp-dan-ruu-kuhp/)

• [https://www.academia.edu/39090721/PEMBARUAN_HUKUM_PIDANA_DI_IND ONESIA](https://www.academia.edu/39090721/PEMBARUAN_HUKUM_PIDANA_

DI_INDONESIA)

Referensi

Dokumen terkait

Pembaharuan hukum pidana militer harus dilihat sebagai bagian dari upaya pembaharuan atau pembangunan sistem hukum nasional, yang pada

Almanda Basherina, dalam Tesis Kebijakan Formulasi Tindak Pidana Diskriminasi Ras Dan Etnis Dalam Perspektif Pembaharuan Hukum Pidana, Universitas Diponegoro, Semarang, 2008.

Achmadi, Faiz Azhar, 2019, “Politik Hukum Pidana terhadap Delik Korupsi dalam Pembaharuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Nasional serta Implikasinya terhadap Pidana

Dari uraian diatas maka yang menjadi permasalahan adalah tentang bagaimana Bagaimana pengaturan hukum mengenai tindak pidana narkotika menurut undang-undang nomor

Dalam hukum nasional Indonesia, pengaturan hukuman mati terkait kejahatan narkotika secara umum dicantumkan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan secara

pembaharuan hukum pidana, disamping memperbaharui perundang undangan, dan juga mencangkup pembaharuan ide dasar dan ilmu hukum pidana.9 Pada hakekatnya, kebijakan hukum pidana penal

"IMPLIKASI PERUMUSAN DELIK KORUPSI DI DALAM KEBIJAKAN PEMBAHARUAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA", FIAT JUSTISIA, 2016 Publicat ion Submitted to Universitas Merdeka Malang St

Implementasi Perlindungan Hukum Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Narkotika Dihubungkan Dengan Undang-undang No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan Undang-undang No 11 Tahun 2012