TUGAS KELOMPOK 3
“ Dasar-dasar, Landasan Flosofis dan sumber Wahdatul ‘Ulum”
DOSEN PEMBIMBING RAHMAD RIDWAN, M.THI
Di Susun oleh:
AZIZAH AZMI 0502211004
SYAIKHAH PUTRI ALIFAH SIREGAR 0502211029 DEWI LESTARI 0502212043
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA MEDAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
JURUSAN AKUNTANSI SYARIAH KELAS 1 E
2021/ 2022
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadiran Allah Yang Maha Esa yang telah memberikan kita kesehatan serta kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini. Tidak lupa pula kami ucapkan terima kasih atas kerja sama dan bantuan dari pihak yang bersangkutan karena telah memberi saran serta masukan untuk materi ini.
Harapan kami semoga makalah ini dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan bagi anda semua, untuk ke depannya dapat memberi kritik ataupun saran agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pemahan dan pengetahuan kami dalam makalah ini, oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun anda semua demi kesempurnaan makalah ini.
Medan, September 2021
Kelompok 3
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ……….ii
DAFTAR ISI ……….iii
BAB I PENDAHULUAN ……….1
1.1 Latar Belakang ……….1
1.2 Rumusan Maslah ……….1
1.3 Tujuan ……….1
BAB II PEMBAHASAN ……….3
2.1 Dasar dasar dan Filosofi Wahdatul Ulum ……….3
2.2 Metode – metode penelitian mengenai Wahdatul Ulum ……..7
2.3 Sumber sumber Wahdatul Ulum ………..9
BAB III PENUTUP ……….11
3.1Kesimpulan……….11
3.2Saran ….……….11
DAFTAR PUSTAKA ……….12
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Secara ontologis, semua ilmu adalah satu dan semuanya terpuji. Ilmu adalah salah satu dari sifat Allah yang tidak dapat dipisahkan dengan Dzat-Nya; dia bukan Allah tapi bukan yang lain-Nya. Untuk menangkap Ilmu tersebut ada dua alternatif; illuminasi cahaya Allah kedalam hati yang sudah bersih dan suci serta optimalisasi akal (sebagai cahaya) sehingga suatu yang semula tidak tampak menjadi tampak karena cahayanya.
Secara epistemologi, hakekat ilmu adalah cahaya dan cahaya yang sebenarnya adalah Allah karena itu ilmu adalah satu. Cahaya yang satu tersebut dapat dicerminkan melalui ruh, akal, nafs atau hati (dalam arti lathifah ruhaniyah rabbaniyah). Ilmu dapat diperoleh melalui pewahyuan atau ilham dan ada pula yang melalui daya yang dimiliki oleh akal.
Sekalipun, secara tingkatan, ilmu yang diperoleh melalui pewahyuan (‘ilm mukasyafah /
‘ilm al-syar’iyyah) lebih utama dari pada ilmu yang kedua (‘ilm ghair al-syar’iyyah), validitas ilmu tergantung pada kuat dan lemahnya cahaya dan dekat jauhnya objek yang dilihat.
Dari segi aksiologinya, semua ilmu pada dasarnya satu; yaitu semuanya terpuji. Ilmu menjadi tidak terpuji karena adanya ekses negatif yang sering ditimbulkan oleh orang yang memiliki ilmu tersebut. Karena itu, Imam alGhazali mengharuskan dan mewajibkan menuntut ilmu. Keharusan tersebut sangat kondisional dan tergantung pada kehidupan ada; menuntut ilmu ada yang fardhu kifayah dan ada pula yang fardhu ‘ain. Ada yang hanya sekedar dianjurkan, mubah dan bahkan haram yang disebabkan oleh ekses negatif yang ditimbulkan. Dari segi penggunaannya, ilmu yang bermanfaat adalah pengetahuan yang menyebabkan seorang untuk menggapai kebahagiaan akhirat (‘ilm thariq al-akhirah, yaitu ilmu mukasyafah dan ilmu mu’amalah (kaifiyat altashfiyat al-qalb) Adapun alasan Imam al-Ghazali memiliki konsep kesatuan ilmu (wahdat al-‘ulum) karena dua hal penting. Pertama keraguan al-Ghazali terhadap kelompok yang menyatakan ahli
2 kebenaran (mutakallimun, Syi’ah Isma’iliyyah dan filosof) yang ternyata kebenaran ajaran mereka hanya bersifat logik, spekulatif dan belum sampai pada hakekat kebenaran;
yaitu kebenaran yang dia mengembalikan posisi ilmu secara benar; sebagai sesuatu yang suci (cahaya) berasal dari Dzat Yang Maha Suci (Allah), harus (cahaya) berasal dari Dzat Yang Maha Suci (Allah) karena itu harus digunakan dengan suci (niat yang tulus ikhlas) untuk Dzat Yang Maha Suci (Allah).
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa dasar- dasar danlandasan wahdatul ulum?
2. Dari mana sumber- sumber memperoleh ilmu wahdatul ulum?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Mengetahui dasar-dasar dan filosofi Wahdatul Ulum 2. Mengetahui Sumber wahdatul ulum
3. Menyelsaikan tugas dari dosen
4. Menambah wawasan mengenai ilmu wahdatul ulum
3
BAB II Dasar-dasar, Landasan Flosofis dan sumber Wahdatul ‘Ulum
2.1 Dasar dasar dan filosofi Wahdatul Ulum
Terdapat 4 metode rasionalisme, empirisme, intuisisme dan transendentalisme yaitu:
▪ Metode rasionalisme
Rasionalisme adalah doktrin filsafat yang menyatakan bahwa kebenaran haruslah ditentukan melalui pembuktian, logika, dan analisis yang berdasarkan fakta, daripada melalui iman, dogma atau ajaran agama. Rasionalisme mempunyai kemiripan dari segi ideologi dan tujuan dengan humanisme dan atheisme, dalam hal bahwa mereka bertujuan untuk menyediakan sebuah wahana bagi diskursus sosial dan filsafat di luar kepercayaan keagamaan atau takhayul. Ada dua filsuf rasionalisme yang berpengaruh pada masa itu.
Filsuf yang pertama adalah Rene Descartes. Rene Descartes (31 Maret 1596 - 11 Februari 1650) adalah sorang filsuf Perancis, matematikawan, fisikawan dan penulis. Dia dijuluki
"Bapak Filsafat Modern" karena ia berperan besar dalam membangun sistem pertama filsafat modern. Selain itu dia juga dinobatkan sebagai bapak geometri analitis karena sumbangannya yang penting terhadap ilmu aljabar dan karena penemuannya tentang sistem kordinat Cartesius. Descartes adalah seorang tokoh besar pada abad ke-17 sebagai seorang filsuf rasionalisme yang kemudian menginspirasi pemikiran Spinoza dan Leibniz.
Rasionalismenya ditentang oleh para filsuf empirisme seperti Hobbes, Locke, Berkeley, Rousseau dan Hume.
Pokok pemikiran Descartes adalah bahwa akal merupakan satu-satunya jalan menuju pengetahuan. Di dalam buku Discourse on Method, dia mencoba untuk sampai pada pokok dari suatu asas atau pemikiran dasar. Untuk menerima itu, dia menggunakan sebuah metode keraguan atau "dubium methodicum". Dia menolak semua pemikiran yang bisa diragukan, lalu dia membangun kembali pemikiran itu untuk mendapatkan dasar
4 yang kuat untuk pengetahuan yang murni. Pada awalnya, Descartes sampai pada satu prinsip dasar, yaitu berpikir ada. Berpikir tidak bisa dipisahkan dari dirinya, sehingga dia pun ada.
Descartes menyimpulkan jika dia ragu lalu seseorang atau sesuatu diharuskan untuk ragu, sehingga faktanya adalah keraguannya membuktikan keberadaannya. Dia merasakan tubuhnya melalui indera,namun indera tersebut tidak bisa dipercaya.
Menurutnya, berpikir adalah satu-satunya hal yang tidak bisa diragukan. Sedangkan indera adalah hal yang menurutnya tidak pasti dan menipu. Yang jelas dan terpilah itulah yang harus diterima sebagi benar. Hal itu menjadi dasar Descartes dalam menentukan kebenaran.1
Landasan untuk mendapatkan hasil yang sahih dari metode yang hendak dicanangkannya, ia menjelaskan perlunya 4 hal, yaitu:
a. Tidak menerima sesuatu pun sebagai kebenaran, kecuali bila saya melihat bahwa hal itu sungguh-sungguh jelas dan tegas, sehingga tidak ada suatu keraguan apapun yang mampu merobohkannya.
b. Pecahkanlah setiap kesulitan atau masalah itu atau sebanyak mungkin bagian, sehingga tidak ada keraguan apapun yang mampu merobohkannya.
c. Bimbangkanlah pikiran dengan teratur, dangan mulai dari hal yang sederhana dan mudah diketahui, kemudian secara bertahap sampaipada yang paling sulit dan kompleks.
d. Dalam proses pencarian dan pemeriksaan hal-hal sulit, selamanya harus dibuat perhitungan-perhitungan yang sempurna serta pertimbanganpertimbangan yang
1 https://www.kompasiana.com/bramkusuma/5500a024a333119f6f5119d3/rasionalisme-empirisme-dan- kritisisme
5 menyeluruh, sehingga kita yakin tidak ada satu pun yang diabaikan dalam penjelajahan itu.2
▪ Metode empirisme
Empirisme berpandangan bahwa sumber pengetahuan adalah pengalaman indrawi, bukan penalaran murni. Salah satu pemikiran Locke yang paling berpengaruh di dalam sejarah filsafat adalah mengenai proses manusia mendapatkan pengetahuan. Ia berupaya menjelaskan bagaimana proses manusia mendapatkan pengetahuannya. Menurut Locke, seluruh pengetahuan bersumber dari pengalaman manusia. Posisi ini adalah posisi empirisme yang menolak pendapat kaum rasionalis yang mengatakan sumber pengetahuan manusia yang terutama berasal dari rasio atau pikiran manusia. Meskipun demikian, rasio atau pikiran berperan juga di dalam proses manusia memperoleh pengetahuan.
Dengan demikian, Locke berpendapat bahwa sebelum seorang manusia mengalami sesuatu, pikiran atau rasio manusia itu belum berfungsi atau masih kosong. Situasi tersebut diibaratkan Locke seperti sebuah kertas putih atau tabula rasa yang kemudian mendapatkan isinya dari pengalaman yang dijalani oleh manusia itu. Lebih lanjut, Locke menyatakan ada dua macam pengalaman manusia, yakni pengalaman lahiriah (sense atau eksternal sensation) dan pengalaman batiniah (internal sense atau reflection).
Pengalaman lahiriah adalah pengalaman yang menangkap aktivitas indrawi yaitu segala aktivitas material yang berhubungan dengan panca indra manusia. Kemudian pengalaman batiniah terjadi ketika manusia memiliki kesadaran terhadap aktivitasnya sendiri dengan cara 'mengingat', 'menghendaki', 'meyakini', dan sebagainya. Kedua bentuk pengalaman manusia inilah yang akan membentuk pengetahuan melalui proses selanjutnya.
Di dalam proses terbentuknya pandangan-pandangan sederhana ini, rasio atau pikiran manusia bersifat pasif atau belum berfungsi. Setelah pandangan-pandangan sederhana ini
2 https://repositori.uin-alauddin.ac.id/11781/1/KUMPULAN%20MAKALAH%20FILSAFAT.pdf
6 tersedia, baru rasio atau pikiran bekerja membentuk 'pandangan-pandangan kompleks' (complex ideas). Rasio bekerja membentuk pandangan kompleks dengan cara membandingkan, mengabstraksi, dan menghubung-hubungkan pandangan-pandangan sederhana tersebut.3
▪ Metode Intuisionisme
Intuisionisme (berasal dari bahasa Latin: intuitio yang berarti pemandangan) adalah suatu aliran filsafat yang menganggap adanya satu kemampuan tingkat tinggi yang dimiliki manusia, yaitu intuisi. Tokoh aliran ini diantaranya adalah Henri Bergson.
Intuisionisme selalu berdebat dengan paham rasionalisme.
Intuisionisme adalah sistem etika yang tidak mengukur baik atau buruk sesuatu perbuatan berdasarkan hasilnya tetapi berdasarkan niat dalam melaksanakan perbuatan tersebut. Dalam bahasa Inggris Intuisionisme berasal kata Intuiton yang berarti manusia memliki gerak hati atau disebut hati nurani. Gerak hati mampu membuat manusia melihat suatu perkara benar atau salah, jahat atau baik. Intuisionisme juga merupakan suatu proses melihat dan memahami secara spontan dan intelek. Organ fiskal yang berkaitan dengan gerak hati atau intuisi tidak diketahui secara jelas. Namun, setengah ahli filsafat menyebutkan jantung dan otak kanan sebagai organ fiskal yang menggerakan intuisi.
Gerak hati yang tidak mampu dijangkau oleh akal yaitu pengalaman emosional dan spiritual. Menurut Immanuel Kant, akal tidak pernah mampu mencapai pengetahuan langsung tentang sesuatu perkara. Akal hanya mampu berpikir perkara yang dilihat terus (fenomena) tetapi hati mampu menafsir suatu perkara dengan tidak terhalang oleh perkara apapun tanpa ada jarak antara subjek dan objek.
Intuisionisme dikembangkan di Barat oleh Henri Bergson. Dalam tradisi filsafat barat, pertentangan keras terjadi antara aliran empirisme dan rasionalisme. Pada awal abad ke- 20, empirisme masih menguasai pemikiran positivisme dalam kalangan ilmuan barat.
3 https://www.kompasiana.com/bramkusuma/5500a024a333119f6f5119d3/rasionalisme-empirisme-dan- kritisisme
7 Dalam filsafat pemikiran Islam, juga terjadi pertentangan kuat antara aliran rasionalisme dan intuisionisme. 4
▪ Metode Transendentalisme
Transendentalisme yang menekankan pentingnya individu dan merupakan pemutusan dari agama yang lebih formal.
Transendentalisme berkembang dari sekitar pertengahan 1830-an hingga 1860-an dan sering dipandang sebagai gerakan menuju spiritual dan dengan demikian merupakan pemutusan dari meningkatnya materialisme masyarakat Amerika pada saat itu.
Tokoh utama Transendentalisme adalah penulis dan pembicara publik Ralph Waldo Emerson. Yang pernah menjadi pendeta Unitarian. Penerbitan esai klasik Emerson
“Nature” pada bulan September 1836 sering disebut sebagai peristiwa penting, karena esai tersebut mengungkapkan beberapa ide sentral Transendentalisme. Tokoh lain yang terkait dengan Transendentalisme termasuk Henry David Thoreau, penulis Walden , dan Margaret Fuller seorang penulis dan editor feminis awal.5
2.2 Metode – metode penelitian mengenai Wahdatul Ulum 1. Jenis penelitian
Jenis penelitian yang dapat dilakukan adalah kepustakaan. Yaitu mencari objek kajian peneletian dengan buku atau kitab yang ditulis oleh para uulama terpercaya terutama oleh Hujjat al- Islam Imam Al- Ghazali. Penelitian ini bersifat kualitatif karena penelitian ini akan mengahsilkan data deskriptif berupa kata- kata tertulis sebagaimana yang tertuang
4 Indonesia) Ahmad Sidqi. "Pentingkah Berfilsafat?". Diakses tanggal 13 April 2014.
(Indonesia) Scribd. "Rasionalisme & Intuisionisme". Diakses tanggal 13 April 2014.
(Inggris) Erik Gregersen. "The Britanica Guide to Analysis and Calculus": 176. Diakses tanggal 24 April 2014.
https://id.wikipedia.org/wiki/Intuisionisme
5 https://www.greelane.com/id/sastra/sejarah--budaya/transcendentalist-basics-1773398/
8 dalam karya Imam al- Ghazali. Pendekatan diarahkan pada latar dan individu secara holistik.
2. Sumber Data
Penelitian ini memiliki dua sumber data yaitu sumber data primer dan sekunder.
Sumber data primer berasal dari kitabkitab tasawuf karya Imam al-Ghazali sebagai berikut: Ihya’ ‘Ulum al-Din, Al-Munqid Min alDlalal, Misykat al-Anwar, Mi’raj al- Salikin, Kasyf ‘Ulum al-Akhirah, Minhaj al-Abidin Risalah Laduniyah dan Mukasyafat al-Qulub.
Sedangkan sumber data sekunder berasal dari buku- buku tasawuf dari karya ulama selain al- Ghazali dan karya- karya yang lain yang berisi tentang persoalan yang menjadi kajian yaitu Wahdatul Ulum (kesatuan ilmu), diantaranya seperti Hikmat al-Isyraq dan Hayakil al-Nur karya Suhrawardi al-Maqtul, Al-Hikmat al-Muta’aliyah 13 fi Al-Asfar al- Aqliyah al-Arba’ah dan Mafatih alGhaib karya Mula Sadra dan karya lain yang relevan dengan judul penelitian ini.
3. Metode pengumpulan data
Metode ini merupakan penelitian literatur, karenanya penelusuran data dilakukan melalui sumber- sumberr yang berupa buku. Teks yang menajdi sumber penelitian ini baik yang bersifat primer maupun sekunder diabaca , kemudian diklasifikasikan sesuai dengan karakter masing- masing dan selanjutnya diformalisasikan dalam bentuk tulisan yang sistematis. Selanjutnya hasil dari formulasi tersebut dianalisis dan kemudian disimpulkan.
4. Metode Analisis Data
Setelah data yang diperluakn terkumpul secara sistematis, maka proses selanjutya yaitu analasis data. Dalam proses ini, data akan dianalisis menggunakan konten analasis melalui pendekatan hermeneutika yang bertujuan untuk memahami makna yang terkandung dalam teks. Dalam hal ini juga peneliti akan menggunakan hermeneutika jenis psiko-historis, yaitu penafsiran yang berusaha memahami makna teks yang melibatkan aspek psikologis dan historis yang melatar belakangi munculnya teks, sehingga teks dapat
9 dipahami sebagaimana yang dimaksud oleh penulisnya (al-‘Ibrah bi Khusush al-Sabab la bi ‘Umum al-Lafdz).
5. Sistematika
Penelitian ini terdiri dari 5 bagian. Pertama, menjelaskan latar belakang yang memuat alasan- alasan yang mendorong penelitian ini. Kedua, memuat elaborasi selintas tentang kehidupan Imam al- Ghazali mengenai setting pemikirannya dalam sejarah pemikiran Islam. Ketiga dan keempat, membahasa jawaban dari rumusan masalah, yaitu pendapat Imam alGhazali tentang kesatuan ilmu dalam wilayah epistemologi (hakekat ilmu, sumber dan validitasnya), kesatuan ilmu secara ontologis (sebagai cahaya Allah), dan juga konsep kesatuan ilmu dalam wilayah aksiologi. Kelima, merupakan kesimpulan daari penelitian dan penutup serta saran yang ditujukan utamanya yaitu kepada peneliti berikutnya serta pihak yang terkait lainnya.
2.3 Sumber memperoleh Ilmu
Imam al- Ghazaki seorang filosof dan sufi yang pecaya pada kemampuan akan dan antuisi atau dzauq sebagai sumber ilmu.
Pertama, Imam al-Ghazali tidak mengakui ilmu yang dimiliki oleh subjek melalui proses mengikuti kepada orang yang mengetahui (taqlid). Ilmu yang demikian ini merupakan jenis ilmu yang paling rendah. Meskipun demikian, beliau merekomendasikan ilmu jenis ini bagi orang yang tidak mampu untuk memiliki ilmu yang lebih tinggi.
Kedua ilmu yang berbasis pada observasi secara baik terhadap objek dengan menggunakan akal. Ilmu jenis ini kebenarannya, sudah didukung dengan berbagai dalil dan argumentasi. 6
Ketiga, pengetahuan yang berbasis pada pengindraan secara komprehensif sehingga terjadi kesatuan antara subjek yang mengetahui dengan objek yang diketahui
6 mam al-Ghazali, Ihya’ Vol. II, hlm. 20
10 melalui wujdan atau dzauq. Imam Al- Ghazali menyimpukan bahwa al- ‘ilm asyraf min al-iman wa al-dzauq asyraf min al- ‘ilm li anna al-dzauq wujdan (ilmu lebih utama daripada iman, sedangkan rasa lebih utama daripada ilmu, sebab rasa adalah menemukan objek).7
7 Imam Muhammad al-Ghazali, Miyskat al-Anwar wa Mashafat al-Asrar, Beirut: Alam al-Kutub, 1986, hlm. 16
11
BAB III PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Dari paparan dan penjelasan diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa semua ilmu pada dasarnya satu yaitu semuanya terpuji dan kita sebagai manusia yang berakal mengharuskan dan mewajibkan menuntut ilmu.memperoleh ilmu bisa melalui metode dan sumber mana saja asal kebenaran dari ilmu tersebut sahih.
3.2 SARAN
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan lebih focus dan detail dalam menjelaskan tentang makalah diatas dengan sumber- sumber yang lebih banyak dan tentunya dapat di pertanggung jawabkan.
Untuk saran dapat berisi kritik dan masukan terhadap penulisan dan tanggapan terhadap kesimpulan dari bahasan makalah yang telah di jelaskan.
12 DAFTAR PUSTAKA
Al-Jabiri, Abid, Bunyah al-‘Aql al-‘Arabi. Beirut: Markaz al-Tsaqafi al-‘Arabi, 1999 Zaenuddin, M., “Paradigma Pendidikan Islam Holistik” dalam Jurnal Ulumuna, Vol. XV, No. 1, 2011
kompasiana.com/bramkusuma/5500a024a333119f6f5119d3/rasionalisme-empirisme- dan-kritisisme
repositori.uin-alauddin “KUMPULAN MAKALAH FILSAFAT”
kompasiana. Com “rasionalisme-empirisme-dan-kritisisme”