(REBT)), CLIENT-CENTERED THERAPY, DAN EKSISTENSIAL
Tugas Mata Kuliah : Konseling Perkawinan Keluarga Dosen Pengajar: Ainur Rahmah, S.Sos.I., M.H.
Disusun Oleh Kelompok 10:
Muhammad Rahmadani (2021110860) Rusmiati (2020110822)
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
DARUL ULUM KANDANGAN
2024/2025
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita semua dari alam yang gelap gulita menuju alam yang terang benderang, yang bercahayakan Iman, Islam dan Ihsan.
Terima kasih pula kepada dosen Ainur Rahmah, S.Sos.I., M.H, yang telah memberikan tugas kepada penulis untuk memenuhi mata kuliah Konseling Perkawinan Keluarga.. Penulis telah berupaya dengan daya dan kemampuan yang penulis miliki guna menyelesaikan makalah ini. Namun penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangannya dan masih perlu dilakukan perbaikan- perbaikan. Oleh karena itu, penulis harapkan akan adanya kritik dan saran yang membangun penulis butuhkan guna untuk menulis Makalah-makalah selanjutnya.
Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini membawa manfaat bagi para pembaca dan khususnya penulis pribadi. Semoga usaha penulis ini diridhoi oleh Allah SWT.
Kandangan, 27 April 2024
Kelompok 10
ii
DAFTAR ISI ... ii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 2
C. Tujuan penelitian ... 2
BAB II PEMBAHASAN ... 3
A. Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) ... 3
B. Terapi Terpusat Pada Klien (Client-Centered Therapy) ... 8
C. Eksistensial ... 11
BAB III PENUTUP ... 15
A. Kesimpulan ... 15
B. Saran ... 15 DAFTAR PUSTAKA
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
konseling keluarga adalah bantuan layanan yang diberikan konselor keluarga (ayah, ibu maupun sanak famili) untuk tiap anggota keluarga agar nantinya mereka dapat tumbuh menjadi pribadi yang baik didalam berkeluarga dan mampu mengatasi permaslahan-permasalahan hidup didalam berkeluarga.
Tujuan bimbingan dan konseling keluarga adalah agar tiap anggota mampu menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik, menjalankan kewajiban peran dan fungsi sebagai anggota keluarga, terciptanya hubungan keluaga yang harmonis.1
Gambaran yang diungkapkan di atas dapat diselesaikan melalui Konseling Keluarga, dimana konselor memimpin diskusi keluarga untuk menemukan solusi yang baik untuk membantu anggota keluarga yang bermasalah. Peranan konselor keluarga dalam konseling keluarga ialah mengatur alur atau lalu lintas pembicaraan agar mencapai tujuan. yaitu: Pertama, komunikasi antar keluarga kembali lancar, konflik dan sikap bermusuhan telah sirna. Kedua, jika ada seorang anggota keluarga bermasalah yang mengganggu seluruh sistem keluarga, maka si individu yang bermasalah tersebut kembali normal yaitu mampu beradaptasi dalam keluarga, dan sistem keluarga kembali normal.
Akhir-akhir ini banyak keluarga terganggu oleh berbagai masalah seperti masalah ekonomi, perselingkuhan, dan menurunnya kewibawaan orang tua karena mereka memperlihatkan perilaku yang tidak baik seperti berjudi, mabuk- mabukan, dan berselingkuh yang membuat suami-isteri bermusuhan.
Kebanyakan kasus-kasus ini diajukan ke pengadilan agama
1 Prio Utomo, er el, Bimbingan dan Konseling Keluarga: Pola Asuh Orang Tua dan Implikasinya terhadap Penanaman Nilai-Nilai Karakter pada Anak, Professional, Empathy, Islamic Counseling Journal, Vol. 5, No. 1, Juni 2022, h. 37.
yang menyelesaikan kasus-kasus keluarga berdasar agama thok, dan jarang dianalisis oleh pengadilan berdasarkan psikologis. Yaitu seberapa jauh perkembangan emosi suami-isteri yang bermasalah itu dapat mengancam keutuhan keluarga. Diusahakan agar masing-masing suami-isteri itu dapat mengungkapkan perasaan, kemarahan, kesedihan, keterhinaan, dan keterancamannya. Ungkap seluas-luasnya sehingga dia kembali normal. Jika hal ini terjadi maka pikiran sehatnya akan muncul kembali. Dia ingat akan akibat perceraiannya yaitu anak-anak akan menderita. Akhirnya mungkin terjadi permufakatan didepan hakim bahwa mereka tidak jadi bercerai.
Akan tetapi apakah pengadilan agama memiliki para ahli konseling keluarga. Hal inilah yang menjadi kesulitan. Karena ahli ini amat langka.
Mungkin perlu para petugas pengadilan agama diberi penataran mengenai konseling keluarga untuk menampung kebutuhan seperti dikemukakan diatas.
Makalah kecil ini mungkin dapat sedikit memberikan solusi.
Bagi mahasiswa calon konselor, buku ini merupakan sumber materi untuk menjadi konselor keluarga, akan tetapi harus memiliki kemampuan ilmu penunjang yaitu konseling individual dan psikososiologi.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Penjelasan Teori Emotive Behavior?
2. Bagaimana Penjelasan Teori Terapi Terpusat Pada Klien?
3. Bagaimana Penjelasan Teori Eksistensial?
C. Tujuan penelitian
1. Menjelaskan Bagaimana Penjelasan Teori Emotive Behavior
2. Menjelaskan Bagaimana Penjelasan Teori Terapi Terpusat Pada Klien 3. Menjelaskan Bagaimana Penjelasan Teori Eksistensial
3
BAB II PEMBAHASAN
A. Rational Emotive Behavior Therapy (REBT)
1. Pengertian
(REBT) adalah pendekatan panduan yang berpedoman kuat pada kebiasaan mental dan sosial pada psikoterapi, yang menunjukkan bahwa pendekatan ini terfokus secara jelas, tentang bagaimana kita berperilaku dan berpikir untuk memahami bagaimana orang lain bereaksi paling dekat dengan kita.2
Asumsi dasar dari Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) bahwa manusia sesungguhnya dilahirkan dengan potensi untuk berpikir rasional dan irasional. Ketika seseorang yang mengalami gangguan emosional dan psikologis yang berasal dari keyakinan, dan cara berpikir yang irasional dalam suatu pengalaman atau peristiwa hidupnya. Albert Ellis mengatakan bahwa sesungguhnya bukan peristiwa eksternal ataupun pengalaman yang menimbukan gangguan emosional, akan tetapi tergantung pada pengertian yang diberikan kepada peristiwa itu.
Berdasarkan asumsi itu dapat memperjelas bahwa ganggguan emosional berasal dari pemikiran yang irasional. Dengan demikian, konseling individu dengan pendekatan REBT rational emotif vehavior therapy dapat mengarahkan klien dari pikiran yang irasional menjadi pikiran yang rasional.3
2. Konsep Dasar
2 Ely Armayani , er el, Systematika Review : Penerapan Konseling Individu Dengan Teknik REBT Dalam Membentuk Karakter Disiplin Siswa, Jurnal Pendidikan, Vol. 02, No. 02, Oktober 2023, h. 232.
3 Saiful, Nikmarijal, Meningkatkan Self-Esteem Melalui Layanan Konseling Individual Menggunakan Pendekatan Rational Emotif Behaviour Therapy (Rebt), Journal of Counseling and Education, Vol. 1, No. 1, 2020, h. 11.
Adapun asumsi dasar REBT yang dikemukakan Albert Ellis dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Interaksi antara Pikiran, perasaan, dan tingkah laku saling mempengaruhi satu denga lainnya dan berkesinambungan.
2. Faktor lingkungan dan biologi dapat menimbulkan Gangguan emosional.
3. Orang lain dan lingkungan sekitarnya sangat mempengaruhi individu 4. Individu atapun manusia sering berpikir yang menyakiti diri sendiri
dan orang lain, baik itu secara kognitif, afektif, dan psikomotorik.
5. individu cenderung menciptakan keyakinan yang irasional ketika kejadian yang tidak menyenangkan terjadi.
6. Salah satu penyebab gangguan kepribadian individu adalah Keyakinan irasional
7. (self-defeating behavior) yaitu ketika individu bertingkah laku menyakiti dirinya sendiri.4
3. Tujuan
Tujuan utama dari terapi perilaku emotif rasional adalah untuk membantu pasien memiliki cara berpikir yang lebih masuk akal dan logika dari pada cara berpikir mereka sebelumnya yang tidak rasional.5
REBT membantu konseling mengenali dan memahami perasaan, pemikiran, dan perilaku. Proses ini membantu konseli untuk menerima bahwa perasaan, pemikiran dan perilaku tersebut diciptakan dan diverbalisasi oleh konseli sendiri. Menurut Komalasari, Wahyuni, dan Karsih tujuan utama REBT berfokus pada membantu konseli untuk menyadari bahwa mereka dapat hidup rasional dan produktif. REBT membatu konseli agar berhenti membuat tuntutan dan merasa kesal melalui kekacauan, konseli dalam REBT dapat mrngekspresikan beberapa perasaan negatif, tetapi tujuan utamanya adalah membantu konseli agar tidak memberikan tanggapan emosional melebihi yang selayaknya tehadap sesuatu peristiwa.
4 Ibid.
5 Ely Armayani , er el, Op. Cit.
5
4. Pengaplikasian
a. Peran Konselor
1) Aktif–direktif, yaitu mengambil peran lebih banyak untuk memberikan penjelasan terutama pada awal konseling.
2) Mengkonfrontasi pikiran irasional konseli secara langsung.
3) Menggunakan berbagai teknik untuk menstimulus konseli untuk berpikir dan mendidik kembali diri konseli sendiri.
4) Secara terus menerus ‘menyerang” pemikiran irasional konseli.
5) Mengajak konseli untuk mengatasi masalahnya dengan kekuatan berpikir bukan emosi.
6) Bersifat didaktif.
b. Teknik-teknik
Teknik konseling dengan pendekatan rasional emotif behavior dapat dikategorikan menjadi tiga kelompok, yaitu: teknik kognitif, teknik imageri, teknik behaviour atau tingkah laku yang disesuaikan dengan kondisi konseli. Setiap konselor dapat menggabungkan teknikteknik sejauh penggabungan itu memungkinkan teknik-teknik tersebut. Menurut Komalasari, teknik-teknik dalam rational emotive behaviour therapy diantaranya, yaitu:
1) Teknik Kognitif
a) Dispute kognitif (cognitive disputation), adalah usaha untuk mengubah keyakinan irasional konseli melalui philosophical persuation, didactif presentasion, socratic dialogue, vicarious experiences, dan berbagai ekspresi verbal lainnya. Teknik untuk melakukan cognitif disputation adalah dengan bertanya (questioning).
b) Analisis rasional (rational analysis), teknik untuk mengajarkan konseli bagaimana membuka dan mendebat keyakinan irasional.
c) Dispute standard ganda (double standard dispute), mengajarkan konseli melihat dirinya memiliki standar ganda tentang diri, orang lain dan lingkungan sekitar.
d) Skala katastropi (catstrophe scale, membuat proporsi tentang peristiwa– peristiwa yang menyakitkan. Misalnya, dari 100%
buatlah prosentase peristiwa yang menyakitkan, urutkan dari yang paling tinggi prosentasenya sampai yang paling rendah.
e) Devil’s advocate (rational role reversal), meminta konseli untuk memainkan peran yang memiliki keyakinan rasional sementara konselor memainkan peran menjadi konseli yang irasional.
Konseli melawan keyakinan irasional konselor dengan keyakinan rasional yang diverbalisasikan.
f) Membuat frame ulang (reframing), mengevaluasi kembali hal-hal yang mengecewakan dan tidak menyenangkan dengan mengubah frame berpikir konseli.
2) Teknik Imageri
a) Dispute imajinasi (imaginal disputation), strategi imaginal disputation melibatkan penggunaan imageri. Setelah dispute secara verbal, konselor meminta konseli untuk membayangkan dirinya kembali pada situasai yang menjadi masalah dan melibatkan emosinya telah berubah. Bila ya, maka konselor meminta konseli untuk mengatakan pada dirinya sebagai individu yang berpikir rasional, bila belum maka pikiran irasionalnya masih ada.
b) Kartu kontrol emosional (the emotional control card–ECC), alat yang dapat membantu konseli menguatkan dan memperluas praktik rasional emotif behavior. Alat ini berisi dua kategori perasaan paralel, yaitu perasaan yang tidak seharusnya atau yang merusak diri dan perasaan yang sesuai dan tidak merusak diri.
c) Proyeksi waktu (time projection), meminta konseli untuk menvisualisasikan kejadian yang tidak menyenangkan ketika kejadian itu terjadi, setelah itu membayangkan bagaimana seminggu kemudian, sebulan kemudian, enam bulan kemudian, setahun kemudian, dan seterusnya. Bagaimana konseli merasakan perbedaaan tiap waktu yang dibayangkan. Konseli dapat membutuhkan penyesuaian.
7
d) Teknik melebih-lebihkan (the “blow up” technique), meminta konseli membayangkan kejadian yang menyakitkan atau kejadian yang menakutkan, kemudian melebih-lebihkan pada taraf yang paling tinggi. Hal ini bertujuan agar konseli dapat mengontrol ketakutannya.
3) Teknik Behaviour
a) Dispute tingkah laku (behavioural disputation), memberi kesempatan pada konseli untuk mengalami kejadian yang menyebabkannya berpikir irasional dan melawan keyakinannya tersebut.
b) Bermain peran (role playing), dengan bantuan konselor konseli melakukan role playing tingkah laku baru yang sesuai dengan keyakinan yang rasional.
c) Peran rasional terbalik (rational role reversal) meminta konseli untuk memainkan peran yang memiliki keyakinan irasional begitu sebaliknya.
d) Pengalaman langsung (exposure), konseli sengaja memasuki situasi yang menakutkan. Proses ini dilakukan melalui perencanaan dan penerapan ketrampilan mengatasi masalah (copying skills).
e) Menyerang masa lalu (shame attacking), melakukan konfrontasi terhadap ketakutan untuk malu dengan secra sengaja bertingkah laku yang memalukan dan mengundang ketidak setujuan lingkungan sekitar. Dalam hal ini konseli diajarkan mengelola dan mengantisipasi perasaan malunya.
f) Pekerjaan rumah (home work assignments), teknik yang dilaksanakan dalam bentuk tugas-tugas rumah untuk melatih, membiasakan diri, dan menginternalisasikan sistem nilai tertentu yang menuntut pola tingkah laku yang diharapkan. Dengan tugas rumah yang diberikan, konseli diharapkan dapat mengurangi atau menghilangkan ide-ide dan perasaan-perasaan yang tidak rasional dan tidak logis, mempelajari bahan-bahan tertentu yang ditugaskan untuk mengubah aspek-aspek
kognisinya yang keliru, mengadakan latihan-latihan tertentu berdasarkan tugas yang diberikan.6
B. Terapi Terpusat Pada Klien (Client-Centered Therapy)
1. Pengertian
Client-centered therapy sering juga disebut psikoterapi non-directive adalah suatu metode perawatan psikis yang dilakukan dengan cara berdialog antara konselor dengan klien, agar tercipta gambaran yang serasi dengan kenyataan klien yang sebenarnya.
Menurut Willis Client Centered Therapy sering juga disebut Psikoterapi Non-Directive adalah suatu metode perawatan psikis yang dilakukan dengan cara berdialog antara konselor dengan klien, agar tercapai gambaran yang serasi antara ideal self (diri klien yang ideal) dengan actual self (diri klien sesuai dengan kenyataan sebenarnya). Pendekatan ini juga mengatakan bahwa seseorang yang mempunyai masalah pada dasarnya tetap memiliki potensi dan mampu mengatasi masalahnya sendiri.
Menurut Prayitno dan Erman Amti client centered theraphy adalah klien diberi kesempatan mengemukakan persoalan, perasaan dan pikiran- pikirannya secara bebas. Pendekatan ini juga mengatakan bahwa seseorang yang mempunyai masalah pada dasarnya tetap memiliki potensi dan mampu mengatasi masalahnya sendiri. Jadi client centered therapy adalah terapi yang berpusat pada diri client, yang mana seorang konselor hanya memberikan terapi serta mengawasi klien pada saat mendapatkan pemberian terapi tersebut agar klien dapat berkembang atau keluar dari masalah yang dihadapinya atau disebut juga dengan konselor hanya sebagai fasilitator.7
Ciri-ciri terapi ini adalah:
6 Mita Anggela Putri, Neviyarni, Yarmis Syukur, Konseling Keluarga dengan Pendekatan Rational Emotive Behavior Therapy (REBT): Strategi Mewujudkan Keharmonisan dalam Keluarga, Jurnal Bimbingan dan Konseling Islam, Vol. 2, No. 1, (Januari-Juni 2019), h. 5-7.
7 Kusuma Ratih Nur Chasanah, er el, Peran Konseling Client Centered Dalam Meningkatkan Kepercayaan Diri Siswa, Jurnal Advice, Vol. 2, No. 1, Juni 2020, h. 92.
9
a. Ditujukan kepada klien yang sanggup memecahkan masalahnya agar tercipta kepribadian klien yang terpadu;
b. Sasaran konseling adalah aspek emosi dan perasaan (feeling), bukan segi intelktualnya;
c. Titik tolak konseling adalah keadaan individu termasuk kondisi sosial- psikologis masa kini, dan bukan pengalaman masa lalu;
d. Proses konseling bertujuan untuk menyesuaikan antara ideal-self dengan actual-self,
e. Peranan yang aktif dalam konseling dipegang oleh klien, sedangkan konselor adalah pasif-reflektif.
2. Tujuan
Terapi terpusat pada klien yang yang dikembangkan oleh Carl Ransom Rogers pada tahung 1942 bertujuan untuk membina kepribadian klien secara integral, berdiri sendiri, dan mempunyai kemampuan untuk memecahkan masalah sendiri. Kepribadian yang integral adalah struktur kepribadiannya tidak terpecah artinya sesuai antara gambaran tentang diri yang ideal (ideal-self) dengan kenyataan diri sebenarnya (actual-self).
Kepribadian yang berdiri sendiri adalah yang mampu menentukan pilihan sendiri atas dasar tanggung jawab dan kemampuan. Tidak tergantung pada orang lain. Sebelum menentukan pilihan tentu individu harus memahami dirinya (kekuatan dan kelemahan diri), dan kemudian keadaan diri tersebut harus ia terima.
Untuk mencapai tujuan itu diperlukan beberapa syarat yakni:
a. Kemampuan dan keterampilan teknik konselor.
b. Kesiapan klien untuk menerima bimbingan.
c. Taraf intelegensi klien yang memadai.
3. Pengaplikasian a. Proses
Berikut ini akan dikemukakan tahap-tahap konseling terapi terpusat pada klien.
1) Klien datang kepada konselor atas kemauan sendiri. Apabila klien datang atas suruhan orang lain, maka konselor harus mampu menciptakan situasi yang sangat bebas dan permisif dengan tujuan agar klien memilih apakah ia akan terus minta bantuan atau akan membatalkannya.
2) Situasi konseling sejak awal harus menjadi tanggung jawab klien, untuk itu konselor menyadarkan klien.
3) Konselor memberanikan klien agar ia mampu mengemukakan perasaannya. Konselor harus bersikap ramah, bersahabat, dan memerima klien sebagaimana adanya.
4) Konselor menerima perasaan klien serta memahaminya.
5) Konselor berusaha agar klien dapat memahami dan menerima keadaan dirinya.
6) Klien menentukan pilihan sikap dan tindakan yang akan diambil (perencanaan)
7) Klien merealisasikan pilihannya itu b. Teknik-teknik
Penekanan masalah ini adalah dalam hal filosofi dan sikap konselor ketimbang teknik, dan mengutamakan hubungan konseling ketimbang perkataan dan perbuatan konselor. Implemantasi teknik konseling didasari oleh paham filsafat dan sikap konselor tersebut.
Karena itu penggunaan teknik seperti pertanyaan, memberanikan, interpretasi, dan sugesti dipakai dalam frekuensi rendah. Yang lebih utama ialah pemakaian teknik konseling bervariasi dengan tujuan pelaksanaan filosofi dan sikap tadi. Karena itu teknik konseling Rogers berkisar antara lain pada cara-cara penerimaan pernyataan dan komunikasi, menghargai orang lain, dan memahaminya (klien). Karena itu dalam teknik amat diutamakan sifat-sifat konselor berikut:
11
1) Acceptance artinya konselor menerima klien sebagaimana adanya dengan segala masalahnya. Jadi sikap konselor adalah menerima secara netral;
2) Congruence artinya karakteristik konselor adalah terpadu, sesuai kata dengan perbuatan, dan konsisten;8
3) Understanding artinya konselor harus dapat secara akurat dan memahami secara empati dunia klien sebagaimana dilihat dari dalam diri klien itu;
4) Nonjudgemental artinya tidak memberi penilaian terhadap klien, akan tetapi konselor selalu objektif.9
C. Eksistensial
1. Pengertian
Terapi eksistensial adalah cara terapis untuk membantu pasien memahami arti dan posisi mereka di alam semesta. Terapis psikologi juga akan membantu pasien mengeksplorasi hal-hal yang akan membawa arti di dalam hidup mereka. Pasien akan belajar untuk tanggung jawab pada pilihan mereka. Serta memahami bahwa mereka memiliki kekuatan untuk mengubah hidup dalam artian memberi makna lebih serta menentukan tujuan hidup mereka.10
Fungsi dan peran terapis dalam pandangan eksistensial adalah koselor memahami pentingnya pendekatan dari pribadi ke pribadi, menyadari peran dan tanggung jawab, mengakui sifat timbal balik dari hubungan terapeutik, berorientasi pada pertumbuhan, mengharuskan terapis terlibat dengan klien sebagai suatu pribadi yang menyeluruh, memandang terapis sebagai model,
8 Sofyan S. Willis, Konseling Keluarga (Family Counseling), (Bandung: CV. Alfabeta, 2021), h. 100-101.
9 Ulfa Danni Rosada, Model Pendekatan Konseling Client Centered Dan Penerapannya Dalam Praktik, Jurnal Bimbingan dan Konseling, h. 19.
10 Redaksi DokterSehat, Mengenal Terapi Humanistik: Jenis, Teknik, dan Fungsinya, https://doktersehat.com/psikologi/kesehatan-mental/mengenal-terapi-humanistik-jenis-teknik-dan- fungsinya/, Di akses pada senin, 29 April 2024 pukul 13:00.
mengakui kebebasan klien untuk mengungkapkan pandangan dan tujuan- tujuan serta nilainya sendiri, mengurangi kebergantungan klien, meingkatkan kebebsan klien dan menyadari bahwa keputusan dan pilihan akhir terletak pada klien bukan pada konselor.
2. Tujuan
Tujuan konseling eksistensial adalah menghapus hal-hal yang menjadi penghambat individu dalam mengaktualisasi potensi diri, membantu klien untuk lebih bertanggung jawab atas kehidupannya, menyajikan kondisi untuk memaksimalkan kesadaran diri dan pertumbuhan, mengarahkan klien untuk menemukan kebebasan memilih dengan memperluas kesadaran diri.
3. Pengaplikasian
Konseling pada ekstistensial secara umum meliputi tiga tahap:
Tahap pendahuluan, konselor membantu klien dalam mengidentifikasi dan mengklarifikasi asumsi mereka terhadap dunia. Klien diajak mendefinisikan cara pandang agar eksistensi mereka diterima.
Konselor mengajarkan mereka bercermin pada eksistensi mereka dan meneliti peran mereka dalam hal penciptaan makna dalam kehidupan mereka.
Pada tahap pertengahan, klien didorong agar bersemangat untuk lebih dalam meneliti sumber dan otoritas dari system mereka. Semangat ini akan memberikan klien pemahaman baru dan restrukturisasi nilai dan sikap mereka untuk mencapai kehidupan yang lebih baik dan dianggap pantas.
Tahap Terakhir berfokus pada melaksanakan yang telah mereka pelajari tentang diri mereka. Klien didorong untuk mengaplikasikan nilai barunya dengan jalan yang kongkrit. Klien biasanya akan menemukan kekuatan untuk menjalani eksistensi kehidupannya yang memiliki tujuan.
Dalam perspektif eksistensial, teknik sendiri dipandang sebagai alat untuk membuat klien sadar akan pilihan mereka, serta bertanggungjawab atas penggunaan kebebasan pribadinya.
4. Tehnik-tehnik
Pendekatan ekistensial pada dasarnya tidak memiliki peragkat teknis yang siap pakai seperti kebanyakan pendekatan lainnya. Pendekatan ini bisa
13
menggunakan beberapa teknik dan konsep psikoanalitik, juga bisa menggunakan tknik kognitif-behavioral. Metode yang berasal dari gestalt dan analisis transaksional pun yang sering digunakan. Akan tatapi pada intinya, teknik dari pendekatan ini adalah tergantung kemampuan dari pribadi terapis itu.11
Juga ada lima tehnik terapi eksistensial, yaitu:
a. Dialog Terbuka
Komunikasi yang terbuka dan jujur antara konselor dengan klien untuk membangun ruang yang aman untuk berbagi perasaan yang rentan.
b. Eksplorasi Mendalam
Memeriksa masa lalu klien, untuk mengetahui apa yang diinginkan dalam hidupnya.
c. Asumsi yang berbeda
Menerapkan asumsi tentang diri klien, orang lain dan dunianya, terapi ini membuka asumsi dan pandangan baru.
d. Tanpa Kepalsuan
Membuat klien dapat mengekspereesikan diri dengan jujur.
e. Ekspresi Kreatif
Menerapkan seni, menulis, musik, dan kegiatan kreatif lainnya untuk klien mengeksplorasi dan memproses emosi. Ekspresi kreatif dapat memperjelas pikiran dan pengalaman, serta seni dapat mengekspresikan perasaan yang terlalu sulit untuk diungkapkan dengan kata-kata.12
11 Elizama Zebua, er el, Pedoman Konseling Eksistensial Suatu Panduan Untuk Konselor, (Yogyakarta: PT. Nas Media Indonesia, April 2023), h. 20-21.
12 Elizabeth Perry, Existential therapy methods, benefits, and techniques, https://www.betterupscom/blog/existential-therapy, diakses pada tanggal 15 Mei 2024 pukul 11:40.
ANALISIS
Terapi konseling REBT, CCT, dan Eksistensial pada umumnya bertujuan untuk membantu klien yang sedang berada dalam masalah dengan meningkatkan kesejahteraan emosional dan psikologis mereka. REBT fokus pada mengubah keyakinan dan pola pikir irasional untuk menjadi lebih rasional. CCT menekankan hubungan terapeutik yang empatik dan mendukung, memungkinkan klien untuk mengeksplorasi diri dan potensi mereka. Sementara itu, terapi Eksistensial membantu klien menemukan makna hidup, kebebasan, dan tanggung jawab pribadi mereka, serta membuat pilihan yang bermakna. Semua pendekatan ini berupaya mengatasi masalah klien dan mencapai kehidupan yang lebih memuaskan.
15
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
REBT membantu individu mengubah pikiran irasional menjadi rasional dan mengurangi reaksi emosional berlebihan. Terapis dalam REBT aktif dan menggunakan berbagai teknik seperti disputasi kognitif dan proyeksi waktu untuk mengubah keyakinan irasional klien. Teknik-teknik ini bertujuan meningkatkan kesejahteraan emosional dan produktivitas pikiran klien.
Terapi Terpusat pada Klien (Client-Centered Therapy) adalah pendekatan psikoterapi yang mengutamakan dialog antara konselor dan klien untuk mencapai pemahaman yang serasi antara ideal-self dan actual-self klien. Terapi ini mengutamakan dialog konselor-klien, membantu klien memecahkan masalah sendiri, dengan konselor sebagai fasilitator.
Terapi eksistensial memfokuskan pada pemahaman diri, membantu klien mengambil tanggung jawab dan pertumbuhan diri. Tekniknya termasuk dialog terbuka, eksplorasi mendalam, dan ekspresi kreatif.
B. Saran
Jika penulisan makalah ini terdapat kesalahan dan kekurangan, untuk itu kami mengharap kritik serta saran. Dengan berakhirnya makalah yang kami buat ini, kami menyadari bahwa di dalamnya bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini dan berikutnya. Besar harapan kami, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca pada umumnya dan khususnya bagi para pemakalah.
DAFTAR PUSTAKA
Armayani, Ely, er el, Systematika Review : Penerapan Konseling Individu Dengan Teknik REBT Dalam Membentuk Karakter Disiplin Siswa, Jurnal Pendidikan, Vol. 02, No. 02, Oktober 2023.
Chasanah, Kusuma Ratih Nur, er el, Peran Konseling Client Centered Dalam Meningkatkan Kepercayaan Diri Siswa, Jurnal Advice, Vol. 2, No. 1, Juni 2020.
Perry, Elizabeth, Existential therapy methods, benefits, and techniques, https://www.betterupscom/blog/existential-therapy, diakses pada tanggal 15 Mei 2024 pukul 11:40.
Putri, Mita Anggela, Neviyarni, Yarmis Syukur, Konseling Keluarga dengan Pendekatan Rational Emotive Behavior Therapy (REBT): Strategi Mewujudkan Keharmonisan dalam Keluarga, Jurnal Bimbingan dan Konseling Islam, Vol. 2, No. 1, (Januari-Juni 2019).
Redaksi DokterSehat, Mengenal Terapi Humanistik: Jenis, Teknik, dan Fungsinya, https://doktersehat.com/psikologi/kesehatan-mental/mengenal-terapi-
humanistik-jenis-teknik-dan-fungsinya/, Di akses pada senin, 29 April 2024 pukul 13:00.
Rosada, Ulfa Danni, Model Pendekatan Konseling Client Centered Dan Penerapannya Dalam Praktik, Jurnal Bimbingan dan Konseling.
S. Willis, Sofyan, Konseling Keluarga (Family Counseling), (Bandung: CV.
Alfabeta, 2021),.
Saiful, Nikmarijal, Meningkatkan Self-Esteem Melalui Layanan Konseling Individual Menggunakan Pendekatan Rational Emotif Behaviour Therapy (Rebt), Journal of Counseling and Education, Vol. 1, No. 1, 2020.
Utomo, Prio, er el, Bimbingan dan Konseling Keluarga: Pola Asuh Orang Tua dan Implikasinya terhadap Penanaman Nilai-Nilai Karakter pada Anak, Professional, Empathy, Islamic Counseling Journal, Vol. 5, No. 1, Juni 2022.
Zebua, Elizama, er el, Pedoman Konseling Eksistensial Suatu Panduan Untuk Konselor, (Yogyakarta: PT. Nas Media Indonesia, April 2023).