• Tidak ada hasil yang ditemukan

TUGAS MIKROBIOLOGI LINGKUNGAN

N/A
N/A
fezalita aurora

Academic year: 2025

Membagikan "TUGAS MIKROBIOLOGI LINGKUNGAN"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS MIKROBIOLOGI LINGKUNGAN PERTUMBUHAN MIKROBA

Dosen : Prof. Dr. Nimatuzahroh, Dra.

Oleh :

Kelas L2 Kelompok 4

1. Hana Fayaza H. K. (186241087) 2. Kamila Widya Pawestri (186241088)

3. Damar Rafi Aristo (186241093)

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS AIRLANGGA 2025

(2)

Pertumbuhan mikroba merujuk pada peningkatan jumlah sel mikroorganisme, seperti bakteri, jamur, atau virus, melalui proses reproduksi. Pertumbuhan ini terjadi ketika mikroba berada dalam lingkungan yang mendukung, seperti tersedianya nutrisi, suhu yang sesuai, pH optimal, dan kadar oksigen yang memadai. Proses pertumbuhan mikroba dapat dibagi menjadi beberapa fase, yaitu fase lag (adaptasi), fase eksponensial (pertumbuhan cepat), fase stasioner (pertumbuhan melambat karena nutrisi terbatas), dan fase kematian (penurunan jumlah sel). Pertumbuhan mikroba dapat diukur melalui berbagai metode, seperti penghitungan jumlah sel, pengukuran kepadatan optik, atau analisis biomassa. Pemahaman tentang pertumbuhan mikroba sangat penting dalam berbagai bidang, termasuk bioteknologi, kedokteran, dan industri makanan.

Pertumbuhan mikroba berlangsung melalui beberapa fase yang terjadi secara berurutan dalam suatu lingkungan kultur. Fase pertama adalah fase lag, di mana mikroorganisme mengalami adaptasi terhadap kondisi lingkungan yang baru. Sel-sel mikroba pada fase ini belum mengalami pembelahan secara signifikan karena masih dalam proses sintesis enzim dan metabolit yang diperlukan untuk pertumbuhan. Durasi fase lag bergantung pada beberapa faktor, seperti komposisi medium, kondisi lingkungan, serta kondisi fisiologis mikroorganisme sebelum dipindahkan ke lingkungan baru. Semakin sesuai kondisi lingkungan dengan kebutuhan mikroorganisme, maka fase lag akan berlangsung lebih singkat, sedangkan ketidaksesuaian lingkungan akan memperpanjang fase ini.

Setelah fase lag, mikroorganisme memasuki fase logaritmik atau eksponensial, di mana pembelahan sel terjadi dengan laju yang konstan dan sangat cepat. Pada fase ini, mikroba berada dalam kondisi optimal untuk pertumbuhan karena ketersediaan nutrisi yang masih mencukupi serta kondisi lingkungan yang mendukung. Aktivitas metabolisme juga berada pada tingkat tertinggi, sehingga fase ini sering dimanfaatkan dalam berbagai proses industri berbasis mikroba, seperti produksi antibiotik, enzim, dan bioetanol. Namun, jika tidak dikendalikan, fase ini akan berakhir akibat menipisnya sumber nutrisi dan meningkatnya akumulasi produk sampingan metabolisme yang bersifat toksik bagi sel mikroba.

Ketika nutrisi mulai berkurang dan produk metabolik menumpuk, mikroorganisme memasuki fase stasioner. Pada fase ini, jumlah sel yang tumbuh dan membelah seimbang dengan jumlah sel yang mati, sehingga jumlah total sel dalam kultur tampak stabil. Meskipun laju pertumbuhan melambat, beberapa mikroorganisme dapat bertahan dengan mengubah pola metabolisme mereka, misalnya dengan menghasilkan senyawa sekunder yang berguna dalam industri farmasi, seperti antibiotik dan toksin. Namun, pada fase ini, kondisi lingkungan semakin memburuk, yang dapat menyebabkan penurunan produktivitas jika tidak dilakukan tindakan tertentu untuk mempertahankan mikroorganisme dalam kondisi yang lebih optimal.

Jika kondisi lingkungan tidak diperbaiki, maka mikroorganisme akan memasuki fase kematian, di mana jumlah sel yang mati melebihi jumlah sel yang hidup. Faktor utama yang menyebabkan fase ini adalah kehabisan nutrisi, peningkatan kadar zat beracun dalam medium, serta perubahan pH yang tidak mendukung kehidupan mikroba. Dalam industri

(3)

bioteknologi, mempertahankan mikroorganisme dalam fase logaritmik sangat penting untuk memastikan proses produksi tetap optimal. Upaya seperti penambahan nutrisi secara bertahap, pengendalian suhu, aerasi yang baik, dan sistem kultur kontinu dapat diterapkan untuk memperpanjang fase logaritmik dan meningkatkan efisiensi produksi berbasis mikroba.

Pertumbuhan mikroba dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan, baik fisik maupun kimiawi. Salah satu faktor penting adalah suhu, di mana setiap mikroba memiliki kisaran suhu optimal untuk pertumbuhannya. Misalnya, Thermus aquaticus tumbuh dengan baik pada suhu tinggi sekitar 70°C, sementara Escherichia coli lebih baik tumbuh pada suhu tubuh manusia sekitar 37°C. Selain itu, pH juga memengaruhi pertumbuhan mikroba, seperti pada Lactobacillus acidophilus yang lebih suka lingkungan asam dengan pH sekitar 4-5, sedangkan Bacillus alkalophilus lebih menyukai pH basa. Ketersediaan oksigen juga memainkan peran penting; mikroba seperti Mycobacterium tuberculosis membutuhkan oksigen (aerob), sementara Clostridium botulinum adalah bakteri anaerob yang tumbuh di lingkungan tanpa oksigen. Kelembapan juga krusial untuk pertumbuhan mikroba, di mana mikroba seperti Aspergillus niger tumbuh optimal di lingkungan lembap, sementara kondisi kering menghambat pertumbuhannya. Nutrisi juga menentukan kelangsungan hidup mikroba, seperti Saccharomyces cerevisiae yang memerlukan sumber karbon seperti glukosa untuk menghasilkan energi. Tekanan osmotik tinggi dapat menghambat pertumbuhan mikroba, namun mikroba halofil seperti Halobacterium salinarum mampu bertahan di lingkungan dengan konsentrasi garam tinggi. Terakhir, radiasi ultraviolet atau radiasi ionisasi dapat merusak DNA mikroba, tetapi beberapa mikroba seperti Deinococcus radiodurans sangat tahan terhadap radiasi tinggi karena kemampuan perbaikan DNA yang luar biasa. Dengan demikian, berbagai faktor lingkungan berperan penting dalam menentukan keberhasilan atau kegagalan pertumbuhan mikroba.

Penelitian yang dilakukan oleh para ahli mikrobiologi lingkungan berfokus pada peran bakteri dalam siklus nitrogen di tanah pertanian, khususnya bakteri Rhizobium yang bersimbiosis dengan tanaman legum. Bakteri ini memiliki kemampuan untuk mengikat nitrogen bebas dari atmosfer dan mengubahnya menjadi amonia, yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman sebagai nutrisi. Dalam penelitian ini, pertumbuhan mikroba diukur dengan beberapa metode, antara lain:

Jumlah Nodul Akar:

1. Pertumbuhan bakteri Rhizobium diindikasikan oleh jumlah nodul yang terbentuk pada akar tanaman legum

2. Semakin banyak nodul yang terbentuk, semakin aktif pertumbuhan bakteri dalam mengikat nitrogen

3. Jumlah nodul dihitung secara visual pada akar tanaman yang diambil secara berkala selama periode penelitian

Aktivitas Enzim Nitrogenase:

(4)

1. Pertumbuhan bakteri juga diukur dengan mengukur aktivitas enzim nitrogenase, enzim yang berperan dalam fiksasi nitrogen

2. Semakin tinggi aktivitas enzim nitrogenase, semakin aktif bakteri dalam mengikat nitrogen.

3. Aktivitas enzim nitrogenase diukur dengan teknik spektrofotometri atau kromatografi gas.

Kandungan Nitrogen dalam Tanah dan Tanaman:

1. Pertumbuhan bakteri Rhizobium juga diindikasikan oleh peningkatan kandungan nitrogen dalam tanah dan tanaman

2. Semakin tinggi kandungan nitrogen, semakin efektif bakteri dalam menyediakan nutrisi bagi tanaman

3. Kandungan nitrogen diukur dengan teknik analisis kimia tanah dan tanaman.

Jumlah sel bakteri:

1. Pengukuran jumlah sel bakteri Rhizobium di tanah, dapat di lakukan dengan metode penghitungan koloni pada media agar.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian inokulum bakteri Rhizobium dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman legum dan mengurangi kebutuhan pupuk nitrogen.

Dengan demikian, penelitian ini memberikan wawasan tentang potensi pemanfaatan mikroba untuk meningkatkan produktivitas pertanian secara berkelanjutan.

Daftar Pustaka

Madigan, M. T., Martinko, J. M., Bender, K. S., Buckley, D. H., & Stahl, D. A. (2018).

Brock Biology of Microorganisms (15th ed.). Pearson.

Pratiwi, R. H., & Suryanto, D. (2019). Analisis Pertumbuhan Mikroba Tanah pada Lahan Pertanian Organik dan Konvensional. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan, 21(1), 12-20.

Syarifuddin, A., Wijayatri, R., Kurniawan, I., & Agusta, H. F. (2022). Penentuan kurva pertumbuhan dan aktivitas antibakteri dari isolat ekstrak etil asetat bakteri (Te.325) terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia, 20(2).

Wahyuningsih, N., & Zulaika, E. (2019). Perbandingan Pertumbuhan Bakteri Selulolitik pada Media Nutrient Broth dan Carboxy Methyl Cellulose. Jurnal Sains dan Seni ITS.

(5)

Oldroyd, G. E., Murray, J. D., Poole, P. S., & Johnston, A. W. (2011). Symphony of signals in legume-Rhizobium symbiosis. Nature, 469(7328), 168-175.

Oliver, J. (2013). Identifikasi Bakteri Escherichia coli Pada Pedagang Es Kelapa Muda.

Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.

Referensi

Dokumen terkait

Pada awal pertumbuhan vegetatif, tanaman jambu biji membutuhkan ketersediaan unsur hara yang cukup yaitu unsur hara makro dan unsur hara mikro untuk.. mendukung proses

kondisi lingkungan seperti ini bisa terjadi karena adanya pengendalian lingkungan hidup secara optimal sehingga kualitas lingkungan hidup dapat

Bagaimanapun juga, inokulasi pada tanaman tidak selalu dapat berkompetisi dengan baik dengan mikroba alami tanah atau terhadap kondisi tanah yang kurang mendukung pertumbuhan

Penggunaan ekstrak yang terlalu pekat dapat menyebabkan kondisi pH yang terlalu rendah sehingga kurang cocok bagi pertumbuhan mikroba starter serta masih terdapat

Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan tunggal yang sempurna yang dapat mencukupi kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan secara optimal, serta sesuai dengan kondisi

Laju pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh jenis dan kualitas pakan yang diberikan berkualitas baik, jumlahnya mencukupi, kondisi lingkungan mendukung, dan dapat dipastikan laju

Kondisi ideal yang diinginkan di dalam rumen adalah bahwa mikroba rumen mengalami pertumbuhan yang optimum sehingga bisa mendukung laju fermentasi bahan pakan

Laju pertumbuhan ikan nila dipengaruhi oleh jenis dan kualitas pakan yang diberikan berkualitas baik, jumlah mencukupi, kondisi lingkungan mendukung dan dapat