1 ABSTRAK
Aryadi
Pembimbing I Dr. Hidayatullah, S.H.I., M.H., M.Pd..
Pembimbing II: Dr. Afif Khalid, S.H.I., S.H., M.H [email protected]
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahuai hubungan hukum antara para pihak dalam perjanjian sewa menyewa (rental) mobil apabila mobil tersebut bukan milik rental, dan Bagaimana tanggung jawab pihak rental terhadap kerugian yang diderita oleh pihak pemilik mobil. Tujuan penelitian Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap pemilik mobil dalam perjanjian sewa menyewa. Mengetahui tanggung jawab hukum apabila terjadi kerugian yang diderita oleh pihak pemilik mobil. Dalam penelitian ini penulis menggunakan penelitian normatif, tipe penulisan melihat pada kekaburan norma yang terjadi berdasarkan hukum yang berlaku. Sifat Penelitian yaitu penelitian deskriptif analitis. Menurut hasil dari penelitian skripsi tentang perlindungan hukum terhadap pemilik mobil dalam perjanjian sewa menyewa (rental) mobil menunjukkan bahwa : Pertama perlindungan hukum terhadap pemilik mobil dalam perjanjian sewa menyewa secara hukum antara pemilik mobil dengan pihak rental adalah pejanjian memberi kuasa, perjanjian ini dimaksudkan agar pihak rental dapat menyewakan mobil tersebut sewaktu-waktu kepada penyewa tanpa harus memberitahu pemilik mobil terlebih dahulu, menerima uang sewa dari pihak rental, mendapatkan transparansi laporan dari rental. Selanjutnya pihak rental juga mempunyai hak atas barang yang disewakan yaitu menyewakan kepada pihak yang ingin menyewa dan menagih uang sewa dari pihak penyewa.
Sedangkan penyewa menerima penyerahan mobil yang disewakan dalam keadaan tidak cacat dan sedia kala saat mobil itu diserahkan kepada pihak rental. Kedua tanggung jawab hukum apabila terjadi kerugian yang diderita oleh pihak pemilik mobil apabila terjadi kerugian yang diderita oleh pihak pemilik mobil yaitu pihak rental memiliki tanggung jawab terhadap kerusakan yang terjadi atas mobil tersebut apabila pada saat terjadinya terjadinya kerusakan mobil berada di rental (belum disewakan kepada pihak penyewa). Apabila suatu pihak tidak melaksanakan atau memenuhi prestasi sesuai dengan perjanjian itu, maka pihak tersebut dianggap telah melakukan wanprestasi.. Pihak penyewa baru berkewajiban membayar ganti rugi (schade vergoeding) jika terjadi kelalaian pada masa sewa sehingga mengakibatkan kerusakan terhadap mobil yang disewanya.
Kata Kunci : Perlindungan Hukum Terhadap Pemilik Mobil Dalam Perjanjian Sewa Menyewa (RENTAL) Mobil.
ABSTRACT
The purpose of this study is to find out the legal relationship between the parties in the rental agreement (rental) of the car if the car does not belong to the rental, and How the rental party is responsible for the losses suffered by the car owner. Purpose of the study To find out the legal protection of car owners in the rental agreement. Know the legal responsibility in the event of a loss suffered by the car owner. In this study the author uses normative research, the type of writing looks at the ambiguity of the norm that occurs based on the applicable law. The nature of the research is descriptive analytical research. According to the results of the thesis research on legal protection of car owners in car rental agreements (rental) shows that: First legal protection of car owners in a legal lease agreement between car owners and rental parties is an authorizing agreement, this agreement is intended to The rental can rent the car at any time to the tenant without having to notify the car owner in advance, receive the rental money from the rental party, obtain a report transparency from the rental. Furthermore, the rental party also has the right to rented goods that is to rent to the party who wants to rent and collect rent money from the tenant. While the tenant receives the delivery of the rented car in a condition that is not defective and ready when the car is handed over to the rental party. Both legal liability if there is a loss suffered by the car owner if there is a loss suffered by the car owner that is the rental party is responsible for the damage caused to the car if at the time of the car damage is on rental (not yet leased to the party tenant). If a party does not perform or meet the performance in accordance with the agreement, then the party is considered to have made a wanprestasi .. The new tenant is obliged to pay compensation (schade vergoeding) in the event of negligence during the lease resulting in damage to the car he rented.
Keywords: Legal Protection Against Car Owners In Car Rental Agreement (RENTAL).
PENDAHULUAN
Pemerintah Indonesia saat ini sedang melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satunya adalah pembangunan dalam bidang ekonomi. Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Untuk memelihara kesinambungan pembangunan tersebut, yang pelakunya meliputi baik pemerintah maupun masyarakat sebagai orang perseorangan dan badan hukum, sangat diperlukan dana dalam jumlah besar.
Pembangunan ekonomi dan perdagangan akan selalu diikuti oleh perkembangan kebutuhan akan kredit. Pemberian fasilitas kredit akan selalu memerlukan adanya jaminan. Hal ini demi keamanan pemberian kredit sehingga piutang yang dipinjamkan akan terjamin pelunasannya karena adanya jaminan.
Perjanjian pihak penyewa dan orang yang memberikan sewa.
Dalam Pasal 1313 KUHPerdata disebutkan bahwa: ”Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”. Selanjutnya dalam Pasal 1320 KUHPerdata disebutkan bahwa untuk sahnya suatu perjanjian, diperlukan 4 syarat, yaitu 1) adanya sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, 2) kecakapan untuk membuat perikatan, 3) hal tertentu dan 4) suatu sebab yang halal. Dengan memenuhi persyaratan ini, masyarakat dapat membuat perjanjian apa saja. Pasal 1320 KUHPerdata disebut sebagai ketentuan yang mengatur asas konsesualisme, yaitu perjanjian adalah sah apabila ada kata sepakat mengenai hal-hal yang pokok dari perjanjian. Hal ini berkaitan dengan asas kebebasan berkontrak dalam membuat semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya, yang disimpulkan dari Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata, sehingga perjanjian harus dibuat dengan memenuhi ketentuan undang-undang, maka perjanjian tersebut mengikat para pihak yang kemudian menimbulkan hak dan kewajiban di antara pihak-pihak tersebut.
Berdasarkan Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata, salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam menerapkan asas kebebasan berkontrak, adalah itikad baik dari pihak yang membuat perjanjian. Itikad baik dalam tahap pelaksanaan perjanjian adalah kepatutan, yaitu suatu penilaian baik terhadap tindak tanduk suatu pihak dalam melaksanakan apa yang akan diperjanjikan.1 Dengan demikian asas itikad baik mengandung pengertian, bahwa kebebasan suatu pihak dalam membuat perjanjian tidak dapat diwujudkan sekehendaknya tetapi dibatasi oleh itikad baiknya.2
Permasalahannya adalah bahwa pemilik mobil menyerahkan mobilnya kepada pihak rental kemudian pihak rental tersebut menyewakan mobil tersebut kepada orang lain untuk disewakan dan digunakan. Dengan kata lain bahwa tidak semua mobil yang ada di rental kepunyaan pemilik rental. Hubungannya mobil tersebut adalah antara pihak rental dan pihak penyewa, namun yang menjadi permasalahan adalah tentang hubungan hukum antara pihak pemilik mobil dengan pihak penyewa jika terjadi kerusakan atau kejadian dari mobil yang diberikannya ke rental. Karena secara hukum pihak penyewa hanya berhubungan dengan pihak rental namun jika mobil terjadi hal yang tidak diinginkan pastilah pihak rental memberitahukan kepada pihak pemilik mobil agar diketahui dan tindakan apa yang harus dilakukan sementara pihak pemilik mobil terkadang tidak mengetahui secara jelas orang yang menyewa dan juga apa yang terjadi dengan mobil yang disewanya.
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka penulis menganggap perlu mengangkat masalh ini untuk diteliti lebih lanjut. Oleh karena itu, diperlukan adanya kajian dalan bentuk sebuah penelitian hukum bagi skripsi terhadap permasalahan mengenai : ”Perlindungan Hukum Terhadap Pemilik Mobil Dalam Perjanjian Sewa Menyewa (RENTAL) Mobil”.
1 Subekti, (1976), Aspek-Aspek Hukum Perikatan Nasional, Bandung: Alumni, hlm. 26.
2 Sutan Remy Sjahdeni, (1993), Kebebasan Berkontrak Dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank Di Indonesia, Jakarta, Institut Bankir Indonesia, hlm. 49.
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : Untuk mengetahui bentuk perlindungan hukum terhadap pemilik mobil dalam perjanjian sewa menyewa.
Untuk mengetahui bentuk tanggung jawab hukum apabila terjadi kerugian yang diderita oleh pihak pemilik mobil.
Metode Peneltian
Jenis Penelitianadalah hukum normatif. Metode penelitian hokum normatif penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder yang berhubungan dengan perlindungan hukum pemilik mobil dalam perjanjian sewa menyewa mobil (rental). Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitis, yaitu penelitian yang berupaya menguraikan masalah berdasarkan hukum Perdata dan menganalisa peraturan Perundang-Undangan yang terdapat dalam Hukum Perdata di Indonesia. Sumber Hukum Undang-Undang Dasar 1945, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, PP No. 49 Tahun 1963 jo PP No. 55 Tahun 1981 Tentang hubungan sewa menyewa. Bahan-bahan hukum yang telah diperoleh dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif melalui langkah- langkah : Mengklafikasi bahan hukum sesuai jenisnya, yaitu bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Menganalisa bahan hukum sesuai dengan permasalahan yaitu penyelesaian tentang masalah-masalah yang timbul dalam perjanjian sewa menyewa. Menyusun kesimpulan sebagai upaya memberikan gambaran objektif dan aktual dari permasalahan penyelesaian tentang rental.
Pembahasan
Bentuk Perlindungan Hukum Terhadap Pemilik Mobil dalam Perjanjian Sewa Menyewa
Pada prinsipnya, hukum perjanjian menganut asas konsensualisme. Artinya bahwa perikatan timbul sejak terjadi kesepakatan para pihak. Berdasarkan Pasal 1320 jo 1338 ayat (1) BW/KUHPerdata dikenal adanya asas konsensual, yang dimaksud adalah bahwa perjanjian/kontrak lahir pada saat terjadinya konsensus/sepakat dari para pihak pembuat kontrak terhadap obyek yang diperjanjikan.
Pada umumnya perjanjian yang diatur dalam BW bersifat konsensual.
Sedang yang dimaksud konsensus/sepakat adalah pertemuan kehendak atau persesuaian kehendak antara para pihak di dalam kontrak. Seorang dikatakan memberikan persetujuannya/kesepakatannya (toestemming), jika ia memang menghendaki apa yang disepakati.
Mariam Darus Badrulzaman melukiskan pengertian sepakat sebagai pernyataan kehendak yang disetujui (overeenstemende wilsverklaring) antar pihak-pihak. Pernyataan pihak yang menawarkan dinamakan tawaran (offerte).
Pernyataan pihak yang menerima penawaran dinamakan akseptasi (acceptatie).
Jadi pertemuan kehendak dari pihak yang menawarkan dan kehendak dari pihak yang akeptasi itulah yang disebut sepakat dan itu yang menimbulkan/melahirkan kontrak/perjanjian. Perjanjian sewa menyewa merupakan perjanjian timbal balik sehingga ada hak dan kewajiban yang membebani para pihak yang melakukan perjanjian. Kewajiban pihak yang menyewakan dapat ditemukan di dalam Pasal 1550 KUHPerdata. Kewajiban-kewajiban tersebut, yaitu :
a. Menyerahkan barang yang disewakan kepada penyewa;
b. Memelihara barang yang disewakan sedemikian rupa sehingga barang tersebut dapat dipakai untuk keperluan yang dimaksudkan;
c. Memberikan si penyewa kenikmatan yang terteram dari pada barang yang disewakan selama berlangsungnya sewa-menyewa. Kewajiban pihak yang menyewakan adalah menyerahkan barang yang disewa untuk dinikmati kegunaan barang tersebut bukan hak milik. Tentang pemeliharaan barang yang disewakan pihak yang menyewakan barang diwajibkan untuk melakukan perbaikan-perbaikan yang diperlukan atas barang yang disewakan. Ketentuan tersebut diatur di dalam Pasal 1551 ayat (2) KUHPerdata yang berbunyi: “Ia harus selama waktu sewa menyuruh melakukan pembetulan-pembetulan pada barang yang disewakan, yang perlu dilakukan kecuali pembetulan-pembetulan yang menjadi wajibnya si penyewa.”
Akibat timbulnya perjanjian tersebut, maka para pihak terikat didalamnya dituntut untuk melaksanakannya dengan baik layaknya Undang-Undang bagi mereka. Hal ini dinyatakan Pasal 1338 KUHPerdata, yaitu:
1. Perjanjian yang dibuat oleh para pihak secara sah berlaku sebagai Undang- Undang bagi mereka yang membuatnya.
2. Perjanjian yang telah dibuat tidak dapat ditarik kembali kecuali adanya kesepakatan dari para pihak atau karena adanya alasan yang dibenarkan oleh Undang-Undang.
3. Perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikat baik.
Ketentuan yang ada pada Pasal 1320 dan 1338 KUHPerdata memuat asas- asas dan prinsip kebebasan untuk membuat kontrak atau perjanjian. Dalam hukum perdata pada dasarnya setiap orang diberi kebebasan untuk membuat perjanjian baik dari segi bentuk maupun muatan, selama tidak melanggar ketentuan perUndang-Undangan, kesusilaan, kepatutan dalam masyarakat (terdapat dalam Pasal 1337 KUHPerdata). Setelah perjanjian timbul dan mengikat para pihak, hal yang menjadi perhatian selanjutnya adalah tentang pelaksanaan perjanjian itu sendiri. Selama ini kerap timbul permasalahan, bagaimana jika salah satu pihak tidak melaksanakan ketentuan yang dinyatakan dalam perjanjian dan apa yang seharusnya dilakukan jika hal tersebut terjadi3.
Menurut KUHPerdata, bila salah satu pihak tidak menjalankan, tidak memenuhi kewajiban sebagaimana yang tertuang dalam perjanjian atau pun telah memenuhi kewajibannya namun tidak sebagaimana yang ditentukan, maka perbuatannya tersebut dikategorikan sebagai wanprestasi. Dalam prakteknya untuk menyatakan seseorang telah melanggar perjanjian dan dianggap melakukan wanprestasi, ia harus diberi surat peringatan terlebih dahulu (somasi). Surat somasi tersebut harus menyatakan dengan jelas bahwa satu pihak telah melanggar ketentuan perjanjian (dengan mencantumkan Pasal dan ayat yang dilanggar).
Disebutkan pula dalam somasi tersebut tentang upaya hukum yang akan diambil jika pihak pelanggar tetap tidak mematuhi somasi yang dilayangkan.
3 sumber : http://aliesaja.wordpress.com/2010/06/03/hukum-perjanjian/ diakses pada tanggal 10 Juli 2020
Somasi yang tidak diindahkan biasanya akan diikuti dengan somasi berikutnya (kedua) dan bila hal tersebut tetap diabaikan, maka pihak yang dirugikan dapat langsung melakukan langkah-langkah hukum misalnya berupa pengajuan gugatan kepada pengadilan yang berwenang atau pengadilan yang ditunjuk/ditentukan dalam perjanjian. Mengenai hal ini Pasal 1238 KUHPerdata menyebutkan: ”Debitur dinyatakan lalai dengan surat perintah, atau dengan akta sejenis itu, atau berdasarkan kekuatan dari perikatan sendiri, yaitu bila perikatan ini mengakibatkan debitur harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan”.
Sebagai konsekwensi atas perbuatannya, maka pihak yang telah melakukan wanprestasi harus memberikan ganti rugi meliputi biaya-biaya yang telah dikeluarkan berkenaan dengan pelaksanaan perjanjian, kerugian yang timbul akibat perbuatan wanprestsi tersebut serta bunganya. Dalam Pasal 1243 KUHPerdata disebutkan bahwa penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan lalai, tetap lalai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui tenggang waktu yang telah ditentukan. Selanjutnya ditegaskan kembali oleh Pasal 1244 KUHPerdata bahwa debitur harus dihukum untuk mengganti biaya, kerugian dan bunga, bila ia tidak dapat membuktikan bahwa tidak dilaksanakannya perikatan itu atau tidak tepatnya waktu dalam melaksanakan perikatan itu disebabkan oleh suatu hal yang tak terduga, yang tidak dapat dipertanggungkan kepadanya, walaupun tidak ada itikad buruk padanya.
Berbeda halnya jika terjadi force majeur yaitu dalam keadaan memaksa atau hal-hal yang secara kebetulan satu pihak tidak dapat memenuhi kewajibannya, maka keharusan untuk mengganti segala biaya, kerugian dan bunga sebagaimana dinyatakan di atas tidak perlu dilakukan (Pasal 1245 KUHPerdata).
Berpegang pada ketentuan di dalam KUHPerdata yaitu:
1. Pasal 1575 KUHPerdata , Perjanjian sewa tidak hapus dengan meninggalnya penyewa atau yang menyewakan;
2. Pasal 1579 KUHPerdata , Pihak yang menyewakan tidak dapat menghentikan sewa dengan menyatakan hendak memakai sendiri barang yang disewakan, kecuali jika telah diperjanjikan sebelumnya.
Perjanjian yang terjadi antara pemilik mobil dan pihak rental adalah perjanjian pemberian kuasa, Pasal 1792 KUHPerdata menyebutkan ”Pemberian kuasa adalah suatu perjanjian dengan mana seorang memberikan kekuasaan kepada seorang lain yang menerimanya, untuk atas namanya menyelenggarakan suatu urusan”. Dengan perjanjian ini pihak rental dapat sewaktu-waktu menyerahkan mobil kepada pihak penyewa tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada pemilik mobil.
Selain hal di atas terdapat juga hak dari pemilik mobil yaitu menerima uang sewa dari pihak rental, mendapatkan transparansi laporan dari rental mengenai kapan saja mobil tersebut disewakan dan melakukan penarikan barang sewa apabila pihak rental menunggak membayar uang sewa setelah batas waktu yang telah disepakati. Selanjutnya kewajiban pemilik mobil yaitu menyerahkan barang
yang disewakan kepada pihak rental, memelihara barang sewa tersebut sehingga dapat dimanfaatkan oleh si penyewa dan bertanggung jawab atau menjamin sepenuhnya bahwa saat berlangsung waktu sewa kendaraan, tidak ada tuntutan / gugatan dari pihak lain atas kendaraan tersebut. Jadi pihak pertama bertanggung jawab sepenuhnya atas biaya perpanjangan STNK yang telah habis masa berlakunya.
Pihak rental juga mempunyai hak atas barang yang disewakan yaitu menyewakan kapan saja barang tersebut kepada pihak yang ingin menyewa, menagih uang sewa dari pihak penyewa dan melakukan penyitaan terhadap barang-barang milik penyewa apabila pihak penyewa menunggak membayar uang sewa setelah batas waktu yang telah disepakati. Kewajiban pihak rental adalah menyerahkan, memelihara barang yang disewakan serta memberikan penyewa kenikmatan yang tentram atas barang yang disewakan tersebut selama berlangsungnya masa sewa.
Perjanjian yang terdapat antara rental dengan penyewa adalah perjanjian sewa menyewa. Sewa menyewa diatur dalam Titel VII Buku III Kitab Undang- Undang Hukum Perdata (diatur dalam Pasal 1548 sampai dengan Pasal 1600 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ) dan dalam salah satu Pasalnya yaitu Pasal 1548 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata disebutkan bahwa “sewa menyewa adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak lainnya kenikmatan dari suatu barang, selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu harga, yang oleh pihak tersebut belakangan itu disanggupi pembayarannya
Hak pihak penyewa adalah menerima penyerahan barang yang disewakan dalam keadaan terpelihara sehingga barang dapat dipergunakan sebaimana mestinya serta jaminan mengenai tidak adanya cacat barang yang disewakan tersebut dan kenikmatan yang akan didapat si penyewa selama masa sewa berlangsung. Sedangkan kewajiban pihak penyewa yaitu menjaga dan memakai barang yang disewanya dengan baik serta membayar uang sewa pada waktu dan jumlah yang telah disepakati.
Sebenarnya pada proses sewa menyewa kedua belah pihak mempunyai hak dan kewajiwab yaitu Pihak penyewa memiliki hak, adalah Menerima barang yang disewa. Memperoleh kenikmatan yang terteram atas barang yang disewanya selama waktu sewa. Menuntut pembetulan-pembetulan atas barag yang disewa, apabila pembetulan-pembetulan tersebut merupakan kewajiban pihak yang menyewakan.
Mengulang sewakan dan melepas sewa kepada pihak ke tiga. Pihak penyewa dilarang untuk mengulang sewakan obyek sewa kepada pihak ketiga tanpa sepengetahuan dan persetujuan dari pemilik obyek sewa. Mengenai hal ini diatur di dalam Pasal 1559 ayat (1) KUHPerdata yang menyatakan bahwa:
Si penyewa, jika kepadanya tidak telah diperzinkan, tidak diperbolehka mengulang sewakan barang, yang disewanya, ataupun melepas sewanya kepada orang lain, atas ancaman pembatalan perjanjian sewa dan pengantian biaya, rugi, dan bunga, sedangkan pihak yang menyewakan, setelah pembatalan itu, tidak diwajibkan mentaati perjanjian ulang sewa.
Dari ketentuan yang berlaku dari Pasal 1559 ayat (1) KUHPerdata tersebut dapat diketahui bahwa:
a. Mengulang sewakan kepada pihak ketiga hanya dapat dilakukn oleh seorang penyewa apabila diperbolehkan di dalam perjanjian sewa menyewa atau disetujui oleh para pihak.
b. Jika pihak penyewa mengulang sewakan obyek sewa dalam massa sewa maka pihak yang menyewakan obyek sewa dapat melakukan pembatalan perjanjian sewa menyewa dan menuntut ganti rugi.
Akibat pembatalan perjanjian sewa-menyewa tersebut maka perjanjian sewa menyewa yang dilakukan oleh pihak penyewa dengan pihak ketiga juga batal demi hukum. Pasal 1559 ayat (1) KUHPerdata tersebut dapat diketahui tentang istilah mengulang sewakan dan melepas sewa. Pada prinsipnya kedua perbuatan tersebut dilarang dilakukan bagi pihak penyewa. Meskipun demikian perbutan- perbuatan tersebut boleh dilakukan oleh penyewa jika sebelumnya telah diperjanjiakan sebelumnya.
Selain itu pihak rental harus meminta izin jika ingin mengulang sewakan mobil yang telah diperjanjikan oleh pihak pertama sebagai pemilik mobil.setelah adanya kuasa perjanjian dari pihak pemilik maka pihak rental dapat menyewakan lagi mobil kepada pihak penyewa mobil nanti. Hal ini berarti pihak kedua sebagai pihak rental bertindak sendiri sebagai pihak yang menyewakan obyek sewa dalam suatu perjanjian sewa menyewa yang diadakan olehnya dengan pihak ketiga.
Sedangkan melepaskan sewa adalah pihak penyewa mengundurkan diri sebagai pihak yang menyewa dan menyuruh pihak ketiga untuk mengantikan kedudukanya sebagai penyewa sehingga pihak ketiga tersebut berhadapan sendiri dengan pihak yang menyewakan obyek sewa.
Tanggung Jawab Hukum apabila Terjadi Kerugian yang Diderita Pemilik Mobil
Secara yuridis pengertian perjanjian diatur dalam buku ketiga tentang perikatan. Definisi perjanjian menurut Pasal 1313 KUHPerdata adalah : suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih4. Sewa menyewa merupakan perbuatan perdata yang dapat dilakukan oleh suatu subyek hukum (orang dan badan hukum). Perjanjian sewa menyewa di atur di dalam Pasal 1548-1600 KUHPerdata. Pengertian sewa menyewa dalam suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainnya kenikmatan dari sesuatu barang selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran sesuatu harga yang oleh pihak tersebut belakangan ini disanggupi pembayarannya5.
Sewa menyewa meliputi perbuatan dua pihak secara timbal balik, dimana pihak yang memiliki benda di sebut yang menyewakan dan pihak yang memakai benda disebut penyewa, oleh karena itu dapat dikatakan bahwa penyewa memiliki
4 Purwahid Patrik, (2004), Dasar-Dasar Hukum Perikatan, Mandar Maju, Bandung, hlm.
94
5 R. Subekti dan R, Tjitrosudibio. (2004). Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Ctk.
Ketiga puluh empat, Jakarta: PT. Pradnya Paramita, hlm. 381.
tanggung jawab terhadap kerusakan yang terjadi atas barang yang disewakan jika hal tersebut menyimpang dari apa yang diperjanjikan.
Berkaitan dengan hal tersebut, unsur-unsur yang tercantum dalam sewa menyewa sebagaimana diatur dalam Pasal 1548 KUHPerdata tersebut adalah adanya pihak yang menyewakan dari pihak penyewa, adanya konsensual antara kedua belah pihak, adanya objek sewa menyewa yaitu barang, baik barang bergerak maupun tidak bergerak, adanya kewajiban dari pihak yang menyewakan untuk menyerahkan kenikmatan kepada pihak penyewa atas suatu benda dan lain- lain, serta adanya kewajiban dari penyewa untuk menyerahkan uang pembayaran kepada pihak yang menyewakan.
Dalam pelaksanaan perjanjian sewa menyewa kadang terjadi permasalahan dimana pihak penyewa dan pihak yang menyewakan tidak memenuhi kewajiban sesuai dengan yang disepakati dalam perjanjian. Tidak dipenuhinya kewajiban tersebut dapat disebabkan karena kelalain atau kesengajaan atau karena suatu peristiwa yang terjadi diluar kemampuan masing-masing pihak. Dengan kata lain disebabkan oleh wanprestasi atau overmacht. Overmacht atau keadaan memaksa adalah keadaan tidak dapat dipenuhinya prestasi oleh debitur karena terjadi suatu peristiwa bukan karena kesalahannya, peristiwa mana tidak dapat diketahui atau tidak dapat diduga akan terjadi pada waktu membuat perikatan6.
Berdasarkan Pasal 1552 KUHPerdata yang mengatur tentang cacat dari barang yang disewakan. Hal ini sama dengan terjadinya kesalahan atau peristiwa yang tidak diharapkan oleh pihak penyewa, maka dari itu pihak yang menyewakan diwajibkan untuk menanggung semua cacat dari barang yang dapat mengurangi kenyamanan pemakaian barang yang disewakan walaupun sewaktu perjanjian dibuat pihak-pihak tidak mengetahui cacat tersebut. Jika cacat tersebut mengakibatkan kerugian bagi pihak penyewa maka pihak yang menyewakan diwajibkan untuk menganti kerugian.
Pihak yang menyewakan diwajibkan untuk menjamin tentang gangguan atau rintangan yang menggangu penyewa menikmati obyek sewa yang disebabkan suatu tuntutan hukum yang bersangkutan dengan hak milik atas barangnya. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 1556 dan 1557 KUHPerdata. Jika terjadi yang demikian, maka penyewa berhak menuntut suatu pengurangan harga sewa menurut imbangan, asalkan ganguan dan rintangan tersebut telah di beritahukan kepada pemilik. Akan tetapi pihak yang menyewakan tidak diwajibkan untuk menjamin si penyewa terhadap rintangan-rintangan dalam menggunakan barang sewa yang dilakukan oleh pihak ketiga dengan peristiwa yang tidak berkaitan dengan tuntutan atas hak milik atas barang sewa.
Pihak yang menyewakan disamping dibebani dengan kewajiban juga menerima hak. Hak-hak yang diperoleh pihak yang menyewakan dapat disimpulkan dari ketentuan Pasal 1548 KUHPerdata. Pasal 1560, 1564, dan 1583 KUHPerdata menentukan bahwa pihak penyewa memiliki kewajiban-kewajiban.
Apabila terjadi proses pembatalan atau perubahan dalam proses perjanjian tersebut maka dapat dikatakan ingkar janji dari pihak pertama, maka hal itu
6 Abdul Kadir Muhammad. (2002). Hukum Perikatan,Bandung: Citra Adhitya Bakti, hlm.
27
disebut dengan wanprestasi. Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban (prestasi) sebagimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditor dengan debitur7. Wanprestasi dapat berupa: Pertama, tidak melaksanakan apa yang disanggupi akan dilakukannya. Kedua, melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana mestinya. Ketiga, melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat. Keempat, melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya8.
Wanprestasi timbul dari persetujuan (agreement). Artinya untuk mendalilkan suatu subjek hukum telah wanprestasi, harus ada lebih dahulu perjanjian antara kedua belah pihak. Dari perjanjian tersebut maka muncul kewajiban para pihak untuk melaksanakan isi perjanjian (prestasi). Prestasi tersebut dapat dituntut apabila tidak dipenuhi. Menurut Pasal 1234 KUHPerdata prestasi terbagi dalam 3 macam:
1. Prestasi untuk menyerahkan sesuatu (prestasi ini terdapat dalam Pasal 1237 KUHPerdata).
2. Prestasi untuk melakukan sesuatu atau berbuat sesuatu (prestasi jenis ini terdapat dalam Pasal 1239 KUHPerdata).
3. Prestasi untuk tidak melakukan atau tidak berbuat sesuatu (prestasi jenis ini terdapat dalam Pasal 1239 KUHPerdata).
Apabila suatu pihak tidak melaksanakan atau memenuhi prestasi sesuai dengan perjanjian itu, maka pihak tersebut dianggap telah melakukan wanprestasi.
Dalam Pasal 1564 KUHPerdata menyebutkan bahwa penyewa bertanggung jawab untuk segala kerusakan yang diterbitkan pada barang yang disewa selama waktu sewa, kecuali jika ia bisa membuktikan bahwa kerusakan itu terjadi diluar kesalahannya jadi pihak penyewa bertanggung jawab terhadap segala kerusakan yang terjadi terhadap barang yang disewanya, kecuali penyewa bisa membuktikan bahwa kerusakan yang terjadi diluar kesalahannya. Selanjutnya, dalam Pasal 1560 Ayat 1 KUHPerdata mengenai kewajiban pihak penyewa disebutkan: untuk memakai barang yang disewa sebagai bapak rumah yang baik sesuai dengan tujuan yang diberikan pada barang itu menurut perjanjian sewanya, atau jika tidak ada suatu perjanjian mengenai itu, menurut tujuan yang dipersangkakan berhubung dengan keadaan. Penyewa juga diwajibkan melakukan pembetulan- pembetulan kecil dan sehari-hari. Pasal 1583 KUHPerdata memberikan penjelasan tentang apa yang dimaksudkan dengan pembetulan-pembetulan kecil dan sehari- hari itu, sebagai berikut: jika tidak ada persetujuan, maka dianggap sebagai sedemikian: pembetulan-pembetulan pada lemari-lemari toko, tutupan jendela, kunci-kunci dalam, kaca-kaca jendela dan segala sesuatu yang dianggap termasuk itu, menurut adat kebiasaan setempat9.
Mengenai waktu berakhirnya sewa yang dibuat dengan perjanjian tertulis diatur di dalam Pasal 1570 KUHPerdata yaitu jika sewa dibuat dengan tulisan, maka sewa itu berakhir demi hukum (otomatis), apabila waktu yang ditentukan telah habis, tanpa diperlukannya sesuatu pemberhentian untuk itu, oleh karena itu
7 Salim HS, (2003), Hukum Kontrak: Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Jakarta: Sinar Grafika, hlm. 98.
8 Subekti, (2004), Hukum Perjanjian, Jakarta: Intermasa, hlm. 45.
9 Ibid, hlm. 43.
jka waktu sewa menyewa yang ditentukan di dalam perjanjian telah habis maka pihak penyewa harus segera menyerahkan barang yang disewa dalam keadaan semula pada waktu barang diserahkan10.
Pada Pasal IV tentang hak, kewajiban dan tanggung jawab pihak pertama pihak pertama berhak menarik kembali kendaraan tersebut apabila:
1. Telah berakhir masa sewa;
2. Kendaraan dianggap tidak terawatt;
3. Kendaraan dijual / digadaikan / dipindahtangankan;
4. Menggunakan kendaraan untuk tindak pidana kejahatan dan atau kegiatan- kegiatan yang melanggar hukum.
Perjanjian berakhir karena:
1. Ditentukan oleh para pihak berlaku untuk waktu tertentu;
2. Undang-Undang menentukan batas berlakunya perjanjian;
3. Para pihak atau Undang-Undang menentukan bahwa dengan terjadinya peristiwa tertentu maka persetujuan akan hapus; Peristiwa tertentu yang dimaksud adalah keadaan memaksa (overmacht) yang diatur dalam Pasal 1244 dan 1245 KUHPerdata. Keadaan memaksa adalah suatu keadaan dimana debitur tidak dapat melakukan prestasinya kepada kreditur yang disebabkan adanya kejadian yang berada di luar kekuasaannya, misalnya karena adanya gempa bumi, banjir, lahar dan lain-lain. Keadaan memaksa dapat dibagi menjadi dua macam yaitu : keadaan memaksa absolut adalah suatu keadaan di mana debitur sama sekali tidak dapat memenuhi perutangannya kepada kreditur, oleh karena adanya gempa bumi, banjir bandang, dan adanya lahar (force majeur). Akibat keadaan memaksa absolut (force majeur) :
a) Debitur tidak perlu membayar ganti rugi (Pasal 1244 KUHPerdata);
b) Kreditur tidak berhak atas pemenuhan prestasi, tetapi sekaligus demi hukum bebas dari kewajibannya untuk menyerahkan kontra prestasi, kecuali untuk yang disebut dalam Pasal 1460 KUHPerdata.
Keadaan memaksa yang relatif adalah suatu keadaan yang menyebabkan debitur masih mungkin untuk melaksanakan prestasinya, tetapi pelaksanaan prestasi itu harus dilakukan dengan memberikan korban besar yang tidak seimbang atau menggunakan kekuatan jiwa yang di luar kemampuan manusia atau kemungkinan tertimpa bahaya kerugian yang sangat besar. Keadaan memaksa ini tidak mengakibatkan beban resiko apapun, hanya masalah waktu pelaksanaan hak dan kewajiban kreditur dan debitur.
4. Pernyataan menghentikan persetujuan (opzegging) yang dapat dilakukan oleh Kedua belah pihak atau oleh salah satu pihak pada perjanjian yang bersifat sementara misalnya perjanjian kerja;
5. Putusan hakim;
6. Tujuan perjanjian telah tercapai;
7. Dengan persetujuan para pihak (herroeping).
Apabila salah satu pihak kurang memenuhi tanggungjawab maka akan dianggap wanprestasi yaitu tidak menepati janji sehingga perlu ditinjau ulang kembali dari apa yang dilaksanakan. Wanprestasi adalah pelaksanaan perjanjian
10 R. Subekti dan R Tjitrosudibi, Op.cit. hlm. 385.
yang tidak tepat waktunya atau dilakukan tidak menurut selayaknya atau tidak dilaksanakan sama sekali. Dengan demikian wanprestasi dapat berbentuk:
1. Tidak melaksanakan apa yang disanggupi akan dilakukannya;
2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana mestinya;
3. Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat.
Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
Apabila debitur melakukan wanprestasi, maka dia dapat dituntut untuk:
1. Pemenuhan perjanjian;
2. Pemenuhan perjanian ditambah ganti rugi;
3. Ganti rugi;
4. Pembatalan perjanjian timbal balik;
5. Pembatalan dengan ganti rugi.
Sehubungan dengan tanggungjawab pihak rental terhadap kerugian terhadap pihak pemilik mobil adalah Pasal 1553 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, karena seharusnya menjadi tanggung jawab yang menyewakan, tetapi diperjanjikan menjadi tanggung jawab penyewa. Meskipun ada asas konsensualisme dan sistem terbuka dari hukum perjanjian namun keadaan tersebut kurang sesuai dengan nilai kepatutan dan keadilan. Pasal 1548 KUH Perdata merumuskan bahwa “sewa menyewa adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainnya kenikmatan dari suatu barang, selama suatu waktu tertentu dan pembayaran suatu harga, yang oleh pihak tersebut belakangan ini disanggupi pembayarannya.”11
Pada dasarnya tanggungjawab tersebut berdasarkan dari perjanjian yang telah dibuat kedua belah pihak antara pemilik mobil dan pemilik rental sehingga ada kesempatan yang sudah ditetapkan sebelumnya sehingga pada saat terjadi kerusakan pada pemilik mobil pihak rental mempunyai dasar hukum untuk memberikan ganti rugi atau berdasarkan kesepakatan bisa diganti bersama-sama antara pihak pemilik dan pihak rental itu sendiri.
Kewajiban membayar ganti rugi (schade vergoeding) tersebut tidak timbul seketika terjadi kelalaian, melainkan baru efektif setelah debitor dinyatakan lalai (ingebrekestelling) dan tetap tidak melaksanakan prestasinya. Hal ini diatur dalam Pasal 1243 KUHPerdata, sedangkan bentuk pernyataan lalai tersebut diatur dalam Pasal 1238 KUHPerdata yang pada pokoknya menyatakan:
1. Pernyataan lalai tersebut harus berbentuk surat perintah atau akta lain yang sejenis, yaitu suatu salinan daripada tulisan yang telah dibuat lebih dahulu oleh juru sita dan diberikan kepada yang bersangkutan.
2. Berdasarkan kekuatan perjanjian itu sendiri.
3. Jika teguran kelalaian sudah dilakukan barulah menyusul peringatan atau anmaning yang biasa disebut sommasi. Selanjutnya, disyaratkan kerugian yang dapat dituntut haruslah kerugian yang menjadi akibat langsung dari wanprestasi. Artinya antara kerugian dan wanprestasi harus ada hubungan sebab akibat. Dalam hal ini kreditur harus dapat membuktikan:
a. Besarnya kerugian yang dialami.
11 Sitohang. (2008), Ikhtisar Kitab undang-undang Hukum Perdata, Jakarta: Kuda Mas Intra Asia, hlm 3
b. Bahwa faktor penyebab kerugian tersebut adalah wanprestasi karena kelalaian kreditur, bukan karena faktor diluar kemampuan debitur.
Pihak rental mobil bertanggungjawab selama perjajian tersebut masih berlaku, karena pada dasarnya setiap perjanjian ada batasnya dan ada tingkat akhir dari perjanjian tersebut. Perjanjian ada bisa dilanjutkan jika kedua belah pihak setuju dan saling mengikat kembali untuk berjanji.
Secara hukum tanggungjawab tersebut mempunyai akhir dari sebuah perjanjian tesebut. Secara umum perjanjian berakhir diatur di dalam undang- undang. Penentuan berakhirnya perjanjian sewa menyewa terkait dengan bentuk perjanjian. Ketentuan hukum perjanjian sewa menyewa di dalam KUHPerdata membedakan antara perjanjian sewa menyewa yang dibuat secara lisan dan tertulis.
Jadi dapat disimpulkan bahwa tanggungjawab pihak rental terhadap pihak pemilik mobil didasari dari perjanjian itu sendiri. Namun demikian kedua belah pihak dapat saling melakukan perikatan sehingga kedua belah pihak tidak saling dirugikan. Namun berdasarkan pada Pasal 1570 KUHPerdata yang telah disebutkan bahwa jika terjadi kelalaian kemudian mengakibatkan kecelakaan dan rusaknya mobil dari pihak pemilik mobil. Maka pihak rental harus mengganti dan harus bertanggungjawab terhadap semua kerusakan yang diderita oleh pihak pemilik mobil.
Pada dasarnya perjanjian yang dilaksanakan tersebut berdasarkan dari kesepakatan kedua belah pihak antara pihak penyewa dengan pihak rental apabila terjadi kecelakaan kecil yang diakibatkan selama proses penyewaan mobil rental pada yang terjadi. Penyewa mobil tersebut membuat kesepakatan dengan pihak rental bukan pada pihak pemilik mobil, karena hubungan hukum tersebut dengan pihak tempat rental sehingga terjadinya perjanjian tersebut antara kedua belah pihak saja. Maka dari itu perjanjian yang dibuat tersebut didasarkan dari hasil kedua belah pihak atas ganti rugi yang dilakukan sehingga dapat dijadikan dasar dalalm proses hukum yang berlaku agar dapat terlaksana dengan baik dalam proses perjanjian.
PENUTUP
Berdasarkan pembahasan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa : 1) Bentuk perlindungan hukum terhadap pemilik mobil dalam perjanjian sewa menyewa yaitu si penyewa bertanggunjawab sepenuhnya terhadap semua masalah yang terjadi selama proses rental mobil tersebut hal ini berlaku selama masa sewa berlangsung yaitu tanggung jawab merawat dan menjaga objek sewa. 2) Bentuk tanggung jawab hukum apabila terjadi kerugian yang diderita oleh pihak pemilik mobil adalah pihak yang merental mobil memberikan ganti rugi atau berdasarkan kesepakatan bisa diganti bersama-sama antara pihak pemilik dan pihak rental itu sendiri. Kewajiban membayar ganti rugi (schade vergoeding) tersebut tidak timbul seketika terjadi kelalaian, melainkan baru efektif setelah debitor dinyatakan lalai (ingebrekestelling) dan tetap tidak melaksanakan prestasinya, hal ini diatur dalam Pasal 1243 KUHPerdata, sedangkan bentuk pernyataan lalai tersebut diatur dalam Pasal 1238 KUHPerdata. Berkaitan dengan hal tersebut,
unsur-unsur yang tercantum dalam sewa menyewa sebagaimana diatur dalam (Pasal 1548 KUHPerdata). Apabila suatu pihak tidak melaksanakan atau memenuhi prestasi sesuai dengan perjanjian itu, maka pihak tersebut dianggap telah melakukan wanprestasi (Pasal 1564 KUHPerdata) kecuali jika ia bisa membuktikan bahwa kerusakan itu terjadi diluar kesalahannya. Dalam menentukan besar kecilnya kerusakan dan tanggung jawab pihak penyewa sulit untuk dilakukan karena biasanya perjanjian sewa menyewa ini dibuat secara lisan.
DAFTAR PUSTAKA Buku
Abdul Halim Barkatullah. (2008). Hukum Perlindungan Konsumen : Kajian Teoritis dan Perkembangan Pemikiran. Banjarmasin : FH Unlam Press Abdulkadir Muhammad, (2000). Hukum Perdata Indonesia, Bandung: citra
Aditya. Bakti
Abdul Kadir Muhammad. (2002). Hukum Perikatan, Bandung: Citra Adhitya Bakti
Abdulkadir Muhammad, (2010), Hukum Perusahaan Indonesia, Citra Aditya Bakti.
Andi Hamzah, (2005), Kamus Hukum, Bandung: Ghalia Indonesia.
Departemen Pendidikan Nasional, 1968 Kamus Besar Bahasa Indonesia, jakarta, cet. 6
M. Yahya Harahap, (1986), Segi-segi Hukum Perjanjaian, Bandung, Alumni Munir Fuady, (2010), Perbuatan Melawan Hukum Pendekatan Kontemporer,
Bandung: Citra Adiyta Bakti, Bandung.
Purwahid Patrik, (2004), Dasar-Dasar Hukum Perikatan, Mandar Maju, Bandung.
R. Subekti dan R, Tjitrosudibio. (2004). Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Ctk. Ketiga puluh empat, Jakarta: PT. Pradnya Paramita.
R. Subekti, (1979), Hukum Perjanjian, Jakarta, Intermasa
R. Subekti, (1989), Pokok – Pokok Hukum Perdata , Jakarta: Intermasa.
Salim HS, (2003), Hukum Kontrak: Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Jakarta: Sinar Grafika
Shidarta, (2000), Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta : Grasindo.
Sitohang, (2008), Ikhtisar Kitab undang-undang Hukum Perdata, Jakarta: Kuda Mas Intra Asia
Soekidjo Notoatmojo, (2020), Etika dan Hukum Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta Soetjipto Raharjo, (1983), Permasalahn Hukum di Indonesia, Bandung: Alumni Subekti, (1976), Aspek-Aspek Hukum Perikatan Nasional, Bandung: Alumni Subekti, (2002), Aneka Perjanjian, Jakarta: Adi Cipta
Subekti, (2004), Hukum Perjanjian, Jakarta: Intermasa
Sudikno Metrokusumo, 1985, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Yogyakarta:Liberty.
Titik Triwulan dan Shinta Febrian, (2010), Perlindungan Hukum bagi Pasien, Jakarta: Prestasi Pustaka
Wahyu Sasongko, (2007), Ketentuan-Ketentuan Pokok Hukum Perlindungan Konsumen, Bandar Lampung: UNILA.
Wiryono Projodikoro, (2001), Hukum Perdata Tentang Persetujuan-persetujuan Tertentu, Jakarta: Intermasa
Yahya Harahap, (2002), Segi-Segi Hukum Perjanjian, jakarta : intermasa
Undang-Undang
Undang-Undang Dasar 1945
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan PP No. 49 Tahun 1963 jo PP No. 55 Tahun 1981 Tentang hubungan sewa
menyewa