Nama : Atikah Khairaatun Hisaan NIM : 121230022
UAS METODE NUMERIS
Jelaskan landasan teoritis desain distribusi GCP untuk kalibrasi ketinggian data Synthetic Aperture Radar (SAR) dalam rangka produksi Digital Elevation Model (DEM) secara interferometri sebagaimana terlampir pada Gambar 1 berikut salah satu metode filtering yang sesuai!
Pembahasan :
Desain distribusi Ground Control Point (GCP) untuk kalibrasi ketinggian data Synthetuc Aperture Radar (SAR) dalam pembuatan Digital Elevation Model (DEM) interferometri menggunakan GCP untuk memastikan keakuratan dan kualitas data.berdasarkan prinsip untuk meningkatkan hasill akhir DEM. Ground Control Point (GCP) memainkanperanpentingdalamkalibrasiketinggiandata radaraperturesintetik (SAR)untukpembuatanmodelelevasidigitalinterferometri(DEM).Inidigunakanuntuk meningkatkanakurasiketinggiandalampemodelanDEMdenganmemberikanreferensi ketinggianyangdiketahui. GCP juga membantu dalam memperbaiki distorsi interferensi dan mengurangi kesalahan sistem sehingga meningkatkan kualitas dan akurasi DEM yang
dihasilkan. GCP juga berperan sebagai referensi untuk mengoreksi ketidaktepatan geometris dan radiometris dalam data SAR.
Dalam penerapan integrasi antara GPS dengan data RADAR diperhatikan juga referensi tinggi untuk menghasilkan point cloud. Dimana point cloud ini memerlukan data BM dan posiis titik tersebut sehingga titik tersebut terintegrasi dengan GNSS menggunakan salah satu konsep yaitu Height References. Saat melakukan survey Pulau Benoa Dimana Gunung Unggasan dijadikan sebagai lokasi stasiun CORS dengan ketinggian 234,516 meter sebagai referensi tinggi. Namun, perlu diketahui bahwa kita juga melakukan pengukuran yang membedakan. Dimana Sistem Referensi Geodetik Internasional (SRGI) juga informasinya masih belum up to date, termasuk jarak dan akurasi ketinggiannya masih dipertanyakan.
Pemasangan GPS di Pulau Benoa yang juga berfungsi sebagai Pelabuhan Dimana melibatkan pengukuran GNSS Geodetik menggunakan gelombang yang terjadi saat pengukuran terhadap titik yang diukur untuk menghasilkan sebuah jarak. Dari hasil ini kemudian pengolahannya menggunakan Geodetic Receiver, namun bisa juga pengolahannya menggunakan Post Processing dengan data acuan stasiun.seperti pada CORS di Ungasan. Namun, jika pengukuran dilakukan pada jarak yang jauh tidak dapat mengikatnya langsung ke CORS. Maka, kita dapat melakukan dengan Precise Point Positioning (PPP) untuk meningkatakan akurasi. Selanjutnya, data yang dihasilkan dari pengukuran geodetic, diolah dengan me-RINEX data terlebih dahulu agar data mendapatkan informasi koordinat dari lokasi tersebut sehingga bisa masuk kedalam sistem.
Pada gambar 1 dapat kita lihat bahwa titik pada Ungadan, Benoa, dan GBU adalah titik GCP yang memiliki peran penting. Dimana pada titik GBU ini dipilih sebagai titik Referensi Tinggi dan dianggap ketinggiannya adalah 0 meter karena titik tersebut belum diukur. Pemodelan GCP ini digunakan untuk mempresentasikan ketinggian suatu area dengan memperhitungkan perbedaan nilai ektinggian. Persebaran tiga titik GCP (Ground Control Point) ini dianggap mewakili ketinggian di saerah tersebut.hal ini terjadi dikarenakan Ketika melakukan penitikan GCP yang lebih banyak di area pangtai, maka nilai ketinggian tersebut akan cenderung sama atau tidak lagi berbeda secara signifikan bahkan tidak bisa mempresentasikan perbedaan ketinggian di wilayah tersebut karena nilai sempel yang didapat memiliki nilai yang sama.jadi bisa kita artikan bahwa daerah
tersebut tidak dapat mepresentasikan nilai ketinggian yang tinggi, sedangkan Ketika menggunakan pemodelan titik GCP seperti pada Gambar 1 dapat mewakilkan ketinggian- ketinggian di wilayah tersebut yang memiliki nilang ketinggian berbeda dan dapat mempresentasikan nilai ketinggian di wilayah tersebut. Oleh sebab itu, ketiga titik GCP juga sudah dilakukan survey oleh surveyor. Pemodelan GCP tiga titik memungkinkan terjadinya ketidakpastian yang tinggi. Dimana pengukuran GCP juga dapat dilakukan di dekat Pantai atau di pesisir Pantai jika ketinggiannya tinggi atau sangat tinggi. Lalu apabila menggunakan data DEMNAS, data yang dihasilkan bisa saja cenderung rata atau tidak menunjukan perbedaan ketinggian yang signifikan. Namun, Ketika menggunakan data sentinel yang terbaru, nilai kesalahannya bisa saja besar atau tidak akurat. Saat menggunakan TanDEM-X juga memungkinkan dapat mendeteksi perbedaan ketinggian pada wilayah tersebut. Penting untuk dipertimbangkan, bahwa karakteristik dari jenis data dalam proses pemodelan ketinggian ini dapat memastikan representasi yang akurat dalam survey atau pemetaan suatu wilayah.