2.1 Konsep Dasar Persalinan 2.1.1 Pengertian
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan plasenta) yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri). Proses ini di mulai dengan adanya kontraksi persalinan, yang ditandai dengan perubahan serviks secara progresif dan diakhiri dengan kelahiran plasenta (Sulistyawati & Nugraheny, 2010). Kelahiran adalah proses dimana janin dan ketuban didorong keluar melalui jalan lahir.
Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir, spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin (Prawirohardjo, 2009). Asuhan persalinan normal adalah asuhan yang bersih dan aman selama persalinan dan setelah bayi lahir, serta upaya pencegahan komplikasi terutama perdarahan pasca persalinan, hipotermia, dan asfiksia bayi baru lahir (Prawirohardjo, 2014)
2.1.2 Etiologi
Persalinan belum dapat diketahui dengan pasti penyebab terjadinya, namun beberapa teori menyebutkan terjadinya persalinan yaitu:
1
a. Teori penurunan hormon
Saat 1-2 minggu sebelum proses melahirkan dimulai, terjadi penurunan kadar esterogen dan progesteron. Progesteron bekerja sebagai penenang otot-otot polos rahim, jika kadar progesteron turun akan menyebabkan tegangnya pembuluh darah dan menimbulkan his (Sulistyawati & Nugraheny, 2013).
b. Teori keregangan
Uterus yang meregang akan mengakibatkan otot uterus mengalami iskemia yang mengganggu sirkulasi utero plasenta sehingga mengakibatkan plasenta berdegenerasi dan ketika uterus berkontraksi akan menimbulkan tekanan pada selaput ketuban yang akan melebarkan saluran serviks (Sondakh, 2013).
c. Teori oksitosin interna
Hipofisis posterior menghasilkan hormon oksitosin. Adanya perubahan keseimbangan antara estrogen dan progesteron dapat mengubah tingkat sensivitas otot rahim, mengakibatkan terjadinya kontraksi uterus yang disebut Baxton Hicks. (Sondakh, 2013).
2.1.3 Tanda-tanda Persalinan
Menurut Jenny J.S. Sondakh (2013), beberapa tanda dimulainya proses persalinan adalah sebagai berikut:
a. Terjadinya his persalinan mempunyai sifat sebagai berikut:
1) Pinggang terasa sakit dan menjalar ke depan.
2) Sifatnya teratur, interval makin pendek, dan kekuatan makin besar.
3) Makin beraktivitas (jalan), kekuatan akan makin bertambah.
b. Pengeluaran lendir dengan darah.
Terjadinya his persalinan mengakibatkan terjadinya perubahan pada serviks yang akan menimbulkan:
1) Pendataran dan pembukaan.
2) Pembukaan menyebabkan lendir yang berada di kanalis servikalis lepas.
3) Terjadi perdarahan karena kapiler pembuluh darah pecah.
c. Pengeluaran cairan
Pada beberapa kasus persalinan akan terjadi pecah ketuban. Sebagian besar, keadaan ini terjadi menjelang pembukaan lengkap. Setelah adanya pecah ketuban, diharapkan proses persalinan akan berlangsung kurang dari 24 jam.
d. Hasil-hasil yang didapatkan pada pemeriksaan dalam.
1) Perlunakan serviks 2) Pendataran serviks 3) Pembukaan serviks
2.1.4 Faktor yang Mempengaruhi Proses Persalinan a. Power (Tenaga atau Kekuatan)
Menurut Jenny J.S. Sondakh (2013), power merupakan tenaga yang dikeluarkan untuk melahirkan janin, yaitu kontraksi uterus atau his dari tenaga mengejan ibu. Menurut fisiologisnya his persalinan dapat dibagi
menjadi his pembukaan, his pengeluaran, his pelepasan plasenta dan his pengiring.
1) His pembukaan: his menimbulkan pembukaan dari serviks sampai terjadi pembukaan lengkap 10 cm. Sifat spesifik dari kontraksi otot rahim kala pertama adalah:
a) Intervalnya makin lama makin pendek.
b) Kekuatannya makin besar dan kala kelahiran diikuti dengan refleks mengejan.
c) Diikuti dengan retraksi, artinya panjang otot rahim yang telah berkontraksi tidak akan kembali ke bentuk semula.
2) His pengeluaran: his yang mendorong bayi keluar, disertai dengan keinginan mengejan, sangat kuat, teratur, dan terkoordinasi bersama antara his kontraksi atau perut, kontraksi diafragma, serta ligamen.
3) His pelepasan plasenta: his dengan kontraksi sedang untuk melepaskan dan melahirkan plasenta.
4) His pengiring: kontraksi lemah, masih sedikit nyeri, pengecilan rahim akan terjadi dalam beberapa jam atau hari.
b. Passage (Jalan Lahir)
Menurut Jenny J.S. Sondakh (2013), jalan lahir terbagi atas dua, yaitu jalan lahir keras dan jalan lahir lunak. Jalan lahir keras yaitu sebagai berikut :
1) Dua os coxae (disebut juga tulang innominata)
a) Tulang usus (os ilium) b) Tulang duduk (os ischium) c) Tulang kemaluan (os pubis) 2) Os Sacrum
Berbentuk segitiga dengan lebar di bagian atas dan mengecil di bagian bawahnya.
3) Os Coccygis
Berbentuk segitiga dengan ruas 3-5 buah dan bersatu, pada saat persalinan, tulang tungging dapat didorong ke belakang sehingga memperluas jalan lahir.
Menurut Nurasiah, Rukmawati, & Badriah (2014), ruang panggul terdiri dari:
1) Pelvis mayor (false pelvis): bagian diatas pintu atas panggul tidak berkaitan dengan persalinan
2) Pelvis minor (true pelvis) terdiri dari :
a) Pintu atas panggul (PAP) atau disebut pelvic inlet
(1) Batasan PAP adalah promontorium, sayap sacrum, linea innominata, ramus superior os pubis, dan pinggir atas symphysis pubis.
(2) Ukuran PAP
(a) Ukuran muka belakang (conjugata vera)
Jaraknya dari promontorium ke pinggir atas symphysis, ukuran normalnya 11 cm. Conjugata vera tidak dapat
diukur langsung tapi dapat diperhitungkan dengan mengurangi konjugata diagonalis (dari promontorium ke pinggir bawah symphysis) sejumlah 1,5-2 cm.
(b) Ukuran melintang (diameter oblique)
Merupakan ukuran terbesar antara linea innominata diambil tegak lurus pada conjugata vera, ukurannya 12,5 – 13,5 cm.
(c) Ukuran serong (diameter oblique)
Articulatio sacroiliaca ke tuberculum pubicum dari belahan panggul yang bertentangan. Ukurannya 13 cm.
b) Bidang tengah panggul terdiri atas bidang luas panggul dan bidang sempit panggul
Bidang luas panggul terbentang antara symphysis, pertengahan acetabulum, dan pertemuan antara ruas sacral II dan III Bidang sempit panggul terdapat setinggi pinggir bawah symphisis, kedua spina ischiadika dan memotong sacrum + 1-2 cm diatas ujung sacrum.
c) Pintu bawah panggul atau disebut pelvic outlet
Pintu bawah panggul buka suatu bidang, tetapi terdiri dari dua segitiga dengan dasar yang sama, ialah garis yang menghubungkan kedua tuber ischiadikum kiri dan kanan. Puncak dari segitiga yang belakang adalah ujung os sacrum, sisinya ialah ligamentum sacro tuberosum kiri dan kanan. Segitiga depan dibatasi oleh arcus pubis.
d) Bidang Hodge
Menurut Jenny J.S. Sondakh (2013), bidang hodge dipelajari untuk menentukan sampai dimana bagian terendah janin turun dalam panggul dalam persalinan, yaitu:
(1) Bidang Hodge I: bidang datar yang melalui bagian atas simfisis dan promontorium. Bidang ini dibentuk pada lingkaran pintu atas panggul.
(2) Bidang Hodge II: bidang yang sejajar dengan bidang Hodge I terletak setinggi bagian bawah simfisis.
(3) Bidang Hodge III: bidang yang sejajar dengan bidang Hodge I dan II, terletak setinggi spina ischiadica kanan dan kiri.
(4) Bidang Hodge IV: bidang yang sejajar dengan Hodge I, II, III, terletak setinggi os coccygis.
e) Ukuran panggul luar
Menurut Sulistyawati & Nugraheny (2013), ukuran panggul luar yang biasa diukur antara lain:
(1) Distansia spinarum
Jarak antara kedua spina iliaka anterior superior sinistra dan dekstra, jaraknya 24-26 cm.
(2) Distansia kristarum
Jarak terpanjang antara dua tempat yang simetris pada krista iliaka kanan dan kiri, jaraknya 28-30cm.
(3) Konjugata eksterna atau Boudelogue
Merupakan jarak antara bagian atas simfisis dan prosesus spinosus lumbal 5, jaraknya 18-20 cm.
(4) Distansia intertrokantrika
Merupakan jarak antara kedua trokanter mayor (5) Distansia tuberum
Jarak antara tuber ischii kanan dan kiri. Untuk mengukurnya dipakai jangka panggul Osceander, jaraknya 10,5 cm.
c. Passenger (Janin dan Plasenta)
Cara Penumpang (Passenger) atau janin bergerak sepanjang jalan lahir dipengaruhi ukuran kepala janin, presentasi, letak, sikap, dan posisi janin. Plasenta juga harus melalui jalan lahir sehingga dapat juga dianggap sebagai penumpang yang menyertai janin. Janin dapat memengaruhi jalannya kelahiran karena ukuran dan presentasinya.
Kepala janin dapat mengalami cedera pada persalinan yang dapat membahayakan janin, oleh karena tulang-tulang masih dibatasi fontanel dan sutura yang belum keras, maka pinggir tulang dapat menyisip antara tulang satu dengan tulang yang lain disebut moulage atau molase sehingga kepala bayi bertambah kecil (Rohani, Saswita, & Marisah, 2013).
Menurut Sondakh (2013), Pada tulang tengkorak janin dikenal beberapa sutura, antara lain:
1) Sutura frontalis: batas antara kedua os. frontalis
2) Sutura sagitalis superior batas antara parietalis kanan dan kiri 3) Sutura koronaria: batas antara os. parietalis dan os. frontalis 4) Sutura lamboidea: batas antara os. parietalis dan os. occipitalis
Diantara sudut-sudut tulang tengkorak janin terdapat ruang yang ditutupi oleh membran yang disebut fontanel, Menurut Sulistyawati &
Nugraheny (2013) terdapat dua fontanel antara lain:
1) Fontanel minor (ubun-ubun kecil) a) Berbentuk segitiga
b) Terdapat di sutura sagitalis superior bersilang dengan sutura lambdoidea
c) Sebagai penyebut (penunjuk presentasi kepala) dalam persalinan, yang diketahui melalui pemeriksanan dalam (vaginal touché). Pada saat tangan pemeriksa meraba kepala janin, ketika terasa adanya cekungan yang berbentuk segitiga itulah ubun-ubun kecil.
2) Fontanel mayor (ubun-ubun besar) a) Berbentuk segi empat panjang
b) Terdapat sutura sagitalis superior dan sutura frontalis bersilang dengan sutura koronaria
Menurut Jenny J.S. Sondakh (2013), istilah-istilah yang dipakai untuk menentukan kedudukan janin dalam rahim adalah sebagai berikut:
1) Presentasi
Jika pada pemeriksaan didapatkan presentasi kepala, maka pada umumnya bagian yang menjadi presentasi adalah oksiput. Sementara
itu, jika pada pemeriksaan didapatkan presentasi bokong, maka yang menjadi presentasi adalah sakrum, sedangkan pada letak lintang, bagian yang menjadi presentasi adalah skapula bahu.
2) Posisi
Menurut Nurasiah, Rukmawati, & Badriah (2014), posisi adalah letak salah satu bagian anak yang tertentu terhadap dinding perut atau jalan lahir, Posisi janin dapat berada disebelah kanan, kiri, depan atau belakang terhadap sumbu ibu (maternal pelvis) sebagai contoh, letak belakang kepala (LBK), ubun-ubun kecil (UUK) kiri depan, dan UUK kanang belakang.
3) Letak/situs
Letak/situs ialah letak sumbu panjang janin berada terhadap sumbu panjang ibu sering dikatakan sebagai letak, letak janin dibagi menjadi tiga yaitu, yaitu sebagai berikut :
a) Letak membujur (longitudinal)
(1) Letak kepala: letak fleksi dan letak defleksi (letak puncak kepala, dahi, muka).
(2) Letak sungsang/letak bokong.
b) Letak lintang (transverse lie).
c) Letak miring (oblique lie).
4) Habitus/sikap
Sikap janin yang fisiologi adalah badan janin dalam keadaan kifosis sehingga punggung menjadi konveks, kepala dalam sikap
hiperfleksi dengan dagu dekat dada, lengan bersilang didepan dada, tali pusat terletak diantara ekstremitas dan tungkai terlipat pada lipat paha, serta lutut yang rapat pada badan.
Menurut Jenny J.S. Sondakh (2013), plasenta berfungsi sebagai jalur penghubung antara ibu dan anaknya, mengadakan sekresi endokrin, serta pertukaran selektif substansi yang dapat larut dan terbawa darah melalui lapisan rahim dan bagian trofoblas yang mengandung pembuluh- pembuluh darah, termasuk makanan untuk janin. Menurut Sulistyawati
& Nugraheny (2013), fungsi plasenta yaitu menyalurkan berbagai anti bodi dari ibu sebagai barier (penghalang) terhadap janin dari kemungkinan masuknya mikroorganisme atau kuman.
Menurut Jenny J.S. Sondakh (2013), struktur-struktur yang menyusun bagian dari plasenta yaitu:
1) Bentuk dan ukuran
Umumnya plasenta berbentuk bundar/ oval yang memiliki diameter 15-20 cm, tebal 2-3 cm, dan berat 500-600 gram. Sementara itu, tali pusat yang menghubungkan plasenta memiliki panjang 25-60 cm.
2) Letak plasenta dalam rahim
Letak plasenta berada didepan atau dibelakang dinding uterus, agak ke atas ke arah fundus uteri. Hal ini adalah fisiologis karena pembukaan bagian atas korpus uteri lebih luas sehingga lebih banyak tempat untuk berimplantasi.
3) Pembagian plasenta
a) Bagian janin (fetal portion) terdiri atas korion frondosum dan vili.
b) Bagian maternal (maternal portion), teridiri dari beberapa lobus dan kotiledon sebanyak 15-20 buah.
c) Tali pusat. Tali pusat merentang dari pusat janin ke plasenta bagian permukaan janin. Panjang rata-rata tali pusat tersebut adalah 50-55 cm dan diameter sebesar jari (1-2,5 cm).
Menurut Sulistyawati & Nugraheny (2010), pada kehamilan amnion memiliki beberapa fungsi, yaitu antara lainnya:
1) Melindungi janin dari trauma/benturan.
2) Memungkinkan janin bergerak bebas.
3) Menstabilkan suhu tubuh janin agar tetap hangat.
4) Menahan tekanan uterus.
5) Pembersih jalan lahir.
d. Respon Psikologi (Psychology Response )
Menurut Jenny J.S. Sondakh (2013), pada ibu bersalin terjadi beberapa perubahan psikologis yaitu rasa takut dan cemas yang dialami ibu akan berpengaruh pada lamanya persalinan, his kurang baik dan pembukaan kurang lancar. Asuhan sayang ibu yang dapat diberikan yaitu dukungan psikologis dengan cara meyakinkan ibu bahwa persalinan merupakan proses yang normal, dan yakinkan ibu dapat melaluinya.
Penolong persalinan dapat mengikutsertakan suami dan keluarga selama proses persalinan. Hal tersebut dapat menunjukkan bahwa ibu mendapat
perhatian lebih dan diberi dukungan selama persalinan dan kelahiran bayi oleh suami dan keluarga.
e. Penolong
Penolong persalinan adalah seseorang yang memiliki pengetahuan dan keterampilan tertentu untuk membantu ibu dalam menjalankan proses persalinan. Peran dari penolong persalinan adalah mengantisipasi dan menangani komplikasi yang mungkin terjadi pada ibu dan janin (Rohani, Saswita, & Marisah, 2011).
f. Posisi
Posisi ibu saat persalinan akan mempengaruhi adaptasi anatomi dan fisiologi persalinan. Perubahan posisi saat persalinan mengakibatkan rasa letih berkurang, memberikan rasa nyaman, memperbaiki sirkulasi darah dan memperbaiki posisi janin. Posisi ibu yang tidak sesuai dengan posisi, sikap dan presentasi janin, akan menghambat penurunan bagian terendah janin, sehingga proses persalinan menjadi lama (Sumarah, Widyastuti & Wiyati, 2008)
g. Pendamping
Pendamping adalah kehadiran seseorang (suami, sahabat, dan keluarga) yang senantiasa memberikan suatu dukungan fisik maupun psikis secara aktif terus menerus dan berkesinambungan dalam mengikuti seluruh proses persalinan dari kala I sampai kala IV.
2.1.5. Mekanisme persalinan normal
Menurut Rohani, Reni Saswita & Marisah (2013), gerakan utama dari mekanisme persalinan normal yaitu sebagai berikut:
a. Penurunan kepala
Masuknya kepala ke dalam pintu atas panggul (PAP), dengan sutura sagitalis melintang dan dengan fleksi yang ringan. Masuknya kepala melewati pintu atas panggul (PAP) dapat dalam keadaan sinklitismus yaitu bila sutura sagitalis terdapat ditengah-tengah jalan lahir tepat diantara simfisis dan promontorium. Pada sinklitismus, os. parietal depan dan belakang sama tingginya.
Jika sutura sagitalis agak kedepan mendekati simpisis atau agak kebelakang mendekati promontorium, maka dikatakan kepala dalam keadaan asinklitismus. Ada 2 jenis asinklitismus:
1) Asinklitismus posterior: sutura sagitalis mendekati simpisis dan os.
Parietal belakang lebih rendah dari os. Parietal depan.
Gambar 2.1 Sinklitismus
Sumber: https://siskaafriani04.wordpress.com/2015/02/15/mekanisme- persalinan-normal-2/
2) Asinklitismus anterior : sutura sagitalis mendekati promontorium sehingga os. Parietal depan lebih rendah daripada os. Parietal belakang.
b. Fleksi
Pada awal persalinan, kepala bayi dalam keadaan fleksi ringan dengan majunya kepala biasanya fleksi juga akan bertambah. Pada gerakan ini, dagu dibawa lebih dekat kearah dada janin sehingga ubun- ubun kecil lebih rendah dari ubun-ubun besar. Hal ini disebabkan karena adanya tahanan dari dinding serviks, dinding pelvis, dan lantai pelvis.
Dengan adanya fleksi, diameter suboccipito bregmatika (9,5 cm) menggantikan diameter suboccipito frontalis (11 cm). sampai didasar panggul, biasanya kepala janin berada dalam keadaan fleksi maksimal.
c. Rotasi dalam
Gambar 2.2 Asinklitismus Posterior
Sumber: https://siskaafriani04.wordpress.com/2015/02/15/mekanisme- persalinan-normal-2/
Gambar 2.3 Asinklitismus Anterior
Sumber: https://siskaafriani04.wordpress.com/2015/02/15/mekanisme- persalinan-normal-2/
Putaran paksi dalam adalah pemutaran dari bagian depan hingga bagian terendah janin memutar ke bawah simpisis. Pada presentasi belakang kepala, bagian terendah ialah ubun–ubun kecil dan bagian inilah yang akan memutar ke depan ke arah simpisis. Rotasi dalam sangat penting untuk menyesuaikan posisi kepala dengan bentuk jalan lahir khususnya bidang tengah dan pintu bawah panggul.
d. Ekstensi
Sesudah kepala janin sampai didasar panggul dan ubun-ubun kecil berada dibawah simpisis, terjadilah ekstensi dari kepala janin. Hal ini desebabkan karena sumbu jalan lahir pada pintu bawah panggul mengarah ke depan dan ke atas sehingga kepala harus mengadakan fleksi untuk melewatinya. Sub oksiput yang tertahan pada pinggir bawah simpisis akan menjadi pusat pemutaran (hypomochion), maka lahirlah berturut-turut pada pinggir atas perineum : ubun-ubun besar, dahi, hidung, mulut, dan dagu bayi dengan gerakan ekstensi.
e. Rotasi luar
Kepala yang sudah lahir selanjutnya mengalami restitusi yaitu kepala bayi memutar kembali ke arah punggung anak untuk menghilangkan torsi pada leher yang terjadi karena putaran paksi dalam. Bahu melintasi pintu dalam keadaan miring, di dalam rongga panggul, bahu akan menyesuaikan diri dengan bentuk panggul yang dilaluinya, bahu mengalami putaran dalam dimana ukuran bahu (diameter bisa kromial) menempatkan diri dalam diameter anteroposterior dari pintu bawah
panggul. Bersamaan dengan itu kepala bayi juga melanjutkan putaran hingga belakang kepala berhadapan dengan tuber iskiadikum sepihak.
f. Ekspulsi
Setelah putaran paksi luar, bahu depan sampai dibawah simpisis dan menjadi hypomochlion untuk kelahiran bahu belakang. Setelah kedua bahu bayi lahir, selanjutnya seluruh badan bayi dilahirkan searah dengan sumbu jalan lahir.
2.1.6. Tahapan Persalinan a. Persalinan Kala I
1) Pengertian Kala I
Menurut Rohani, Reni Saswita & Marisah (2013), kala I (kala pembukaan) dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus dan pembukaan serviks, hingga mencapai pembukaan lengkap (10 cm).
Persalinan kala I dibagi menjadi dua fase, yaitu:
a) Fase laten, dimana pembukaan serviks berlangsung lambat dimulai sejak awal kontraksi yang menyebabkan penipisan dan pembukaan secara bertahap sampai pembukaan 3 cm, berlangsung 7-8 jam.
b) Fase aktif (pembukaan serviks 4-10 cm), berlangsung selama 6 jam dan dibagi dalam 3 subfase.
(1) Periode akselearasi, berlangsung selama 2 jam pembukaan menjadi 4cm.
(2) Periode dilatasi maksimal, berlangsung selama 2 jam, pembukaan berlangsung cepat menjadi 9 cm.
(3) Periode deselerasi, berlangsung lambat, dalam 2 jam pembukaan menjadi 10 cm atau lengkap.
Proses kala I terjadi pada primigravida berlangsung dalam jangka waktu lebih panjang ± 12 jam, sedangkan pada multigravida ± 8 jam.
2) Perubahan Fisiologis Kala I a) Uterus
Saat mulai persalinan, jaringan dari miometrium berkontraksi dan berelaksasi seperti otot pada umumnya. Pada saat otot retraksi, otot tidak akan kembali ke ukuran semula tapi berubah ke ukuran yang lebih pendek secara progresif. Dengan perubahan bentuk otot uterus pada proses kontraksi, relaksasi dan retraksi maka kavum uterus semakin lama menjadi semakin mengecil. Proses ini merupakan salah satu satu faktor yang menyebabkan janin turun ke pelviks. Kontraksi uterus mulai dari fundus dan melebar sampai bawah abdomen dengan dominasi tarikan ke arah fundus (fundal dominan) (Sulistyawati & Nugraheny, 2013).
b) Serviks
Seiring dengan bertambah efektifnya kontraksi, serviks mengalami perubahan bentuk menjadi lebih tipis. Hal ini disebabkan oleh kontraksi uterus yang bersifat fundal dominan sehingga seolah-olah serviks tertarik ke atas dan lama-kelamaan
menjadi tipis. Setelah serviks dalam kondisi menipis penuh, tahap selanjutnya adalah pembukaan, serviks membuka disebabkan daya tarikan otot uterus ke atas secara terus-menerus saat uterus berkontraksi (Sulistyawati & Nugraheny, 2013)
c) Ketuban
Ketuban akan pecah dengan sendirinya ketika pembukaan hampir lengkap atau sudah lengkap. Tidak jarang ketuban harus dipecahkan ketika pembukaan sudah lengkap. Bila ketuban belum pecah sebelum pembukaan 5 cm disebut ketuban pecah dini (Sulistyawati & Nugraheny, 2013).
d) Tekanan Darah
Menurut Sulistyawati & Nugraheny (2013), terdapat perubahan fisisologis pada tekanan darah ibu bersalin seperti tekanan darah akan meningkat selama kontraksi, disertai peningkatan sistol rata-rata 15-20 mmHg dan diastol rata-rata 5-10 mmHg. Nyeri, rasa takut dan kekhawatiran dapat semakin meningkatkan tekanan darah.
e) Metabolisme
Selama persalinan, metabolisme karbohidrat baik aerob maupun anaerob meningkat dengan kecepatan tetap. Peningkatan ini terutama diakibatkan oleh kecemasan dan aktivitas otot rangka.
Peningkatan aktivitas metabolik terlihat dari peningkatan suhu
tubuh, denyut nadi, pernapasan, curah jantung dan cairan yang hilang (Sulistyawati & Nugraheny, 2013).
f) Suhu Tubuh
Peningkatan suhu tubuh yang tidak lebih dari 0,5-1ºC dianggap normal, nilai ini mencerminkan peningkatan metabolisme selama persalinan (Sulistyawati & Nugraheny, 2013).
g) Detak Jantung
Frekuensi denyut nadi diantara kontraksi sedikit lebih tinggi dibanding selama periode menjelang persalnan. Hal ini mencermin kan peningkatan metabolisme yang terjadi selama persalinan.
Perubahan peningkatan denyut jantung dianggap normal, sehingga diperlukaan pengecekan lain untuk menyingkirkan kemungkinan infeksi (Sulistyawati & Nugraheny, 2013).
h) Pernapasan
Peningkatan frekuensi pernapasan dianggap normal selama persalinan, hal tersebut mencermikan adanya peningkatan metabolisme (Sulistyawati & Nugraheny, 2013).
i) Perubahan Renal
Perubahan renal dalam persalinan kala I yaitu kandung kemih harus sering dievaluasi (setiap 2 jam) untuk mengetahui adanya distensi, juga harus dikosongkan untuk mencegah obtruksi persalinan akibat kandung kemih yang penuh, yang akan mencegah penurunan bahian presentasi janin dan trauma pada kandung kemih
akibat penekanan yang lama, yang menyebabkan hipotonia kandung kemih dan retensi urine selama periode pasca persalinan (Sulistyawati & Nugraheny, 2013).
j) Gastrointestinal
Motilitas dan absorpsi lambung terhadap makanan padat jauh berkurang, penurunan sekresi asam lambung selama persalinan sehingga waktu pengosongan lambung menjadi lebih lama. Mual dan muntah terjadi selama fase transisi akhir fase pertama persalinan sebagai respon terhadap faktor-faktor sperti kontraksi uterus, nyeri, rasa takut, khawatir, obat, atau komplikasi
Lambung yang penuh menghambat obstruksi persalinan sehingga dianjurkan untuk tidak makan dalam porsi besar atau minum berlebihan, tetapi makan dan minum ketika keinginan timbul dan mempertahankan energi dan hidrasi. Makanan yang dimakan selama periode menjelang persalinan atau fase laten cenderung tetap akan berada selama persalinan (Sulistyawati &
Nugraheny, 2013).
3) Kebutuhan Dasar Ibu Kala I
Menurut Sulistyawati dan Nugraheny (2013), kebutuhan dasar pada persalianan kala I, yaitu:
a) Memberikan dukungan persalinan (1) Asuhan tubuh yang baik.
(2) Kehadiran seorang pendamping secara terus-menerus.
(3) Keringanan dari rasa sakit.
(4) Penerimaan atas sikap dan perilakunya.
(5) Informasi dan kepastian tentang hasil yang aman.
b) Pengurangan rasa sakit
(1) Kehadiran terus-menerus, sentuhan penghiburan, dan dorongan mental dari pendamping.
(2) Perubahan posisi dan pergerakan.
(3) Latihan peranapasan relaksasi (4) Sentuhan dan pijatan.
(5) Mandi atau berendam di air
(6) Pengeluaran suara yang menyamnkan pasien (7) Visualisasi dan pemustan perhatian
(8) Pemutaran musik yang lembut dan disukai pasien (9) Aroma ruangan yang harum dan segar
c) Pemenuhan kebutuhan cairan dan energi dipertimbangkan untuk diberikan konsistensi dan jumlah yang logis dan sesuai dengan kondisi pasien. Mencegah keletihan dan mengupayakan istirahat.
d) Eliminasi selama persalinan, yaitu untuk tidak menahan BAB dan BAK.
e) Pemenuhan kebutuhan psikologis pasien dan keluarga
(1) Aman, sesuai dengan evidanced based dan memberikan sumbangan pada keselamatan jiwa pasien.
(2) Menghormati praktik-praktik budaya, keyakinan agama, serta hak pasien atau keluarganya sebagai pengambil keputusan (3) Menggunakan cara pengobatan yang sederhana sebelum
memakai teknologi canggih.
(4) Memastikan bahwa informasi yang diberikan adekuat serta dapat dipahami oleh pasien.
4) Cara pengisian partograf
Menurut Rohani, Reni Saswita & Marisah (2013), tujuan utama penggunaan partograf yaitu mencatat hasil observasi dan menilai kemajuan persalinan dan mendeteksi apakah persalinan berjalan normal atau terdapat penyimpangan, dengan demikian dapat melakukan deteksi dini setiap kemungkinan terjadinya partus lama.
Menurut Rohani, Saswita, & Nugraheny (2013), pencatatan partograf pada fase aktif persalinan, yaitu:
a) Informasi tentang ibu
b) Keselamatan dan kenyamanan janin
Kolom pertama adalah digunakan untuk mengamati kondisi janin seperti DJJ, air ketuban, dan penyusupan (kepala janin), yaitu sebagai berikut:
(1) Detak jantung janin
Menilai dan mencatat detak jantung janin (DJJ) setiap 30 menit (lebih sering jika ada tanda-tanda gawat janin). Tiap kotak menunjukkan waktu 30 menit. Skala angka di sebelah
kolom paling kiri menunjukkan DJJ. Catat DJJ dengan memberi tanda titik pada garis yang sesuai dengan angka yang menunjukkan DJJ. Kemudian hubungkan titik yang satu dengan titik lainnya dengan garis tidak terputus. Kisaran normal DJJ 120-160 x/menit.
(2) Warna dan adanya air ketuban
Menilai air ketuban dilakukan bersamaan dengan periksa dalam. Warna air ketuban hanya bisa dinilai jika selaput ketuban telah pecah. Lambang untuk menggambarkan ketuban atau airnya:
U : Selaput ketuban utuh (belum pecah)
J : Selaput ketuban telah pecah dan air ketuban jernih M : Selaput ketuban telah pecah dan air ketuban bercampur
mekonium
D : Selaput ketuban telah pecah dan air ketuban bercampur darah
K : Selaput ketuban telah pecah dan air ketuban kering (tidak mengalir lagi).
Mekonium dalam air ketuban tidak selalu berarti gawat janin. Merupakan indikasi gawat janin jika juga disertai DJJ di luar rentang nilai normal.
(3) Penyusupan (molase) tulang kepala
Penyusupan tulang kepala merupakan indikasi penting seberapa jauh janin dapat menyesuaikan dengan tulang panggul ibu. Semakin besar penyusupan semakin besar kemungkinan disporposi kepal panggul. Lambang yang digunakan:
0 : Tulang–tulang kepala janin terpisah, sutura mudah dipalpasi.
1 : Tulang-tulang kepa janin sudah saling bersentuhan.
2 : Tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih tapi masih bisa dipisahkan.
3 : Tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih dan tidak dapat dipisahkan.
c) Kemajuan persalinan
Kolom kedua untuk mengawasi kemajuan persalinan yang meliputi: pembukaan serviks, penurunan bagian terbawah janin, garis waspada dan garis bertindak dan waktu, yaitu:
(1) Pembukaan serviks
Angka pada kolom kiri 0-10 menggambarkan pembukaan serviks. Menggunakan tanda X pada titik silang antara angka yang sesuai dengan temuan pertama pembukaan serviks pada fase aktif dengan garis waspada. Hubungan tanda X dengan garis lurus tidak terputus.
(2) Penurunan bagian terbawah Janin
Tulisan “turunnya kepala” dan garis tidak terputus dari 0-5 pada sisi yang sama dengan angka pembukaan serviks.
Berikan tanda “о” pada waktu yang sesuai dan hubungkan dengan garis lurus.
(3) Garis waspada
Jika pembukaan serviks mengarah ke sebelah kanan garis waspada, maka waspadai kemungkinan adanya penyulit persalianan. Jika persalinan telah berada di sebelah kanan garis bertindak yang sejajar dengan garis waspada maka perlu segera dilakukan tindakan penyelesaian persalianan.
d) Jam dan waktu
Waktu berada dibagian bawah kolom terdiri atas waktu mulainya fase aktif persalinan dan waktu aktual saat pemeriksaan.
Waktu mulainya fase aktif persalinan diberi angka 1-16, setiap kotak 1 jam, yang digunakan untuk menentukan lamanya proses persalinan telah berlangsung.
e) Kontraksi uterus
Terdapat lima kotak mendatar untuk kontraksi. Pemeriksaan dilakukan setiap 30 menit, raba dan catat jumlah dan durasi kontaksi dalam 10 menit.
f) Obat-obatan dan cairan yang diberikan
Catat obat dan cairan yang diberikan di kolom yang sesuai.
Untuk oksitosin dicantumkan jumlah tetesan dan unit yang diberikan.
g) Kesehatan dan kenyamanan ibu
(1) Catat nadi ibu setiap 30 menit dan beri tanda titik (.) pada kolom yang sesuai.
(2) Ukur tekanan darah ibu tiap 10 menit dan beri tanda ↕ pada kolom yang sesuai.
(3) Temperatur dinilai setiap dua jam dan catat di tempat yang sesuai.
(4) Volume urine, protein dan aseton Lakukan tiap 2 jam jika memungkinkan.
h) Asuhan, pengamatan, keputusan klinik lainnya
Catat semua asuhan lain, hasil pengamatan, dan keputusan klinik disisi luar kolom partograf; atau buat catatan terpisah tentang kemajuan persalinan, Cantumkan tanggal dan waktu saat membuat catatan persalinan. Selain itu juga mencantumkan hal sebagai berikut :
(a) Jumlah cairan peroral.
(b) Keluhan sakit kepala dan penglihatan kabur.
(c) Konsultasi dengan penolong persalinan.
(d) Persiapan sebelum melakukan rujukan.
(e) Upaya rujukan.
i) Pencatatan pada lembar belakang partograf
Data atau informasi umum nilai dan catat asuhan yang diberikan pada kala I hingga kala IV dan penatalaksanaan pada bayi baru lahir. Diisi dengan tanda centang ( √ ) dan diisi titik yang disediakan sesuai dengan asuhan.
5) Penapisan pada saat persalinan
Menurut Rohani, Saswita, & Marisah (2013), bidan harus merujuk apabila didapati salah satu atau lebih penyulit seperti yang ada pada lembar penapisan.
b. Persalinan Kala II
Menurut Sulistyawati & Nugraheny (2013), pada kala II kontraksi uterus menjadi lebih kuat dan lebih cepat yaitu setiap 2 menit sekali dengan durasi >40 detik dan intensitas semakin lama semakin kuat.
Biasanya pada tahap ini kepala janin sudah masuk dalam ruang panggul, maka pada his dirasakan adanya tekanan pada otot-otot dasar panggul yang secara refleks menimbulkan rasa ingin meneran. Pada persalinan kala II terdapat perubahan fisiologis yaitu:
a) Uterus
Kontraksi menjadi lebih kuat dan lebih cepat yaitu setiap 2 menit sekali dengan durasi >40 detik, intensitas semakin lama dan semakin kuat. Saat ada his uterus teraba keras menyebabkan pembukaan serviks dan penurunan janin ke bawah secara alami (Sulistyawati & Nugraheny, 2013).
b) Serviks
Pada kala II, serviks menipis dan dilatasi maksimal. Saat dilakukan pemeriksaan dalam, porsio tidak teraba dengan pembukaan 10 cm (Sulistyawati & Nugraheny, 2013).
c) Pergeseran organ dasar panggul
Tekanan pada otot dasar panggul (fleksus frankenhauser) oleh kepala janin menyebabkan keinginan pasien mengejan (Sondakh, 2013).Tekanan pada otot dasar panggul menyebabkan perineum menonjol dan menjadi lebar dengan anus membuka, labia mulai membuka dan tak lama kemudian kepala janin tampak pada vulva saat ada his (Sulistyawati & Nugraheny, 2013).
1) Kebutuhan dasar ibu kala II
Pada kebutuhan dasar ibu kala II menurut Sulistyawati &
Nugraheny (2013), dilakukan sesuai asuhan sayang ibu, yakni:
a) Asuhan sayang ibu adalah assuhan yang aman, berdasarkan temuan (evidence based), dan meningkatkan angka kelangsungan hidup ibu.
b) Asuhan sayang ibu membantu pasien merasa nyaman dan aman selama proses persalinan yaitu dengan menghargai kebudayaan, praktik keagamaan dan kepercayaan (apabila kebiasaan tersebut aman), serta melibatkan pasien pasien dan keluarga sebagai pembuat keputusan, secara emosional sifatnya mendukung. Asuhan
sayang ibu melindungi hak-hak pasien untuk mendapatkan privasi dan menggunakan sentuhan hanya seperlunya.
c) Asuhan sayang ibu menghormati kenyataan bahwa kehamilan dan persalinan merupakan proses alamiah, maka intervensi dan pengobatan yang tidak perlu untuk proses alamiah gharus dihindari.
d) Asuhan sayang ibu menjamin bahwa pasien dan keluarganya diberitahu tentang apa yang sedang terjadi dan apa yang bisa diharapkan.
2) Asuhan kala II
Asuhan yang diberikan pada kala II menurut Sulistyawati &
Nugraheny (2013), meliputi:
a) Pemantauan ibu (1) Kontraksi
Kontraksi uterus harus selalu dipantau selama kala II persalinan, karena selain dorongan meneran pasien, kontraksi uterus merupakan kunci dari proses persalinan kala II dengan frekuensi lebih dari 3 kali dalam 10 menit, intensitas kontraksi kuat, durasi lebih dari 40 detik.
(2) Tanda-tanda kala II
Bidan harus dapat mengidentifikasi keadaan pasien mengenai tanda-tanda yang khas dari kala II sebagai patokan untuk melaksanakan asuahan persalinan kala II yang tepat, kepastian dari diagnosis prsalinan kala II sangat menentukan
proses persalinan kala II itu sendiri. Beberapa kriteria pasien sudah dalam persalinan kala II:
(a) Merasa ingin meneran dan biasanya sudah tidak bisa menahannya
(b) Perineum menonjol
(c) Mersa seperti ingin buang air besar (d) Lubang vagina dan sfingter ani membuka
(e) Jumlah pengeluaran air ketuban meningkat (jika ketuban sudah pecah).
(3) Tanda vital
Pemeriksaan tanda vital sangat perlu dilakukan dengan frekuensi yang meningkat dibandingkan pemeriksaan pada kala I. Tujuan dilakukukan pemeriksaan untuk mendeteksi kemungkinan adanya penyulit persalinan. Tekanan darah diperiksa tiap setiap 15 menit dengan waktu pemeriksaaan diantara dua kontraksi. Hasil yang didapat adalah kenaikan sistol 10 mmHg diatas rata-rata dan nilai normal. Tanda vital lain seperti suhu, nadi, dan pernapasan diperiksa setiap jam.
(4) Kandung kemih
Pematauan kandung kemih selama kala II merupakan lanjutan dari pemantauan kala I, selama kala I bidan berusaha sedapat mungkin agar pasien dapat berkemih secara alamiah. Namun jika ditemukan adanya distensi pada kandung kemih, bidan
perlu memepertimbangkan untuk pemasangan kateter.
Beberapa pertimbangan bidan untuk melakukan pemasangan kateter, yaitu:
(a) Ketidaknyamanan bagi pasen.
(b) Kandung kemih memang perlu dikosongkan dikarenakan distensi, tidak berkemih selama 2 jam terakhir, dan jenis intake cairan terakhir kali.
(c) Peningkatan risiko infeksi kandung kemih disebabkan kateter.
(d) Sebagai antisipasi komplikasi yang mungkin terjadi, seperti perdarahan, partus lama, dan distosia bahu.
(5) Hidrasi
Pemberian hidrasi pada kala II didasarkan pada perubahan fisiologi pada pasien yang mengalami peningkatan suhu sehingga akan mengeluarkan lebih banyak keringat. Keadaan ini semakin bertambah jika ruangan tidak tdilengkapi pendingin ruangan. Tindakan hidrasi dalam kondisi ini menjadi sangat vital jika pasien lemah sehingga pasien perlu mendapatkan suplai energi berupa minuman yang manis.
(6) Kemajuan persalinan
Kriteria kemajuan persalinan hasil dari upaya mendorong paisen yang efektif, yakni:
(a) Penonjolan perineum
(b) Pembukaan anus (c) Mekanisme persalinan
(d) Pada tahap selanjutnya semakin terlihatnya bagian terbawah janin di jalan lahir.
(7) Integritas perineum
Pemantauan perineum, bidan mengidentifikasi elastisistas perineum dan kondisis pasien serta taksiran berat janin (TBJ) untuk membuat keputusan dilakukannya episiotomi.
b) Pemantauan janin
(1) Saat bayi belum lahir (a) DJJ
Sebagai indikator kesejahteraan janin, diperiksa tiap 30 menit (normal 120-160 kali/ menit) dan dituliskan dalam partograf.
(b) Bagian terendah janin
Hal ini berkaitan dengan posisi ubun-ubun kecil jika janin dengan presentasi kepala, letak muka, atau ubun- ubun besar yang mengindikaiskan kesulitan dalam proses kelahiran kepala. Pemantauan molase menilai apakah proses penyesuaian kepala janin dengan jalan lahir.
(c) Penurunan bagian terendah janin
Hal ini berkaitan dengan proses kemajuan persalinan.
Penurunan kepala yang lambat disertai dengan DJJ abnormal mengindikasikan lilitan tali pusat.
(2) Saat bayi sudah lahir
Penilaian awal yaitu tangisannya, nafasnya tanpa kesulitan atau tidak, dan bergerak aktif atau lemas (JNPK-KR, 2014).
c) Melakukan amniotomi dan episiotomi
Menurut Sulistyawati dan Nugraheny (2013), amniotomi dan episiotomi yaitu:
(1) Amniotomi adalah tindakan untuk membuka selaput ketuban atau amnion dengan cara membuat robekan kecil yang kemudian akan melebar secara spontan akibat gaya berat cairan dan adanya tekanan dalam rongga amnion. Tindakan dilakukan saat pembukaan lengkap atau hampir lengkap agar penyelesaian proses persalinan berlangsung sebagaimana mestinya. Apabila pemeriksaan dalam teraba bagian-bagian kecil janin, maka jangan sekali-kali memecahkan ketuban karena akan menyebabkan penyulit persalinan.
(2) Episiotomi adalah insisi dari perineum untuk memudahkan persalinan dan mencegah ruptur perineum totalis. Indikasi episiotomi mempercepat persalinan jika terdapat hal berikut:
(a) Gawat janin dan janin akan segera dilahirkan dengan tindakan.
(b) Penyulit kelahiran pervaginam misalnya karena bayi sungsang, distosia bahu, ekstraksi vakum, atau forsep.
(c) Jaringan pada perineum atau vagina yang memperlambat kemajuan persalinan.
Menurut Fraser & Cooper (2009), tipe insisi pada perineum meliputi :
(a) Mediolateral: insisi ini dimulai dari titik tengah fourchette dan diarahkan 45° dari garis tengah menuju titik tengah antara tuberositas iskia dan anus.
(b) Median: insisi ini merupakan insisi garis tengah yang mengikuti garis alami insersi otot perineal.
d. Persalinan Kala III
1) Mekanisme Pelepasan Plasenta
Menurut Rohani, Swatika, & Marisah (2013), pemisahan plasenta ditimbulkan dari kontraksi dan retraksi miometrium sehingga mempertebal dinding uterus dan mengurangi ukuran area plasenta.
Area plasenta menjadi lebih kecil sehingga plasenta mulai memisahkan diri dari dinding uterus karena plasenta tidak elastis seperti uterus dan tidak dapat berkontraksi atau beretraksi. Pada area pemisahan, bekuan darah retroplasenta terbentuk. Berat bekuan darah ini menambah tekanan pada plasenta dan selanjutnya membantu pemisahan. Kontraksi uterus yang selanjutnya akan melepaskan keseluruhan plasenta dari uterus dan mendorongnya keluar vagina
disertai dengan pengeluaran selaput ketuban dan bekuan darah retroplasenta. Ada dua metode untuk pelepasan plasenta, yaitu sebagai berikut :
a) Metode Schultze
Plasenta terlepas dari satu titik dan merosot ke vagina melalui lubang dalam kantong amnion, permukaan fetal plasenta muncul pada vulva dengan selaput ketuban yang mengikuti dibelakang seperti payung terbalik saat terkelupas dari dinding uterus.
b) Metode Matthews Duncan
Plasenta turun melalui bagian samping dan masuk ke vulva dengan pembatas lateral terlebih dahulu seperti kancing yang memasuki lubang baju, bagian plasenta tidak berada dalam kantong.
Fase pengeluaran plasenta adalah sebagai berikut : a) Kustner
Meletakkan tangan disertai tekanan di atas simfisis, tali pusat ditegangkan, maka bila tali pusat masuk berarti plasenta belum lepas, tetapi bila diam atau maju berarti plasenta sudah lepas.
b) Klien
Sewaktu ada his, rahim didorong sedikit, bila tali pusat kembali berarti plasenta belum lepas, tetapi bila diam atau turun berarti plasenta sudah lepas.
c) Strassman
Menegangkan tali pusat dan ketok pada fundus, bila tali pusat bergetar berarti plasenta belum lepas, tetapi bila tidak bergetar berarti plasenta sudah lepas.
Normalnya, pelepasan plasenta ini berkisar ¼ - ½ jam sesudah bayi lahir, namun bila terjadi banyak perdarahan atau bila pada persalinan sebelumnya ada riwayat perdarahan postpartum, maka tidak boleh menunggu, sebaiknya plasenta dikeluarkan dengan tangan. Selain itu, bila perdarahan sudah lebih dari 500 cc atau satu nierbeken, sebaiknya plasenta langsung dikeluarkan.
Tanda – tanda pelepasan plasenta adalah sebagai berikut:
a) Bentuk uterus berubah menjadi globular dan terjadinya perubahan tinggi fundus.
b) Tali pusat memanjang.
c) Semburan darah tiba – tiba.
2) Manajemen Aktif Kala III a) Tujuan
Tujuan manajemen aktif kala III adalah untuk menghasilkan kontraksi uterus yang lebih efektif sehingga dapat mempersingkat waktu setiap kala, mencegah perdarahan, dan menggurangi kehilangan darah kala III persalinan jika dibandingkan kala III fisiologis.
b) Keuntungan
Keuntungan–keuntungan manajemen aktif kala III adalah sebagai berikut :
(1) Persalinan kala III yang lebih singkat (2) Mengurangi jumlah kehilangan darah (3) Mengurangi kejadian retensio plasenta
c) Langkah – Langkah Utama Manajemen Aktif Kala III
Menurut Rohani, Saswita, & Marisah (2013), manajemen aktif kala III terdiri atas tiga langkah utama, yaitu sebagai berikut : (1) Pemberian suntikan oksitosin dalam 1 menit pertama setelah
bayi lahir
(2) Melakukan penegangan tali pusat terkendali (PTT) (3) Masase fundus uteri
Selain itu, hal yang juga penting untuk dilakukan adalah mengetahui apakah terjadi robekan jalan lahir dan perineum dengan cara melakukan pemeriksaan dengan menggunakan ibu jari telunjuk dan tengah tangan kanan yang telah dibalut kasa untuk memeriksa bagian dalam vagina, bila ada kecurigaan robekan pada serviks dapat dialkukan pemeriksaan dengan spekulum untuk memastikan lokasi robekan serviks. Laserasi perineum dapat diklasifikasi menjadi 4 yaitu:
(a) Derajat satu : mukosa vagina, komisura posterior, dan kulit (b) Derajat dua : derajat satu + otot perineum
(c) Derajat tiga : derajat dua + otot sfingter ani
(d) Derajat empat : derajat tiga + dinding depan rectum
Catatan: jika plasenta belum lahir dalam waktu 15 menit, berikan oksitosin 10 IU secara IM dosis kedua. Periksa kandung kemih, jika penuh, gunakan kateter, ulangi kembali PTT dan tekanan dorsokranial. Nasehati keluarga jika plasenta belum lahir dalam waktu 30 menit mungkin diperlukan rujukan. Pada menit ke- 30, coba lagi melahirkan plasenta dengan melakukan PTT untuk terakhir kalinya. Jika plasenta tidak lahir, rujuk segera.
3) Kebutuhan Ibu pada kala III
Ibu pada kala ini secara fisik mengalami suatu keadaan yang lelah setelah proses persalinan. Ibu membutuhkan rasa nyaman dan tenang untuk istirahat. Selain itu, nutrisi dan cairan penting untuk mengembalikan energi dan kondisi ibu setelah proses persalinan.
Secara psikologis ibu pada saat ini merasakan kebahagiaan dan perasaan senang karena bayinya telah lahir. Ibu membutuhkan kedekatan dengan bayinya dan perhatian dari orang yang ada di dekatnya untuk membantu agar ia dapat memeluk ataupun dapat mendekap bayi.
d. Asuhan Kebidanan Ibu Bersalin Kala IV 1) Perubahan Fisiologis pada Kala IV
Menurut Jenny J.S. Sondakh (2013), perubahan fisiologis pada kala IV meliputi:
a) Uterus
Uterus terletak di tengah abdomen kurang lebih 2/3 sampai 3/4, antara simfisis pubis sampai umbilikus. Jika uterus ditemukan di bagian tengah, di atas umbilikus, maka hal tersebut menandakan adanya darah dan bekuan di dalam uterus yang perlu ditekan dan dikeluarkan. Uterus yang berada di atas umbilikus dan bergeser, paling umum ke kanan, cenderung menandakan kandung kemih penuh. Uterus berkontraksi normal harus keras ketika disentuh.
b) Serviks, Vagina, dan Perineum
Keadaan serviks, vagina, dan perineum diinspeksi untuk melihat adanya laserasi, memar, dan pembentukan hematoma awal.
Oleh karena inspeksi serviks dapat menyakitkan bagi ibu, maka hanya dilakukan jika ada indikasi.
c) Penjahitan Episiotomi dan Laserasi
Penjahitan episiotomi dan laserasi membutuhkan pengetahuan anatomi perineum, tipe jahitan, hemostasis, pembedahan asepsis, dan penyembuhan luka.
2) Pemantauan dan Evaluasi Lanjut
Pemantauan dilakukan secara berkala dan dilakukan pendokumentasian pada lembar belakang partograf (bagian kala IV).
Tabel 2.1 Catatan Asuhan dan Temuan Pada Kala IV
Waktu Tekanan
Darah Nadi Suh
u TFU Kontraksi
Uterus Kandung
Kemih Perda- rahan
1
2
Masalah kala IV………...
Penatalaksanaan masalah tersebut………….………....
Hasilnya……….………....
Sumber: Rohani, Saswita & Marisah, 2013.
Kandung kemih dikaji sekali lagi menjelang akhir waktu kala IV dan harus dikosongkan jika penuh karena dapat menggeser uterus.
Hipotonis kandung kemih dapat menyebabkan hilangnya keinginan untuk berkemih. Ibu sebaiknya selalu didorong untuk berkemih sendiri sebelum tindakan kateterisasi dilakukan karena tindakan ini dapat meningkatkaan kejadian infeksi dan menimbulkan rasa yang tidak nyaman.
Pemantauan selama kala IV dilakukan secara menyeluruh.
Pemantauan dilakukan pada tekanan darah, suhu, dan tanda vital lainnya; tonus uterus dan kontraksi; tinggi fundus uteri; kandung kemih;
serta perdarahan pervaginam. Palaksanaan pemantauan dilakukan setiap 15 menit pada satu jam pertama pasca persalinan dan dilanjutkan dengan setiap 30 menit setelah jam kedua pasca persalinan. Hasil observasi dan ashuan dicatat di dalam lembar observasi dan
didokumentasikan seperti asuhan yang lain di dalam partograf (lembar belakang kala IV) (Rohani, Swatika .R dan Marisah, 2013).
3) Penjahitan luka episiotomi atau laserasi
Menurut Rohani, Swatika, & Marisah (2013), prinsip dasar penjahitan perineum adalah sebagai berikut:
a) Ibu dalam posisi litotomi
b) Penggunaan caahaya yang cukup terang c) Anatomi dapat dilihat dengan jelas d) Tindakan cepat
e) Teknik yang steril f) Bekerja hati-hati
g) Hati-hati jangan sampai kasa/kapaas tertinggal dalam vagina
h) Penjelasan dan pendekatan yang peka terhadap perasaan ibu selama tindakan.
i) Pentingnya tindak lanjut jangka panjang untuk menilai teknik dan pemilihan bahan untuk penjahitan.
2.2 Konsep Manajemen Kebidanan Persalinan 2.2.1 Manajemen Kebidanan Kala I
a. Pengkajian 1) Data Subjektif
a) Biodata
Nama : Membuat komunikasi antara bidan dan pasien menjadi lebih akrab
Usia : Digunakan untuk menentukan apakah ibu dalam persalinan berisiko karena usia atau tidak
Agama : Sebagai dasar dalam memberikan dukungan mental dan spiritual terhadap pasien dan keluarga sebelum dan saat persalinan.
Pendidikan : Sebagai dasar bidan untuk menentukan metode yang paling tepat dalam penyampaian informasi.
Pekerjaan : Menggambarkan tingkat sosial ekonomi, pola sosialisasi dan data pendukung dalam menentukan pola komunikasi yang akan dipilih selama asuhan.
Suku/bangsa : Berhubungan dengan sosial budaya yang dianut oleh pasien dan keluarga yang berkaitan dengan persalinan.
Alamat : Memberi gambaran mengenai jarak dan waktu yang ditempuh pasien menuju lokasi persalinan.
Berkaitan dengan keluhan terakhir atau tanda persalinan yang disampaikan dengan patokan saat terakhir sebelum berangkat ke lokasi persalinan (Sulistyawati & Nugraheny, 2013).
b) Keluhan Utama
Ditanyakan untuk mengetahui alasan pasien datang ke fasilitas pelayanan. Pada persalinan, informasi yang harus didapat dari pasien adalah kapan mulai terasa ada kencang-kencang di perut,
bagaimana intensitas dan frekuensinya, apakah ada pengeluaran cairan dari vagina yang berbeda dari air kemih, apakah sudah ada pengeluaran lendir darah serta pergerakan janin untuk memastikan kesejahteraannya (Sulistyawati & Nugraheny, 2013).
c) Status Perkawinan
Sebagai gambaran mengenai suasana rumah tangga pasangan serta kepastian mengenai siapa yang akan mendampingi persalinan.
Data yang dikaji adalah: usia menikah petama kali, status pernikahan sah/tidak, lama pernikahan dan perkawinan yang sekarang dengan suami yang keberapa (Sulistyawati & Nugraheny, 2013).
d) Riwayat Menstruasi
Data yang harus dikaji dari riwayat menstruasi adalah menarche (usia pertama kali mengalami menstruasi), siklus menstruasi (jarak antara menstruasi yang dialami dengan menstruasi berikutnya dalam hitungan hari), volume (banyaknya darah menstruasi yang dikeluarkan), keluhan disaat mengalami menstruasi (Sulistyawati & Nugraheny, 2013). Hari Pertama Haid Terakhir (HPHT) merupakan data dasar yang diperlukan untuk menetukan usia kehamilan, apakah cukup bulan atau prematur.
Hari Perkiraan Lahir (HPL) digunakan untuk menentukan perkiraan bayi dilahirkan, dimana dihitung dari HPHT (Rohani, Saswita R., & Marisah, 2013).
e) Riwayat kehamilan, persalinan, nifas dan kontrasepsi yang lalu Riwayat kehamilan diperlukan penjelasan tentang jumlah gravida dan para untuk mengidentifikasi masalah potensial pada kelahiran kali ini dan periode pascapartum. Paritas/para mempengaruhi durasi persalinan dan insiden komplikasi. Semakin tinggi paritas insiden abrupsio plasenta, plasenta previa, perdarahan uterus, dan mortalitas juga meningkat.
Data persalinan diperlukan informasi tentang jarak antara dua kelahiran, tempat melahirkan, cara melahirkan (spontan, vakum, forsep atau operasi), masalah atau gangguan yang timbul pada saat hamil dan melahirkan seperti perdarahan, letak sunsang, pre eklamsi dsb, berat dan panjang bayi waktu lahir, jenis kelamin, kelainan yang menyertai bayi, bila bayi meninggal apa penyebabnya.
Data nifas diperlukan untuk mengetahui apakah dalam riwayat nifas yang lalu ibu ada penyulit atau kelainan yang akan mempengaruhi persalinan sekarang,
Riwayat kontrasepsi meliputi jenis kontrasepsi yang pernah digunakan, efek samping, alasan berhenti menggunakan kontrasepsi dan lama penggunaan kontrasepsi (Rohani, Saswita R.,
& Marisah, 2013).
f) Riwayat Kehamilan Sekarang
Diperlukan untuk mengidentifikasi masalah ptensial yang mungkin dapat terjadi dalam proses persalinan dan setelah melahirkan (Rohani, Saswita R., & Marisah, 2013).
g) Riwayat Kesehatan
Digunakan sebagai peringatan akan adanya penyulit saat persalinan. Beberapa data penting tentang riwayat kesehatan pasien adalah pernah atau sedang menderita penyakit jantung, diabetes mellitus, ginjal, hipertensi, hipotensi, hepatitis atau anemia (Sulistyawati & Nugraheny, 2013).
h) Riwayat Kesehatan Keluarga
Menentukan adanya keturunan kembar, dibetes mellitus, hepatitis, hipertensi, penyakit jantung, tuberculosis, dan lain-lain (Wildan & Hidayat, 2008).
i) Pola Kebiasaan Sehari-hari
Menurut Sulistyawati & Nugraheny (2013), pola kebiasaan sehari-hari, meliputi:
(1) Pola Makan
Mengetahui gambaran bagaimana pasien mencukupi asupan gizinya selama hamil sampai dengan masa awal persalinan. Data fokusnya adalah kapan atau jam berapa terakhir kali makan, serta jenis dan jumlah makanan yang dimakan.
(2) Pola Minum
Mengetahui intake cairan sangat penting untuk menentukan kecenderungan terjadinya dehidrasi. Data fokusnya adalah kapan terakhir kali minum, jumlah yang diminum dan jenis minuman.
(3) Pola Istirahat
Istirahat sangat diperlukan untuk mempersiapkan energy menghadapi proses persalinan, data fokusnya adalah kapan terakhir tidur, berapa lama dan aktivitas sehari-hari. Data ini perlu dikaji karena dapat memberikan gambaran tentang seberapa berat aktivitas yang biasa dilakukan pasien dirumah.
(4) Personal hygiene
Data berkaitan dengan kenyamanan pasien dalam menjalani proses persalinannya. Data fokusnya adalah kapan terkahir mandi, ganti baju dan ganti pakaian dalam.
(5) Pola eliminasi
Data fokusnya yaitu kapan terakhir buang air besar (BAB) dan terkahir buang air kecil (BAK) (Muslihatun, Mufdlilah, &
Setiyawati, 2013).
j) Respon keluarga terhadap persalinan
Respon yang positif dari keluarga terhadap persalinan akan mempercepat proses adaptasi dalam menerima kondisi dan perannya . data dapat dikaji dengan menanyakan langsung kepada
pasien dan keluarga. Ekspresi wajah yang ditampilkan dapat memberikan petunjuk tentang bagaimana respons terhadap kelahiran ini (Sulistyawati & Nugraheny, 2013).
k) Adat Istiadat setempat yang berkaitan dengan Persalinan
Untuk mendapatkan data ini bidan perlu melakukan pendekatan terhadap keluarga pasien, terutama orang tua. Ada beberapa kebiasaan yang dilakukan ketika anak atau kelurganya menghadapi persalinan dan sangat tidak bijaksana bagi bidan jika tidak menghargai apa yang mereka lakukan. Selama tidak membahayakan pasien, sebaiknya tetap difasilitasi karena ada efek psikologis yang positif untuk pasien dan keluarga (Sulistyawati &
Nugraheny, 2013). Misalnya, seperti adat panamou, tradisi pengasingan wanita suku Naulu di Maluku. Saat tiba masa melahirkan, ibu akan menempati sebuah bangunan dengan ukuran 2×2 meter dengan sebuah tempat tidur saja. Ibu yang diasingkan ini akan hidup sendirian di sebuah kebun atau bahkan pinggiran hutan.
Ketika melahirkan, ibu hanya dibantu oleh seorang dukun beranak dengan alat bantu seadanya. Kemudian ibu juga tak langsung dipertemukan dengan keluarga, karena mereka masih harus melewati masa pengasingan selama dua minggu.
2) Data Objektif
Data dikumpulkan guna melengkapi data untuk megakkan diagnosis.
a) Keadaan Umum
Menurut Sulistyawati & Nugraheny (2013), data di dapat dengan mengamati keadaan pasien secara keseluruhan, meliputi:
(1) Baik
Jika pasien memperlihatkan respon yang baik terhadap lingkungan dan orang lain, serta secara fisik pasien tidak mengalami ketergantungan dalam berjalan.
(2) Lemah
Pasien kurang atau tidak memberikan respon yang baik terhadap lingkungan dan orang lain dan pasien sudah tidak mampu berjalan sendiri.
b) Kesadaran
Untuk mendapatkan gambaran tentang kesadaran pasien, kita dapat melakukan pengkajian derajat kesadaran pasien dari keadaan komposmentis (kesadaran maksimal) sampai dengan koma (pasien tidak dalam keadaan sadar) (Sulistyawati & Nugraheny, 2013).
c) Tanda Vital
Untuk mengenali dan mendeteksi kelainan dan penyulit atau komplikasi yang berhubungan dengan tanda-tanda vital pasien, yang meliputi:
(1) Tekanan Darah
Kenaikan atau penurunan tekanan darah merupakan indikasi adanya gangguan hipertensi dalam kehamilan atau syok. Peningkatan tekanan darah sistol dan diastol dalam batas
normal dapat mengindikasikan ansietas atau nyeri. Diukur setiap 4 jam. (Rohani, Saswita, & Marisah, 2013).
(2) Nadi
Peningkatan denyut nadi dapat menunjukkan adanya infeksi, syok, ansietas atau dehidrasi. Nadi yang normal menunjukkan pasien dalam kondisi baik, jika tidak lebih dari 100 kali per menit (Rohani, Saswita, & Marisah, 2013).
(3) Pernafasan
Peningkatan frekuensi pernafasan dapat menunjukkan ansietas atau syok (Rohani, Saswita, & Marisah, 2013).
(4) Suhu
Peningkatan suhu menunjukkan adanya proses infeksi atau dehidrasi. Suhu tubuh pasien harus dalam rentang yang normal, suhu diukur setiap 4 jam (Rohani, Saswita, & Marisah, 2013).
Menurut Sulistyawati & Nugraheny (2013), untuk menilai kelainan yang dapat mempersulit proses persalinan meliputi : d) Mata
Dikaji apakah konjungtiva pucat (apabila terjadi kepucatan pada konjungtiva maka mengindikasikan terjadinya anemia pada pasien yang mungkin dapat menjadi komplikasi pada persalinannya), dikaji sclera, kebersihan, kelainan pada mata dan
gangguan penglihatan (rabun jauh/dekat) (Rohani, Saswita, &
Marisah, 2013).
e) Mulut 1) Bibir
Dikaji apakah ada kepucatan pada bibir (apabila terjadi kepucatan pada bibir maka mengindikasikan terjadinya anemia pada pasien yang mungkin dapat menjadi komplikasi pada persalinannya), integritas jaringan (lembab, kering atau pecah- pecah) (Rohani, Saswita, & Marisah, 2013).
2) Gigi
Dikaji tentang adanya karies gigi (Sulistyawati &
Nugraheny, 2013).
f) Leher
Digunakan untuk mengetahui apakah ada kelainan atau pembesaran pada kelenjar getah bening serta adanya parotitis (Sulistyawati & Nugraheny, 2013).
g) Payudara
Dikaji apakah ada kelainan bentuk pada payudara, apakah ada perbedaan besar pada masing-masing payudara, adakah hiperpigmentasi pada areola, apakah teraba massa, nyeri atau tidak pada payudara, kolostrum, keadaan puting (menonjol, datar atau masuk ke dalam), kebersihan, bentuk Breast Holder (BH) (Sulistyawati & Nugraheny, 2013).
h) Perut
Digunakan untuk menilai adanya kelainan pada abdomen serta memantau kesejahteraan janin, kontraksi uterus dan menentukan kemajuan proses persalinan (Sulistyawati & Nugraheny, 2013), seperti:
(1) Bekas operasi sesar
Tanda bekas luka operasi digunakan untuk melihat apakah ibu pernah mengalami operasi (seksio sesaria), sehingga dapat ditentukan tindakan selanjutnya (Rohani, Saswita, & Marisah, 2013).
(2) Pemeriksaan Leopold
Menurut Rohani, Rini Saswita, dan Marisah (2013), pemeriksaan leopold digunakan untuk mengetahui letak, presentasi, posisi, dan variasi janin.
Pemeriksaan leopold terdiri dari 4 langkah yaitu:
a) Leopold I: untuk mengetahui letak fundus uteri dan bagian lain yang terdapat pada bagian fundus uteri.
b) Leopold II: untuk menentukan punggung dan bagian kecil janin di sepanjang sisi maternal
c) Leopold III: untuk membedakan bagian persentasi dari janin dan sudah masuk dalam pintu panggul
d) Leopold IV: untuk meyakinkan hasil yang ditemukan pada pemeriksaan Leopold III dan untuk mengetahui sejauh
mana bagian presentasi sudah masuk pintu atas panggul.
Memberikan informasi tentang bagian presentasi: bokong atau kepala.
Tabel 2.2 Penurunan Kepala Janin Menurut Sistem Perlimaan Periksa luar Periksa
dalam Keterangan
= 5/5
Kepala diatas PAP mudah digerakkan
= 4/5
H I – II Sulit digerakkan, bagian terbesar kepala belum masuk panggul
= 3/5
H II – III Bagian terbesar kepala belum masuk panggul
= 2/5
H III + Bagian terbesar kepala sudah masuk panggul
= 1/5 H III–IV Kepala di dasar panggul
= 0/5 H IV Di perineum
Sumber: Rohani, Saswita, & Marisah, 2013.
(3) Kontraksi Uterus
Frekuensi, durasi dan intensitas kontraksi digunakan untuk menentukan status persalinan (Rohani, Saswita, & Marisah, 2013).
(4) Denyut Jantung Janin (DJJ)
Normal apabila DJJ terdengar 120-160 kali per menit (Rohani, Saswita, & Marisah, 2013).
(5) Palpasi Kandung Kemih.
i) Ekstremitas
Untuk menilai adanya kelainan pada ekstremitas yang dapat menghambat atau mempengaruhi proses persalinan yang meliputi mengkaji adanya odema dan varises (Sulistyawati & Nugraheny, 2013).
j) Genital
Menurut Sulistyawati & Nugraheny (2013) yang perlu dikaji adalah tanda-tanda inpartu, kemajuan persalinan, hygiene pasien dan adanya tanda-tanda infeksi vagina, meliputi:
(1) Kebersihan
(2) Pengeluaran pervaginam
Adanya pengeluaran lendir darah (blood show) (3) Tanda-tanda infeksi vagina
(4) Pemeriksaan dalam
Menurut Jenny J.S. Sondakh (2013), pemeriksaan dalam meliputi langkah sebagai berikut :
(a) Pemeriksaan genetalia eksterna, memperhatikan adanya luka atau masa (benjolan) termasuk kondilomata, varikositas vulva atau rectum, atau luka parut di perineum.
Luka parut di vagina mengindikasi adanya riwayat robekan perineum atau tindakan episiotomy sebelumnya, hal ini merupakan informasi penting untuk menentukan tindakan pada saat kelahiran bayi.
(b) Penilaian cairan vagina dan menentukan adanya bercak darah, perdarahan pervaginam atau mekonium, jika ada perdarahan pervaginam maka tidak dilakukan pemeriksaan dalam. Jika ketuban sudah pecah, melihat warna dan bau air ketuban. Jika terjadi pewarnaan mekonium, nilai kental atau encer dan periksa detak jantung janin (DJJ) dan nilai apakah perlu dirujuk segera.
(c) Menilai pembukaan dan penipisan serviks
(d) Memastikan tali pusat dan bagian-bagian kecil (tangan atau kaki) tidak teraba pada saat melakukan pemeriksaan dalam.
Jika terjadi, maka segera rujuk.
(e) Menilai penurunan bagian terbawah janin dan menentukan bagian tersebut telah masuk ke dalam rongga panggul.
Menentukan kemajuan persalinan dengan cara membandingkan tingkat penurunan kepala dari hasil pemeriksaan dalam dengan hasil pemeriksaan melalui dinding abdomen (perlimaan).
(f) Jika bagian terbawah adalah kepala, memastikan penunjuknya (ubun-ubun kecil, ubun-ubun besar, atau fontanela magna) dan celah (sutura) sagitalis untuk menilai derajat penyusupan atau tumpang tindih tulang kepala dan apakah ukuran kepala janin sesuai dengan ukuran jalan lahir.
k) Anus
Digunakan untuk mengetahui kelainan pada anus seperti hemoroid (Sulistyawati & Nugraheny, 2013).
l) Data Penunjang
Menurut Sulistyawati & Nugraheny (2013), data penunjang digunakan untuk mengetahui keadaan ibu dan janin untuk mendukung proses persalinan, seperti :
(1) USG
(2) Laboratorium meliputi: kadar hemoglobin (Hb), golongan darah
b. Identifikasi Diagnosa dan Masalah
Diagnosa : G_ P_ _ _ _ Ab _ _ _ UK _ _ minggu Kala I fase laten/
aktif persalinan dengan keadaan ibu dan janin____
(Sulistyawati & Nugraheny, 2013).
Data Subjektif : Ibu mengatakan merasa ingin melahirkan sejak pukul … Data Objektif :
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Komposmentis
TD : 90/60-120/80 mmHg
Nadi : 80-100x/menit
RR : 16-24x/menit
Suhu : 36,5 – 37,5 C
TB : ... cm
BB hamil : ... kg
TP : ...
LILA : ... cm
Palpasi Abdomen
Leopold I : TFU sesuai dengan usia kehamilan, teraba bokong.
Leopold II : Teraba punggung kanan/kiri.
Leopold III : Teraba kepala pada bagian terendah, sudah masuk PAP.
Leopold IV : Konvergen/ sejajar/ divergen.
Auskultasi : DJJ 120 – 160 x/menit.
Hasil pemeriksaan dalam :
1) Genetalia eksterna : tidak ada luka/ masa (benjolan), kondilomata, varikositas vulva/ rectum, dan luka parut di perineum.
2) Cairan vagina : ada lendir darah.
3) Pembukaan : 1/ 2/ 3 cm 4) Penipisan : 25%
5) Ketuban : utuh.
6) Tidak teraba bagian kecil atau berdenyut di sekitar kepala bayi.
7) Hodge II
8) Bagian terdahulu dan bagian terendah belum teraba.
9) Molage : 0 (tidak ada) Masalah:
Menurut Sulistyawati & Nugraheny (2013), masalah yang dapat timbul seperti:
1) Ibu merasa takut dengan proses persalinan
Subjektif : ibu mengatakan merasa takut dengan proses persalinan yang akan dialaminya
Objektif : ibu terlihat cemas
2) Tidak tahan dengan nyeri akibat kontraksi
Subjektif : ibu mengatakan tidak tahan dengan nyeri yang dirasakannya.
Objektif : ibu tampak kesakitan dan kontraksi teraba semakin kuat.
c. Merumuskan Diagnosis/Masalah Potensial
Menurut Sulistyawati & Nugraheny (2013), berikut adalah diagnosa potensial yang mungkin terjadi berdasarkan rangkaian masalah yang ada : 1) Perdarahan intrapartum
2) Partus lama
d. Mengidentifikasi dan menetapkan kebutuhan yang memerlukan penanganan segera
Tahap ini digunakan apabila terjadi situasi darurat dimana harus segera melakukan tindakan untuk menyelamatkan pasien (Sulistyawati &
Nugraheny, 2013).
e. Intervensi
Tujuan : Ibu dan janin dalam keadaan baik persalinan kala I berjalan normal tanpa komplikasi.
Kriteria Hasil (KH) :
TD : 130-100/ 90-70 mmHg Nadi : 80-100x/ menit
Suhu : 36,5-37,50C DJJ : 120-160x/menit
Kontraksi semakin adekuat secara teratur.
Warna dan adanya air ketuban normal yaitu utuh/ jernih.
Penyusupan (molase) tulang kepala janin normal yaitu 0/ 1