• Tidak ada hasil yang ditemukan

Untitled - Portal Publikasi Badan Litbang Kehutanan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "Untitled - Portal Publikasi Badan Litbang Kehutanan"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Laman Jurnal: ejournal.forda-mof.org/ejournal-litbang/index.php/GLM p-ISSN 2723-4924 e-ISSN 2723-5084

Jurnal Galam adalah publikasi ilmiah yang memuat karya tulis ilmiah hasil penelitian dan sintesis hasil penelitian bidang lingkungan hidup dan kehutanan yang meliputi silvikultur, mikrobiologi hutan, ekologi, perencanaan, biometrik, teknologi hasil hutan, konservasi hutan, sosial, ekonomi, kebijakan, dan dampak lingkungan. Jurnal ini terbit berkala dua kali dalam setahun (Agustus dan Februari). Terbit pertama kali tahun 1998 sebagai publikasi ilmiah populer dan beberapa kali mengalami perubahan ISSN karena adanya perubahan nama institusi, Perubahan terakhir pada tahun 2015 sebagai publikasi ilimiah semi populer dengan ISSN: 2460-0652. Pada tahun 2020 berubah nama menjadi Jurnal Galam dengan p-ISSN 2723-4924 dan e-ISSN 2723-5084.

Journal Galam is a scientific publication that includes scientific papers from research result and systematic reviews of research results in the field of environment and forestry including silviculture, forest microbiology, ecology, management, biometrics, forest products, forest conservation, social, economy, policy and environmental impact. This journal is issued periodically twice a year (August and Pebruary). It was first published in 1998 as popular publication and experiencing several changes following the institutional changes. First published in 2015 as semi popular publication with the name Galam (ISSN 2460-0652), then in 2020 it is changed into Journal Galam (p-ISSN 2723-4924 and e-ISSN 2723-5084).

Diterbitkan oleh (Published by):

Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Banjarbaru (Banjarbaru Environment and Forestry Research and Development Institute)

Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi (Research, Development and Innovation Agency) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Ministry of Environment and Forestry Republic of Indonesia)

Proses Review (Review Process):

Setiap naskah yang masuk akan dikoreksi oleh dua Mitra Bestari (Reviewer) dan satu Editor Each incoming paper will be reviewed by two Reviewers and one Editor

Submit Online (Online Submission):

https://ejournal.forda-mof.org/ejournal-litbang/index.php/GLM E-mail: [email protected]

Alamat Redaksi :

Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Banjarbaru Jl. A. Yani Km. 28,7, Kelurahan Guntung Manggis, Kecamatan Landasan Ulin,

Kota Banjarbaru, Provinsi Kalimantan Selatan, Indonesia Kode Pos: 70721, Kotak Pos 1065,

Telp. (0511) 4707872, Fax. (0511) 4707872 E-mail: [email protected] Website : http://banjarbaru.litbang.menlhk.go.id/

(3)

Laman Jurnal: ejournal.forda-mof.org/ejournal-litbang/index.php/GLM p-ISSN 2723-4924 e-ISSN 2723-5084

i

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI

BALAI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN BANJARBARU

Jurnal Galam VOL. 1 No.1 Hal. 1-60 Banjarbaru Agustus 2020

ISSN p-ISSN 2723-4924 e-ISSN 2723-5084

(4)

Laman Jurnal: ejournal.forda-mof.org/ejournal-litbang/index.php/GLM p-ISSN 2723-4924 e-ISSN 2723-5084

ii

DEWAN REDAKSI Ketua Merangkap Anggota

(Editor Board):

M. Abdul Qirom, S.Hut., M.Si.

Biometrika Hutan, Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Banjarbaru

Anggota (Members):

Prof. (Ris) Dr. Drs. Acep Akbar, M.P.

Silvikultur, Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Banjarbaru Dr. Ir. Maman Turjaman, DEA.

Mikologi, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan

Dr. Dony Rachmanadi, S.Hut., M.Si.

Silvikultur, Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Banjarbaru Tri Wira Yuwati, S Hut., M.Sc.

Silvikultur, Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Banjarbaru

Mitra Bestari (Peer reviewer):

Prof. Dr. Ir. Cahyono Agus DK, M.Agr. Sc.

Ilmu Tanah Hutan dan Sustainable

Development, Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada

Prof. (Ris). Dr. Masganti, M.S.

Kesuburan Tanah dan Biologi, Balai Penelitian Tanaman Rawa

Prof. (Ris). Dr. Ir. M. Noor, MS.

Kesuburan Tanah dan Biologi Tanah, Balai Penelitian Tanaman Rawa

Dr. Hamdani Fauzi, S.Hut., M.P.

Agroforestri, Fakultas Kehutanan, Universitas Lambung Mangkurat

Dr. Ir. Badruzsaufari, M.Sc.

Mikrobiologi, Fakultas MIPA, Universitas Lambung Mangkurat

Dr. Zafrullah Damanik, S.P., M.Si.

Agrotechnologi, Peat Soil, Universitas Palangka Raya

Dr. Lutfy Abdullah, S.Hut., M.Si.

Biometrika Hutan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan

Ratih Damayanti, S.Hut., M.Si., Ph.D.

Anatomi dan Kualitas Lignoselulosa, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan Sugeng Budiharta, Ph.D.

Ekologi, Biologi Konservasi Tumbuhan, Ekologi Restorasi, Pusat Penelitian Konservasi

Tumbuhan dan Kebun Raya, LIPI

Dwiko Budi Permadi, S.Hut., M.Sc., Ph.D.

Kebijakan dan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada

(5)

Laman Jurnal: ejournal.forda-mof.org/ejournal-litbang/index.php/GLM p-ISSN 2723-4924 e-ISSN 2723-5084

iii

SEKRETARIAT REDAKSI Penanggung Jawab:

Kepala Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Banjarbaru Ketua Merangkap Anggota (Managing editor):

Dra. Lilis Kurniati

Kepala Seksi Data, Informasi dan Kerjasama, Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Banjarbaru

Anggota Redaksi Pelaksana (Members):

Sekretariat (Secretariat):

Fauziah, S.Hut.

Agus Fitriyanto, S.Hut.

Norliani, S.Hut.

Pemeriksa Naskah (Copy Editor):

Susy Andriani, S.Hut., M.Sc.

Safinah Surya Hakim, S.Hut., M.Si.

Arif Susianto

Pembaca Naskah (Proof Reader):

Junaidah, S.Hut., M.Sc.

Dewi Alimah, S.Hut.

Desain Tata Letak (Layout Editor):

Hendra Ambo Basiang

(6)

Laman Jurnal: ejournal.forda-mof.org/ejournal-litbang/index.php/GLM p-ISSN 2723-4924 e-ISSN 2723-5084

iv

UCAPAN TERIMA KASIH

Dewan Redaksi Jurnal Galam mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada Mitra Bestari (Peer Reviewers) yang telah menelaah naskah yang

dimuat pada Edisi Vol.1 No.1, Agustus 2020:

Prof. (Ris). Dr. Masganti, M.S.

Kesuburan Tanah dan Biologi, Balai Penelitian Tanaman Rawa Prof. (Ris). Dr. Ir. M. Noor, MS.

Kesuburan Tanah dan Biologi Tanah, Balai Penelitian Tanaman Rawa Dr. Hamdani Fauzi, S.Hut., M.P.

Agroforestri, Fakultas Kehutanan, Universitas Lambung Mangkurat Dr. Ir. Badruzsaufari, M.Sc.

Mikrobiologi, Fakultas MIPA, Universitas Lambung Mangkurat

(7)

Laman Jurnal: ejournal.forda-mof.org/ejournal-litbang/index.php/GLM p-ISSN 2723-4924 e-ISSN 2723-5084

v DAFTAR ISI

Pengelolaan Lahan Gambut di Kawasan Hutan Lindung Liang Anggang Oleh Masyarakat Peduli Gambut (MPG) Sukamaju, Kalimantan Selatan

Peat Land Mangement in Liang Anggang Protected Forest by Sukamaju Peat Care Society (PCS), South Kalimantan

Nor Ifansyah dan Junaidah ... 1-14 Keragaman Spora Mikoriza Arbuskula di Bawah Tanaman

Shorea balangeran (Korth.) Burck. Sebagai Bioindikator Keberhasilan Revegetasi

Diversity of arbuscular mycorrhiza spores under Shorea balangeran (Korth.) Burck. plantation as bioindicator for the

revegetation success

Tri Wira Yuwatidan Wanda Septiana Putri ... 15-26

Fluktuasi Tinggi Muka Air Lahan Gambut di Desa Tumbang Nusa, Kalimantan Tengah

The fluctuation of peatland water table at Tumbang Nusa, Central Kalimantan

Purwanto Budi Santosa dan Muhammad Abdul Qirom ... 27-40 Etnomikologi dan Potensi Pemanfaatan Jamur Petir (Lignosus sp.)

di KPH Sengayam, Kotabaru, Kalimantan Selatan

Ethnomicology and utilization potential of petir fungi (Lignosus sp.) at KPH Sengayam, Kotabaru, South Kalimantan

Safinah S. Hakim dan Eko Priyanto ... 41-48 Potensi Serangga Hutan Sebagai Bahan Pangan Alternatif

The potentials of forest insects as alternative food

Yeni Nuraenidan Illa Anggraeni ... 49-60

(8)

Laman Jurnal: ejournal.forda-mof.org/ejournal-litbang/index.php/GLM p-ISSN 2723-4924 e-ISSN 2723-5084

vi

Lembar abstrak ini boleh diperbanyak tanpa izin dan biaya.

UDC (OSDCF) 630*114.443 Nor Ifansyah dan Junaidah

(Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (BPSKL) Kalimantan)

Pengelolaan Lahan Gambut di Kawasan Hutan Lindung Liang Anggang Oleh Masyarakat Peduli Gambut (MPG) Sukamaju, Kalimantan Selatan Jurnal Galam

Vol.1 No.1, Agustus 2020, Hal 1-14

Pengelolaan lahan gambut pada kawasan hutan lindung bisa dilaksanakan melalui program Perhutanan Sosial (PS). PS merupakan salah satu bentuk solusi terhadap penyelesaian permasalahan pengelolaan lahan gambut, baik itu dalam rangka upaya restorasi gambut terdegradasi maupun upaya penyelesaian konflik sosial dan tumpang tindih lahan serta izin pengelolaan. Tujuan dari kegiatan penelitian adalah untuk mengetahui pola pengelolaan lahan gambut dan penerapan perhutanan sosial oleh Kelompok Tani Hutan (KTH) Masyarakat Peduli Gambut (MPG) Sukamaju, Landasan Ulin, Kalimantan Selatan. Izin resmi pengolahan lahan tersebut tertuang dalam SK. 5902/Menlhk- PSKL/PKPS/PSL.0/9/2018 tanggal 14 September 2018 dalam bentuk perizinan Hutan Kemasyarakatan (HKm). Pola pengelolaan lahan yang dilakukan adalah monokultur, agroforestri, agrosilvopastur, apikultur, agrosilvofishery, dan revegetasi. Pengelolaan lahan gambut dilakukan secara swadaya dan melibatkan para pihak, antara lain Dinas Kehutanan Provinsi Kalsel, Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Kayu Tangi, Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Badan Restorasi Gambut (BRG), Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (BPSKL) Kalimantan.

Kendala yang dihadapi dalam pengelolaan lahan gambut, antara lain pembangunan infrastruktur yang lambat, kurangnya kemampuan sumberdaya manusia (SDM) dalam mengelola lahan gambut, kurangnya koordinasi antara petani dengan pihak peduli gambut, kurangnya pemahaman petani tentang peraturan terkait pengelolaan lahan gambut, dan kurangnya motivasi petani melakukan pola pengelolaan lahan selain pola monokultur sayuran.

Bimbingan, penyuluhan, dan komunikasi yang efektif merupakan salah satu bentuk solusi efektif agar bisa mengelola lahan gambut.

Kata kunci: agroforestri, kendala, konflik, pengelolaan, sosialektif agar bisa mengelola

UDC (OSDCF) 630*114.61

Tri Wira Yuwatidan Wanda Septiana Putri ((Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Banjarbaru) Keragaman Spora Mikoriza Arbuskula di Bawah Tanaman Shorea balangeran (Korth.) Burck.

Sebagai Bioindikator Keberhasilan Revegetasi Jurnal Galam

Vol.1 No.1, Agustus 2020, Hal 15-26

Mikoriza arbuskula adalah suatu asosiasi antara jamur dan akar tanaman. Mikoriza arbuskula memiliki banyak fungsi seperti meningkatkan pertumbuhan tanaman, meningkatkan penyerapan hara tanah, dan meningkatkan toleransi tanaman terhadap kondisi ekstrim.

Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus Tumbang Nusa adalah hutan rawa gambut di Kalimantan Tengah yang terbakar habis pada tahun 2015.

Program rehabilitasi lahan gambut telah dimulai sejak tahun 2016 dengan penanaman Shorea balangeran (Korth.) Burck. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui keragaman spora mikoriza arbuskula di bawah pohon S. balangeran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara umur tanaman S. balangeran dan jumlah spora. Lebih lanjut, terdapat 4 spora mikoriza arbuskula yang teridentifikasi, yaitu Glomus sp., Gigaspora sp., Acaulospora sp., dan Scutellospora sp.

Kata kunci: mikoriza arbuskula, Kalimantan Tengah, hutan rawa gambut, Shorea balangeran, spora

(9)

Laman Jurnal: ejournal.forda-mof.org/ejournal-litbang/index.php/GLM p-ISSN 2723-4924 e-ISSN 2723-5084

vii UDC (OSDCF) 630*114.443

Purwanto Budi Santosa dan Muhammad Abdul Qirom

(Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Banjarbaru)

Fluktuasi Tinggi Muka Air Lahan Gambut di Desa Tumbang Nusa, Kalimantan Tengah

Jurnal Galam

Vol.1 No.1, Agustus 2020, Hal 27-40

Restorasi lahan gambut pasca terbakar dengan penanaman memerlukan kondisi hidrologi yang mantap untuk kemapanan pembuatan tanaman.

Fluktuasi tinggi air menjadi tantangan dalam upaya penanaman pada lahan gambut terdegradasi. Penelitian ini bertujuan mengetahui tinggi muka air pada lahan gambut terdegradasi dan pasca terbakar di sekitar Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus Tumbang Nusa, Kabupaten Pulang Pisau, Provinsi Kalimantan Tengah. Data yang diperoleh dianalisis untuk mengetahui hubungan antara karakteristik hujan, tinggi muka air, dan elevasi lahan. Pengamatan tinggi muka air pada beberapa kejadian kebakaran besar saat terjadi tahun 1997, 2003, 2006, dan 2009. Tinggi muka air diamati dari tepi sungai sampai dengan hutan sekunder sebanyak 17 titik sepanjang 4 km dengan selang jarak 250 m. Tingkat penutupan dan kondisi vegetasi sekitar bervariasi dari vegetasi berkayu jarang dan terbuka sampai dengan kondisi areal yang didominasi tumbuhan berkayu dengan penutupan kanopi baik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tinggi muka air tersebut sangat terkait dengan elevasi suatu tempat dan jarak dari saluran air. Fluktuasi tersebut berhubungan erat dengan curah hujan yang terjadi. Namun pengaruh curah hujan tersebut tidak secara langsung tetapi terdapat jeda waktu tertentu sehingga tinggi muka air tersebut menjadi turun atau naik. Kondisi ini harus menjadi perhatian dalam rangka rehabilitasi lahan melalui penentuan jenis tanaman yang tepat dan waktu tanaman sehingga bibit yang ditanam tersebut dapat tumbuh secara optimal.

Kata kunci: hidrologi, penanaman, restorasi, terbakar

UDC (OSDCF) 630*172.8

Safinah S. Hakim dan Eko Priyanto

(Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Banjarbaru)

Etnomikologi dan Potensi Pemanfaatan Jamur Petir (Lignosus sp.) di KPH Sengayam, Kotabaru, Kalimantan Selatan

Jurnal Galam

Vol.1 No.1, Agustus 2020, Hal 41-48

Dikenal dengan nama lokal jamur petir atau jamur susu harimau, Lignosus sp. merupakan salah satu jamur yang dimanfaatkan sebagai obat. Jamur Lignosus sp. merupakan salah satu hasil hutan bukan kayu yang sangat potensial untuk dikembangkan karena manfaatnya yang sangat beragam. Metode yang digunakan dalam studi ini adalah wawancara dan studi literatur.

Hasil kajian menunjukkan bahwa saat ini jamur Lignosus sp. di Kabupaten Kotabaru dapat ditemui di sekitar kawasan hutan yang secara administratif masuk dalam wilayah Desa Muara Urie dan Desa Buluh Kuning. Jamur ini dimanfaatkan oleh masyarakat lokal sebagai bahan pengobatan tradisional antara lain untuk obat batuk dan pemulihan kesehatan ibu yang baru melahirkan. Selain itu, jamur ini juga dipanen dan dijual kepada pengepul. Namun demikian, informasi teknik budidaya jamur Lignosus sp. masih terbatas sehingga informasi tersebut perlu digali lebih dalam terkait besarnya potensi jamur Lignosus sp.

Kata kunci: bukan kayu, hutan, obat

UDC (OSDCF) 630*145.7

Yeni Nuraenidan Illa Anggraeni

(Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan) Potensi Serangga Hutan Sebagai Bahan Pangan Alternatif

Jurnal Galam

Vol.1 No.1, Agustus 2020, Hal 49-60

Serangga memiliki peran yang penting bagi kehidupan manusia, baik peran negatif/

merugikan maupun positif/menguntungkan.

Peran serangga yang merugikan salah satunya yaitu sebagai hama beberapa jenis tanaman, sedangkan peran yang menguntungkan salah

(10)

Laman Jurnal: ejournal.forda-mof.org/ejournal-litbang/index.php/GLM p-ISSN 2723-4924 e-ISSN 2723-5084

viii satunya yaitu dapat dijadikan sebagai sumber pangan alternatif. Di beberapa daerah di Indonesia mengkonsumsi serangga sebagai bahan makanan, namun masih banyak masyarakat yang menilai serangga tidak layak untuk dikonsumsi sehingga membuat potensi yang dimiliki oleh serangga tidak termanfaatkan secara maksimal. Tulisan ini bertujuan untuk memberikan informasi jenis-jenis serangga yang dapat menjadi sumber bahan pangan, serta nilai gizi yang terkandung di dalamnya. Serangga yang umum dikonsumsi yaitu rayap, enthung jati, ulat sagu, belalang dan jangkrik. Nilai gizi yang terkandung pada serangga-seraangga tersebut tergolong cukup tinggi, sehingga kebutuhan gizi masyarakat dapat terpenuhi dengan memanfaatkan serangga sebagai sumber bahan pangan alternatif.

Kata kunci: gizi, pangan, serangga

(11)

Laman Jurnal: ejournal.forda-mof.org/ejournal-litbang/index.php/GLM ISSN: 2460-0652

ix

The abstract may be reproduced without permission or charge UDC (OSDCF) 630* 114.443

Nor Ifansyah dan Junaidah

(Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (BPSKL) Kalimantan)

Peat land mangement in Liang Anggang Protected Forest by

Sukamaju Peat Care Society (PCS), South Kalimantan

Jurnal Galam

Vol.1 No.1, August 2020, Page 1-14

Peatland management in protected forest area can be carried out through Social Forestry (SF) programs. Social forestry (SF) is a form of solution to the resolution of peatland management problems, both in the context of efforts to restore degraded peat as well as efforts to resolve sosial conflicts and overlapping land and management permits. The purpose of this research is to determine the patten of land management and the application of sosial forestry by Sukamaju Peat Cares Society (PSC), Landasan Ulin, South Kalimantan. The official permit to cultivate the land is contained in SK.

5902/Menlhk-PSKL/PKPS/PSL.0/9/2018 dated September 14, 2018 with scheme Community Forest (CF). Land management patterns carried out are monoculture, agroforestry, agrosilvopasture, apiculture, agrosilvofishery and revegetation. Management of peatlands is carried out independently and also involves stakeholders, including: The South Kalimantan Provincial Foresty Service, Kayu Tangi Forest Management Unit, Lambung Mangkurat University, Peat Restoration Agency, Kalimantan Social Forestry and Environmental Partnership Institute. The obstacles in peat land management is slow developmet of infrastructure, lack of human resource capacity to manage peatlands, lack of coordination between farmers and peat care parties, lack of farmers’understanding of regulation related to peatland management and lack of motivation from farmers to manage the land other than vegetables monoculture. Effective guidance and communication is one form of effective solutions for managing peatlands.

Keywords: agroforestry, obstacles, conflict, management, social

UDC (OSDCF) 630* 114.61

Tri Wira Yuwatidan Wanda Septiana Putri (Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Banjarbaru) Diversity of arbuscular mycorrhiza spores under Shorea balangeran (Korth.) Burck. plantation as bioindicator for the revegetation success Jurnal Galam

Vol.1 No.1, August 2020, Page 15-26

Arbuscular mycorrhiza is an association between fungi and plantroots. Arbuscular mycorrhiza has many functions such as improving the plant’s growth, increasing the absorption of soil nutrients and enhancing the plants tolerant to extreme condition. Tumbang Nusa Forest for Specific Purpose is a peat swamp forests in Central Kalimantan that was severely burnt in 2015. Peat land rehabilitation program has started since 2016, by Shorea balangeran (Korth.) Burck planting. The aim of this research was to determine the diversity of arbuscular mycorrhiza spores under S. balangeran tree. The results showed that there was relationship between the age of S. balangeran and number of spores. Moreover, there were 4 spores of arbuscular mycorrhiza identified as Glomus sp., Gigaspora sp., Acaulospora sp. and Scutellospora sp.

Keywords: arbuscular mycorrhiza, Central Kalimantan, Shorea balangeran, peat swamp forest, spores

UDC (OSDCF) 630*114.443

Purwanto Budi Santosa dan Muhammad Abdul Qirom

(Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Banjarbaru) Fluktuasi Tinggi Muka Air Lahan Gambut di Desa Tumbang Nusa, Kalimantan Tengah

Jurnal Galam

Vol.1 No.1, August 2020, Page 27-40

Burnt peatland restoration by planting needs stable hydrological condition for the plant’s growth. Water table fluctuation becoming a

(12)

Laman Jurnal: ejournal.forda-mof.org/ejournal-litbang/index.php/GLM ISSN: 2460-0652

x challenge in the planting effort on degraded peatland. This research aims to determine the water table on degraded peatland and over burnt peat at Tumbang Nusa Forest for Specific Purposes, Pulang Pisau District, Central Kalimantan Province. The data was analyzed to determine the relationship between precipitation characteristics, water table and land elevation.

Water table observation was carried out on several fires starting 1997, 2003, 2006 and 2009.

We observed 17 points of water table of the total length of 4 km and 250 m distance between points, started from the river edge up to secondary forests. The level of vegetation cover and condition varied from woody plants with low density and open crown up to woody plants with good canopy cover. The result showed that the water table was closely related with the elevation and distance from canal. The fluctuation was closely related with precipitation. Nevertheless, the rainfall did not directly relate but there was a certain interlude period so that the water table was rising or decreasing. This condition shall be considered in the land rehabilitation by planning the right plant in the right time so that the plants can reach optimum growth.

Keywords: hydrology, planting, restoration, burnt

UDC (OSDCF) 630*172.8

Safinah S. Hakim dan Eko Priyanto

(Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Banjarbaru) Ethnomicology and utilization potential of petir fungi (Lignosus sp.) at KPH Sengayam, Kotabaru, South Kalimantan

Jurnal Galam

Vol.1 No.1, August 2020, Page 41-48

Known locally as the the lightning mushroom or tiger milk mushroom, Lignosus sp. is well-known as mushroom. Lignosus sp. is categorized as non- timber forest product which has potential to be developed due to its advantages. Interview and literature review were carried out during this study to investigate the ecology, ethnomycology, and economic potential of Lignosus sp. Study result showed that currently the fungi Lignosus sp. in Kotabaru Regency can be found around the forest area that is administratively included in the Muara Urie and Buluh Kuning Villages. Local community has been used this fungi as traditional

medicine, such as for cough medicine and post- natal care for mothers. In addition, local people harvest this fungi and sell it to middleman.

However, the information of cultivation of this mushroom still limited particularly in South Kalimantan. Therefore, further studies need to be investigate.

Keywords: non-timber, forest medicinal

UDC (OSDCF) 630*145.7

Yeni Nuraenidan Illa Anggraeni

(Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan) Potensi Serangga Hutan Sebagai Bahan Pangan Alternatif

Jurnal Galam

Vol.1 No.1, August 2020, Page 49-60

Insects have an important role for human life, both negative and detrimental roles as well as positive or beneficial roles. The role of harmful insects is as pest, while the beneficial role can be used as an alternative food source. In some areas in Indonesia, insects are also consumed as food, unfortunately there are still many people who consider insects not suitable for consumption, making the potential possessed by insects not fully utilized. This paper aims to provide information on the types of insects that can be a source of food, as well as the nutritional value contained in insects. Commonly consumed insects are termites, teak caterpillars, sago caterpillars, grasshoppers, and crickets. The insects contain high enough of nutrition that is expected to be used as alternative food source to meet community nutritional needs.

Keywords: food, insects, nutrition

(13)

https://ejournal.forda-mof.org/ejournal-litbang/index.php/GLM Diterima: 20-02-2020 Disetujui: 09-08-2020 p-ISSN 2723-4924 e-ISSN 2723-5084 Artikel

DOI: 10.20886/GLM.2020.1.1.1-14 PENGELOLAAN LAHAN GAMBUT DI KAWASAN HUTAN LINDUNG LIANG ANGGANG OLEH MASYARAKAT PEDULI GAMBUT (MPG) SUKAMAJU, KALIMANTAN SELATAN

Peat land mangement in Liang Anggang Protected Forest by Sukamaju Peat Care Society (PCS), South Kalimantan

Nor Ifansyah1-* dan Junaidah2

1Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (BPSKL) Kalimantan Jl. Sei Salak, Km. 28, Landasan Ulin, Banjarbaru, Provinsi Kalimantan Selatan

2Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BP2LHK) Banjarbaru Jl. A. Yani Km. 28,7 Landasan Ulin, Banjarbaru, Provinsi Kalimantan Selatan

*Email : [email protected] ABSTRAK

Pengelolaan lahan gambut pada kawasan hutan lindung bisa dilaksanakan melalui program Perhutanan Sosial (PS). PS merupakan salah satu bentuk solusi terhadap penyelesaian permasalahan pengelolaan lahan gambut, baik itu dalam rangka upaya restorasi gambut terdegradasi maupun upaya penyelesaian konflik sosial dan tumpang tindih lahan serta izin pengelolaan. Tujuan dari kegiatan penelitian adalah untuk mengetahui pola pengelolaan lahan gambut dan penerapan perhutanan sosial oleh Kelompok Tani Hutan (KTH) Masyarakat Peduli Gambut (MPG) Sukamaju, Landasan Ulin, Kalimantan Selatan. Izin resmi pengolahan lahan tersebut tertuang dalam SK. 5902/Menlhk-PSKL/PKPS/PSL.0/9/2018 tanggal 14 September 2018 dalam bentuk perizinan Hutan Kemasyarakatan (HKm). Pola pengelolaan lahan yang dilakukan adalah monokultur, agroforestri, agrosilvopastur, apikultur, agrosilvofishery, dan revegetasi. Pengelolaan lahan gambut dilakukan secara swadaya dan melibatkan para pihak, antara lain Dinas Kehutanan Provinsi Kalsel, Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Kayu Tangi, Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Badan Restorasi Gambut (BRG), Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (BPSKL) Kalimantan. Kendala yang dihadapi dalam pengelolaan lahan gambut, antara lain pembangunan infrastruktur yang lambat, kurangnya kemampuan sumberdaya manusia (SDM) dalam mengelola lahan gambut, kurangnya koordinasi antara petani dengan pihak peduli gambut, kurangnya pemahaman petani tentang peraturan terkait pengelolaan lahan gambut, dan kurangnya motivasi petani melakukan pola pengelolaan lahan selain pola monokultur sayuran. Bimbingan, penyuluhan, dan komunikasi yang efektif merupakan salah satu bentuk solusi efektif agar bisa mengelola lahan gambut.

Kata kunci: agroforestri, kendala, konflik, pengelolaan, sosial ABSTRACT

Peatland management in protected forest area can be carried out through Social Forestry (SF) programs. Social forestry (SF) is a form of solution to the resolution of peatland management problems, both in the context of efforts to restore degraded peat as well as efforts to resolve sosial conflicts and overlapping land and management permits. The purpose of this research is to determine the patten of land management and the application of sosial forestry by Sukamaju Peat Cares Society (PSC), Landasan Ulin, South Kalimantan. The official permit to cultivate the land is contained in SK.

5902/Menlhk-PSKL/PKPS/PSL.0/9/2018 dated September 14, 2018 with scheme Community Forest (CF). Land management patterns carried out are monoculture, agroforestry, agrosilvopasture, apiculture, agrosilvofishery and revegetation. Management of peatlands is carried out independently and also involves stakeholders, including: The South Kalimantan Provincial Foresty Service, Kayu Tangi Forest Management Unit, Lambung Mangkurat University, Peat Restoration Agency, Kalimantan Social Forestry and Environmental Partnership Institute. The obstacles in peat land management is slow developmet of infrastructure, lack of human resource capacity to manage

(14)

Jurnal Galam. Vol. 1(1): 1-14, Agustus 2020 2

peatlands, lack of coordination between farmers and peat care parties, lack of farmers’understanding of regulation related to peatland management and lack of motivation from farmers to manage the land other than vegetables monoculture. Effective guidance and communication is one form of effective solutions for managing peatlands.

Keywords: agroforestry, obstacles, conflict, management, social

PENDAHULUAN

Indonesia memiliki lahan gambut yang cukup luas yaitu sekitar 14,9 juta ha yang tersebar di wilayah Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua (Ritung et al., 2011).

Gambut merupakan penyimpan karbon yang handal (Agus et al., 2012; Page, Rieley, &

Banks, 2011) dan pengatur tata air (Wösten et al., 2008). Lahan gambut juga merupakan habitat bagi flora dan fauna serta memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. Hasil penelitian Osaki, Setiadi, Takahashi, & Evri (2016) menemukan 27 ikan air tawar di Sungai Kahayan, sedangkan Thornton, Page, Upton, & Harrison (2018) mengidentifikasi 29 jenis ikan air tawar pada kanal Taman Nasional Sebangau, Kalimantan Tengah.

Pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan permintaan sumberdaya alam telah menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan gambut untuk pemanfaatan lahan gambut sebagai penghasil berbagai komoditas pertanian, lahan permukiman, dan pertambangan.

Dalam sepuluh tahun terakhir, pemanfaatan lahan gambut semakin luas karena semakin sempitnya lahan pertanian yang tersedia (Noor, Nursyamsi, Alwi, & Fahmi, 2014), keterbatasan lahan mineral, dan relatif rendahnya isu land tenure pada kawasan lahan gambut (Wibowo, 2010). Sekurangnya 3 juta ha lahan gambut tropis di Indonesia telah dikonversi menjadi lahan-lahan berkanal yang menurunkan fungsi aslinya sebagai reservoir air dan karbon serta menyediakan berbagai jasa ekosistem yang penting bagi kehidupan masyarakat lokal dan global (Miettinen et al., 2017). Alih fungsi lahan gambut tidak hanya terjadi di lahan milik masyarakat, tapi juga pada lahan milik negara yang termasuk dalam kawasan hutan lindung. Pengelolaan kawasan hutan lindung gambut yang tidak optimal oleh pemerintah menimbulkan pemikiran masyarakat untuk mengelola lahan tersebut karena pandangan lahan yang tidak dimanfaatkan (Suratmo, Said, & Oki, 2013).

Seiring berjalannya waktu, jumlah masyarakat yang mengelola lahan gambut di kawasan milik negara, khususnya hutan lindung semakin bertambah dan membuat kelestarian lahan gambut semakin terusik. Irma, Gunawan, & Suratman (2018) menyebutkan konversi lahan gambut menjadi lahan produksi menyebabkan penurunan kualitas lingkungan. Disisi lain, masyarakat yang telah cukup lama menetap di lahan gambut yang termasuk kawasan hutan lindung terancam keluar karena tidak memiliki izin

(15)

Jurnal Galam. Vol. 1(1): 1-14, Agustus 2020 3

pengelolaan lahan. Untuk mempertemukan beberapa kepentingan khususnya antara pemerintah dan masyarakat sekitar kawasan hutan, perhutanan sosial muncul sebagai salah satu bentuk solusi yang tertuang dalam Permen LHK Nomor.

P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 tanggal 25 Oktober 2016 tentang Perhutanan Sosial. Perhutanan Sosial (PS) adalah sistem pengelolaan hutan lestari yang dilaksanakan dalam kawasan hutan negara atau hutan hak/hutan adat yang dilaksanakan oleh masyarakat setempat atau masyarakat hutan adat sebagai pelaku utama untuk meningkatkan kesejahteraannya, keseimbangan lingkungan, dan dinamika sosial budaya dalam bentuk Hutan Desa (HD), Hutan Kemasyarakatan (HKm), Hutan Tanaman Rakyat (HTR), Hutan Adat (HA) dan Kemitraan Kehutanan (KK) (KLHK, 2016). PS merupakan salah satu bentuk solusi terhadap penyelesaian permasalahan pengelolaan lahan gambut, baik itu dalam rangka upaya restorasi gambut yang teredegradasi maupun upaya penyelesaian konflik sosial dan tumpang tindih lahan serta izin pengelolaan.

PS di lahan gambut sendiri mengalami proses perjalanan yang cukup panjang.

Setelah sempat terjadi penghentian pemberian izin baru dan penyempurnaan tata kelola hutan alam primer dan lahan gambut yang tertuang dalam Inpres No. 5 tahun 2019, akhirnya pemberian izin pengelolaan lahan gambut pada kawasan hutan milik negara kembali aktif setelah terbit PermenLHK No. 37/MENLHK/SETJEN/KUM.1/7/2019 tanggal 31 Juli 2019 tentang Perhutanan Sosial pada ekosistem gambut. Berdasarkan PermenLHK tersebut, PS di lahan gambut dapat dilakukan dalam fungsi budidaya dan fungsi lindung ekosistem gambut. Pemanfaatan ekosistem gambut untuk PS meliputi HPHD, Izin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan (IUPHKm), Kemitraan Kehutanan dan Hutan Adat.

Peraturan tersebut juga menetapkan area pemanfaatan ekosistem gambut untuk kegiatan PS mengacu pada peta Fungsi Ekosistem Gambut (FEG), peta penetapan puncak kubah gambut, peta hidrotopografi, dan Peta Indikatif Penghentian Pemberian Izin Baru (PIPPIB) (KLHK, 2019).

Penerapan PS di lahan gambut sendiri masih belum banyak dilakukan di wilayah Indonesia. Salah satu kelompok tani yang mendapatkan izin mengelola lahan gambut dengan skema perhutanan sosial adalah Kelompok Tani Hutan (KTH) Masyarakat Peduli Gambut (MPG) Sukamaju, Landasan Ulin, Kalimantan Selatan. MPG Sukamaju adalah salah satu kelompok tani masyarakat di lahan gambut yang mendapatkan izin untuk mengelola lahan gambut di Kawasan Hutan Lindung (HL) Liang Anggang, Banjarbaru, Kalsel dengan menggunakan IUPHKm. Perlu adanya kajian tentang pengelolaan lahan gambut dan penerapan PS oleh MPG Sukamaju sehingga penyempurnaan pelaksaaan PS di masa akan

(16)

Jurnal Galam. Vol. 1(1): 1-14, Agustus 2020 4

datang dapat dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola pengelolaan lahan gambut dan penerapan PS oleh KTH MPG Sukamaju, Landasan Ulin, Kalsel.

BAHAN DAN METODE Waktu dan lokasi penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Juli-Agustus tahun 2019. Penelitian dilakukan di Kelurahan Landasan Ulin Utara, Kecamatan Liang Anggang, Kota Banjarbaru, Provinsi Kalimantan Selatan. Kawasan gambut di wilayah ini termasuk dalam wilayah kerja Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Kayu Tangi yang memiliki fungsi sebagai hutan lindung (HL). Lahan MPG Sukamaju berdasarkan ikim Schmidt Ferguson termasuk dalam tipe iklim B. Tipe B atau basah memiliki periode bulan basah 9 s.d 10 bulan dan bulan kering 1 sd. 3 bulan. Lahan yang dikelola terdiri dari tanah tidak bergambut, tanah bergambut (<50 cm), gambut dangkal (50-100 cm), dan gambut sedang (100-200 cm).

Kondisi lahan MPG Sukamaju disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Peta Tumpang Susun Wilayah Hutan Kemasyarakatan dengan Ketebalan Gambut.

Sumber: KTH MPG Sukamaju, 2019

(17)

Jurnal Galam. Vol. 1(1): 1-14, Agustus 2020 5

Bahan dan alat penelitian

Objek yang diamati dalam penelitian adalah anggota Kelompok Tani Hutan (KTH) Masyarakat Peduli Gambut (MPG) Sukamaju, Landasan Ulin serta lahan gambut yang mereka olah. Peralatan yang digunakan, yaitu kamera digital, kuesioner dan alat tulis menulis.

Metode penelitian

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri atas survey (observasi) lapangan, wawancara mendalam, dan studi dokumen terkait dengan proses perizinan PS di HL Liang Anggang yang dikelola oleh KTH MPG Sukamaju. Data yang dikumpulkan dalam penelitian terdiri dari dua jenis data, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer adalah data hasil dari survei (observasi) di lapangan dan wawancara mendalam dengan informan. Penentuan informan kunci dalam penelitian ini dilakukan secara sengaja (purposive), dalam arti pemilihan informan tidak berdasarkan keterwakilan jumlah populasi, melainkan dipilih dan ditetapkan berdasarkan kriteria yang merepresentasikan kemampuan dan kesediaan mereka untuk memberikan informasi yang dapat mendukung pencapaian tujuan penelitian. Informan dalam penelitian ini meliputi anggota dan ketua KTH MPG Sukamaju serta para pihak yang relevan dengan tujuan penelitian. Data sekunder adalah data literatur terkait penelitian.

Analisis data

Data hasil observasi lapangan dan wawancara dilakukan tabulasi dan pengelompokan data. Data tersebut kemudian dianalisis secara deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

Pola pengelolaan lahan gambut

Masyarakat Peduli Gambut (MPG) Sukamaju adalah salah satu kelompok tani masyarakat yang mendapatkan izin untuk mengelola lahan gambut di Kawasan HL Liang Anggang, Kelurahan Landasan Ulin Utara, Kecamatan Landasan Ulin, Banjarbaru, Kalimantan Selatan melalui skema IUPHKm. Berdirinya masyarakat peduli gambut berawal dari kebakaran hebat yang terjadi pada tahun 2014 di kawasan HL Liang Anggang dan hampir merambah ke areal pertanian masyarakat. Menyadari akan bahaya kebakaran, maka masyarakat bermusyawarah dan sepakat membentuk Kelompok Tani Hutan (KTH)

(18)

Jurnal Galam. Vol. 1(1): 1-14, Agustus 2020 6

Masyarakat Peduli Gambut (MPG) “SUKA MAJU” yang ditetapkan oleh Lurah Landasan Ulin Utara tanggal 06 Januari 2015.

Lahan yang diolah oleh anggota KTH MPG Sukamaju ada yang termasuk dalam areal kawasan Hutan Lindung berdasarkan Surat Keputusan (SK) Menteri Kehutanan Nomor

672/KPts-II/1991 dan Surat Keputusan (SK) Menteri Kehutanan Nomor 434/Kpts-II/1996. Sebelumnya, kawasan ini disahkan sebagai kawasan hutan

berdasarkan Surat Keputusan (SK) Menteri Pertanian Nomor 819/KPts/Um/11/1982 pada tanggal 10 November 1982 dan Surat Keputusan (SK) Menteri Kehutanan Nomor 247/Kpts-II/1984 tanggal 18 Desember 1984 dengan luasan 2.250 hektar. Lahan HL sendiri digunakan untuk berbagai hal, seperti fasilitas umum (RS Jiwa Sambang Lihum), lahan pemukiman/pertanian/perkebunan, jalan, saluran irigasi, dan semak belukar. Luas kawasan HL yang masih murni dengan fungsi sebagai kawasan HL seluas 1350,7 hektar yang dikelola oleh pemerintah yang berwenang, yaitu KPH Kayu Tangi dan Dinas Kehutanan Provinsi Kalsel (Agustina, Fauzi, & Hafizianor, 2020). Faktor yang bisa menyebabkan masyarakat masuk ke dalam wilayah HL adalah tekanan dan tuntutan ekonomi masyarakat di sekitar kawasan hutan dan motivasi masyarakat untuk memiliki lahan (Subarna, 2011).

Tabel 1. Pola pengelolaan lahan gambut KTH MPG Sukamaju.

Pola Pengelolaan Komposisi Jenis Keterangan

Monokultur Sayuran: kangkung, sawi, daun sop, daun bawang, bayam, cabe, daun sop, terong, bayam potong, bayam cabut, jagung, ubi jalar, kemangi, keladi dan mentimun

Sayuran ditanam dalam skala luas secara monokultur

Agroforestri Tanaman berkayu + tanaman buah + sayuran Tanaman Berkayu: sengon (Falcataria moluccana), karet (Hevea brasiliensis) dan sawit (Elaesis quinensiss Jack)

Tanaman buah: nenas, jeruk nipis, jeruk peras, papaya, alpukat dan sirsak

Ketiga jenis kelompok tanaman ditanam secara bersama-sama

Agrosilvopasture Tanaman buah + sayuran + ternak (sapi, kambing dan itik petelur jenis Alabio dan Mojosari)

Apikultur Lebah madu kelulut (Trigona spp). Di bawah tegakan sawit Revegetasi Kopi liberika (Coffea liberica), balangeran

(Shorea balangeran), ramin (Gonystilus bancanus), dll.

Penanaman kembali pada lahan bekas terbakar Agrosilvofishery Tanaman berkayu + budidaya ikan

betok/papuyu (Anabas testudineus)+ sayuran Di bawah tanaman trembesi (Samanea saman)

Sumber : Data primer, 2019

(19)

Jurnal Galam. Vol. 1(1): 1-14, Agustus 2020 7

Lahan di sekitar kawasan HL sendiri telah dibuka masyarakat sejak tahun 1995.

Kondisi awal lahan gambut didominasi oleh jenis galam (Melaleuca cajuputi), kelakai (Stenochlaena palustris), akasia (Acacia mangium), dan karamunting (Melastoma sp.).

Pembukaan lahan dilakukan secara manual dan dilakukan secara bertahap. Masyarakat menggunakan berbagai pola pengelolaan lahan. Pola pengelolaan lahan gambut yang dilakukan oleh KTH MPG Sukamaju adalah monokultur, agroforestri, agrosilvopastur, apikultur, agrosilvofishery, dan revegetasi.

(a) (b) (c)

Gambar 1. Pengelolaan lahan KTH MPG Sukamaju (a) Plot tanaman agroforestri, (b) Budidaya madu kelulut di bawah tegakan sawit, (c) Peternakan sapi.

Penerapan Perhutanan Sosial oleh KTH MPG Sukamaju

Masyarakat anggota KTH MPG Sukamaju mengelola lahan gambut di sekitar kawasan HL Liang Anggang sejak tahun 1995. Mereka menjadikan kawasan HL sebagai lahan pertanian, perkebunan, dan juga permukiman. Setelah terbitnya Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 tentang perhutanan sosial, maka harapan masyarakat untuk bisa mengelola kawasan hutan lindung secara legal menjadi terbuka.

Berdasarkan PP tersebut, izin memanfaatkan kawasan hutan lindung dalam bentuk Izin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan yang selanjutnya disingkat IUPHKm.

Terbitnya PermenLHK No. 83 tersebut memberikan angin segar bagi masyarakat yang selama ini bermukim di kawasan hutan lindung dan menggantungkan hidupnya pada lahan tersebut, termasuk masyarakat sekitar kawasan HL Liang Anggang. Proses perizinan pemanfaatan lahan gambut di kawasan hutan lindung membutuhkan proses yang cukup panjang. Dalam proses tersebut, KTH MPG Sukamaju dibantu oleh para pihak meliputi Dinas Kehutanan Provinsi Kalsel, Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Badan Restorasi Gambut (BRG), KPH Kayu Tangi dan Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (BPSKL) Kalimantan. Langkah awal yang dilakukan masyarakat adalah pembuatan

(20)

Jurnal Galam. Vol. 1(1): 1-14, Agustus 2020 8

kelompok tani hutan yang akhirnya terbentuk pada tahun 2015 yang diberi nama KTH MPG Sukamaju.

Berdasarkan SK. 5902/Menlhk-PSKL/PKPS/PSL.0/9/2018 tanggal 14 September 2018, akhirnya lahan gambut pada kawasan HL Liang Anggang tersebut resmi dikelola oleh KTH MPG Sukamaju dengan luasan 125 ha dan beranggotakan 138 petani dengan skema IUPHKm. PermenLHK No. 83 mendefinisikan IUPHKm sebagai izin usaha yang diberikan kepada kelompok atau gabungan kelompok masyarakat setempat untuk memanfaatkan hutan pada kawasan hutan lindung dan atau kawasan hutan produksi (KLHK, 2016). Sementara itu, PermenLHK No. 37 tahun 2019 menyebutkan IUPHKm berada pada Fungsi Budidaya Ekosistem Gambut dan Fungsi Lindung Ekosistem Gambut dilakukan pada produksi dan atau hutan lindung (KLHK, 2019).

Program kerja KTH MPG Sukamaju tertuang dalam dokumen Rencana Kerja Usaha (RKU) 2019-2028 dan Rencana Kerja Tahunan (RKT). Beberapa program KTH MPG Sukamaju yang tertuang dalam RKU dikelompokkan menjadi 4 (empat) program, yaitu (1) Pemanfaatan hasil hutan kayu pada HKm meliputi konservasi, perlindungan, dan pengamanan; (2) Pemanfaatan hasil tanaman MPTS (Multi Purpose Tree Species); (3) Pemanfaatan Hasil Hutan bukan kayu (HHBK); dan (4) Edukasi dan jasa lingkungan (KTH MPG Sukamaju, 2018). Selain melanjutkan beberapa program yang diinisiasi oleh para pihak terkait sebelumnya, dalam RKU juga mencantumkan beberapa kegiatan tambahan yang disesuaikan dengan potensi kawasan. Dalam penyusunan RKU tersebut, KTH MPG Sukamaju difasilitasi oleh BPSKL Kalimantan. BPSKL Kalimantan mengarahkan dan membimbing petani untuk mengetahui potensi desa, harapan dan keinginan petani serta kegiatan yang bisa mereka lakukan. KTH MPG Sukamaju memiliki ragam aktivitas, dimana semua kegiatan tersebut dalam pelaksanaannya selalu dibahas dalam pertemuan anggota kelompok yang dilaksanakan 2 kali dalam sebulan. Dalam pertemuan tersebut, juga dibahas berbagai pemasalahan dan perkembangan yang ada di dalam KTH MPG serta perkembangan dari pihak ke-3 untuk membantu/menfasilitasi kegiatan KTH MPG Suka Maju.

Pengelolaan lahan gambut dan penerapan program PS oleh KTH MPG Sukamaju memiliki banyak kendala, baik teknis maupun nonteknis. Beberapa kendala yang dihadapi, antara lain (1) pembangunan infra struktur yang lambat, (2) kurangnya kemampuan SDM dari petani untuk mengolah lahan gambut, (3) kurangnya koordinasi antara petani dengan pihak yang peduli gambut sehingga menimbulkan beberapa permasalahan, dan (4) kurangnya pemahaman petani tentang peraturan pemerintah terkait pengolahan lahan gambut.

(21)

Jurnal Galam. Vol. 1(1): 1-14, Agustus 2020 9

Pembahasan

Secara umum, lahan KTH MPG Sukamaju yang berada di Kelurahan Landasan Ulin Utara merupakan daerah pertanian khususnya di bidang holtikultura. Tidak terkecuali yang berada di sepanjang jalan Sukamaju, hampir 90 % masyarakat adalah petani sayuran yang dikelola secara monokultur. Pola lain yang digunakan masyarakat adalah agroforestri, agrosilvopastur, apikultur, agrosilvofishery, dan revegetasi. Perkembangan pola budidaya di lahan gambut tidak lepas dari andil para pihak yang memberi dukungan intensif dalam 5 tahun terakhir untuk pengelolaan lahan gambut yang lebih ramah lingkungan dan produktif. Para pihak terkait yang mendukung pengelolaan lahan gambut di daerah tersebut, antara lain ULM, Dinas Kehutanan Provinsi Kalsel, KPH Kayu Tangi, BRG, BPSKL Kalimantan, Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Barito, Balai Litbang Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BP2LHK) Banjarbaru, dll. Dukungan para pihak dilakukan dalam berbagai bentuk, antara lain pembangunan sarana prasarana pendukung (sumur bor, embung, sekat kanal dan sumur dangkal), bantuan alat pengolahan lahan agroforestri (traktor, pompa air, paranet, dll), bantuan alat produksi biogas (digester, metan detector, kompresor, water trap, dll), dukungan modal usaha (pengadaan stup lebah madu lebah madu Serena sp. dan lebah kelulut Trigona sp., benih ikan, itik petelur jenis alabio dan mojosari, sapi, bibit pohon dan sayuran), pembuatan tabat pada kanal, dan anggota KTH MPG Sukamaju diikutkan dalam pelatihan dan studi banding. Berbagai pola pengelolaan lahan gambut yang diterapkan diharapkan dapat meningkatkan produktifitas lahan gambut dan dapat mengatasi masalah-masalah yang timbul akibat terjadinya alih fungsi lahan gambut seperti penurunan kesuburan tanah, banjir, bahaya kebakaran hutan dan lahan, kekeringan, dan kepunahan plasma nutfah.

Mayrowani (2016) menyatakan pola agroforestri merupakan sarana yang efektif untuk mengurangi kemiskinan dan Fahruni (2015) menyebutkan pola agroforestri menguntungkan secara finansial.

Izin resmi pengelolaan lahan gambut di kawasan HL Liang Anggang yang dikelola KTH MPG Sukamaju berdasarkan pada SK.5902/Menlhk-PSKL/PKPS/PSL.0/9/2018 tanggal 14 September 2018. Sebelum izin tersebut keluar, terjadi keresahan di masyarakat tentang status lahan yang telah mereka garap sejak tahun 1995. Dengan adanya izin tersebut, masyarakat bisa mengelola lahan gambut secara legal. Sebenarnya sudah ada izin nonformal yang tidak tertulis dari Dinas Kehutanan Provinsi tentang pemanfaatan lahan di sekitar kawasan HL Liang Anggang dengan tetap menjaga kelestarian hutan (Agustina et al., 2020). Namun, izin tersebut tidak bisa melegalkan kegiatan yang dilakukan masyarakat. Keberadaan perhutanan sosial, dalam hal ini IUPHkm telah mampu

(22)

Jurnal Galam. Vol. 1(1): 1-14, Agustus 2020 10

mempertemukan berbagai perspektif dan kepentingan dari para pihak. Agustina et al., (2020) menyebutkan terdapat 3 (tiga) pihak utama yang terlibat dalam pengelolaan lahan KTH MPG Sukamaju, yaitu Dinas Kehutanan Provinsi Kalsel dan KPH Kayu Tangi, BRG dan ULM yang memiliki perspektif masing-masing terhadap lahan yang diolah masyarakat.

Dinas Kehutanan Provinsi Kalsel dan KPH Kayu Tangi selaku pemegang kelola secara operasional yang menggangap lahan ini sebagai kawasan dengan fungsi perlindungan sehingga membutuhkan izin pemanfaatan lahan, sedangkan BRG dengan ULM menganggap lahan KTH MPG Sukamaju sebagai kawasan ekosistem gambut terdegradasi yang harus dipulihkan dan masyarakat yang tinggal di daerah tersebut yang telah membuka dan memanfaatkan lahan sebagai sumber penghidupan mereka.

Program PS sendiri bertujuan untuk pemerataan sektor ekonomi dalam masyarakat dan untuk mengurangi adanya ketimpangan di sektor ekonomi. Program ini memberikan akses yang legal kepada masyarakat desa di sekitar kawasan hutan untuk mengakses hutan di kawasan hutan negara melalui mekanisme penebitan perizinan yang diterbitkan oleh menteri dalam bentuk surat keputusan (Agusti, Nurjaya, & Kuswahyono, 2019). Izin pemanfaatan lahan hutan lindung sebagai lahan pertanian diberikan dengan adanya Nota Kesepakatan Kerjasama (NKK) dan izin kawasan sebagai kawasan Perhutanan Sosial (Agustina et al., 2020). Terbitnya PermenLHK No. 83 tahun 2016 memberikan peluang dalam pelaksanaan PS dengan memberikan ruang pada kawasan yang berfungsi lindung.

PS di lahan gambut memiliki potensi menjadi trade off antara kepentingan sosial, nilai ekonomi, dan lingkungan (Gunawan & Afriyanti, 2019). Izin yang diberikan kepada KTH MPG Sukamaju adalah izin pengolahan dalam bentuk Hutan Kemasyarakatan (HKm). HKm sendiri diperuntukkan bagi masyarakat miskin yang tinggal di dalam dan sekitar kawasan hutan dan menggantungkan penghidupannya dari memanfaatkan sumberdaya hutan (Safe’i, Febryano, & Aminah, 2018). Keberadaan program HKm di beberapa daerah dapat meningkatkan pendapatan KTH sebesar 20-50 % (Mulyadin, Surati, & Ariawan, 2016).

Rencana kerja yang termuat dalam RKU KTH MPG Sukamaju sudah sesuai mandat dalam PermenLHK No. 83 tahun 2016, dimana pengelola PS nantinya memiliki bermacam kewajiban, antara lain menjaga areal dari perusakan dan pencemaran lingkungan, mempertahankan fungsi hutan, dan melakukan perlindungan hutan. PermenLHK No. 37 secara lebih detail menjelaskan tentang PS pada lahan gambut. Selain itu, RKU KTH MPG Sukamaju juga sudah sesuai dengan mandat PermenLHK No. 37, dimana IUPHKm pada hutan produksi dan/atau hutan lindung dengan Fungsi Lindung Ekosistem Gambut dapat dimanfaatkan untuk kegiatan (1) pemanfaatan kawasan; (2) pemanfaatan jasa lingkungan;

(3) pemanfaatan tanaman kehidupan untuk kebutuhan pangan dengan varietas yang

(23)

Jurnal Galam. Vol. 1(1): 1-14, Agustus 2020 11

adaptif dengan Fungsi Lindung Ekosistem Gambut; dan/atau (4) pemanfaatan atau pemungutan hasil hutan bukan kayu (HHBK) (KLHK, 2019).

Keterlibatan banyak pihak dan kerjasama yang baik antara para pihak dengan masyarakat, membuat berbagai program kerjasama pengelolaan lahan gambut bisa berjalan dengan baik. Usaha KTH MPG Sukamaju dalam menyejahterakan anggotanya dengan mempertahankan kelestarian lingkungan telah membuahkan hasil. Pada tahun 2019, MPG Sukamaju memperoleh predikat Juara I Wanalestari Kategori KTH Tingkat Provinsi Kalimantan Selatan, Juara Harapan III Wanalestari kategori Kelompok Tani Hutan (KTH) Tingkat Nasional dan ditetapkan sebagai KTH yang peduli terhadap konservasi tanaman galam (Melaleuca leucadendron). Saat ini KTH MPG Sukamaju sering menjadi tempat belajar bagi masyarakat dalam hal pengelolaan lahan gambut dalam kawasan hutan. Pada tahun 2019, MPG Sukamaju menjadi tempat studi banding KTH pengelola lahan gambut se-Sumatera yang diprakarsai BPSKL Wilayah Sumatera. Bahkan pada tahun 2019, mendapat kunjungan dari Komisi IV DPR RI tentang pengelolaan lahan gambut.

Keberhasilan KTH MPG Sukamaju memperoleh penghargaan ini tidak terlepas dari peran serta stakeholder dalam melakukan pendampingan. Pendampingan yang intensif dari stakeholder yang terlibat memberikan dampak positif terhadap KTH MPG Sukamaju.

Walaupun sudah mendapat penghargaan, penerapan berbagai program KTH MPG Sukamaju dalam mengelola lahan gambut masih memiliki banyak kendala. Kendala yang dihadapi adalah kurangnya kemampuan SDM dari petani untuk mengolah lahan gambut yang ramah lingkungan. Pengolahan lahan gambut yang ramah lingkungan memerlukan pengetahuan khusus. Beberapa teknik pengolahan yang digunakan oleh masyarakat selama ini masih konvensional dan sebagian belum bersifat ramah lingkungan seperti pembukaan lahan dengan teknik membakar. Kendala ini tidak hanya dihadapi oleh KTH MPG Sukamaju, tetapi juga oleh banyak KTH di Indonesia. Handoyo et al., (2018) menyebutkan kendala umum yang dihadapi antara lain kurangnya pengetahuan masyarakat dalam budidaya dan pengolahan komoditas lahan gambut. Dari beberapa penelitian pola budidaya masyarakat di lahan gambut yang dilakukan P3SEKPI, belum ada aliran informasi yang baku dari pusat-pusat pengetahuan sektor pertanian/perkebunan tentang budidaya komoditas di lahan gambut melalui penyuluh. Untuk mengatasi hal tersebut, anggota KTH MPG Sukamaju mengikuti berbagai pelatihan terkait pengelolaan lahan gambut. Hasil dari pelatihan tersebut, para anggota memiliki pengetahuan, sikap, dan keterampilan serta mulai menerapkan dalam pengelolaan lahan gambut terintegrasi menggunakan konsep 3R, yaitu rewetting, revegetation, dan revitalization sehingga bisa mendukung program menjaga areal dari kerusakan dan pencemaran lingkungan. Kendala

(24)

Jurnal Galam. Vol. 1(1): 1-14, Agustus 2020 12

lain yang dihadapi dalam pelaksanaan program sesuai RKU adalah pembangunan infrastruktur yang lambat. Pengolahan lahan gambut banyak dilakukan secara manual sehingga hasil yang didapatkan belum maksimal. Pengelolaan lahan gambut secara mekanis lebih cepat dan mudah, tetapi petani terkendala modal yang besar dan terikat peraturan penggunaan alat mekanis di lahan gambut. Untuk itu perlu dukungan dari para pihak terkait modal dan pengadaan sapras. Kurangnya koordinasi antara petani dengan pihak yang peduli gambut dan kurangnya pemahaman petani tentang peraturan terkait pengolahan lahan gambut juga menjadi kendala. Petani beranggapan peraturan-peraturan tersebut membatasi petani dalam mengolah lahan. Selain itu, motivasi petani dalam mengelola lahan gambut dengan pola selain monokultur sayuran masih rendah karena hasil yang didapatkan dari produk lain selain sayuran membutuhkan waktu yang lebih lama. Untuk meningkatkan motivasi petani dapat dilakukan melalui peningkatan kapasitas petani berupa pelatihan, pendidikan, dan penyuluhan yang lebih intensif serta studi banding berbagai praktik pengelolaan lahan gambut di daerah lain. Faktor lain yang perlu dikembangkan agar pelaksanaan PS memberikan hasil optimal adalah penguatan kelembagaan (Nandini, 2013) dan kemitraan (Susilo, 2019). Upaya peningkatan kapasitas kelembagaan kelompok tani dapat dilakukan melalui peningkatan kedinamisan dan partisipasi anggota dalam kegiatan kelompok tani (Ruhimat, 2017).

KESIMPULAN

Kelompok Tani Hutan (KTH) Masyarakat Peduli Gambut (MPG) Sukamaju mengelola lahan gambut di sekitar kawasan HL Liang Anggang dalam bentuk Izin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan (IUPHKm). Pola pengelolaan lahan yang dilakukan adalah monokultur, agroforestri, agrosilvopastur, apikultur, agrosilvofishery, dan revegetasi.

SARAN

Dukungan dan pendampingan intensif dari para pihak sangat diperlukan, sehingga program HKm yang telah dimuat dalam RKU kelompok dapat dilaksanakan.

PERNYATAAN KONTRIBUSI

Penulis Nor Ifansyah dan Junaidah sebagai kontributor utama pada karya ilmiah ini.

(25)

Jurnal Galam. Vol. 1(1): 1-14, Agustus 2020 13

DAFTAR PUSTAKA

Agus, F., Wahyunto, Daria’ah, A., Runtunuwu, E., Susanti, E., & Supriatna, W. (2012).

Emission reduction options for peatlands in the Kubu Raya and Pontianak districts, West Kalimantan, Indonesia. Journal of Oil Palm Research, 24, 1378–1387.

Agusti, T. M., Nurjaya, I. N., & Kuswahyono, I. (2019). Implementasi regulasi perhutanan sosial yang berkemanfaatan bagi masyarakat sekitar hutan. Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan, 4(2), 300–309. https://doi.org/10.17977/

um019v4i2p300-309

Agustina, L. S., Fauzi, H., & Hafizianor, H. (2020). Pemetaan sosial dan identifikasi pengelolaan lahan oleh masyarakat di Kawasan Hutan Lindung Liang Anggang Kalimantan Selatan. Jurnal Sylva Scienteae, 3(2), 274–285.

https://doi.org/10.20257/ 10.20527/jss.v6i3

Fahruni, F. (2015). Analisis pola agroforestri pada kebun petani. Daun, 2(1), 12–25.

Gunawan, H., & Afriyanti, D. (2019). Potensi perhutanan sosial dalam meningkatkan partisipasi masyarakat dalam restorasi gambut. Jurnal Ilmu Kehutanan, 13(2), 227–

236. https://doi.org/10.22146/jik.52442

Handoyo, Irawanti, S., Surati, Ariawan, K., Setiadi, A., Mulyadin, & Charity, D. (2018).

Regulasi perhutanan sosial di lahan gambut”antara political will dan realita”. Policy Brief 12 (4): 1 – 7.

Irma, W., Gunawan, T., & Suratman, S. (2018). Pengaruh konversi lahan gambut terhadap ketahanan lingkungan di DAS Kampar Provinsi Riau Sumatera. Jurnal Ketahanan Nasional, 24(2), 170–191. https://doi.org/10.22146/jkn.36679

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Perhutanan Sosial. , Pub. L. No.

1663. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 (2016).

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Perhutanan Sosial pada Ekosistem Gambut. , Pub. L. No. 1341. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.37/MENLHK/SETJEN/KUM.1/7/2019 (2019).

KTH MPG. 2019. Rencana Kerja Usaha (RKU) Hutan Kemasyarakatan KTH MPG Suka Maju Periode 2019 sampai 2028.

Miettinen, J., Hooijer, A., Vernimmen, R., Liew, S. C., & Page, S. E. (2017). From carbon sink to carbon source: extensive peat oxidation in insular Southeast Asia since 1990.

Environmental Research Letters, 12(2), 24014. https://doi.org/10.1088/1748- 9326/aa5b6f

Mayrowani, H. (2016). Pengembangan agroforestry untuk mendukung ketahanan pangan dan pemberdayaan petani sekitar hutan. Forum Penelitian Agro Ekonomi, 29(2), 83–

98. https://doi.org/10.21082/fae.v29n2.2011.83-98

(26)

Jurnal Galam. Vol. 1(1): 1-14, Agustus 2020 14

Mulyadin, R. M., Surati, S., & Ariawan, K. (2016). Kajian hutan kemasyarakatan sebagai sumber pendapatan: kasus di Kab. Gunung Kidul. Jurnal Penelitian Sosial Dan Ekonomi Kehutanan, 13(1), 13–23. https://doi.org/10.20886/jsek.2016.13.1.13-23 Nandini, R. (2013). Evaluasi pengelolaan hutan kemasyarakatan (Hkm) pada hutan

produksi dan hutan lindung di Pulau Lombok. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman, 10(1), 43–55. https://doi.org/10.20886/jpht.2013.10.1.43-55

Noor, M., Nursyamsi, D., Alwi, M., & Fahmi, A. (2014). Prospek pertanian berkelanjutan di lahan gambut: dari petani ke peneliti dan peneliti ke petani. Jurnal Sumber Daya Lahan, 8(2), 69–79.

Osaki, M., Setiadi, B., Takahashi, H., & Evri, M. (2016). Peatland in Kalimantan. In Tropical Peatland Ecosystems (pp. 91–112). https://doi.org/10.1007/978-4-431-55681-7_6 Page, S. E., Rieley, J. O., & Banks, C. J. (2011). Global and regional importance of the tropical

peatland carbon pool. Global Change Biology, 17(2), 798–818.

https://doi.org/10.1111/j.1365-2486.2010.02279.x

Ruhimat, I. S. (2017). Peningkatan kapasitas kelembagaan kelompok tani dalam pengembangan usahatani agroforestry: studi kasus di Desa Cukangkawung, Kecamatan Sodonghilir, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat. Jurnal Penelitian Sosial Dan Ekonomi Kehutanan, 14(1), 1–17.

Ritung, S., Wahyunto, K., Nugroho, Sukarman, Hikmatullah, Suparto, & Tafakresnanto, C.

(2011). Peta Lahan Gambut Indonesia Skala 1:250.000. Bogor, Indonesia: Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian.

Safe’i, R., Febryano, I. G., & Aminah, L. N. (2018). Pengaruh keberadaan gapoktan terhadap pendapatan petani dan perubahan tutupan lahan di hutan kemasyarakatan.

Sosiohumaniora, 20(2), 109–114. https://doi.org/10.24198/sosiohumaniora.

v20i2.14349

Subarna, T. (2011). Faktor yang mempengaruhi masyarakat menggarap lahan di hutan lindung: studi kasus di Kabupaten Garut Jawa Barat. Jurnal Penelitian Sosial Dan Ekonomi Kehutanan, 8(4), 265–275. https://doi.org/10.20886/jpsek.2011.8.4.265- 275

Suratmo, Said, S., & Oki, G. (2013). Identifikasi okupasi lahan pada kawasan hutan lindung Pinang Luar Kecamatan Rasau Jaya Kabupaten Kubu Raya. Jurnal Hutan Lestari, 1(2).

Thornton, S. A., Page, S. E., Upton, C., & Harrison, M. E. (2018). Peatland fish of Sebangau, Borneo: diversity, monitoring and conservation. Mires & Peat, 22.

https://doi.org/10.19189/MaP.2017.OMB.313

Wibowo, A. (2010). Konversi hutan menjadi tanaman kelapa sawit pada lahan gambut:

implikasi perubahan iklim dan kebijakan. Jurnal Penelitian Sosial Dan Ekonomi Kehutanan, 7(4), 251–260. https://doi.org/10.20886/jpsek.2010.7.4.251-260

Wösten, J. H. M., Clymans, E., Page, S. E., Rieley, J. O., & Limin, S. H. (2008). Peat–water Interrelationships in a tropical peatland ecosystem in Southeast Asia. Catena, 73(2), 212–224. https://doi.org/10.1016/j.catena.2007.07.010

(27)

https://ejournal.forda-mof.org/ejournal-litbang/index.php/GLM Diterima: 12-12-2019 Disetujui: 09-08-2020 p-ISSN 2723-4924 e-ISSN 2723-5084 Artikel

DOI: 10.20886/GLM.2020.1.1.15-26 KERAGAMAN SPORA MIKORIZA ARBUSKULA DI BAWAH TANAMAN Shorea balangeran (Korth.) Burck. SEBAGAI BIOINDIKATOR KEBERHASILAN

REVEGETASI

Diversity of arbuscular mycorrhiza spores under Shorea balangeran (Korth.) Burck.

plantation as bioindicator for the revegetation success Tri Wira Yuwati1* dan Wanda Septiana Putri2

1Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Banjarbaru Jl. A.Yani km 28,7, Landasan Ulin, Banjarbaru Kalimantan Selatan,

Telepon/Fax: 0511-4707872

2 Fakultas MIPA, Universitas Lambung Mangkurat

*Email: [email protected] ABSTRAK

Mikoriza arbuskula adalah suatu asosiasi antara jamur dan akar tanaman. Mikoriza arbuskula memiliki banyak fungsi seperti meningkatkan pertumbuhan tanaman, meningkatkan penyerapan hara tanah, dan meningkatkan toleransi tanaman terhadap kondisi ekstrim. Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus Tumbang Nusa adalah hutan rawa gambut di Kalimantan Tengah yang terbakar habis pada tahun 2015. Program rehabilitasi lahan gambut telah dimulai sejak tahun 2016 dengan penanaman Shorea balangeran (Korth.) Burck. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui keragaman spora mikoriza arbuskula di bawah pohon S. balangeran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara umur tanaman S. balangeran dan jumlah spora. Lebih lanjut, terdapat 4 spora mikoriza arbuskula yang teridentifikasi, yaitu Glomus sp., Gigaspora sp., Acaulospora sp., dan Scutellospora sp.

Kata kunci: mikoriza arbuskula, Kalimantan Tengah, hutan rawa gambut, Shorea balangeran, spora ABSTRACT

Arbuscular mycorrhiza is an association between fungi and plantroots. Arbuscular mycorrhiza has many functions such as improving the plant’s growth, increasing the absorption of soil nutrients and enhancing the plants tolerant to extreme condition. Tumbang Nusa Forest for Specific Purpose is a peat swamp forests in Central Kalimantan that was severely burnt in 2015. Peat land rehabilitation program has started since 2016, by Shorea balangeran (Korth.) Burck planting. The aim of this research was to determine the diversity of arbuscular mycorrhiza spores under S. balangeran tree. The results showed that there was relationship between the age of S. balangeran and number of spores.

Moreover, there were 4 spores of arbuscular mycorrhiza identified as Glomus sp., Gigaspora sp., Acaulospora sp. and Scutellospora sp.

Keywords: arbuscular mycorrhiza, Central Kalimantan, Shorea balangeran, peat swamp forest, spores

PENDAHULUAN

Kebakaran besar yang terjadi pada hutan di Indonesia, khususnya pada hutan rawa gambut di Kalimantan Tengah telah membawa dampak kerugian yang amat besar salah satunya adalah kehilangan keanekaragaman hayati seperti flora, fauna, dan mikroorganisme, terutama fungi mikoriza arbuskula. Fungi mikoriza arbuskula

Gambar

Gambar  1.  Peta  Tumpang  Susun  Wilayah  Hutan  Kemasyarakatan  dengan  Ketebalan  Gambut
Tabel 1. Pola pengelolaan lahan gambut KTH MPG Sukamaju.
Gambar  1.  Pengelolaan  lahan  KTH  MPG  Sukamaju  (a)  Plot  tanaman  agroforestri,                 (b) Budidaya madu kelulut di bawah tegakan sawit, (c) Peternakan sapi
Tabel 1. Jumlah spora FMA yang tertampung pada berbagai ukuran tapisan (mesh) beserta  warna dominan spora
+7

Referensi

Dokumen terkait