PERENCANAAN KONSERVASI TANAH DAN AIR BERDASARKAN KELAS KEMAMPUAN LAHAN
MADE SRI SUMARNIASIH
PS AGROEKOTEKNOLOGI, FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS UDAYANA
DISAJIKAN PADA
SEMINAR NASIONAL IX DAN KONGRES NASIONAL X MKTI 2019 SURAKARTA
24-26 OKTOBER 2019
PENDAHULUAN
• Kemampuan lahan adalah penilaian atau pengelompokan lahan didasarkan atas faktor penghambatnya.
• Untuk menjaga agar tidak terjadi perubahan penggunaan lahan kearah kelas kemampuan lahan yang lebih tinggi, perlu pengelolaan lahan berdasarkan kaidah konservasi tanah dan air.
• Penelitian dilakukan di Sub DAS Bubuh, termasuk dalam
SWP DAS Oos Jinah, yang merupakan hulu dari beberapa
DAS yang berada di Kabupaten Bangli.
TUJUAN PENELITIAN
1. Untuk mengetahui kelas kemampuan lahan,
2. Faktor-faktor yang menjadi kendala
3. Merencanakan penggelolaannya.
METODE PENELITIAN
Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Sub DAS Bubuh yang berlokasi di Kabupaten Bangli, Provinsi Bali, dengan luas 3.934.3 ha. Secara geografis daerah penelitian terletak pada 80 23’ 27” – 80 28’ 20” LS sampai dengan 115023’49” –115023’6”BT.
Secara administrasi daerah penelitian dibatasi oleh Kecamatan Kintamani di daerah utara, Kecamatan Rendang di daerah timur, Kecamatan Banjarangkan di daerah selatan dan Kecamatan Tembuku di daerah barat.
Pelaksanaan Penelitian
1. Pembuatan unit lahan dengan cara menumpang susunkan peta jenis tanah, peta penggunaan lahan dan peta kemiringan lereng sehingga didapatkan 12 unit lahan.
2. Setiap unit lahan diambil tanahnya untuk dianalisa sifat fisik, kimia, dan biologi di Laboratorium Tanah dan Lingkungan Fakultas Pertanian Universitas Udayana.
3. Survei ke lapangan untuk mengukur kemiringan lereng, tingkat erosi, kedalaman tanah, drainase, kerikil/batuan dan ancaman banjir.
4. Berdasarkan data lapangan dan laboratorium kemudian di analisis kelas kemampuan lahannya dengan keretia menurut Arsyad, (2010).
HASIL PENELITIAN
• Hasil analisisis kelas kemampuan lahan di Sub DAS Bubuh (Tabel 1) dan sebaran pada peta (Gambar 1).
• Ada 3 kelas yaitu kelas III, IV dan VI dengan faktor pembatas kepekaan erosi dan kemiringan lereng (e), kapasitas menahan air (w) dan daerah perakaran (s).
• Unit lahan 1, penggunaan lahan tegalan (458,49 ha), kelas III, faktor pembatas tekstur berpasir, perbaikan penambahan bahan organik.
• Unit lahan 2 penggunaan lahan sawah (78,78 ha) kelas VI, faktor pembatas lereng agak curam, perbaikan penambahan bahan organik dan meningkatkan kerapatan tanaman.
• Unit lahan 3, penggunaan lahan kebun campuran kerapatan sedang (156,07 ha), kelas IV faktor pembatas lereng berbukit, perbaikan penambahan bahan organik dan tanaman kerapatan tinggi.
• Unit lahan 4, penggunaan lahan sawah (68,11 ha) kelas IV faktor pembatas lereng
berbukit, perbaikan penambahan bahan organik.
• Unit lahan 5 penggunaan lahan tegalan (31,45 ha) kelas VI, faktor pembatas lereng agak curam, perbaikan penambahan bahan organik dan tanaman kerapatan tinggi.
• Unit lahan 6, penggunaan lahan kebun campuran kerapatan sedang (239,35 ha), kelas III, faktor pembatas kepekaan erosi tinggi dan tekstur berpasir, perbaikan penambahan bahan organik dan tanaman kerapatan tinggi.
• Unit lahan 7, penggunaan lahan sawah (179,82 ha), kelas III faktor pembatas lereng bergelombang, perbaikan penambahan bahan organik.
• Unit lahan 8, penggunaan lahan tegalan (15,14 ha), kelas III faktor pembatas lereng bergelombang dan kepekaan erosi tinggi, perbaikan penambahan bahan organik.
• Unit lahan 9, penggunaan lahan kebun campuran kerapatan rendah (66,31 ha), kelas IV faktor pembatas lereng berbukit, perbaikan penambahan bahan organik dan tanaman kerapatan tinggi.
• Unit lahan 10 penggunaan lahan sawah (10,36 ha), kelas IV faktor pembatas lereng berbukit dan drainase buruk, perbaikan penambahan bahan organik.
• Unit lahan 11, penggunaan lahan tegalan (14,27 ha), kelas IV faktor pembatas lereng berbukit, perbaikan penambahan bahan organik.
• Unit lahan 12, penggunaan lahan kebun campuran kerapatan tinggi (383,01 ha), kelas III faktor pembatas kepekaan erosi sedang, perbaikan penambahan bahan organik.
• Penggunaan lahan sawah (kelas III dan IV), dengan kemiringan diatas 15% tetap dipertahankan sawah karena kelas kemampuan sesuai untuk pertanian, perlu penambahan organik untuk menjaga kualitas tanah.
• Penggunaan lahan tegalan (kelas III dan IV), mempunyai kemiringan diatas 15%, perlu penambahan bahan organik dan meningkatkan kerapatan tanaman sistem tumpangsari dan perbaikan teras.
• Penggunaan lahan kebun campuran (kelas III dan IV), dengan kemiringan lereng diatas 15%
perlu penambahan bahan organik, tanaman kerapatan tinggi, dan perbaikan teras, dan lahan semak belukar (kelas VI), kelerengan curam maka perlu penanaman dengan sistem agroforestri, tanaman kerapatan tinggi dan pembuatan teras, lahan yang dibiarkan atau lahan tidur tersebut berfungsi, sehingga meningkatkan kemampuan potensial lahan tersebut.
• Klasifikasi kemampuan lahan memberikan panduan untuk penilaian dan mengetahui kendala tanah dan rekomendasi pengelolaan lahan untuk digunakan pada berbagai kegiatan, artinya penggunaan lahan sebaiknya menurut kelas kemampuan lahan (Murphy et al., 2004). Praktek pertanian tanpa menerapkan konservasi tanah dan agroteknologi yang memadai telah menyebabkan erosi (Sri Sumarniasih et al., 2017).
• Sejalan juga dengan hasil penelitian (Harjianto et al., 2016), menyatakan perubahan penggunaan hutan menjadi lahan pertanian merupakan masalah serius di DAS Lawo, Sulawesi Selatan, karena menyebabkan erosi tanah yang tinggi dan produktivitas lahan yang rendah. Pengelolaan di DAS harus dilakukan dengan konservasi tanah dan air terpadu untuk meningkatkan produksi pertanian.