UPAYA WARGA SEKOLAH UNTUK MENINGKATKAN KEPEDULIAN KEPADA LINGKUNGAN (Studi Kasus Pada SMAN 6 PADANG)
ARTIKEL
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (STRATA 1)
Oleh :
ASRIAL SAMALOISA NPM:11070051
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOSIOLOGI
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP) PGRI SUMATERA BARAT
PADANG
2016
HALAMAN PENGESAHAN ARTIKEL ILMIAH
UPAYA WARGA SEKOLAH UNTUK MENINGKATKAN KEPEDULIAN KEPADA LINGKUNGAN (Studi Kasus Pada SMAN 6 PADANG)
Nama : Asrial Samaloisa Npm : 11070051
Program Studi : Pendidikan Sosiologi
Jurusan : Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
Institusi : Sekolah Tinggi Keguruan Dan Ilmu Pendidikan (STKIP) PGRI Sumatera Barat.
Artikel ini telah disetujui oleh Dosen Pembimbing Skripsi untuk ke Prodi Pendidikan Sosiologi.
Pembimbing I Pembimbing II
DR. Ansofino, M.Si Sri Rahayu, M.Pd
UPAYA WARGA SEKOLAH UNTUK MENINGKATKAN KEPEDULIAN KEPADA LINGKUNGAN (Studi Kasus Pada SMAN 6 PADANG)
Asrial Samaloisa ¹ Ansofino ² Sri Rahayu ³
Mahasiswa dan Dosen Program Studi Pendidikan Sosiologi STKIP PGRI Sumatera Barat
Jl. Gunung Pangilun No. 1 Padang Telp. (0751) 7053731 Fax (0751) 7053826 Email: [email protected], [email protected], [email protected].
ABSTRACT
This research is motivated by the problems and circumstances Senior High School 6 Padang. In this case this study see the environment and people's awareness of schools that have decreased. Then the school to make efforts in order to survive and of course the concern is increasing day by day. The research aimed to find out 1). How the school community effort to increase environmental awareness in SMAN 6 Padang. 2). The obstacles faced by people in schools to raise awareness of the environment in Senior High School 6 Padang.The theory used is the traditional actions by Max Weber. Traditional action is action that is based on the habits of doing things in the past. The approach used is qualitative approach with descriptive type. The technique of taking informants used by purposive sampling. Data used in the form of primary data and secondary data. With the technique of collecting data non-participant observation, in-depth interviews (depth interview) and documentation study. The unit of analysis is the individual. With interactive data analysis model (Milles dan Huberman). The results of this study revealed that by, among others, 1). Attempts by the school to raise awareness to the environment: a) The Mutual Cooperation, b) Outdoor Education, c) Process Garbage, d) Green House, e) Forming Task Force (of TNI officer) Environmental Hygiene which Members is Student of Senior High School 6 Padang, f) Social activities. 2). Obstacles encountered in raising people's awareness of the school to the environment, namely: a) The amount of labor, b) Limited space, c) Less Special Staff, d) Lack of funds, and e) lack of awareness of Citizen Schools.
Key Word : Residents, efforts,school, Increase, environmental, concern.
PENDAHULUAN
Kementerian Kehutanan mencatat luas hutan di Indonesia menyusut setiap tahun. Hal ini terjadi akibat pembakaran hutan, illegal logging dan alih fungsi hutan yang terus meningkat. Sejak tahun 2000 hingga 2012 kerusakan hutan mencapai lebih 6,02 juta hektar per tahun (A Karim, 2012: 17-18).
Kerusakan lingkungan hidup sebagian besar disebabkan oleh ulah manusia. Perilaku hidup manusia yang lalai, egois dan tidak bertanggung jawab dalam mengeksploitasi lingkungannya termasuk sering diabaikannya kepentingan pelestarian lingkungan hidup di tingkat pengambil keputusan menandakan adanya masalah degradasi moral. Moral yang buruk mengakibatkan kondisi lingkungan hidup semakin kritis dan akhirnya merugikan manusia itu sendiri.
Jumlah populasi manusia yang meningkat, jelas akan diikuti meningkatnya konsumsi atas sumber daya alam (SDA). Agar batas daya dukung tidak terlampaui, maka diupayakan agar laju konsumsi sumber daya alam dan pencemaran menurun relatif terhadap kenaikan kualitas lingkungan hidup. Jadi syarat kenaikan kualitas hidup harus diupayakan bersamaan dengan ditekannya konsumsi SDA dan pencemaran (Philip Kristanto, 2002: 43 dalam Rachmad, 2012: 69). Seperti teori antroposentrisme menjelaskan bahwa etika lingkungan yang memandang manusia sebagai pusat dari sistem alam semesta. Nilai tertinggi adalah manusia dan kepentingannya. Hanya manusialah yang mempunyai nilai dan mendapat perhatian (Sony Keaf: 2010).
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, perilaku antroposentrisme baik secara sadar maupun tidak yang berinteraksi dengan
komponen-komponen lain, seperti antroposentrisme yang beriteraksi dengan industrialisme, konsumerisme, moderenisme, dan perkembangan pesat teknologi, menjadi sebab kerusakan lingkungan. Akibatnya kita lihat, semua sisi lingkungan menjadi rusak, tidak peduli lingkungan fisik maupun lingkungan biologi, akibatnya dampak langsung yang diterima masyarakat adalah bencana alam yang terjadi silih berganti. Maka, benarlah apa yang dinyatakan oleh Ralph Metzner;
“Maraknya perusakan dan pengekploitasian hutan secara besar-besaran yang semakin menjadi-jadi menunjukan bahwa akar dasar malapetaka lingkungan terletak dalam sikap, nilai, persepsi, dan pandangan dunia dasar kita pegang” (Mary Evelyn Tucker & John A.
Grim, 2003: 206 dalam Racmad, 2012: 69-70) Permasalahan lingkungan hidup tidak dapat dipisahkan secara teknis semata, namun yang lebih penting adalah pemecahan yang dapat mengubah mental serta kesadaraan akan pengelolaan lingkungan. Untuk mengatasi dampak kerusakan lingkungan hidup diperlukan suatu perubahan sikap dan perilaku pada masyarakat serta perbaikan moral melalui pendidikan.
Pendidikan sangat mempengaruhi perkembangan fisik, daya jiwa (akal, rasa dan kehendak), sosial dan moralitas manusia serta merupakan alat terpenting untuk menjaga diri dan memelihara nilai-nilai positif. Tentunya dengan pengaruh yang ditimbulkan pendidikan ini memberikan dampak pada bertambahnya pengetahuan dan keterampilan serta akan menolong dalam pembentukan sikap yang positif. Semua pihak diharapkan dapat turut serta melakukan penyelamatan dan pelestarian lingkungan hidup dengan mengembangkan sikap, bentuk-bentuk perilaku, kemampuan sosial dan kemampuan individu yang mencintai lingkungan. (JRE Kaligis, 2008: 37-38)
Pendidikan lingkungan hidup di sekolah merupakan salah satu dari penerapan pendidikan karakter. Pendidikan karakter dan pendidikan lingkungan hidup menanamkan nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi pengetahuan (kognitif), kesadaran atau kemauan (afektif), dan tindakan (psikomotor) untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. (JRE Kaligis dkk, 2008: 46).
Untuk menyikapi masalah tersebut dan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman lingkungan hidup kepada peserta
didik dan masyarakat, maka tanggal 3 Juni 2005 ditandatangani Kesepakatan Bersama antara Menteri Negara Lingkungan Hidup dengan Menteri Pendidikan Nasional.
Berdasarkan kesepakatan tersebut, maka pendidikan lingkungan harus berdasarkan konsep dasar makna lingkungan hidup. Untuk merealisasikan kesepakatan ini maka tanggal 21 Februari 2006 dicanangkan program Adiwiyata. Program Adiwiyata ini adalah sebagai salah satu strategi pemberian pendidikan lingkungan yang dilakukan pemerintah dengan maksud agar tercipta sekolah yang peduli dan berbudaya lingkungan.
Sejak tahun 2007 program ini kemudian dilaksanakan menyeluruh ke tiap provinsi yang ada di Indonesia (Kementerian lingkungan Hidup, 2-3: 2012).
Program Adiwiyata adalah salah satu program Kementrian Lingkungan Hidup dalam rangka mendorong terciptanya pengetahuan dan kesadaran warga sekolah dalam upaya pelestarian, berwawasan dan peduli lingkungan hidup. Dalam program ini diharapkan setiap warga sekolah ikut terlibat dalam kegiatan sekolah menuju lingkungan yang sehat serta menghindari dampak lingkungan yang negatif (Panduan Adiwiyata, 3: 2012).
Adiwiyata mempunyai pengertian atau makna tempat yang baik dan ideal dimana dapat diperoleh segala ilmu pengetahuan dan berbagai norma serta etika yang dapat menjadi dasar manusia menuju terciptanya kesejahteraan hidup dan menuju kepada cita- cita pembangunan berkelanjutan (Panduan Adiwiyata, 3: 2012).
Tujuan program Adiwiyata adalah menciptakan kondisi yang baik bagi sekolah untuk menjadi tempat pembelajaran dan penyadaran warga sekolah, sehingga di kemudian hari warga sekolah tersebut dapat turut bertanggung jawab dalam upaya penyelamatan lingkungan bagi sekolah dasar dan menengah di Indonesia (Panduan Adiwiyata, 3: 2012).
Program Adiwiyata harus berdasarkan norma-norma kebersamaan, keterbukaan, kejujuran, keadilan, dan kelestarian fungsi lingkungan hidup dan sumber daya alam. Serta penerapan prinsip dasar yaitu: partisipatif, dimana komunitas sekolah terlibat dalam manajemen sekolah yang meliputi keseluruhan proses perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi sesuai tanggung jawab dan peran; serta berkelanjutan, dimana seluruh kegiatan harus
dilakukan secara terencana dan terus menerus secara komperensif.
Adapun Indikator penting dari konsep sekolah Adiwiyata adalah sebagai berikut:
a) pengembangan kebijakan sekolah peduli dan berbudaya lingkungan,
b) pengembangan kurikulum berbasis lingkungan,
c) pengembangan kegiatan berbasis partisipasif, dan
d) pengembangan dan atau pengelolahan sarana pendukung sekolah yang ramah lingkungan.
Hal tersebut sesuai dengan Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Salah satu sekolah menengah atas yang mengambil bagian dalam pengimplementasian program adiwiyata di Indonesia adalah SMAN 6 Padang Propinsi Sumatera Barat.
SMAN 6 Padang merupakan sekolah yang telah menerapkan sistem pendidikan berwawasan lingkungan hidup (Adiwiyata).
Hal ini senada dengan visi SMAN 6 Padang yaitu “Berakhlak Mulia, Berprestasi, dan Berbudaya Lingkungan”. SMAN 6 Padang mengaplikasikannya dengan mengikuti suatu program pendidikan lingkungan hidup yang di kelolah oleh pemerintah yaitu program Adiwiyata pada tahun 2010. Sejak saat itulah SMAN 6 Padang mulai membenahi setiap aspek di lingkungan sekolah demi mewujudkan sekolah yang berwawasan lingkungan hidup dan pada tahun 2011 SMAN 6 Padang mendaftar sebagai sekolah Adiwiyata kemudian tahun 2012 SMAN 6 Padang meraih prestasi Adiwiyata nasional dan setahun kemudian tepatnya tahun 2013 SMAN 6 Padang meraih prestasi Adiwiyata mandiri dari kementerian lingkungan hidup.
Prestasi penghargaan Adiwiyata yang diraih SMAN 6 Padang merupakan suatu titik tolak untuk melihat sejauh mana sikap kepedulian warga sekolah khusunya siswa terhadap lingkungan hidup. Warga sekolah yang dimaksud disini mencakup seluruh yang berada dilingkungan sekolah seperti kepala sekolah, guru, siswa, komite sekolah, karyawan dan petugas kebersihan sekolah.
Melihat prestasi yang diraih otomatis itu akan menjadi suatu bukti bahwa warga sekolah sudah tertanam sikap peduli akan lingkungan tersebut. Lingkungan yang dimaksud dalam hal
ini adalah lingkungan sosial, budaya dan fisik.
Namun yang menjadi pusat konsentrasi dalam kajian penelitian ini adalah lingkungan fisik karena di lingkungan SMAN 6 Padang lingkungan fisik menjadi prioritas utama yang dibenahi disamping lingkungan sosial dan budaya.
Kendati demikian seiring berjalanya waktu sejak tahun 2013 hingga sekarang, sikap kepedulian warga sekolah kepada lingkungan (fisik) pun mengalami perubahan terkhusus kepada siswanya. Berbagai permasalahan lingkungan pun muncul seperti buang sampah sembarangan dan merusak sarana/prasarana.
Sebagai salah satu lembaga formal yaitu sekolah SMAN 6 Padang, telah mengeluarkan peraturan dan tatatertib peraturan sekolah yang berupa sanksi denda uang dan punishment berupa hukuman untuk membersihkan lingkungan. Sekolah menetapkan sanksi tersebut atas setiap pelanggaran yang dilakukan siswanya dalam upaya menegakkan kepedulian kepada lingkungan. Hal ini sesuai dengan bunyi dari UU Nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hiduvvvvp BAB II Pasal 2 ayat 10 yang berbunyi Pencemar membayar. Peraturan ini merupakan salah satu upaya warga sekolah untuk meningkatkan kepedulian kepada lingkungan (fisik). Peraturan ini juga di berlakukan demi mempertahankan dan meningkatkan kepedulian kepada lingkungan sebagai lambang sekolah Adiwiyata.
Berdasarkan observasi dan pengamatan penulis selama melakukan PL (Praktek Lapangan Kependidkan) di SMAN 6 Padang pada bulan Agustus - Desember 2014 penulis mengamati dan melakukan wawancara langsung dengan guru-guru dan wakil kesiswaan bahwa sanksi tersebut belum berjalan efektif di SMAN 6 Padang. Salah satu contohnya dalam hal membuang sampah, peserta didik masih terbiasa melakukan kebiasaan ini yaitu buang sampah sembarangan, tanaman sekolah tidak dirawat, ruang belajar yang masih banyak ditemukan sampah-sampah yang beserakan dan siswa mau bertindak jika ada guru yang memantau saja.
Padahal hampir setiap ruang depan kelas telah disediakan tempat/tong sampah yang berjumlah 25 tong sampah. Hal-hal tersebut disebabkan karena adanya penurunan semangat dan kesadaran akan pentingnya kepedulian kepada lingkungan.
Berdasarkan uraian dan realita di atas,
maka penulis tertarik untuk meneliti lebih jauh tentang “Upaya Warga Sekolah Untuk Meningkatkan Kepedulian Kepada Lingkungan di SMAN 6 Padang”.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini mulai dilakukan sejak tanggal 14 September sampai 10 Oktober 2015.
Tempat penelitian ini, di SMA N 6 Padang Kelurahan Mata Air Kecamatan Padang Selatan. Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan penelitian kualitatif dan tipe penelitian ini adalah tipe deskritif.
Metode pemilihan informan dalam penelitian ini adalah dengan cara purposive sampling (Sugiono, 2011:30). Dalam penelitian ini, penelitian menggunakan data primer dan data skunder. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah observasi non partisipan, wawancara dan studi dokumen. Model analisis data dalam penelitian ini menggunakan model analisis data Miles dan Huberman.
HASIL PENELITIAN
SMAN 6 Padang merupakan sekolah yang telah menerapkan sistem pendidikan berwawasan lingkungan hidup (Adiwiyata).
Hal ini senada dengan visi SMAN 6 Padang yaitu “Berakhlak Mulia, Berprestasi, dan Berbudaya Lingkungan”. SMAN 6 Padang mengaplikasikannya dengan mengikuti suatu program pendidikan lingkungan hidup yang di kelolah oleh pemerintah yaitu program Adiwiyata pada tahun 2010. Sejak saat itulah SMAN 6 Padang mulai membenahi setiap aspek di lingkungan sekolah demi mewujudkan sekolah yang berwawasan lingkungan hidup dan pada tahun 2011 SMAN 6 Padang mendaftar sebagai sekolah Adiwiyata kemudian tahun 2012 SMAN 6 Padang meraih prestasi Adiwiyata nasional dan setahun kemudian tepatnya tahun 2013 SMAN 6 Padang meraih prestasi Adiwiyata mandiri dari kementerian lingkungan hidup.
Prestasi penghargaan Adiwiyata yang diraih SMAN 6 Padang merupakan suatu titik tolak untuk melihat sejauh mana sikap kepedulian warga sekolah khusunya siswa terhadap lingkungan hidup. Warga sekolah yang dimaksud disini mencakup seluruh yang berada dilingkungan sekolah seperti kepala sekolah, guru, siswa, komite sekolah, karyawan dan petugas kebersihan sekolah.
Melihat prestasi yang diraih otomatis itu akan menjadi suatu bukti bahwa warga sekolah
sudah tertanam sikap peduli akan lingkungan tersebut. Lingkungan yang dimaksud dalam hal ini adalah lingkungan sosial, budaya dan fisik.
Namun yang menjadi pusat konsentrasi dalam kajian penelitian ini adalah lingkungan fisik karena di lingkungan SMAN 6 Padang lingkungan fisik menjadi prioritas utama yang dibenahi disamping lingkungan sosial dan budaya.
Kendati demikian seiring berjalanya waktu sejak tahun 2013 hingga sekarang, sikap kepedulian warga sekolah kepada lingkungan (fisik) pun mengalami perubahan terkhusus kepada siswanya. Berbagai permasalahan lingkungan pun muncul seperti buang sampah sembarangan dan merusak sarana/prasarana
.
5.2 Upaya Warga Sekolah Untuk Meningkatkan Kepedulian Kepada Lingkungan.
5.2.1. Gotong Royong.
Adapun upaya yang dilakukan oleh warga sekolah dalam meningkatkan kepedulian dan kebersihan lingkungan adalah dengan cara gotong royong atau kerja bakti serta melalui perilaku yang teratur serta kesadaran warga sekolah untuk menjaga atau meningkatkan kebersihan dan kepedulian lingkungannya, meskipun mereka menyadari bahwa menerapkan perilaku disiplin dan peduli untuk kebersihan lingkungan itu penting dan bermanfaat bagi kesehatan jiwa mereka.
Upaya yang dilakukan warga sekolah dalam meningkatkan kepedulian kepada lingkungan yaitu dengan cara gotong royong bersama. Jika ada siswa yang tidak hadir dalam kegiatan tersebut tanpa pemberitahuan seperti ijin karena sakit dan lain sebagainya, itu akan di denda sebesar Rp 10,000. Sebelumnya kegiatan gotong royong ini dilaksanakan satu kali dalam sebulan. Namun karena tingkat kepedulian warga sekolah yang sudah menurun dan sudah banyak sekali tingkat pelanggaran terhadap lingkungan seperti tanaman bunga yang rusak akibat ulah siswa maka kegiatan gotong royong ini di adakan setiap bulannya itu dua kali. Kegiatan gotong royong ini dilaksanakan setiap hari sabtu mulai pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 11.00 WIB atau sampai dengan selesai
.
5.2.2. Pendidkan di luar Kelas (outdoor edication)
Penyelenggaraan paket pendidikan ini dapat bersifat outdoor education (pendidikan di luar kelas), yang dilakukan dengan mengajak siswa untuk menyatu dengan alam dan melakukan beberapa aktivitas siswa terhadap lingkungan melalui tahap-tahap penyadaran, pengertian, tanggungjawab dan aksi atau tingkah laku.
upaya yang dilakukan oleh warga sekolah dalam meningkatkan kepedulian kepada lingkungan yaitu dengan cara outdoor education. Kegiatan tidak berarti sekedar memindahkan pelajaran keluar kelas, melainkan lebih pada pemanfaatan potensi lingkungan yang ada sebagai obyek dalam materi yang disampaikan. Aktivitas yang disampaikan berupa permainan, cerita (dongeng), olahraga, eksperimen, perlombaan, mengenal kasus-kasus lingkungan di sekitarnya dan diskusi penggalian solusi, aksi lingkungan, dan jelajah lingkungan. Salah satu kegiatan yang sering dilakukan adalah perlombaan menata da merias taman sekolah. Siswa akan dibagi dalam beberapa kelompok dan guru akan memberikan arahan selebihnya diserahkan kepada siswa selurunya untuk mereka selesaikan. Dalam perlombaan ini siswa dituntut untuk mengeluarkan kreativitasnya agar taman yang mereka hias itu terlihat menarik dan enak dipandang.
Kemudian setelah batas waktu yang ditentukan selesai maka akan ditentukan tiga kelompok yang akan menjadi pemenang dalam perlombaan tersebut.
Kegiatan ini berlangsung antara tiga sampai empat jam pelajaran. Dalam kegiatan ini siswa dibimbing untuk menemukan sendiri maksud yang terkandung di dalamnya, sehingga transfer materi bisa lebih mudah diterima dan lebih mudah diingat oleh siswa. Kegiatan outdoor education ini dilaksanakan setiap mata pelajaran pertanian atau muatan lokal. Terkadang kegiatan ini juga dilaksanakan dalam program ekstrakurikuler. Lokasi kegiatan outdoor education ini dilakukan yaitu di sekitar lingkungan sekolah dan terkadang di luar lingkungan sekolah misalnya di taman Melati (museum Adityawarman) dan taman Imam Bonjol.
5.2.3. Pengelolaan Sampah
Sampah dikumpulkan dan
dikelompokan berdasarkan sampah organik dan anorganik. Sampah organik diolah lebih lanjut melalui proses komposting menjadi kompos (Gambar 4 lampiran III). Kompos yang dihasilkan sebagai dimanfaatkan sebagai pupuk tanaman di lingkungan sekolah sedangkan sebagian yang lain dijual ke mereka yang membutuhkan.
Sampah anorganik dimanfaatkan sebagai bahan baku untuk menyalurkan kreativitas warga sekolah khususnya siswa/siswi.
Pengelolaan sampah ini dilaksanakan pada mata pelajaran kesenian dan kerajinan tangan. Biasanya kegiatan ini akan diberikan teori dahulu kemudian siswa di suruh untuk mempraktekanya di dalam kelas dan jika belum selesai saat jam pelajaran berakhir didalam kelas maka guru akan menyuruh siswa untuk menyelesaikannya dirumah kemudian mereka akan kumpulkan saat pelajaan kesenian dan kerajinan tangan ini pada pertemuan selanjutnya. Melalui tangan dingin siswa/siswi SMA N 6 Padang dan dengan bimbingan bapak/ibu guru, sampah anorganik didaur ulang menjadi bahan kerajinan seperti tas, dompet, kertas dan berbagai bentuk kerajinan lainnya yang akan dijual pada saat pembagian rapot.
Proses pengeloaan sampah ini tidak begitu rumit karena alat yang dibutuhkan ada di sekitar kita seperti untuk sampah anorganik yaitu gunting, lem, solasiaban, pisau silet, tali plastik, jarum, penggaris dan lain sebagainya, sedangkan untuk sampah organik yaitu cangkul, sekop, ember dan lain sebagainya. Upaya yang telah dilakukan oleh warga SMA N 6 Padang dalam meningkatkan kepedulian kepada lingkungan sudah lumayan terlaksana dengan baik, namun kendati demikian kegiatan ini tidak semua siswa warga sekolah turut ambil bagian dalam kegiatan ini hanya beberapa orang saja yang terlibat.
Uang hasil dari penjualan kompos dan hasil daur ulang sampah anorganik dan hasil penjualan dari sampah organik itu digunakan untuk membiayai kegiatan yang berwawasan lingkungan lainnya
5.2.4 Green House (rumah hijau)
Green House adalah bangunan dengan atap dan dinding tembus cahaya yang sering digunakan untuk pertanian/perkebunan
dengan tujuan untuk membuat suatu kondisi lingkungan yang stabil sehingga bisa mengoptimalkan produksi di dalamnya.
Program penghijauan sekolah yang sudah dijalankan meliputi penghijauan taman sekolah, pembibitan kolam ikan, dan pembinaan tanaman obat. Untuk membantu mengurangi dampak pemanasan global dilakukan melalui pemeliharan dan pelestarian hutan jati sekolah dan penghijauan kembali tanaman kota didalam lingkungan sekolah serta pembangunan green house. Green house ini dibangun sejak tahun 2010 dengan dana yang berasal dari dinas dan dari sekolah maka green house bisa berdiri disekolah ini. Walaupun dana yang dibutuhkan itu belum mencukupi tetapi itu di tutupi oleh swasembada dari warga sekolah. Jenis tanaman yang ada di dalamnya bermacam-macam. Selain bunga, tanaman obat dan tumbuhan berbuah juga di tanamam didalamnya. Untuk meningkatkan peran serta dan tanggung jawab seluruh warga sekolah maka penyelenggaraan dari beberapa kegiatan tersebut dikaitkan dengan kegiatan intra/ekstrakurikuler serta diserahkan pada guru, siswa dan karyawan sekolah.
Misalnya untuk pembibitan kolam ikan diserahkan kepada siswa/siswi yang tergantung dalam pramuka. Contoh lain adalah pembuatan, pendayagunaan dan pemeliharaan green house yang dikelolah bersama oleh guru biologi dan siswa 5.2.5 Pembentukan SatGas (satuan petugas) Kebersihan Lingkungan yang Anggotanya adalah Siswa SMA N 6 Padang
Satgas (satuan petugas) ini bertugas memastikan seluruh warga sekolah sudah menjalankan kewajibannya untuk menjaga kebersihan sekolah. Satgas ini dibentuk sejak tahun 2012. Namun setelah satu setengah tahun berjalan akhirnya tidak aktif lagi. Setelah diperhatikan bahwa tingkat kepedulian warga sekolah menurun maka satgas ini debentuk kembali pada tahun 2014. Pembentukan SatGas ini merupakan suatu bentuk komitmen segenap warga sekolah untuk mengatasi pelanggaran yang akan terjadi di kemudian hari. Tim yan terbentuk akan terus berkoordinasi dengan guru dan juga keala sekolah. Setiap tindakan pelanggaran tehadap lingkungan aka di proses oleh pembina dan kepala
sekolah. Adapun struktur kepengurusan satgas ini terdiri dari pembina, ketua, bnedahara, sekretaris dan anggota. Untuk saat ini anggota didalam ada lima orang.
pembentukan satgas ini sudah membawakan hasil yang cukup. Walaupun hanya sebagian saja yang terlibat namun tingkat keberhasilan ini sudah berjalan dengan baik dan semua ini juga diberlakukan oleh SMA N 6 Padang untuk meningkatkan kepdulian kepada lingkungan. Tanpa adanya satuan petugas kebersihan tersebut maka akan sulit sekali untuk terus memantau warga sekolah yang melanggar peraturan yang telah di tetapkan.
5.2.6 Kegiatan Sosial
Untuk meningkatkan kepedulian dan rasa memiliki terhadap lingkungan, maka SMA N 6 Padang aktif salam kegiatan sosial terkait dengan peningkatan kualitas lingkungan hidup seperti pengiriman siswa/siswi untuk mengikuti kegiatan penanaman sejuta pohon, kegiatan bakti sosial, keikutsertaan dalam seminar pelestarian lingkungan hidup dan sebagainya. Kegiatan sosial ini juga merupakan bagian dari program ektrakurikuler bagi setiap lokal. Terkadang kegiatan sosial ini di selenggarakan secara serentak dengan beberapa sekolah yang ada di kota Padang. upaya warga sekolah untuk menigkatkan kepdulian kepada lingkungan sudah sangat berdampak sekali. Dengan kegiatan tersebut diharapkan siswa/siswi dapat menjadi duta lingkungan hidup yang membantu mengkampanyekan pentingnya kelestarian alam dan menginformasikan kegiatan-kegiatan yang dapat membantu menjaga kelestarian alam, baik kepada teman-temannya disekolah maupun masyarakat umum. Kegiatan sosial ini juga dapat mengurangi rasa bosan siswa yang terus-terusan mendapat materi dikelas namun tidak dengan praktek dilapangan.
Adapun proses kegiatan ini
5.3 Kendala yang dihadapi Oleh Warga Sekolah Untuk Meningkatkan Kepedulian Kepada Lingkungan.
Lingkungan adalah hal yang paling penting dalam kehidupan sehari. Jika lingkungan bersih, kita akan merasa kenyamanan dalam bertempat tinggal dan melakukan aktivitas. Sebaliknya jika lingkungan kotor banyak sampah, dapat
menimbulkan penyakit dan ketidak nyamanan dalam diri individu. Menjaga kebersihan lingkungan bukan hal yang mudah, banyak faktor yang mempengaruhi warga sekolah untuk tidak peduli dengan lingkungan sekolah.
Seperti terbatasnya jumlah tenaga kerja, kurangnya kesadaran atau partisipasi warga sekolah dan kurangnya pemantauan dari pihak sekolah dalam menjaga kontiniutas dan komitmen segenap warga sekolah untuk terus menjaga lingkungan. Untuk lebih jelasnya, diuraikan dibawah ini:
5.3.1 Kurangnya Jumlah Tenaga Kerja Untuk memaksimalkan tercapainya suatu program atau kegiatan yang telah ditetapkan maka sangat dibutuhkan tenaga kerja yang cukup. Seperti tenaga kerja yang tersedia di SMAN 6 Padang masih terbilang kurang. Tenaga kerja yang dibutuhkan adalah empat orang namun yang tersedia dan yang bersedia hanya dua orang saja.
Terbatasnya jumlah tenaga kerja yang mengerjakan rutinitas kegiatan pelestarian lingkungan khususnya kegiatan yang dapat meningkatkan kebersihan dan tata kerapian sekolah menjadi suatu kendala tersendiri.
Saat ini SMA N 6 Padang hanya memiliki dua orang tenaga kerja yang bertugas menjalankan seluruh kegiatan kebersihan dan tata kerapian sekolah. Jumlah karyawan yang ideal agar kondisi lingkungan SMA N 6 Padang selalu dalam keadaan bersih dan rapi adalah minimal lima orang.
5.3.2 Keterbatasan Ruangan
Lingkungan SMAN 6 Padang memang cukup luas namun dari luasnya itu ruangan yang sudah terbangun hanya untuk kegiatan proses belajar mengajar saja.
Ruang aula dan tempat menyimpan barang yang tidTidak tersedianya ruangan khusus yang dapat menyimpan barang yang sedang tidak digunakan dapat menjadi kendala yang berarit mengingat bahwa sekolah mengutamakan tata kerapian. Maka dilain waktu karena keterbatsan ruangan terkadang properti yang tidak digunakan lagi sering di letakan di luar ruangan saja dan di tutupi oleh matras plastik saja.
Sehingga fasilits yang rusak tersebut tidak terurus dengan baik akhirnya semakin rusak. Keterbatasan ruangan ini juga menjadi tugas bagi sekolah agar kerapian dan kenyamana dalam beraktivitas semakin baik maka sedang diupayakan oleh pihak
sekolah untuk mencari cara agar ruangan untuk penimpanan barang inpentaris sekolah tidak di letakan begitu dajaak digunakan itu masih belum tersedia.
5.3.3 Kurangnya Staf Khusus
Staf khusus yang menangani masalah lingkungan memang sudah ada namun jumlahnya masih dalam kategori kurang karena cuma satu orang dan itupun tugasnya ini merangkap dua yaitu sebagai wakil kepala bagian humas. Hal ini merupakan suatu kendala yang memang jika di telusuri sataf yang hanya satu orang itu tidak akan maksimal dalam menangani setiap masalah lingkungan yang luas sekolah mencapai 15000 Ha tersebut.
Kondisi ini menimbulkan suatu hal yang menjadi kendala karena staf yang satu orang itu tentunya punya kesibukan lain dan juga punya tanggung jawab mengajar di kelas. Demikian pula tidak jalanya seksi yang khusus dalam organisasi OSIS bidang lingkungan hidup yang fokus membantu guru, kapala sekolah dan karyawan dalam menjalankan program yang sudah ditetapkan di bidang lingkungan hidup.
Sebenarnya staf khusus bagian lingkungan ini sudah namun karena beliau sudah pindah tugas maka pihak sekolah belum melakukan penggantian yang baru sehingga kontrol terhadap kelestarian pun jadi terbengkalai. Pihak sekolah memang sudah mencoba mencari pengganti namun belum menemukan orang yang bersedia karena berbegai faktor.
5.3.4 Keterbatasan Dana
Dana untuk pengembangan atau perawatan lingkungan sangat terbatas.
Selama ini bantuan dana dari dinas pendidikan memang ada namun itu belum mencukupi jika di lihat dari segi luarnya lahan yang mesti di benahi itu terasa masih sangat kutang dananya. Kerja sama dari pihak luar memang sudah ada namun mereka hanya meberikan secukupnya saja.
Sejak tahun 2010 SMA N 6 Padang sudah bermisi untuk menjadikans sekolah ini menjadi sekolah Adiwiyata. Program ini juga terdiri dari jenis penilaiannya misalnya tingkat kecamatan, tingkat kota, tingkat propinsi, tingkat nasional dan yang terakhir sering disebut sebagai Adiwita Mandiri.
Nah Adiwiyata Mandiri inilah merupakan puncak dari prestasi sekolah ber-Adiwiyata.
Tentu saja dana yang dibutuhkan tiap
tingkatan tidak sama. Ada beberapa sumber pendaan yang bias diambil untuk keperluan tersebut, antara lain dari Bantuan Operasional Sekolah (BOS) daerah, BOS pusat, bantuan CSR atau melibatkan orang tua siswa dalam pendanaan ini. Dana operasiona sekolah yang diterima baik dari BOS daerah dan BOS pusat ternyata tidak ada batasan berapa besar dana yang bisa digunakan untuk keperluan Adiwiyata.
Pihak sekolah masih mengalami keterbatasan dana untuk mendukung program upaya untuk menignkatkan kepedulian kepada lingkungan tersebut.
Maka tugas pimpinan sekolah adalah mencari dan menjalin kerja sama dengan berbagai instansi dan dinas lingkungan hidup agar kendala ini dapat teratasi.
Sehingga ketika akan melaksanakan kegiatan dan acara terkait dengan lingkungan apalagi perawatan dan tata kebersihan tentunya sangat membutuhkan dana yang tidak sedikit.
5.3.5 Kurangnya Kesadaran Warga Sekolah.
Kesadaran akan pentingnya mejaga kebersihan dan kerapian lingkungan merupakan hal yang sangat penting sekali.
Kesadaran ini merupakan hal yang sangat vital sekalai mengingat aktor dari terwujudnya suatu lingkungan yang bersih adalah individu itu sendri. Warga SMA N 6 Padang pada awalnya memang sangat antusias sekali namun seiring berlalunya waktu rasa kepdulian itu mulai menurun dan partisipasi juga sangat minim. Itu semua dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti adanya kebosanan dalam diri individu, kurannya motivasi dari pihak sekolah dan lain sebagainya. Tercapainya suatu tujuan karena adanya raa kesadaran dan motivasi dari setiap anggota jika kesaaran itu sudah tidak nampak maka upaya apaun yang dilakukan tidak akan tercapai dengan maksimal. Kurangnya kesadaran dari warga sekolah untuk peduli kepada lingkungan msih sangat rendah.
Terlihat setiap program yang diterapkan hanya beberapa orang saja yang tertarik untuk mengikutinya. Maka dari itu tugas dari pimpinan sekolah adak untuk memotovasi dan mensosialisasikan kembali kepada seluruh warga sekolah agar bersama-sama untuk menumbuhkan kesadaran untuk peduli kepada lingkungan.
Warga SMA N 6 Padang sudah sangat lumrah sekali mengenai lingkungan hidup ini (lingkungan fisik). Karena sejak tahun 2010 sekolah ini sudah bergerak kearah sekolah berwawasan lingkungan hidup. Maka dari itu untuk menumbuhkan dan membangkitkan kembali rasa kepedulian kepada lingkungan sudah tidak mengalami kesuiita yang berat.
Sehingga ketika pihak sekolah mengadakan kegiatan yang bertemakan lingkungan hidup maka segenap warga sekolah akan turut berpartisipasi untuk mensukseskan kegiatan tersebut. Walaupun disamping itu masih ada juga sebagian warga sekolah yang masih kurang dalam mengambil bagian ketika acara atau kegiatan di selenggarakan. Dan itu lah yang menjadi tugas pimpinan dan seluruh warga sekolah untuk mengajak yang lainnya.
Dari hasi uraian pembahasan di atas jika di kaitkan dengan teori Weber mengenai tindakan sosial di antara satu tipenya yaitu traditional action (tindakan tradisional).
Tindakan tradisional merupakan tindakan yang didasarkan atas kebiasaan-kebiasaan dalam mengerjakan sesuatu dimasa lampau. Artinya tindakan atau perilaku warga sekolah dalam menjaga dan meningkatkan kepedulian kepada lingkungan, terbentuk dari pemaknaan dari tindakanya itu, serta kebiasaan yang sudah ada di lingkungan sekolah, dimana sebagian besar warga sekolahnya memiliki kebiasaan yang sama dalam menyikapi sampah dengan memanfaatkanya menjadi barang bernilai guna serta kebiasaan untuk membuang sampah di tempat sampah yang telah disediakan dengan memisahkan antara sampah organik denga sampah anorganik. Hal ini pada kenyataanya warga sekolah tidak dapat lepas dari lingkungan, ia harus menyesuaikan diri dengan sifat lingkunngan, juga dapat mempengaruhi lingkunngan diman mereka hidup.
Berdasarkan hai itu juga lingkungan yang bersih tidak akan terbentuk dengan sendirinya, melainkan adanya partisipasi dan kepedulian warga sekolah yang harus di tumbuhkan, dikembangkan dan diterapkan dari semua aspek, selai itu juga melakukan pembinaan melalui latihan pendidikan atau penanman kebiasaan-kebiasaan dangan keteladanan- keteladanan tertentu yang diawali sejak dini ketika berada di lingkungan keluarga.
Ketidakpedulian warga sekolah kepada lingkungan di pengaruhi oleh memudarnya rasa memiliki dan rasa tanggung jawab nya kepada lingkungan. Selain itu juga dipengaruhi oleh
tingkat partisipasi yang sudah mulai menurun serta kebiasaan yang tidak sesuai dengan tingakat pemahaman yang masih minim kepada lingkungan terkhusus kepada siswa yang baru masuk ke dalam lingkungan SMA N 6 Padang.
Mereka masih harus beradabtasi dengan lingkungan serta tata tertib dan peraturan sekolah, maka dari itu pihak sekolah dan segenap warga sekolahlah yang bertanggung jawab untuk menumbuhkan rasa dan kepedulian siswa baru tersebut agar mereka dapat dengan cepat mempelajari dan mempraktekan setiap peratuan yang ada di sekolah. Sehingga terwujudlah sekolah yang segenap warga sekolah pedulia akan lingkungan hidup.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan dapat diambil beberapa kesimpulan bahwa upaya warga sekolah untuk meningkatkan kepedulian warga sekolah kepada lingkungan diterapkan beberapa uapaya dan upaya tersebut sejauh ini sudah membuahkan hasil yang baik disamping itu juga ada beberapa kendala yang dihadapi ketika upaya ini di terapkan. Seperti pemaparan dibawah ini:
Upaya warga sekolah untuk meningkatkan kepedulian kepada lingkungan adalah sebagai berikut: a) Gotong royong, b) Pendidikan luar kelas (Outdoor Education), c) Pengelolahan sampah, d) Green house (rumah hijau), e) Pembentukan SatGas (Satua Petugas) kebersihan lingkungan yang anggotanyaadalah siswa/siswi SMAN 6 Padang, dan f) Kegiata Sosial.
Kendala yang dihadapi dalam meningkatkan kepedulian warga sekolah kepada lingkungan yaitu: a) Kurangnya jumlah tenaga kerja, b) Keterbatasan ruangan, c) Kurannya staff khusus, d) Keterbatasan dana, dan e) Kurangnya kesadaran warga sekolah.
DAFTAR PUSTAKA
Karim A. 2012. Kondisi Hutan Indonesia.
Jakarta: Universitas Terbuka
H Susilo. 2001. Menggalakkan Pendidikan Lingkungan Hidup di Sekolah Dasar
“Sekolah Hijau”. Malang:.
Universitas Negeri Malang.
JRE Kaligis, BK Samidjo, M Mieke. 2008.
Pendidikan Lingkungan Hidup.
Jakarta: Universitas Terbuka.
Keaf Sony. 2010. Etika LingkunganHidup.
Jakarta: PT. Kompas Media
Kementerian Lingkungan Hidup. 2012.
Panduan Adiwiyata Sekolah Paduli dan Berbudaya Lingkungan. Jakarta:
Kemendikbud.
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Rachmad. 2012. Kesehatan Lingkungan.
Yogyakarta: Gadja Mada University