UJIAN TENGAH SEMESTER
SOCIAL NETWORK ANALYSIS (SNA) MENYOROTI KAMPANYE DIGITAL ANTI LGBT TERHADAP KOMUNITAS LGBT: STUDI PADA TAGAR #TolakLGBT
Disusun Oleh:
Teresia Rolas Sinaga (210901076)
Dosen Pengampu:
Henri Sitorus S.Sos., M.Sc., Ph.D
Mata Kuliah:
Metode Riset Digital dan Big Data
PROGRAM STUDI S1 SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2023/2024 BAB I
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Keberdaaan komunitas-komunitas onnline saat ini banyak bermunculan di ruang publik khususnya, di ruang digital seperti media sosial. Salah-satu komunitas yang sedang eksis di media sosial adalah komunitas Lesbian, Gay, Biseskual, dan Transagender (LGBT). Di Indonesia, kelompok ini ditolak keras karena dianggap tidak sesuai dengan pandangan hidup masyarakat, mulai dari nilai-nilai moral, agama, dan ideologi bangsa Pancasila (Manik, Riyanti, Murdiono, & Prasetyo, 2021). Berdasarkan sejarah budaya Indonesia, hubungan seperti LGBT (sesama jenis) pernah terjadi dahulu, dan perilaku ini diterima oleh beberapa etnis di Indonesia. Perilaku seksual dari hubungan sesama jenis (homeseksual) yang eksis sejak dulu yakni oleh masyarakat Bugis disebut dengan calabai, dalam kesenian Reog Ponorogo disebut gemblak dan kebudayaan anak jawi di Sumatera Barat (RM &
Hasyim, 2019). Namun, semakin pesatnya pengaruh agama dan nilai-nilai moral pada masyarakat Indonesia, menjadikan perilaku seksual seperti LGBT dianggap menyimpang dan tidak dapat diterima.
Dengan tidak diterimanya paham dan perilaku penyuka sesama jenis di Indonesia, banyak masyarakat yang keras untuk menolak perilaku ini akibat dari ketakutan perilaku ini akan diadopsi oleh generasi mereka dan merusak moralitas. Ketakutan dan penolakan ini disebut juga dengan istilah homophobia. Penolakan-penolakan yang terjadi dalam balutan stigma negatif pada kaum LGBT akhirnya memunculkan sikap diskriminatif.
Dalam realitasnya, banyak kelompok bahkan individu sebagai bagian dari LGBT mendapat kekerasan karena identitasnya, mereka juga kurang mendapat perhatian dari adanya tindakan diskriminatif (Andina, 2020). Untuk itu protes mulai digerakan oleh kaum LGBT dan pendukungnya. Komunitas dan organisasi dibentuk untuk menghargai hak mereka sebagai manusia. Bagi kaum LGBT setiap manusia berhak untuk mendapatkan hak untuk dimanusiakan terlepas dari apapun identitasnya (orientasi seksual). Pada akhirnya, tindakan ini memunculkan pro-kontra dalam masyarakat. Bagi mereka yang kontra, mereka melihat perilaku LGBT adalah tindakan penyimpangan seksual yang tidak termasuk ke dalam konsep dasar HAM. Sedangkan bagi yang pro, orientasi seksual adalah bentuk dari konsep HAM. Dan oleh karenanya, negara harus dapat mengasosiasikan sikap non diskriminatif anatara lelaki, perempuan, heteroseksual, maupun homoseksual (Manik, Riyanti, Murdiono, & Prasetyo, 2021).
Eksistensi ruang digital mendukung suara publik muncul ke permukaan. Banyak isu- isu yang diperdebatkan, diperhatikan, dan diprotes untuk sebagai dasar menyuarakan pendapat dan pandangan mereka. Tidak jarang hasil pendapat dan pandangan mereka menjadi akar dari munculnya kampanye anti-LGBT. Ruang digital lekat dengan kehadiran media-media sosial yang mendukung interaksi setiap masyarakat secara virtual. Salah satu sosial media yang populer dan sering digunakan sebagai wadah beradu pendapat adalah Twitter. Menurut Papacharissi & de Fatima Oliveira, 2012 dalam (Sitorus, 2022) Twitter dinilai menjadi media yang lebih efektif dan cepat dalam hal penyebaran informasi maupun konten dibandingkan media lainnya. Dengan kecepatan dan jangkauan informasi dalam Twitter menyebabkan banyak isu-isu dan argumen terkait isu cepat menglobal. Menurut (Earl & Kimport, 2011) dalam (Sitorus, 2022) Twitter mempermudah proses informasi
kolektif dan memberikan peluang (memungkinkan) individu untuk berpartisipasi lebih besar dalam sebuah protes (hal lain terkait berpendapat atau diskusi yang berujung pada aktivitas kampanye). Twitter dianggap sebagai ruang publik “baru” yang diciptakan oleh masyarakat dalam perwujuduan jaringan dan hubungan antarwarga (Hananto, Dipangga, Murningtyas, & Putra, 2022). Konektivitas jaringan ini muncul melalui kateogori tematik terkait topik atau aspirasi melalui sebuah tagar atau hastag yang menjadi kata kunci atau tema kunci. Melalui tagar atau hastag setiap topik terkait konten yang termasuk tema kunci akan berada dalam percakapan. Seperti misalnya tagar #SiksaKubur yang sedang trending di Twitter sejak rilisnya film tersebut pada tanggal 11 April 2024.
Dalam penelitian ini, peneliti akan menyoroti bagaimana pro-kontra terkait eksistensi komunitas LGBT di Twitter yang mengarah pada penolakan-penolakan masyarakat akan keberadaaanya. Secara khusus, penolakan tersebut terakomodisir dalam bentuk kampanye tidak langsung di ruang digital. Dimana, masyarakat merasa perlu menghalangi LGBT masuk lebih dalam terhadap kehidupan masyarakat. Bercermin dari peristiwa penolakan penyelenggaraan pertemuan LGBT ASEAN yakni Asean Sogie Caucus yang merupakan organisasi regional dan pembela HAM dari berbagai negara Asia Tenggara. Banyak masyarakat termasuk lembaga-lembaga pemerintah yang menolak pergelaraan ini.
Penolakan ini juga secara spontan trending di twitter 2023 lalu. Banyak masyarakat yang menolak dan mengampanyekan anti-LGBT sebagai dari perilaku penyimpangan seksual (moral) dan merusak citra/nilai-nilai agama dan ideologi bangsa. Kampanye sendiri menjadi bagian dari gerakan sosial, menurut Blumer, gerakan sosial merupakan transformasi kesadaraan mengenai eksistensi manusia melalui bentuk-bentuk perilaku kolektif non kelembangaan yang secara potensial berpengaruh dan mengancam stabilitas cara hidup yang mapan. Kampanye anti LGBT pada dasarnya adalah gerakan sosial perlawanan yang mempertahankan fungsi sistem dan menganggap keberdaan kaum LGBT adalah gerakan sosial radikal yang berpotensi merusak fungsi dalam sistem dimasyarakat.
Oleh, karenanya penelitian ini tertarik untuk mengkaji bagaimaan mekanisme jaringan sosial dalam kampanye anti-LGBT pada tagar #TolakLGBT
1.2 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang dicapai dalam penelitian ini adalah untuk melihat bagaimana mekanisme jaringan sosial dalam kampanye anti-LGBT di ruang publik digital
.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Gerakan sosial menurut Anthony Giddens dalam (Hasanah, 2020) merupakan sekumpulan individu, tergabung untuk menyelesaikan suatu masalah, dan sekaligus melakukan proses penghambatan perkembangan perubahan sosial. Menurut Putri, 2012: 34; Arum, 2017 dalam (Argenti, 2021) Gerakan sosial berhubungan dengan adanya konflik dan organisasi yang memiliki orientasi dan pandangan tidak sesuai. Blumer dalam menjelaskan bahwa gerakan sosial melibatkan cara-cara yang tidak-terlembagakan, seperti pawai, demonstrasi, protes, untuk mendukung atau menentang suatu perubahan sosial. Gerakan sosial secara lebih filosofis sebagai suatu gerakan yang dicirikan oleh bangkitnya kerelaan pada para anggotannya untuk berkorban sampai mati, berkecenderungan untuk beraksi secara kompak, memiliki fanatisme kelompok dan harapan berapi-api.
Menurut Paul B. Horton dan Chester L. Hunt dalam (Argenti, 2021) menjelaskan ada lima jenis bentuk dari gerakan sosial diantaranya: (1) Gerakan perpindahan (migratory movement), yaitu arus perpindahan penduduk dari suatu tempat ke tempat lain yang baru. (2) Gerakan utopia (utopian movement), sebuah gerakan Sosial untuk menciptakan suatu masyarakat sejahtera dalam skala terbatas. (3) Gerakan reformasi (reform movement), gerakan yang berusaha untuk memperbaiki beberapa kepincangan dalam masyarakat. (4) Gerakan revolusioner (revolutionary movement), gerakan yang dibangun untuk menggantikan sistem yang ada dengan sistem yang baru. Para penganut gerakan ini cenderung bersebrangan dengan penganut gerakan reformasi, mereka berpendapat perubahan radikal dan mendasar hanya dapat dilaksanakan apabila sistem sosial tersebut di ganti dengan yang baru serta kelompok elit yang ada disingkirkan serta diputus mata rantai sirkulasinya. Dan, (6) Gerakan perlawanan (resistance movement), gerakan yang bertujuan untuk menghambat atau menghalangi suatu perubahan sosial tertentu.
Gerakan sosial akan terus mengalami perkembangan, dari masa-ke masa dan beberapa tahun terakhir ini mulai banyak gerakan sosial yang memanfaatkan ruang digital, akibat arus globalisasi. Berdasarkan teori gerakan sosial di era digital Manuel Castell yang dirangkum oleh Slavina dan Brym dalam (Sitorus, 2022), jaringan sosial menjadi salah satu elemen penting dalam menjelaskan gerakan sosial. Seperti yang disampaikan Diani (2000) bahwa gerakan sosial merupakan bentuk jaringan sosial. Gerakan sosial dalam era digital juga memicu dinamika gerakan sosial, ketika teknologi media dan gerakan sosial saling menbentuk satu sama lain. Sosial media tidak hanya sekedar alat untuk menyampaikan protes tetapi juga berpotensi membentuk protes itu sendiri.
Adapun penelitian terdahulu terkait penelitian ini adalah penelitian Veny Amilia Fitri (2019) yang “Analisis Sentimen Pada Media Sosial Twitter Dengan Kasus Kampanye Anti- LGBT di Indonesia Menggunakan Alogaritma Naïve Bayes”. Adapun tujuan penelitiannya adalah menganalisis sentimen terkait kampanye Anti-LGBT di Indonesia di media sosial.
Penelitian ini menggunakan metode analisis kuantitatif dengan melakukan analisis melalui alogaritma Naïve Bayes karena memiliki tingkat akurasi yang tinggi dalam pengkasifikasian data. Hasil penelitian menunjukan bahwa pengguna Twitter di Indonesia lebih banyak memberikan komentar netral. Penelitian ini membantu peneliti dalam memberikan gambaran realitas kampanye anti-LGBT di Twitter.
BAB III
METODE PENELITIAN
Adapun metode penelitian menggunakan penelitian kualitatif dengan pendekatan digital melalui Social Network Analysis (SNA). Menurut (Agneessens et al., 2017) dalam (Manik, Sutanta, & Diyono, 2017) pokok utama dalam social network ialah melalui ikatan sosial, individu akan mendapatkan akses ke informasi, dukungan sosial, dan sumber daya lainnya. Jaringan dalam social network dapat memiliki sedikit atau banyak aktor, dan satu atau lebih jenis hubungan antara pasangan aktor. Titik awal diperlukan dalam analisis pola social network adlah untuk mengetahui semua hubungan antara masing-masing pasangan aktor dalam jaringan. Dalam proses pengumpulan data penelitian dilakukan secara digital dengan menggunakan Twitter sebagai media sosial utama melalui tagar #Tolaklgbt. Data Twitter yang diambil merupakan data terbatas sejak 7 hari terakhir saat tagar dibuat dan batas data absolut yang terkumpul dari situs kurang dari 10.000 tweets. Pengumpulan data mentah dari Twitter menggunakan situs Netlytic.org dengan menggunakan kata kunci (key words). Visualisasi jaringan sosial dari tagar #TolakLgbt dilakukan menggunakan perangkat lunak Gephi.
Dalam analisis visisualisasi SNA, aktor (termasuk individu, kelompok, organisasi, komunitas, dll) disimbolkan dengan sebuah titik yang disebut nodes, sedangkan interaksi antar aktor disimbolkan dengan sebuah garis yang disebut edges. Dan, Arus, dalam diagram yang dirsimbolkan dengan anak panag, menggambarkan seseuatu yang mengalir dari satu titik ke titik lain melalui ikatan (garis) yang menghubungkan masing-masing titik dalam jaringan.
Dalam suatu jaringan, nodes dan edges akan dijadikan sebagai ilustrasi (media) dalam memahami individu dan masyarakat serta pola interaksi sosialnya. (Mincer & Niewiadomska- Szynkiewicz, 2012 dalam (Sitorus, 2022) Dalam menentukan aktor utama dalam jaringan sosial yang peneliti soroti, maka digunakan pengukuran centrality. Beberapa pengukuran centrality yang digunakan dalam penelitian ini, yakni; degree centrality, betweeness centarlity, eigenvector centrality.
Secara khusus penelitian akan melihat bagaimana relasi setiap aktor dalam jaringan sebagai bentuk pengintegrasian gerakan sosial dalam ruang publik digital dan fenomena ini menjadi kajian baru dalam gerakan sosial yang dapat disoroti lebih jauh.
Degree Centrality:
Pengukuran terhadap jaringan dan mengetahui jumlah relasi
yang pada setiap aktor.
Betweenness Centrality:
Alur terpendek antara jaringan yang menghubungkan aktor
tertentu.
Eigenvector Centrality:
Perhitungan terhadap aktor yang terhubung dengan baik
dengan aktor lain.
DAFTAR PUSTAKA
Andina, E. (2020). Faktor Psikososial Dalam Interaksi Masyarakat Dengan Gerakan Lgbt Di Indonesia. Jurnal Aspirasi, 7(2), 173-185.
Argenti, G. (2021, June 18). Sebuah Review Teori Gerakan Sosial. Retrieved from Researchgate.Web.site:file:///C:/Users/62813/Downloads/Sebuah_Review_Teori_Ger akan_Sosial.Pdf
Hananto, C. I., Dipangga, D. D., Murningtyas, R., & Putra, R. S. (2022). Social Network Analysis untuk Menilik Kualitas Demokrasi Digital Indonesia: Analisis Wacana Pro- Kontra Isu Kritik “Kartu Kuning untuk Jokowi” (2018) dan “Jokowi:The King of Lip Service” (2021). Jurnal PolGov, 4(2), 47-508.
Hasanah, A. (2020). Transformasi Gerakan Sosial Di Ruang Digital. Jurnal Pendidikan Sosiologi, 1-15.
Manik, T. S., Riyanti, D., Murdiono, M., & Prasetyo, D. (2021). Eksistensi Lgbt Di Indonesia Dalam Kajian Perspektif Ham, Agama, Dan Pancasila. Jurnal Kewarganegaraan, 18(2), 84-91.
Manik, Y. M., Sutanta, H., & Diyono. (2017). Analisis Pemangku Kepentingan Dan Peranannya Dalam Pemanfaatan Informasi Geospasial Di Pemerintah Daerah Menggunakan Metode Social Network Analysis. 409-418.
RM, B. I., & Hasyim, N. (2019). Kehidupan Gay dalam Perspektif Interaksionisme Simbolik.
JSW (Jurnal Sosiologi Walisongo), 3(2), 195-210.
Sitorus, A. M. (2022). Social Network Analysis (SNA) Tentang Protes Digital di Twitter: Studi Pada Tagar #CabutPermenJHT56Tahun. Sosioglobal :Jurnal Pemikiran dan Penelitian Sosiologi, 7(1), 83-94.