• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of The The Determinant Factor of Smallholder Palm Oil Production in Riau Province

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "View of The The Determinant Factor of Smallholder Palm Oil Production in Riau Province"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Penelitian Pertanian Terapan Vol. 23 (2): 211-218 Website: http://www.jurnal.polinela.ac.id/JPPT

eISSN 2407-1781

Lisensi

Faktor Penentu Produksi Kelapa Sawit Rakyat di Provinsi Riau

The Determinant Factor of Smallholder Palm Oil Production in Riau Province

Ismiasih

*

dan Helmi Afroda

STIPER Agricultural Institute

*E-mail : [email protected]

ABSTRACT

Oil palm plantations have a strategic role as a contributor to the country's foreign exchange and as a provider of employment opportunities for people in Indonesia. Palm oil production in Indonesia is still dominated by large private plantations, but smallholder plantations are increasingly playing an important role in palm oil production. However, the problem is that the production of crude palm oil (CPO) by smallholder plantations has large variations, and is below plantation standards. This study aims to determine the factors that influence smallholder oil palm production in Riau Province. The data collected is secondary data based on the results of the 2013 agricultural census by the Central Statistics Agency (BPS).

The number of samples as many as 4,038 farmers, spread across the Riau Province. The method of determining the research location was chosen purposively, namely Riau Province as the research area with the consideration that this area is the largest palm oil producing center in Indonesia. The analytical method used to determine the factors that affect oil palm production is the Cobb Dauglash production function model which is estimated by the OLS (Ordinary least square) method. The results showed that the factors that influenced the production of smallholder palm oil in Riau Province were the number of plants, plant age, urea fertilizer, SP36 fertilizer, NPK fertilizer, organic fertilizer, number of workers, members of the cooperative and partnership participants.

Keywords: oil palm, production, plantation, smallholder

Disubmit : 2 November 2022; Diterima: 25 Mei 2023; Disetujui : 15 Juni 2023

PENDAHULUAN

Perkebunan kelapa sawit memiliki peran penting dalam mendukung perekonomian nasional maupun perekonomian wilayah. Aktivitas di perkebunan kelapa sawit selain mendatangkan devisa negara, juga telah menyediakan ribuan lapangan kerja bagi masyarakat (Lubis dan Lubis 2018 ; Arsyad dan Maryam 2017).

Disamping itu, kelapa sawit memiliki kemampuan menghasilkan minyak nabati yang banyak dibutuhkan oleh sektor industri (BPS, 2020). Minyak sawit terbukti mempunyai keunggulan dibandingkan dengan minyak nabati lainnya seperti minyak kelapa, kedelai atau minyak bunga matahari (Siswanto, Lubis, dan Akoeb 2020). Sehingga dimungkinkan permintaan minyak nabati akan semakin meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan pendapatan masyarakat. Oleh karena itu, minyak kelapa sawit memiliki peran penting dalam memenuhi ketersediaan minyak nabati di masa yang akan datang.

(2)

Permintaan minyak kelapa sawit diperkirakan akan semakin meningkat, dan hal ini dapat terpenuhi melalui perluasan areal, peningkatan produksi dan produktivitas (Pahan, 2015). Selama dua dekade terakhir (2000-2020), areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia telah meningkat 3,5 kali lipat dari 4,16 juta ha pada tahun 2000 dan menjadi 14,59 juta ha pada tahun 2020. Di Indonesia, minyak kelapa sawit diproduksi oleh berbagai status penguasaan perkebunan yaitu perkebunan besar swasta (PBS), perkebunan rakyat (PR) dan perkebunan besar negara (PBN) dengan masing-masing kontribusi sebagai berikut; perkebunan besar swasta (60%), perkebunan rakyat (35%), dan perkebunan besar negara (5%) (BPS, 2021).

Di Indonesia produksi minyak kelapa sawit masih didominasi oleh perkebunan besar swasta, namun demikian perkebunan rakyat juga turut memiliki peran penting sebagai penyedia minyak kelapa sawit.

Perkebunan rakyat di Indonesia di dominasi oleh petani swadaya, petani plasma, dan kombinasi (petani swadaya dan mandiri). Petani swadaya yaitu petani yang mengusahakan perkebunan kelapa sawit secara mandiri, sedangkan petani plasma yaitu petani yang tergabung dalam pola kemitraan atau menjalin kerjasama dengan perkebunan besar negara atau swasta. Petani swadaya sebagai penyeimbang dalam industri sawit menuntut adanya perbaikan dalam pengelolaannya sebagai syarat perkebunan rakyat untuk bisa tumbuh dan berkembang (Pahan, 2015).

Produktivitas yang dicapai oleh perkebunan rakyat rata-rata mencapai 3,27 ton per ha. Sementara itu, pekebunan besar swasta memiliki produktivitas mencapai 3,98 ton per ha. Berdasarkan angka estimasi dari Direktorat jenderal Perkebunan, jumlah petani kelapa sawit pada tahun 2015 melebihi 2,3 juta orang, sedangkan tenaga kerja di perkebunan kelapa sawit mencapai hampir 3,4 juta orang. Jumlah pekerja sebanyak itu antara lain diserap oleh 1.599 perusahaan perkebunan kelapa sawit yang tersebar hampir di seluruh provinsi di Indonesia (Hidayat, 2017).

Perkebunan kelapa sawit di Indonesia tersebar di 26 provinsi, dengan Provinsi Riau sebagai salah satu penghasil kelapa sawit terbesar. Luas lahan perkebunan kelapa sawit di Provinsi Riau mencapai 2,86 juta hektar atau sekitar 19,62% dari total luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Dari total luas areal tersebut, provinsi Riau menghasilkan 8,54 juta ton CPO (Crude Palm Oil). Luas areal perkebunan kelapa sawit pada tahun 2020 menurut status pengusahaan tidak menunjukkan perubahan yang cukup berarti.

Sementara itu, dari total produksi kelapa sawit yang dihasilkan cenderung mengalami penurunan, struktur produksi pada PBS yaitu sebesar 26,95 juta ton (60,22%); diikuti PR dengan total produksi 15,50 juta ton (34,62%); serta sisanya sebesar 2,31 juta ton (5,16%) diproduksi oleh PBN (BPS, 2020). Berbagai upaya peningkatan produktivitas telah dilakukan oleh perkebunan rakyat, antara lain dengan menjaga perluasan lahan melalui program peremajaan (replanting) dan peningkatan efisiensi produksi. Hal ini dilakukan karena laju pertumbuhan produksi pada dua tahun terakhir menunjukkan hasil yang cenderung menurun, yakni hanya meningkat sebesar 4% di tahun 2020 (BPS, 2021).

Peningkatan produktivitas perkebunan kelapa sawit rakyat memerlukan kajian yang komprehensif mengenai penyebab kuantitas produksi yang tinggi tidak bisa tercapai. Produktivitas yang tinggi dapat tercapai jika ditunjang dengan peningkatan pada produksi kelapa sawit. Beberapa literatur menjelaskan bahwa petani kelapa sawit menghadapi berbagai kendala baik secara teknis maupun secara kelembagaan termasuk kualitas bibit yang kurang baik maupun perawatan tanaman yang tidak sesuai (Ariyanto et al., 2017; Siswati et al.,2018) Kondisi tersebut berdampak terhadap siklus panen yang terlalu lama dan menghambat potensi hasil panen kelapa sawit. Masalah lainnya yakni pada alih teknologi yang berjalan tidak optimal sehingga menjadi penyebab tingkat produksi dan produktivitas kebun menjadi rendah. Selain itu latar belakang petani rakyat yang beragam sehingga terjadi kejutan dan loncatan budaya, petani tidak menguasai teknologi produksi sehingga turut berpengaruh pada tingkat produksi dan produktivitas kelapa sawit yang diperoleh petani (Hidayat, 2017).

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan dalam penelitian ini adalah bagaimana karakteristik

(3)

di Provinsi Riau. Dengan demikian tujuan penelitiannya ini adalah untuk mengetahui karakteristik perkebunan kelapa sawit rakyat dan faktor yang mempengaruhi produksi perkebunan kelapa sawit rakyat di Provinsi Riau ditinjau dari aspek fisik dan kelembagaan pertanian.

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kuantitatif. Metode penelitian kuantitatif merupakan salah satu jenis penelitian yang spesifikasinya adalah sistematis, terencana dan terstruktur dengan jelas sejak awal hingga pembuatan desain penelitiannya. Menurut Sugiyono (2016), metode penelitian kuantitatif digunakan untuk meneliti populasi atau sampel tertentu, teknik pengambilan sampel dilakukan secara random, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif atau statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan.

Jenis dan sumber data menggunakan data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) hasil dari sensus pertanian tahun 2013 (data dikeluarkan setiap 10 tahun sekali). Sensus pertanian 2013 merupakan hasil sensus terakhir saat ini. Lokasi yang menjadi daerah penelitian dipilih secara purposive (sengaja) yaitu di Provinsi Riau dengan pertimbangan bahwa wilayah tersebut merupakan sentra penghasil kelapa sawit terbesar di Indonesia yang mencapai 9.513.208 Ton (BPS, 2020).

Faktor yang mempengaruhi produksi kelapa sawit dianalisis menggunakan analisis kuantitatif melalui pendugaan dengan Ordinary Least Square (OLS) (Alfayanti dan Efendi 2013). Analisis dilakukan melalui pendekatan fungsi produksi Cobb-Dauglas yaitu suatu persamaan atau fungsi yang melibatkan dua variabel atau lebih, yaitu variabel independent (X) dan variabel dependent (Y). Rumus fungsi produksi Cobb-Douglas agar dapat diestimasi dengan metode OLS maka diubah ke dalam bentuk rumus logaritma natural (Ln), dengan formulasi sebagai berikut :

Ln y = β0 + β1lnX1 + β2lnX2 + β3lnX3+ β4ln4 + β5lnX5 + β6lnX6 + β7lnX7 + δ1D1 + δ2D2+

δ3D3+ δ4D4 + δ5D5 + u 1) Keterangan :

Y = Produksi kelapa sawit (ton)

X1 = jumlah tanaman kelapa sawit (pokok) X2 = umur tanaman (tahun)

X3 = jumlah pupuk urea (kg) X4 = jumlah pupuk SP36 (kg) X5 = jumlah pupuk NPK (kg) X6 = jumlah pupuk Organik (kg) X7 = Jumlah pekerja (orang) D1 = dummy lahan gambut D2 = dummy anggota koperasi D3 = dummy anggota kelompok tani D4 = dummy ikut penyuluhan D5 = dummy peserta kemitraan β0 = intersep

Bi = Koefisien

u = kesalahan penganggu ln = logaritma Natural

(4)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat Di Provinsi Riau. Tingginya minat masyarakat di daerah Riau terhadap usahatani kelapa sawit telah menjadikan Riau sebagai penghasil kelapa sawit terluas di Indonesia. Luas perkebunan kelapa sawit di Riau berdasarkan data BPS, (2021) telah mencapai 2.537.375 ha dengan produksi tandan buah segar (TBS) sebanyak 9.513.208 ton/tahun. Sementara itu, jumlah pabrik kelapa sawit di Riau mencapai 146 pabrik.

Faktor produksi yang digunakan oleh petani kelapa sawit rakyat dapat dikelompokkan ke dalam faktor fisik, faktor manajerial petani dan keikutsertaan dalam kelembagaan. Produksi kelapa sawit rakyat di provinsi Riau berdasarkan hasil analisis (Tabel 1) diperoleh rata-rata mencapai 27.124,4 kg atau 27,123 ton.

Hasil tersebut dicapai karena adanya ketersediaan faktor fisik seperti jumlah tanaman, umur tanaman, penggunaan pupuk, jumlah tenaga kerja, dan lahan perkebunan.

Tabel 1. Profil Perkebunana Kelapa Sawit Rakyat Di Provinsi Riau

Variabel Rata-Rata Standar Deviasi

Jumlah Produksi Kelapa Sawit (Kg) 27.124,4 32.603,3

Jumlah tanaman (Pokok) 286 386,261

Umur tanaman (tahun) 10 6,066

Jumlah pupuk urea (kg) 320,5 678,42971

Jumlah pupuk Sp 36 (kg) 258,9 606,20046

Jumlah pupuk NPK (kg) 234,9 670,78556

Jumlah pupuk organik (kg) 276,2 2332,67541

Jumlah pekerja (orang) 3 5

Jumlah RT (%)

Dummy lahan gambut 888 22

Dummy ikut penyuluhan 230 6

Dummy anggota koperasi 766 19

Dummy anggota kelompok tani 1009 25

Dummy kemitraan 558 14

Sumber : Data sekunder (diolah), Tahun 2022

Jumlah tanaman yang diusahakan oleh petani rakyat rata-rata adalah 286 pokok dengan umur tanaman sekitar 10 tahun. Jika dilihat dari umur tanaman maka termasuk dalam kelompok tanaman menghasilkan (TM). Pupuk yang digunakan oleh petani rakyat dalam mengelola usahataninya terdiri dari pupuk urea, SP 36, NPK, dan organik dengan rata-rata masing-masing sebesar 320,5 kg; 258,9 kg; 234,9 kg dan 276 kg.

Pemupukan dilakukan oleh petani dengan tujuan menambah unsur hara di dalam tanah sehingga tanaman dapat tumbuh secara optimal.

Keterlibatan petani dalam kegiatan kelembagaan nampak dalam keikutsertaan dalam kelompok tani, koperasi tani, dan program kemitraan. Sebagian petani juga terlihat aktif dalam kegiatan penyuluhan. Dari profil kelembagaan menunjukkan petani yang terlibat dalam kegiatan penyuluhan ada sebanyak 230 orang (6%), sebagai anggota koperasi ada sebanyak 766 orang (19%), menjadi anggota kelompok tani sebanyak 1009 orang (25%) dan mengikuti program kemitraan ada sebanyak 558 orang (14%). Keterlibatan petani dalam kegiatan kelembagaan bertujuan untuk meningkatkan produksi dan produktivitas kelapa sawit.

Adapun kelembagaan pertanian secara umum memiliki peran diantaranya yaitu sebagai wadah petani dalam mendapatkan sarana prasarana seperti permodalan, keterampilan, pengetahuan, mesin serta teknologi.

Keterlibatan petani rakyat dalam kelembagaan pertanian jika dilihat dari nilai persentase masih tergolong rendah (<50%). Kondisi ini perlu ada upaya lanjut dari pemerintah untuk mendorong petani agar ikut serta

(5)

Faktor Penentu Produksi Kelapa Sawit Rakyat Di Provinsi Riau. Upaya dalam meningkatkan produksi kelapa sawit selalu menadapatkan perhatian karena tingginya produksi kelapa sawit dapat menjadi salah satu pemicu pertumbuhan perekonomian masyarakat. Menurut Soekartawi (1994), salah satu upaya yang dilakukan untuk mendapatkan produksi maksimal, petani harus melakukan pemilihan faktor produksi yang tepat, mengkombinasikannya secara optimal dan efisien.

Suatu output (produk) dari kegiatan perkebunan dapat dicapai dengan baik jika petani memiliki kemampuan dalam menyediakan dan mengelola berbagai macam input yang ada. Produksi kelapa sawit diperoleh dari proses pengolahan atau pengelolaan lahan oleh petani kelapa sawit dengan menyediakan bebagai macam input produksi (Heriyanto et al., 2019). Melalui fungsi produksi dapat ditunjukkan jumlah output yang diperoleh dengan mengkombinasikan berbagai macam jumlah input. Dalam penelitian ini digunakan 12 variabel independen penduga dalam fungsi produksi yaitu jumlah tanaman (X1), umur tanaman (X2), penggunaan pupuk Urea (X3), SP36 (X4), NPK (X5), pupuk organic (X6), penggunaan tenaga kerja (X7), dummy lahan gambut (D1), anggota koperasi (D2), anggota kelompok tani (D3), kegiatan penyuluhan (D4), dan peserta kemitraan (D5). Hasil analisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi kelapa sawit rakyat di Provinsi Riau dengan diestimasi menggunakan metode OLS dapat diperoleh hasil seperti pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil Analisis Regresi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Kelapa Sawit Rakyat di Provinsi Riau

Varibel

Unstandardized Coefficients

Standardized

Coefficients t Sig.

B Std.

Error Beta Ket.

(Constant) 4,726 0,074 63,850 0,000 ***

Jumlah tanaman (Pokok) 0,767 0,012 0,600 61,796 0,000 ***

Jumlah umur tanaman 0,375 0,021 0,183 17,971 0,000 ***

Jumlah pupuk urea 0,010 0,002 0,060 6,830 0,000 ***

Jumlah pupuk SP36 0,023 0,002 0,129 14,374 0,000 ***

Jumlah pupuk NPK 0,017 0,001 0,093 11,351 0,000 ***

Jumlah pupuk organik 0,007 0,002 0,023 2,924 0,003 ***

Jumlah tenaga kerja 0,221 0,018 0,113 12,017 0,000 ***

dummy gambut -0,012 0,022 -0,004 -0,528 0,597 ns

dummy anggota koperasi 0,116 0,037 0,041 3,175 0,002 ***

dummy anggota kelompok tani 0,008 0,029 0,003 0,282 0,778 ns

dummy ikut penyuluhan 0,032 0,040 0,007 0,794 0,427 ns

dummy peserta kemitraan 0,098 0,035 0,030 2,796 0,005 ***

Sumber : Data sekunder (diolah), tahun 2022.

Keterangan :

*** : signifikan pada α 1%

Ns : tidak signifikan

Pada Tabel 2 dapat diketahui bahwa berdasarkan hasil estimasi fungsi produksi Cobb-Doughlas, semua variabel dinyatakan nyata berpengaruh terhadap produksi kelapa sawit pada tingkat signifikansi (α) 1

% seperti jumlah tanaman, umur tanaman, pupuk urea, pupuk SP36, pupuk NPK, pupuk organik, tenaga kerja, anggota koperasi, peserta kemitraan, kecuali pada variabel lahan gambut, keanggotaan dalam kelompok tani dan kegiatan penyuluhan yang tidak berpengaruh nyata (non signifikan) terhadap produksi kelapa sawit. Sementara pada penelitian Arsyad dan Maryam (2017) dinyatakan variabel pupuk, tenaga kerja dan pestisida berpengaruh terhadap produksi kelapa sawit.

(6)

Variabel jumlah tanaman berpengaruh positif dan nyata terhadap produksi kelapa sawit. Nilai koefisien pada jumlah tanaman sebesar 0,77. Hal ini menunjukkan bahwa setiap ada peningkatan jumlah tanaman kelapa sawit sebesar 1% maka jumlah produksi kelapa sawit akan meningkat sebesar 0,77 %.

Dengan banyaknya tanaman tentunya berkaitan dengan jumlah buah yang dihasilkan. Jumlah tanaman yang banyak, idealnya buah juga semakin banyak sehingga produksi akan meningkat. Hasil ini sejalan dengan penelitian Siswanto, Lubis, dan Akoeb (2020), bahwa semakin banyak pohon kelapa sawit yang di tanam maka produksi kelapa sawit akan semakin banyak.

Pada variabel umur tanaman bernilai positif dan signifikan berpengaruh terhadap produksi kelapa sawit. Nilai koefisien umur tanaman sebesar 0,38, artinya jika umur tanaman bertambah 1% maka produksi kelapa sawit akan meningkat sebesar 0,38 %. Hasil ini sejalan dengan penelitian Ariyanto et al., (2017) yang menyebutkan bahwa umur tanaman berpengaruh nyata dan positif terhadap produksi kelapa sawit rakyat.

Umur tanaman kelapa sawit petani rata-rata berumur 10 tahun, hal ini berarti kelapa sawit yang ditanam mulai memasuki masa produktivitas yang maksimal. Seperti dalam penelitian Alfayanti dan Efendi (2013) bahwa umur tanaman berpengaruh nyata terhadap produksi kelapa sawit. Kelapa sawit memasuki umur yang paling produktif yaitu pada umur antara 7 tahun sd 11 tahun dengan produksi optimal pada umur 15 tahun.

Sementara menurut Lubis dan Lubis (2018), Produksi yang dihasilkan akan terus bertambah seiring bertambahnya umur dan mencapai produksi maksimalnya pada saat tanaman berumur 9 sd 14 tahun. Selain mempengaruhi produksi, umur tanaman kelapa sawit juga akan mempengaruhi produktivitasnya.

Pada penggunaan pupuk urea, diketahui positif dan nyata berpengaruh terhadap produksi kelapa sawit.

Koefisien varibel sebesar 0,01, artinya jika terjadi penambahan jumlah pupuk urea sebesar 1% maka jumlah produksi kelapa sawit akan meningkat sebesar 0,01%. Hal yang sama terjadi pada penggunaan pupuk SP 36, NPK, dan pupuk organik masing-masing koefisien bertanda positif dan nyata berpengaruh terhadap produksi kelapa sawit. Sehingga jika terjadi penambahan jumlah pada penggunaan pupuk SP 36, NPK dan pupuk organik maka jumlah produksi kelapa sawit akan meningkat. Penggunaan pupuk efektif dapat meningkatkan produksi hasil tanaman. Menurut Amin et al (2019), pemupukan merupakan faktor produksi yang penting dan perlu diperhitungkan dalam proses produksi. Kegiatan pemupukan merupakan salah satu kegiatan perawatan tanaman yang bertujuan untuk mendapatkan target produksi Tandan Buah Segar (TBS) yang optimal dan mendapatkan kualitas minyak yang baik. Menurut Siswanto et al. (2020), bahwa pupuk memberikan pengaruh terhadap produksi kelapa sawit. Tanaman membutuhkan unsur hara atau zat makanan untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang baik, akan menghasilkan produksi yang optimal.

Koefisien variabel tenaga kerja bernilai positif dan berpengaruh nyata, dengan koefisien sebesar 0,007.

Hal ini menunjukkan jika terjadi peningkatan jumlah tenaga kerja sebesar 1% maka akan meningkatkan produksi kelapa sawit sebesar 0,007%. Tenaga kerja merupakan varibel produksi yang paling utama karena adanya tenaga kerja maka kelapa sawit dapat dikelola dan dibudidayakan dengan baik. Menurut Jannah, Rachmadhan dan Hendra, (2022), tenaga kerja banyak dilibatkan pada saat kegiatan persiapan lahan, pengolahan lahan dan penanaman.

Pada dummy pestisida, koefisien variabel bertanda positif dan nyata berpengaruh terhadap produksi kelapa sawit. Hal ini menjelaskan bahwa dengan penggunaan pupuk pestisida maka jumlah produksi kelapa sawit lebih baik dibandingkan jika tanpa menggunakan pupuk pestisida.

Variabel dummy lahan gambut dan keterlibatan sebagai anggota kelompok tani tidak berpengaruh signifikan terhadap produksi kelapa sawit. Hal ini menjelaskan bahwa pohon kelapa sawit yang ditanam pada lahan gambut maupun pada lahan lainnya tidak berpengaruh signifikan pada produksi kelapa sawit yang dihasilkan. Demikian juga untuk keanggotaan dalam kelompok tani maupun tidak, hasil produksi kelapa sawit yang dihasilkan tidak berpengaruh.

(7)

Sementara itu pada varibel keanggotaan dalam koperasi dan keikutsertaan dalam program kemitraan menunjukkan hasil yang positif dan signifikan terhadap produksi kelapa sawit. Hal ini menjelaskan bahwa dengan keterlibatan petani sebagai anggota koperasi dan program kemitraan terbukti nyata dapat meningkatkan produksi kelapa sawit yang dihasilkan. Hasil ini sesuai dengan penelitian Dwijatenaya, (2014) yang menjelaskan bahwa intensitas kemitraan berpengaruh terhadap kenaikan produktivitas kebun. Selain itu dengan keikutsertaan dalam kemitraan dapat menjadi peluang dalam pembangunan usaha pada kondisi keterbatasan lahan dan modal (Amanda, 2018).

Tabel 3. Hasil Koefisien Determinasi

Model R

R Square Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

propkode1 = 14111 (Selected)

1 0,864a 0,746 0,746 0,56080

Sumber : Data sekunder (diolah), Tahun 2022

Berdasarkan hasil perhitungan koefisien determinasi (Tabel 3), menunjukkan bahwa nilai koefisien determinasi (R) square sebesar 0,746. Hal ini memiliki makna bahwa variasi seluruh variabel bebas yaitu jumlah tanaman, umur tanaman, pupuk urea, pupuk SP36, pupuk NPK, pupuk organik, tenaga kerja, lahan gambut, anggota koperasi, anggota kelompok tani, keikutsertaan penyuluhan dan peserta kemitraan dapat mempengaruhi variabel terikat (variabel Y) sebesar 0,746 (74,6%), sedangkan sisanya sebesar 0,254 dijelaskan oleh variabel lain di luar model.

Tabel 4. Hasil Analisis Uji-F

Model Sum of

Squares df Mean

Square F Sig.

1 Regression 3727,135 12 310,595 987,603 0,000c

Residual 1265,836 4025 0,314

Total 4992,971 4037

Sumber : Data sekunder (diolah), Tahun 2022

Berdasarkan hasil di Tabel 4, nilai F menunjukkan hasil yang signifikan pada α 1%. Hal ini menjelaskan bahwa semua variabel yang ada di dalam model analisis yaitu dari jumlah tanaman, umur tanaman, pupuk urea, pupuk SP36, pupuk NPK, pupuk organik, tenaga kerja, lahan gambut, anggota koperasi, anggota kelompok tani, keikutsertaan penyuluhan dan peserta kemitraan secara bersama-sama berpengaruh terhadap produksi kelapa sawit.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil kegiatan penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa : rata-rata umur tanaman pada perkebunan kelapa sawit yakyat di Provinsi Riau masuk dalam kategori Tanaman Menghasilkan (TM) dengan umur rata-rata 10 th dan keterlibatan petani rakyat dalam kelembagaan pertanian masih rendah (<50%). Faktor penentu pada produksi perkebunan kelapa sawit rakyat di Provinsi Riau yang berpengaruh signifikan adalah jumlah tanaman, umur tanaman, pupuk urea, pupuk SP36, pupuk NPK, pupuk organik, jumlah tenaga kerja serta anggota koperasi dan peserta kemitraan. Sementara variabel lahan gambut, keanggotaan dalam kelompok tani dan kegiatan penyuluhan yang tidak berpengaruh nyata (non signifikan) terhadap produksi kelapa sawit.

(8)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terimakasih kepada LPPM (Lembaga Pengabdian Pada Masyarakat) Institut Pertanian Stiper (INSTIPER) Yogyakarta yang telah menyediakan dana dalam kegiatan penelitian ini sehingga kegiatan dapat berjalan dengan lancar.

DAFTAR PUSTAKA

Alfayanti, & Efendi, Z. (2013). Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Kelapa Sawit Rakyat di Kabupaten Mukomuko. Agrisep, 13(1), 1–10.

Amanda, Y. (2018). Terhadap Pendapatan Anggota Pada Pt Patiware.

Ariyanto, A., Nizar, R., Mutryarny, D. E., Lancang, U., & Pekanbaru, K. (2017). Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produksi Kelapa Sawit Rakyat Pola Swadaya Di Kabupaten Kampar-Riau.

Gambar 1.

Arsyad, I., & Maryam, S. (2017). Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Produksi Kelapa Sawit Pada Kelompok Tani Sawit Mandiri. Jurnal Ekonomi Pertanian Dan Pembangunan, 14(1), 75–85.

BPS. (2021). Statistik Kelapa Sawit Indonesia 2020.

Dwijatenaya, I. B. (2014). Toward the Productivity of the Oil Palm Farmers. 8(1).

Heriyanto, H., Asrol, A., Karya, D., & Ningsih, V. Y. (2019). Analisis Faktor Produksi Kalapa Sawit Rakyat Menurut Tipologi Lahan di Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau. Jurnal Lahan Suboptimal, 7(1), 14–25. https://doi.org/10.33230/jlso.7.1.2018.366

Hidayat, A. A. (2017). Ada Apa Dengan Industri Kelapa Sawit di Indonesia (Pertama). Bunga Bangsa Media.

Jannah, E. M., Rachmadhan, A. A., & Hendra, J. (2022). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Areal Perkebunan Tebu Rakyat Factors Affecting The Smallholder Sugarcane Plantation Area. 22(2), 155–

168.

Lubis, M. F., & Lubis, I. (2018). Analisis Produksi Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jacq.) Di Kebun Buatan, Kabupaten Pelalawan, Riau. Buletin Agrohorti, 6(2), 281–286.

https://doi.org/10.29244/agrob.v6i2.18945

Pahan, I. (2015). Panduan Teknis Budidaya Kelapa Sawit (Pertama). Penebar Swadaya.

Siswanto, Y., Lubis, Z., & Akoeb, E. N. (2020). Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Kelapa Sawit Rakyat di Desa Tebing Linggahara Kecamatan Bilah Barat Kabupaten Labuhanbatu.

AGRISAINS: Jurnal Ilmiah Magister Agribisnis, 2(1), 60–70.

https://doi.org/10.31289/agrisains.v2i1.255

Siswati, L., Harly, R., & Afrijon, A. (2018). Manajemen Produksi Dan Pemeliharaan Kebun Kelapa Sawit Rakyat. Jurnal Agribisnis, 19(2), 95–101. https://doi.org/10.31849/agr.v19i2.777

Soekartawi. (1994). Teori Ekonomi Produksi dengan Pokok Bahasan Analisis Fungsi Cobb-Douglas. PT.

Grafindo.

Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, R&D. ALFabeta.

Suryati Nila, Zaini Amin, A., & Humaidi, E. (2019). Pendapatan Petani Padi Varietas Hasil Iradiasi Badan Tenaga Nuklir. Jurnal Penelitian Pertanian Terapan, 19(3), 205–211.

Referensi

Dokumen terkait

Pihak perusahaan mengantarkan langsung limbah solid ini ke lokasi peternak, pemberian limbah solid harus dicampur dengan bahan pakan lainnya yang ada disekitar lokasi

Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau maka perlu dilakukan kajian jumlah produksi serasah dan laju dekomposisi hutan mangrove di desa ini terkhusus pada lahan mangrove

Variabel kelembagaan di atas dinilai dari beberapa indikator yaitu kelembagaan memiliki tujuan yang jelas, tujuan kelompok kelembagaan tercapai, kelembagaan memiliki

Bersumber pada latar belakang, interpretasi hasil serta pembahasan, penelitian ini dapat disimpulkan secara simultan volume produksi minyak, harga minyak dunia, PDB,

Harga lada Indonesia riil berpengaruh positif terhadap produksi lada Indonesia pada taraf nyata α = 3,88 persen (berpengaruh nyata pada taraf α = 5 persen)

Terjadinya isomerisasi pada senyawa α- dan β- karoten dalam buah kelapa sawit ditandai oleh perubahan struktur geometris dari trans ke cis, juga

Typologies of power relations in the partnership scheme between large private companies and smallholders Type of Partnership Superordinate & sub- ordinate Rules of the game &

KESIMPULAN DAN SARAN Kinerja usahatani sawit petani mandiri berbeda tingkat produktivitas dan pendapatannya pada skala pengusahaan lahan usahatani, antara petani berlahan sempit,