• Tidak ada hasil yang ditemukan

Local resource based model of peatland management on agroecology of oil palm plantations a case study on agroecology of smallholder oil palm plantations in the Regency of Bengkalis Meranti, Riau Province

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Local resource based model of peatland management on agroecology of oil palm plantations a case study on agroecology of smallholder oil palm plantations in the Regency of Bengkalis Meranti, Riau Province"

Copied!
201
0
0

Teks penuh

(1)

MODEL PENGELOLAAN LAHAN GAMBUT BERBASIS

SUMBERDAYA LOKAL PADA AGROEKOLOGI

PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

(Studi Kasus Agroekologi Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat Di Kabupaten Bengkalis-Meranti Provinsi Riau)

SUWONDO

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Model Pengelolaan Lahan Gambut Berbasis Sumberdaya Lokal Pada Agroekologi Perkebunan Kelapa Sawit : Studi Kasus Agroekologi Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat di Kabupaten Bengkalis-Meranti Provinsi Riau, adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Juli 2011

Suwondo

(3)

ABSTRACT

SUWONDO. 2011. Local Resource-Based Model of Peatland Management on Agroecology of Oil Palm Plantations: a Case Study on Agroecology of Smallholder Oil Palm Plantations in the Regency of Bengkalis-Meranti, Riau Province. Under the Supervision of SUPIANDI SABIHAM, SUMARDJO, and BAMBANG PRAMUDYA.

Oil palm plantations on peatlands are faced with problems of land degradation, emission of greenhouse gases (GHG) and biodiversity loss. This study was aimed to (1) identify changes in biophysical characteristics of peatlands, (2) assess the sustainability of peatland management, (3) examine important factors that affect peatland management, and (4) formulate a local resource-based model of peatland management on the agroecology of smallholder oil palm plantations. Research sites were in the Regency of Bengkalis-Meranti, Riau Province on marine and brackish peat. The data was collected using a survey method, field observations and measurements, in-depth interviews and documentation. The biophysical characteristics of peatland were analyzed descriptively. The sustainability of peatland management was assessed in dimensions of ecology, economy, socio-cultural aspects, technology and infrastructure, legal and institutional aspects, and analyzed by using the Multi Dimensional Scaling (MDS) with the technique of Rap-Insus Landmag (Rapid Appraisal-Sustainability Index of Land Management). The important factors in the peatland management were determined through a prospective analysis. The formulation of the local resource-based model of peatland management in oil palm plantations was done by integrating MDS, leverage and prospective analysis. The research results showed that the biophysical characteristics of peatland experienced changes in the horizon profile, peat thickness, decomposition level, moisture content, ash content, pH, C-organic and biomass. The sustainability index of peatland management is at the level of less-to-moderate category. The dominant factors affecting the sustainability of peatland management (G) on oil palm plantations are the management system of water and land (a),community empowerment (p), cooperation among stakeholders (s), management of oil palm production (t), processing industry (i), structure and access to capital (m). The model of peatland management is an interaction between the dominant factors in the relationship of function G = f (a, p, s, t, i, m).

(4)

RINGKASAN

SUWONDO. 2011. Model Pengelolaan Lahan Gambut Berbasis Sumberdaya Lokal Pada Agroekologi Perkebunan Kelapa Sawit : Studi Kasus Agroekologi Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat di Kabupaten Bengkalis-Meranti Provinsi Riau. Dibimbing oleh SUPIANDI SABIHAM, SUMARDJO, dan BAMBANG PRAMUDYA.

Lahan gambut merupakan salah satu tipe ekosistem yang terbentuk pada kondisi anaerob (drainase buruk) di rawa pasang surut atau lebak dan mengandung bahan organik (> 50%) dari hasil akumulasi sisa tanaman dengan ketebalan lebih dari 50 cm. Lahan gambut memberikan beberapa pelayanan (services) ekologi, ekonomi dan sosial yang potensial untuk dikembangkan sebagai sistem pendukung kehidupan (life supporting system).

Pengembangan kelapa sawit pada lahan gambut dihadapkan pada permasalahan degradasi lingkungan seperti potensi emisi CO2 sebagai gas rumah kaca (GRK), penyebab utama bencana kebakaran lahan dan konflik sosial antara masyarakat dan perusahaan. Pemanfaatan lahan gambut untuk perkebunan kelapa sawit diharapkan mampu menjaga keberlanjutan fungsi ekologi, ekonomi dan sosial pada ekosistem tersebut. Untuk itu perlu dilakukan kajian yang integratif agar diperoleh informasi tentang hal-hal yang mendasari fungsi lingkungan dan produksi pada agroekologi perkebunan kelapa sawit pada lahan gambut.

Lokasi penelitian berada dalam wilayah Kabupaten Bengkalis-Meranti Propinsi Riau dengan lokasi utama di Kecamatan Siak Kecil dan Bukit Batu dari bulan Januari hingga Oktober 2010. Pengamatan dilakukan pada dua tipe fisiografi lahan gambut yakni gambut pantai (marine peat) dan gambut transisi (brackish peat). Tujuan utama yang akan dicapai pada penelitian ini adalah membangun model pengelolaan lahan gambut berbasis sumberdaya lokal pada agroekologi perkebunan kelapa sawit rakyat di Kabupaten Bengkalis-Meranti. Sedangkan tujuan antara pada penelitian ini adalah : (1) menganalisis perubahan karakteristik biofisik lahan gambut akibat aktivitas agroekologi perkebunan kelapa sawit; (2) mengevaluasi tingkat keberlanjutan pengelolaan lahan gambut untuk agroekologi perkebunan kelapa sawit; (3) menentukan faktor-faktor penting yang mempengaruhi pengelolaan lahan gambut pada agroekologi perkebunan kelapa sawit. Pengumpulan data primer dilakukan dengan menggunakan metode survey, yang dilaksanakan dengan pengamatan dan pengukuran lapangan dan wawancara mendalam (indepth interview) serta FGD. Sedangkan data sekunder diperoleh dari dokumentasi laporan dari berbagai instansi terkait. Analisis data meliputi : (1) analisis deskriptif terhadap karakteristik biofisik dan kebijakan lahan gambut; (2) analisis sosial ekonomi; (3) analisis MDS untuk mengetahui tingkat keberlanjutan pengelolaan lahan gambut; (4) analisis kebutuhan stakeholders dan (5) analisis prospektif untuk menentukan atribut utama yang menentukan pengelolaan lahan gambut.

(5)

menunjukkan adanya perbedaan antara hutan rawa gambut sekunder dengan perkebunan kelapa sawit, baik pada gambut transisi dan pantai. Pada hutan rawa gambut sekunder biomassa ditemukan sebesar 103,28 ton ha-1, perkebunan sawit usia < 3 tahun 19,85 - 25,65 ton ha-1, perkebunan usia 3 – 9 tahun berkisar antara 26,94 – 102,76 ton ha-1. Sedangkan pada perkebunan kelapa sawit usia > 10 tahun ditemukan sebesar 116,62 - 132,63 ton ha-1.

Hasil analisis finansial menunjukkan pembangunan perkebunan kelapa sawit pola perkebunan rakyat mempunyai nilai IRR = 27%, NPV discount rate 17 % = Rp 32,94 juta ha-1 tahun-1 dan B/C = 1,45. Sedangkan pada perkebunan kelapa sawit skala perusahaan/industri (6.000 ha) mempunyai nilai IRR 34 %, NPV discount rate 17% Rp. 242.797.776.924 dan B/C 3,2. Pendapatan bersih dari perkebunan sawit rakyat seluas 2 ha rata-rata pada kondisi eksisting sebesar Rp.27.687.936 th-1. Sedangkan pendapatan untuk memenuhi KHL sebesar Rp.28.000.000. Perbaikan terhadap input produksi dapat meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani sehingga dapat memenuhi KHL. Luas lahan minimal (Lmin) yang harus diusahakan adalah 2 ha, untuk luas lahan optimal (Lopt) yang diusahakan untuk memperoleh pendapatan optimal petani perkebunan sawit rakyat seluas 2,6 ha. Sedangkan luas lahan maksimal (Lmak) yang diusahakan untuk perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Bengkalis-Meranti adalah 3,6 ha KK-1.

Pengembangan tata guna lahan perkebunan kelapa sawit dapat dilakukan dengan disain “mozaik” dengan tata guna lahan pola “puzzle”. Tata guna lahan perkebunan sawit diusahakan tidak kontinu tetapi di integrasikan dengan vegetasi hutan alami. Pola “puzzle” dilakukan dengan mempertimbangan kawasan hutan yang mempunyai nilai konservasi tinggi seperti sempadan sungai, resapan atau mata air, hutan adat, habitat flora dan fauna endemik, mempunyai keterkaitan yang tinggi terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat disekitarnya. Landasan peraturan yang digunakan antara lain : (1) Undang-Undang No 18 tahun 2004 tentang Perkebunan; (2) Undang-Undang No 26 tahun 2007 tentang tata ruang; (3) Undang-Undang No 32 Tahun 2009 tentang pengendalian dan pengelolaan lingkungan hidup; (4) Kepres 32/1990 tentang tentang pengelolaan kawasan lindung; (5) Permentan No: 14/2009 tentang pedoman pemanfaatan lahan gambut untuk budidaya kelapa sawit.

Pengelolaan lahan gambut menunjukkan belum seimbangnya antar dimensi ekonomi, ekologi, sosial budaya, infrastruktur dan teknologi serta hukum dan kelembagaan di Kabupaten Bengkalis-Meranti. Nilai indeks keberlanjutan pengelolaan lahan gambut pantai (marine peat) dan transisi (brakish peat) pada agroekologi perkebunan kelapa sawit untuk dimensi ekologi 49,14 % dan 46,60 % (kurang berkelanjutan), dimensi ekonomi 69,30 % dan 64,7 % (cukup berkelanjutan), dimensi sosial 52,32 dan 54,47 (cukup berkelanjutan), dimensi infrastruktur dan teknologi 51,15 % (cukup berkelanjutan) dan 49,64 (kurang berkelanjutan) serta hukum dan kelembagaan sebesar 50,33 dan 56,99 % (cukup berkelanjutan). Dengan demikian pengelolaan lahan gambut pada agroekologi perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Bengkalis-Meranti berada pada tingkat katagori berkelanjutan kurang sampai sedang, baik pada gambut pantai maupun transisi.

(6)

penambahan amelioran/pemupukan, pencegahan kebakaran lahan dan produktifitas tanaman sawit. Pada dimensi ekonomi adalah pemasaran hasil TBS, pemberian kredit usaha tani, kepemilikan lahan dan harga TBS. Pada dimensi sosial budaya adalah peluang kemitraan, pencegahan konflik lahan, pemberdayaan masyarakat dan tingkat pendidikan. Pada dimensi infrastruktur dan teknologi adalah standarisasi mutu produk sawit, sarana prasarana dan industri pengolahan. Pada dimensi hukum dan kelembagaan adalah interaksi antar lembaga, keberadaan lembaga keuangan dan keberadaan kelompok tani.

Model pengelolaan lahan gambut (G) pada perkebunan kelapa sawit merupakan interaksi antara pengaturan tata air dan lahan (a), pemberdayaan masyarakat (p), kerjasama antar stakeholders (s), manajemen produksi tanaman sawit (t), industri pengolahan (i), struktur dan akses permodalan (m), yang dapat digambarkan dalam hubungan fungsi G = f (a, p, s, t, i, m).

(7)

© Hak Cipta Milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(8)

MODEL PENGELOLAAN LAHAN GAMBUT BERBASIS

SUMBERDAYA LOKAL PADA AGROEKOLOGI

PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

(Studi Kasus Agroekologi Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat di Kabupaten Bengkalis-Meranti Provinsi Riau)

SUWONDO

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)

Penguji Luar Komisi

Pada Ujian Tertutup (9 Mei 2011) :

1. Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, MS

(Ketua Program Studi Agronomi dan Hortikultura SPs-IPB)

2. Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc

(Ketua Departemen Tanah dan Sumberdaya Lahan – TSL IPB)

Pada Ujian Terbuka (13 Juni 2011) :

1. Prof. Dr. Ir. Irsal Las, MS

(Peneliti Utama Agroklimatologi dan Lingkungan, Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian)

2. Dr. Ir. M. Ardiansyah

(10)

Judul Disertasi : Model Pengelolaan Lahan Gambut Berbasis Sumberdaya Lokal Pada Agroekologi Perkebunan Kelapa Sawit (Studi Kasus Agroekologi Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat di Kabupaten Bengkalis-Meranti Provinsi Riau).

Nama : Suwondo

NRP : P062080081

Disetujui

Komisi Pembimbing

Prof.Dr.Ir.Supiandi Sabiham,M.Agr Ketua

Prof.Dr.Ir.Sumardjo,MS Prof.Dr.Ir.Bambang Pramudya, M.Eng

Anggota Anggota

Mengetahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Pengelolaan Sumberdaya Alam dan

Lingkungan

Prof.Dr.Ir.Cecep Kusmana,MS Dr.Ir.Dahrul Syah, M.ScAgr

(11)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas karuniaNya, maka penyusunan disertasi ini dapat diselesaikan pada waktunya. Judul yang dipilih dalam penelitian ini adalah Model Pengelolaan Lahan Gambut Berbasis Sumberdaya Lokal Pada Agroekologi Perkebunan Kelapa Sawit (Studi Kasus Agroekologi Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat di Kabupaten Bengkalis-Meranti Provinsi Riau).

Pada kesempatan ini ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M.Agr selaku ketua komisi pembimbing dan Prof. Dr. Ir. Sumardjo, MS serta Prof. Dr. Ir. Bambang Pramudya, M.Eng selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan arahan dan masukan yang sangat berharga pada penyusunan disertasi ini.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr.Ir. Syaiful Anwar,M.Sc dan Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, MS sebagai penguji di luar komisi pembimbing dalam ujian tertutup atas bimbingan dan saran yang diberikan guna penyempurnaan disertasi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Irsal Las, MS dan Dr. Ir. M. Ardiansyah yang berkenan menjadi penguji luar komisi pada ujian terbuka.

Penghargaan diberikan kepada Tim Peneliti The Toyota Foudation yang telah memberikan dukungan dana penelitian (Research Grant Program), sehingga kegiatan penelitian yang dilakukan dapat berjalan sesuai dengan rencana dan tahapan yang telah ditetapkan.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Direktrat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Nasional yang telah memberikan beasiswa BPPS. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Dekan Sekolah pascasarjana IPB beserta staf atas kesempatan studi yang diberikan, sehingga penulis dapat menempuh pendidikan jenjang S3 pada Sekolah Pascasarjana IPB. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Ketua Program Studi PSL Sekolah pascasarjana IPB beserta staf yang telah memberikan arahan dan bimbingan akademik selama menempuh pendidikan S3.

(12)

Pascasarjana IPB. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Ketua Lembaga Penelitian dan Kepala PPLH Universitas Riau yang selalu memberikan dukungan moril dan materil selama penulis mengikuti pendidikan.

Penulis menyampaikan ungkapan terima kasih yang sangat mendalam kepada istri tersayang Dra. Sri Wulandari, M.Si yang dengan penuh kesabaran, pengertian dan selalu memberikan semangat kepada penulis selama proses pendidikan. Teruntuk anak-anakku Widya Rachmania Putri, Hana Dwi Suwandari dan Winda Hapsari yang selalu menjadi inspirasi dan motivasi, terima kasih atas pengertian dan ketabahan selama ini. Rasa terima kasih yang mendalam kepada Ayahanda Abdullah dan Ibunda Supinah, juga kepada ayah mertua Bapak Edy Soengkowo dan Ibu Supadmi, yang telah tanpa lelah selalu berdoa untuk keberhasilan penulis dan memberikan kasih sayang sepenuh jiwa.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan disertasi ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu saran dan masukan yang konstruktif sangat diharapkan. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada berbagai pihak yang terlibat baik langsung maupun tidak langsung, yang telah membantu terlaksananya penelitian hingga tersusunnya disertasi ini yang tidak mungkin disebutkan satu persatu. Semoga semua amal dan kebaikan yang telah diberikan kepada penulis akan diberikan imbalan yang setimpal oleh Allah Subhana Wata’ala. Akhirnya semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Amin

Bogor, Juli 2011 Penulis Suwondo

(13)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Payakumbuh pada tanggal 13 Januari 1968 dari ayah Abdullah dan ibu Supinah, merupakan putra ketiga dari lima bersaudara. Penulis menikah dengan Dra.Sri Wulandari,M.Si dan telah dikaruniai tiga orang putri yang bernama Widya Rachmania Putri, Hana Dwi Suwandari dan Winda Hapsari.

Penulis menyelesaikan pendidikan sarjana (S1) pada Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Riau dan meraih gelar (Drs) pada tahun 1990. Pada tahun 1991 penulis mulai bekerja sebagai dosen Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Riau. Selanjutnya pada tahun 1993 penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan pendidikan pascasarjana jenjang Program Master (S2) pada Program Studi Biologi di Universitas Gadjah Mada dan meraih gelar Magister Sains (M.Si) pada tahun 1995. Pada tahun 2008 penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan pendidikan pascasarjana jenjang Program Doktor (S3) pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor.

(14)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... xvi

DAFTAR GAMBAR... xviii

DAFTAR LAMPIRAN... xx

I. PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan Penelitian... 4

1.3. Kerangka Pemikiran ... 5

1.4. Rumusan Masalah ... 7

1.5. Manfaat Penelitian ... 10

1.6. Kebaruan (Novelty) ... ... 10

II. TINJAUAN PUSTAKA ... ... 13

2.1. Karakteristik Ekosistem Lahan Gambut... 13

2.2. Pengelolaan Lahan Gambut Berbasis Sumberdaya Lokal... 16

2.3. Agroekologi Perkebunan Kelapa Sawit Pada Lahan Gambut... 22

III. METODE PENELITIAN ... 27

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 27

3.2. Rancangan Penelitian ... 28

3.3. Lingkup dan Rencana Kegiatan... 28

3.4. Jenis, Sumber dan Teknik Pengumpulan Data Penelitian... 30

3.5. Metode Analisis Data... 33

3.6. Definisi Istilah-Istilah Penting yang Digunakan dalam Disertasi 45 IV. KONDISI UMUM WILAYAH STUDI... 47

4.1. Letak Geografis dan Wilayah Administrasi... 47

4.2. Topografi dan Fisiografi... 47

4.3. Geologi dan Jenis Batuan... 48

4.4. Jenis Tanah dan Iklim... 49

4.5. Kondisi Sosial dan Ekonomi... 52

4.6. Kondisi Infrastruktur dan Sarana Lainnya... 55

4.7. Kondisi Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Bengkalis-Meranti... 59

4.8. Kebijakan Pembangunan Perkebunan Sawit... 61

V. HASIL DAN PEMBAHASAN... 63

5.1. Karakteristik Lahan Gambut di Kabupaten Bengkalis-Meranti... 63

5.2. Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit Pada Lahan Gambut.... 75

5.3. Analisis Sosial Ekonomi... 78

5.4. Analisis Kebijakan Penggunaan Lahan Gambut... 84

5.5. Analisis Sumberdaya Lokal Lahan Gambut... 88

5.6. Status Keberlanjutan Pengelolaan Lahan Gambut... 93

5.6.1. Keberlanjutan Dimensi Ekologi... 95

(15)

5.6.3. Keberlanjutan Dimensi Sosial Budaya... 100

5.6.4. Keberlanjutan Dimensi Infrastruktur dan Teknologi... 104

5.6.5. Keberlanjutan Dimensi Hukum dan Kelembagaan... 107

5.6.6. Analisis Monte Carlo... 111

5.7. Analisis Faktor Penentu Keberlanjutan Lahan Gambut... 112

5.7.1. Indeks Keberlanjutan... 113

5.7.2. Kebutuhan Stakeholders... 115

5.8. Faktor Kunci Keberlanjutan Pengelolaan Lahan Gambut... 116

5.9. Skenario Model Pengelolaan Lahan Gambut... 126

5.10. Rekomendasi Model Pengelolaan Lahan Gambut... 131

5.11. Strategi Pengelolaan Lahan Gambut... 135

VI. REKOMENDASI KEBIJAKAN... 139

VII. KESIMPULAN DAN SARAN... 147

7.1. Kesimpulan... 147

7.2. Saran... 148

DAFTAR PUSTAKA ... 149

(16)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Penelitian dan metode serta hasil penelitian terkait novelty... 11 2. Penataan dan pola pemanfaatan lahan yang dianjurkan pada

setiap tipologi lahan bergambut... 15 3. Kandungan hara pada tiga tingkat kesuburan gambut... 16 4. Karakteristik dan perubahan kondisi agrofisik pada lahan

gambut... 17 5. Jenis data, sumber dan teknik pengumpulan data penelitian... 30 6. Parameter dan metode analisis tanah gambut... 31 7. Kategori status keberlanjutan pengelolaan lahan gambut

berdasarkan nilai indeks hasil analisis Rap-Insus Landmag... 36 8. Pedoman penilaian analisis prospektif... 41 9. Luas penyebaran tanah mineral dan gambut di Kabupaten

Bengkalis-Meranti... 49 10. Karakteristik Jenis Tanah di Kabupaten Bengkalis-Meranti... 51 11. Iklim di Wilayah Kabupaten Bengkalis-Meranti... 52 12. Desa/Kelurahan, luas wilayah, jumlah dan kepadatan penduduk

Kabupaten Bengkalis-Meranti... 53 13. Perkiraan Kebutuhan Pabrik Kelapa Sawit untuk Kabupaten

Bengkalis-Meranti... 60 14. Pertumbuhan indeks kesejahteraan petani kelapa sawit dan

multiplier effect ekonomi pedesaan di Provinsi Riau... 60 15. Luas dan ketebalan lahan gambut di Kabupaten

Bengkalis-Meranti... 63 16. Karakteristik utama satuan lahan gambut di Kabupaten

Bengkalis-Meranti

64

17. Tipe hidrotopografi lahan gambut di Kabupaten Bengkalis-Meranti...

65

18. Perubahan profil lahan gambut di perkebunan kelapa sawit... 67 19. Karakteristik biofisik lahan gambut pada agroekologi perkebunan

kelapa sawit di Kabupaten Bengkalis-Meranti... 68 20. Kondisi Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten

Bengkalis-Meranti... 76 21. Jenis dan penggunaan pupuk di perkebunan kelapa sawit pada

lahan gambut di Kabupaten Bengkalis-Meranti... 77 22. Jenis dan dosis penggunaan pestisida di perkebunan kelapa sawit

(17)

24. Jenis pengeluran rumah tangga petani perkebunan kelapa sawit

pada berbagai fisiografi lahan gambut... 82 25. Hasil content analysis kebijakan pembangunan perkebunan

kelapa sawit di lahan gambut... 85 26. Tata guna lahan pada areal perkebunan kelapa sawit... 86 27. Atribut kunci yang mempengaruhi indeks keberlanjutan

pengelolaan lahan gambut pada perkebunan kelapa sawit... 109 28. Perbedaan indeks keberlanjutan perkebunan kelapa sawit pada

lahan gambut pantai dan transisi dengan analisis Monte Carlo... 111 29. Indeks keberlanjutan, nilai Stress dan R2 perkebunan kelapa

sawit pada lahan gambut pantai...

112

30. Indeks keberlanjutan, nilai Stress dan R2 perkebunan kelapa

sawit pada lahan gambut transisi... 112 31. Gabungan faktor-faktor kunci yang mempunyai pengaruh

dominan... 117 32. Uraian masing-masing skenario strategi pengelolaan perkebunan

kelapa sawit pada lahan gambut... 127 33. Penerapan model pengelolaan lahan gambut pada perkebunan

kelapa sawit rakyat... 128 34. Perubahan faktor-faktor dominan strategi pengelolaan lahan

gambut pada perkebunan kelapa sawit rakyat... 129 35. Skenario strategi pengelolaan perkebunan kelapa sawit pada

lahan gambut berbasis sumberdaya lokal... 130 36. Indeks keberlanjutan kondisi eksisting dan skenario I, II, III

pengelolaan lahan gambut berbasis sumberdaya lokal pada agroekologi perkebunan kelapa sawit rakyat di Kabupaten Bengkalis-Meranti...

(18)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Kerangka pemikiran penelitian model pengelolaan lahan gambut

berbasis sumberdaya lokal pada perkebunan kelapa sawit... 6 2. Skema perumusan masalah dan pendekatan analisis model

pengelolaan lahan gambut berbasis sumberdaya lokal pada

agroekologi perkebunan kelapa sawit rakyat... 9 3. Peta lokasi penelitian di Kabupaten Bengkalis-Meranti Provinsi

Riau... 27 4. Tahapan penelitian yang dilakukan... 29 5. Ilustrasi penentuan indeks keberlanjutan pengelolaan lahan

gambut pada perkebunan kelapa sawit pada skala 0 – 100 %... 39 6. Ilustrasi diagram layang-layang indeks keberlanjutan... 39 7. Penentuan tingkat pengaruh dan ketergantungan antar faktor

dalam pengelolaan lahan gambut pada agroekologi perkebunan

kelapa sawit... 42 8. Tahapan penyusunan model pengelolaan lahan gambut berbasis

sumberdaya lokal pada perkebunan kelapa sawit rakyat... 44 9. Peta Sebaran Gambut di Kabupaten Bengkalis-Meranti... 50 10. Perbandingan biomassa (t ha-1) tumbuhan pada hutan rawa

gambut dengan perkebunan kelapa sawit... 69 11. Hubungan ketebalan gambut dengan kandungan karbon dan usia

sawit dengan peningkatan biomassa... 70 12. Ketebalan gambut (cm), kedalaman air tanah (cm), kadar air

pada lahan gambut transisi (a) dan pantai (b) di perkebunan

kelapa sawit serta hutan rawa gambut sekunder... 71 13. Nilai pH H2O dan pH KCl pada lahan gambut di perkebunan

kelapa sawit dan hutan rawa gambut sekunder... 72 14. Kadar C-organik (%), kadar abu (%) pada lahan gambut transisi

(a) dan pantai (b) di perkebunan kelapa sawit... 73 15. Hubungan antara C-organik (%), ketebalan gambut (cm) dan

kadar abu (%) pada lahan gambut... 74 16. Produksi perkebunan kelapa sawit pola perkebunan besar swasta

(PBN) atau negara (PBS) dan swadaya masyarakat... 75 17. Diagram layang-layang status keberlanjutan perkebunan kelapa

sawit pada lahan gambut pantai... 94 18. Diagram layang-layang status keberlanjutan perkebunan kelapa

sawit pada lahan gambut transisi... 95 19. Indeks keberlanjutan (a) dan peran atribut yang sensitif

mempengaruhi keberlanjutan dimensi ekologi (b) pada lahan

(19)

20. Indeks keberlanjutan (a) dan peran atribut yang sensitif mempengaruhi keberlanjutan dimensi ekologi (b) di perkebunan

kelapa sawit pada lahan gambut transisi... 97 21. Indeks Keberlanjutan (a) dan peran atribut yang sensitif

mempengaruhi keberlanjutan dimensi ekonomi (b) di perkebunan

kelapa sawit pada lahan gambut pantai... 98 22. Indeks keberlanjutan (a) dan peran atribut yang sensitif

mempengaruhi keberlanjutan dimensi ekonomi (b) di perkebunan

kelapa sawit pada lahan gambut transisi... 99 23. Indeks keberlanjutan (a) dan peran atribut yang sensitif

mempengaruhi keberlanjutan dimensi sosial (b) di perkebunan

kelapa sawit pada lahan gambut pantai... 102 24. Indeks keberlanjutan (a) dan peran atribut yang sensitif

mempengaruhi keberlanjutan dimensi sosial (b) di perkebunan

kelapa sawit pada lahan gambut transisi... 103 25. Indeks keberlanjutan (a) dan peran atribut yang sensitif

mempengaruhi keberlanjutan dimensi infrastruktur dan teknologi

(b) pada lahan gambut pantai... 105 26. Indeks keberlanjutan (a) dan peran atribut yang sensitif

mempengaruhi keberlanjutan dimensi infrastruktur dan teknologi

(b) pada lahan gambut transisi... 106 27. Indeks keberlanjutan (a) dan peran atribut yang sensitif

mempengaruhi keberlanjutan dimensi hukum dan kelembagaan

(b) di perkebunan kelapa sawit pada lahan gambut pantai... 107 28. Indeks keberlanjutan (a) dan peran atribut yang sensitif

mempengaruhi keberlanjutan dimensi hukum dan kelembagaan

(b) di perkebunan kelapa sawit pada lahan gambut transisi... 108 29. Bagan interaksi antar atribut kunci dalam pengelolaan lahan

gambut pada agroekologi perkebunan kelapa sawit... 110 30. Pengaruh dan ketergantungan antar faktor pengungkit

berdasarkan analisis keberlanjutan pada lahan gambut pantai... 114 31. Pengaruh dan ketergantungan antar faktor pengungkit

berdasarkan analisis keberlanjutan pada lahan gambut transisi... 115 32. Pengaruh dan ketergantungan antar faktor pengungkit

berdasarkan analisis kebutuhan stakeholders... 116 33. Pengaruh dan ketergantungan antar faktor pengungkit

berdasarkan analisis MDS dan kebutuhan stakeholders... 117 34. Indeks keberlanjutan lima dimensi keberlanjutan pada kondisi

eksisting, skenario I, II dan III pada lahan gambut pantai... 133 35. Indeks keberlanjutan lima dimensi keberlanjutan pada kondisi

eksisting, skenario I, II dan III pada lahan gambut transisi... 133 36. Strategi pengelolaan lahan gambut berbasis sumberdaya lokal

pada agroekologi perkebunan kelapa sawit rakyat di Kabupaten

(20)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Deskripsi profil gambut pada hutan rawa gambut sekunder... 159 2. Deskripsi profil gambut pantai pada perkebunan kelapa sawit.. 160 3. Deskripsi profil gambut transisi pada perkebunan kelapa sawit. 163 4. Prinsip dan kriteria perkebunan kelapa sawit berkelanjutan

menurut Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO)... 166 5. Dimensi ekologi dan atribut keberlanjutan lahan gambut pada

agroekologi perkebunan kelapa sawit di Kabupaten

Bengkalis-Meranti Riau... 168 6. Dimensi ekonomi dan atribut keberlanjutan lahan gambut pada

agroekologi perkebunan kelapa sawit di Kabupaten

Bengkalis-Meranti-Riau... 169 7. Dimensi sosial budaya dan atribut keberlanjutan lahan gambut

pada agroekologi perkebunan kelapa sawit di Kabupaten

Bengkalis-Meranti Riau... 170 8. Dimensi infrastruktur & teknologi dan atribut keberlanjutan

lahan gambut pada agroekologi perkebunan kelapa sawit di

Kabupaten Bengkalis-Meranti Riau... 171 9. Dimensi hukum & kelembagaan dan atribut keberlanjutan

lahan gambut pada agroekologi perkebunan kelapa sawit di

Kabupaten Bengkalis-Meranti Riau... 172 10. Dimensi dan atribut yang menjadi faktor pengungkit utama

menentukan indeks keberlanjutan lahan gambut pada agroekologi perkebunan kelapa sawit di Kabupaten

(21)

I.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Lahan gambut merupakan salah satu tipe ekosistem lahan basah dengan potensi sumberdaya hayati yang potensial untuk dikembangkan sebagai sistem pendukung kehidupan (life supporting system). Lahan gambut mempunyai fungsi untuk pelestarian sumberdaya air, peredam banjir, pencegah intrusi air laut, pendukung berbagai kehidupan, keanekaragaman hayati dan pengendali iklim (Cassel, 1997).

Galbraith et al. (2005) menyebutkan bahwa ekosistem lahan gambut memberikan beberapa pelayanan (services) ekologi, ekonomi dan sosial antara lain : (1) habitat bagi burung air, ikan, berbagai jenis hewan lain dan tumbuhan; (2) keanegaragaman hayati (biodiversity); (3) produksi makanan (food production); (4) penyimpan air (water storage) termasuk mitigasi dampak banjir/air bah dan kemarau; (5) mengisi kembali air tanah (groundwater recharge); (6) stabilisasi garis pantai dan pelindungan terhadap badai (shoreline stabilization and storm protection); penjernihan/pemurnian air (water purification); (7) siklus nutrien (nutrient cycling); (8) pengendapan/penyimpan sediment (sediment retention and export); (9) rekreasi dan wisata (recreation and tourism); (10) mitigasi perubahan iklim (climate change mitigation); (11) penghasil kayu (timber production); (12) pendidikan dan penelitian (education and research); dan (13) nilai-nilai estetika dan budaya (aesthetic and cultural value). Egoh et al. (2007) menyebutkan bahwa jasa lingkungan yang diberikan ekosistem rawa gambut merupakan faktor yang harus diperhatikan dalam melakukan perlindungan terhadap ekosistem tersebut. Dengan demikian diperlukan suatu pengelolaan yang baik agar pelayanan yang diberikan oleh ekosistem lahan gambut tetap dapat dipertahankan.

Luas lahan gambut di Indonesia diperkirakan 20,6 juta ha (10,8%) dari luas daratan Indonesia, dimana sekitar 7,2 juta ha (35%) terdapat di Pulau Sumatera. Luas lahan gambut di Propinsi Riau adalah 4.043.602 ha (45 % dari luas lahan keseluruhan). Penggunaan lahan gambut untuk kepentingan perkebunan di Propinsi Riau mencapai lebih kurang 817.593 ha (Dinas Perkebunan Provinsi Riau, 2007). Luasan perkebunan ini akan semakin meningkat dimasa yang akan datang. Kondisi ini didukung oleh adanya kebijakan dan program pemerintah yang menempatkan sektor perkebunan menjadi penggerak ekonomi dan pembangunan.

(22)

menyebutkan bahwa potensi areal perkebunan di Propinsi Riau seluas 3.300.767,5 ha. Pemanfaatan lahan untuk kegiatan pembangunan perkebunan hingga tahun 2008 mencapai 2.857.567,65 ha (Dinas Perkebunan Provinsi Riau, 2009). Meningkatnya kebutuhan akan produk turunan yang berasal dari CPO (Crude Palm Oil) menyebabkan pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit semakin cepat dan luas. Proyeksi produksi CPO secara nasional mencapai 26 juta ton pada tahun 2020 (Balitbang Pertanian, 2005). Pembukaan lahan umumnya dilakukan pada ekosistem rawa gambut yang mempunyai tingkat kerawanan yang tinggi terhadap aktivitas pembukaan lahan.

Keberhasilan budidaya suatu jenis komoditas tanaman sangat tergantung kepada agroekologi dalam melakukan budidaya tanaman dan pengelolaan lahan yang dilakukan. Pengembangan suatu komoditas tanaman harus dikatahui persyaratan tumbuh dari komoditas yang akan dikembangkan kemudian mencari wilayah yang mempunyai kondisi agroekologis yang relatif sesuai (Susanto, 2008). Selain itu aspek teknis dalam pemilihan lokasi dan penerapan teknologi serta sosial ekonomi berperan penting dalam pembangunan pertanian di rawa gambut ( Suriadikarta dan Sutriadi, 2007).

Sektor perkebunan merupakan sektor unggulan dalam pengembangan daerah lahan gambut. Alih fungsi lahan dari hutan menjadi perkebunan kelapa sawit pada ekosistem lahan gambut merupakan faktor dominan yang menyebabkan terjadinya perubahan pada ekosistem lahan gambut tersebut. Perubahan yang terjadi telah menyebabkan lahan gambut mengalami degradasi yakni tidak produktif dan menimbulkan masalah lingkungan (Riwandi, 2003). Kondisi ini menyebabkan hilangnya keragaman sumberdaya genetik, disintegrasi sosial budaya dan memarginalisasi petani serta menimbulkan kerusakan lingkungan (Reijntjes et al. 1992).

Sistem pertanian berkelanjutan akan terwujud apabila lahan digunakan untuk sistem pertanian yang tepat dengan cara pengelolaan yang sesuai. Bila lahan tidak digunakan secara tepat, produktivitas akan cepat menurun dan ekosistem mengalami kerusakan. Penggunaan lahan yang tepat selain menjamin bahwa lahan memberikan manfaat untuk pemakai saat ini, juga menjamin bahwa sumberdaya akan bermanfaat untuk generasi penerus di masa mendatang. Dengan mempertimbangkan keadaan agroekologi, penggunaan lahan berupa sistem produksi tanaman yang tepat dapat ditentukan (Puslitbang Tanah dan Agroklimat, 1999).

Pemanfaatan lahan gambut untuk usaha perkebunan diharapkan mampu menjaga keberlanjutan fungsi ekologi, ekonomi dan sosial pada ekosistem tersebut. Agroekologi perkebunan kelapa sawit merupakan suatu sistem yang sangat dinamis. Dinamika sistem terbentuk dari berbagai interaksi antara vegetasi, siklus hara, hidrologi, sosial dan ekonomi penduduk (Melling dan Goh, 2008).

(23)

menyebutkan bahwa pengetahuan petani terhadap pengelolaan lahan basah (lahan gambut) sangat penting dalam mempertahankan keberlanjutan ekosistem tersebut. Reijntjes et al. (1992) menyebutkan bahwa pengetahuan lokal setempat merupakan sumber informasi penting tentang sistem pertanian setempat, pengalaman, institusi, budaya dan sebagainya. Pengetahuan dan keterampilan petani dalam menyesuaikan gagasan baru dengan kondisi dan kebutuhan setempat merupakan dasar perubahan dalam masyarakat petani.

Pada kenyataannya perubahan yang terjadi sering memberikan perubahan yang besar dan menyebabkan hilangnya fungsi ekologis, ekonomi dan sosial pada lahan gambut tersebut. Aktivitas pembukaan lahan (land clearing) dilakukan dengan cara penghilangan vegetasi, pembuatan saluran (kanalisasi) dan pembersihan lahan. Aktivitas yang dilakukan tersebut menyebabkan terjadinya perubahan tata air (hidrologi) yang berpengaruh pada perubahan tingkat kesuburan lahan dan terjadinya penurunan muka tanah.

Luas lahan gambut di Kabupaten Bengkalis-Meranti Provinsi Riau mencapai 856.386 ha (Dinas Perkebunan Provinsi Riau, 2009). Akibat alih fungsi lahan menjadi agroekologi perkebunan kelapa sawit menyebabkan luasan lahan gambut akan mengalami pengurangan pada setiap tahunnya. Agar lahan gambut tidak mengalami kerusakan harus dilakukan pengelolaan yang tepat. Pengelolaan lahan yang tidak tepat dengan aktivitas pembukaan lahan yang tidak memperhatikan karakteristik biofisik lingkungan, menyebabkan lahan mengalami degradasi dan ditinggalkan menjadi lahan terlantar atau lahan tidur (Noorginayuwati et al. 1997 dan Sutikno et al. 1998 diacu dalam Noor, 2001).

Gliesman (1998); Cooke et al. (2009); Walter dan Stutzel (2009) menyebutkan bahwa pendekatan multidisiplin dengan menggunakan indikator agroekologi yang mengintegrasikan data ekologi, sosial dan ekonomi dapat dilakukan untuk mengevaluasi keberlanjutan aktivitas perkebunan. Untuk itu perlu dilakukan kajian yang integratif agar diperoleh informasi tentang hal-hal yang mendasari fungsi lingkungan dan produksi pada agroekologi perkebunan kelapa sawit pada lahan gambut.

1.1. Tujuan Penelitian

Tujuan utama yang akan dicapai pada penelitian ini adalah membangun model pengelolaan lahan gambut berbasis sumberdaya lokal pada agroekologi perkebunan kelapa sawit rakyat di Kabupaten Bengkalis-Meranti. Sedangkan tujuan antara pada penelitian ini adalah :

1. Menganalisis perubahan karakteristik biofisik lahan gambut akibat aktivitas agroekologi perkebunan kelapa sawit.

(24)

3. Menentukan faktor-faktor penting yang mempengaruhi keberlanjutan pengelolaan lahan gambut pada agroekologi perkebunan kelapa sawit.

1.2. Kerangka Pemikiran

Pengembangan perkebunan pada ekosistem lahan gambut yang menghasilkan produksi dan nilai ekonomi diharapkan tidak mengorbankan fungsi lingkungan. Permasalahan yang muncul sehubungan dengan pembukaan lahan antara lain tingkat dekomposisi lahan gambut, hidrologi, kemasaman tanah, penurunan tanah (subsidence), percepatan dekomposisi tanah, terjadinya sifat kering tidak balik (irreversibel drying), perubahan faktor biologi (organisme) tanah dan vegetasi permukaan. Kondisi ini dapat berpengaruh secara langsung terhadap tingkat kesuburan dan produktivitas lahan.

Untuk menghindari munculnya permasalahan tersebut diperlukan upaya pengelolaan yang bersifat integratif, dimana diperlukan model pengelolaan yang memperhatikan berbagai aspek pada karakteristik sumberdaya lokal yang berpengaruh terhadap lahan gambut tersebut. Karakteristik sumberdaya lokal meliputi antara lain sifat fisik, kimia, biologi, hidrologi, interaksi antara komposisi vegetasi dengan keadaan tanah dan sosial ekonomi serta pengetahuan dan keterampilan masyarakat. Pengelolaan terhadap komponen sumberdaya lokal akan sangat menentukan keberhasilan pengelolan rawa gambut.

Strategi kebijakan tata guna lahan gambut untuk kepentingan perkebunan kelapa sawit harus bersifat holistik dan komprehensif. Alih fungsi hutan rawa gambut untuk pemanfaatan perkebunan kelapa sawit harus menjadi perhatian semua pemangku kepentingan (stakeholders) yang berhubungan secara langsung dan tidak langsung dengan alih fungsi lahan gambut tersebut.

(25)

dasar bagi penyusunan model pengelolaan lahan gambut pada agroekologi perkebunan kelapa sawit yang dilakukan berdasarkan kerangka pemikiran seperti terlihat dalam Gambar 1.

Ekosistem Rawa Gambut

Keberlanjutan Pengelolaan Lahan

Gambut

Pengembangan Agroekologi Perkebunan Kelapa Sawit Pada

Lahan Gambut

Sosial :

Pendik.Rendah

Konflik Sosial

Hilangnya Kearifan Lokal Ekonomi :

Pendapatan Rendah

Kesejahteraan Rendah Ekologi :

Degradasi Gambut

Produktivitas Rendah

Faktor-Faktor Penting Pengelolaan Lahan

Gambut Perubahan Karakteristik

Biofisik Lahan Gambut

Sumberdaya Lokal : Karakteristik Biofisik Gambut Spesifik Lokasi, Sosial Ekonomi, Pengetahuan dan

Keterampilan Masyarakat Lokal Pengelolaan Lahan Gambut

Tidak Berkelanjutan

Infrastruk & Tek

Sarana dan prasarana

Industri Pengolahan

Hukum dan Kelembagaan :

Poktan

Penyuluh

Bank Mikro

Agroekologi Perkebunan Kelapa

Sawit Alih Fungsi Lahan :

Land Clearing

• Kanalisasi

Model Pengelolaan Lahan Gambut Berbasis Sumberdaya Lokal Pada

(26)

Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian model pengelolaan lahan gambut berbasis sumberdaya lokal pada perkebunan kelapa sawit rakyat.

1.3. Rumusan Masalah

Pembangunan perkebunan kelapa sawit menghasilkan manfaat ekonomi yang penting sebagai penghasil devisa negara. Produksi minyak kelapa sawit Indonesia mengalami peningkatan yang cukup besar dari 7,2 juta ton pada tahun 2000 menjadi 10,6 juta ton pada tahun 2005 (Casson, 2005). Volume ekspor minyak kelapa sawit Provinsi Riau mencapai 6.8 juta ton dengan nilai US$ 3,03 milyar. Sedangkan jumlah petani yang terlibat mencapai 804.490 Kepala Keluarga (KK) dengan penyerapan tenaga kerja sebanyak 1,2 juta orang (Dinas Perkebunan Propinsi Riau, 2009). Rist et al. (2010) menyebutkan bahwa perkebunan kelapa sawit rakyat memberikan kontribusi besar terhadap kesejahteraan pada masyarakat. Dengan demikian perkebunan kelapa sawit memberikan sumbangan yang besar terhadap perekonomian di Indonesia khususnya di Provinsi Riau.

Permintaan yang tinggi pada produk minyak kelapa sawit khususnya CPO (Crude Palm Oil) menyebabkan perluasan perkebunan kelapa sawit diusahakan pada berbagai karakteristik lahan termasuk pada lahan gambut. Lahan gambut dengan karakteristik yang rentan terhadap aktivitas pembukaan lahan, bila tidak dilakukan pengelolaan dengan baik akan mudah mengalami degradasi. Usaha mengembangkan dan pengelolaan lahan gambut untuk perkebunan kelapa sawit menjadi permasalahan dan memerlukan penanganan yang serius dan hati-hati.

(27)

Pembangunan perkebunan kelapa sawit seringkali menjadi penyebab terjadinya kebakaran lahan gambut di Provinsi Riau. Keadaan ini menjadi ancaman terhadap hilangnya biodiversitas pada tipologi ekosistem lahan gambut. Pembangunan areal perkebunan kelapa sawit skala besar juga memberikan dampak sosial terhadap masyarakat disekitarnya. Munculnya konflik lahan disebabkan oleh proses pembebasan lahan yang tidak mengikuti ketentuan yang berlaku. Pemberian Hak Guna Usaha (HGU) kepada perusahaan perkebunan kelapa sawit menyebabkan terjadinya penyerobotan lahan masyarakat. Sedangkan di atas tanah tersebut masih terdapat tanaman pertanian atau tanaman perkebunan milik masyarakat (Potter dan Lee, 1998 diacu dalam Manurung, 2001).

Ekosistem lahan gambut mempunyai nilai ekonomi yang besar, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam pemanfaatannya. Alih fungsi hutan menjadi areal perkebunan menyebabkan terjadinya penurunan biodiversitas organisme. Produksi kayu, getah, ikan merupakan salah satu fungsi ekonomi yang dihasilkan oleh ekosistem lahan gambut. Permasaahan yang sering terjadi pada lahan gambut adalah kondisi sosial ekonomi masyarakat serta kelembagaan dan prasarana pendukung belum memadai (kurang/belum berjalan) atau bahkan belum ada. Kemampuan pemerintah daerah dan petani belum sepenuhnya memahami karakteristik lahan gambut dan juga teknologi yang tersedia dan cocok dalam pengelolaan lahan dan air untuk pertanian yang mempunyai kearifan lokal (local wisdom).

Pengelolaan lahan gambut yang dilakukan kurang memperhatikan teknologi yang telah dan pernah dilakukan oleh masyarakat lokal maupun pendatang dalam suatu area tertentu. Kondisi ini menyebabkan belum tersedianya acuan yang dapat dipedomani dalam pengembangan lahan gambut pada lokasi lain. Pengelolaan lahan gambut dilakukan secara sektoral tanpa melibatkan berbagai unsur sehingga tidak terintegrasi atau kurangnya dukungan dari sektor-sektor atau pihak-pihak terkait lainnya.

(28)

sumberdaya lokal yang terdapat pada ekosistem tersebut. Sehingga program pengembangan agroekologi perkebunan kelapa sawit pada lahan gambut dapat dilakukan secara berkelanjutan.

Skema penelitian model pengelolaan lahan gambut berbasis sumberdaya lokal pada agroekologi perkebunan kelapa sawit disajikan pada Gambar 2.

Analisis

Sosial :

Pendik.Rendah

Konflik Sosial

Hilangnya Kearifan Lokal Ekonomi :

Pendapatan Rendah

Kesejahteraan Rendah Ekologi :

Degradasi Gambut

Produktivitas Rendah

Prospektif Deskriptif :

Biofisik Gambut dan Sumberdaya Lokal

Infrastruk & Tek

 Sarana dan prasarana

 Industri Pengolahan

Hukum dan Kelembagaan :

 Poktan

 Penyuluh

 Lembaga Bank Agroekologi Perkebunan

Kelapa Sawit

Identifikasi Faktor Berpengaruh Data Primer, Sekunder

dan Pendapat Pakar

Kebutuhan Stakeholders Atribut Utama (Laverage) Kelayakan Finansial Keberlanjutan (MDS)

Skenario Kebijakan

Pengelolaan Lahan Gambut

Model Pengelolaan Lahan Gambut Berbasis Sumberdaya Lokal pada

Perkebunan Kelapa Sawit

(29)

Gambar 2. Skema perumusan masalah dan pendekatan analisis model pengelolaan lahan gambut berbasis sumberdaya lokal pada agroekologi perkebunan kelapa sawit rakyat.

Beberapa pertanyaan penelitian yang merupakan permasalahan-permasalahan yang perlu dipecahkan antara lain :

1. Bagaimana perubahan karakteristik biofisik lahan gambut akibat aktivitas perkebunan kelapa sawit ?

2. Seberapa besar tingkat keberlanjutan pengelolaan lahan gambut pada agroekologi perkebunan kelapa sawit ?

3. Faktor-faktor utama manakah yang menentukan pengelolaan lahan gambut pada agroekologi perkebunan kelapa sawit ?

4. Bagaimana model pengelolaan lahan gambut berbasis sumberdaya lokal pada agroekologi perkebunan kelapa sawit rakyat ?

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat antara lain sebagai berikut :

1. Manfaat bagi pemerintah, terutama Pemerintah Provinsi Riau, khususnya Kabupaten Bengkalis-Meranti sebagai pedoman dalam penyusunan perencanaan pengembangan aktivitas agroekologi perkebunan kelapa sawit pada lahan gambut.

2. Manfaat bagi masyarakat, memberikan informasi ilmiah bagi para pihak yang berkepentingan dengan pengembangan agroekologi perkebunan kelapa sawit pada lahan gambut.

3. Manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan, sebagai bahan rujukan dan pengkajian lebih lanjut terhadap aktivitas pengembangan perkebunan kelapa sawit pada lahan gambut berbasis sumberdaya lokal.

(30)

1.6. Kebaruan (Novelty)

[image:30.612.107.510.281.710.2]

Berkaitan dengan kebaruan dalam pengelolaan lahan gambut berkelanjutan pada perkebunan kelapa sawit, dilakukan dengan mempertimbangkan hasil penelusuran kepustakaan melalui hasil penelitian tesis, disertasi, jurnal penelitian dalam dan luar negeri serta publikasi lainnya. Fokus penelusuran kepustakaan dilakukan pada hasil kajian pada ekosistem lahan gambut dan aktivitas pengelolaan perkebunan kelapa sawit. Adapun penelitian-penelitian yang berkaitan dengan topik penelitian yang telah dilaksanakan dan keluaran yang dihasilkan disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Penelitian dan metode serta hasil penelitian terkait novelty

No Peneliti Metode Hasil Penelitian

1. Erningpraja

dan Poelongan (2000)

Melakukan kajian tentang

pengelolaan perkebunan

kelapa sawit.

Pengelolaan perkebunan kelapa

sawit plasma berkelanjutan

dilakukan dengan pendekatan fisik yakni pemupukan

2. Riwandi

(2001)

Melakukan kajian

stabilitas gambut tropika

Indonesia berdasarkan

analisis kehilangan karbon organik, sifat fisiko kimia

dan komposisi bahan

gambut

Jumlah kehilangan C-Organik

gambut relatif sama, stabilitas

gambut fibrik paling rendah

sedangkan gambut saprik paling tinggi. Kadar air kritis gambut fibrik berkisar 300 – 500 %, saprik 200 – 300 % dan hemik 300-400 % dari bobot kering gambut. Stabilitas gambut fibrik paling rendah dibandingkan hemik dan saprik terhadap kejadian kering tidak balik

3. Istomo (2002) Mengukur kandungan

fosfor dan kalsium serta penyebarannya pada tanah dan tumbuhan hutan rawa gambut

Semakin meningkat ketebalan

gambut semakin meningkat

kandungan P dan Ca pada tanah gambut, dengan tingkat hubungan yang kuat (R2 = 0,77).

4. Hasibuan

(2003)

Pengembangan PIR

Kelapa Sawit dan Peranan Koperasi dalam Ekonomi

Kerakyatan Di Masa

Mendatang

Pengelolaan perkebunan kelapa sawit berbasis dinamika ekonomi kerakyatan yakni koperasi

5. Wahyono

(2003)

Wahyono dan Dja’far (2003)

Melakukan kajian tentang

pengelolaan perkebunan

kelapa sawit.

Pengelolaan perkebunan kelapa sawit berfokus pada kelembagaan dan pengelolaan konflik

6. Iswati (2004) Pengelolaan kebun plasma

kelapa sawit yang

berkelanjutan dengan

pendekatan sistem.

Pengelolaan kebun plasma kelapa sawit berkelanjutan merupakan fungsi dari jenis tanah (T),

(31)

kemampuan petani (M),

pendapatan petani (E) dan budaya (B). Fungsi dirumuskan sebagai Pl = f (T,L,M,E,B)

7. Wigena (2009) Pengelolaan kebun plasma

kelapa sawit yang

berkelanjutan dengan

pendekatan sistem

Model Pengelolaan Kebun Kelapa sawit plasma menunjukkan bahwa faktor penduduk, lahan dan produksi tandan buah segar (TBS) kelapa sawit merupakan faktor utama yang menjadi kunci kebun sawit plasma berkelanjutan.

Pengelolaan lahan gambut sebagai suatu sumberdaya lahan untuk kepentingan produksi hasil perkebunan kelapa sawit dengan pendekatan holistik semakin penting untuk dilakukan. Hal ini didasarkan atas beberapa pertimbangan antara lain : (1) eksploitasi lahan gambut akan semakin meningkat, sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penduduk yang semakin meningkat; (2) pengelolaan sumberdaya lahan gambut sebagai lahan perkebunan akan melibatkan banyak pemangku kepentingan dan (3) setiap wilayah mempunyai karakteristik berbeda-beda yang memerlukan pendekatan holistik dan terpadu sesuai dengan kondisi sumberdaya pada setiap daerah (Mitchell et al. 2003 diacu dalam Wigena, 2009).

(32)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Karakteritik Ekosistem Lahan Gambut

Lahan gambut berasal dari bentukan gambut beserta vegetasi yang terdapat diatasnya terbentuk di daerah yang topografinya rendah dan bercurah hujan tinggi atau di daerah yang suhunya rendah. Tanah gambut mempunyai kandungan bahan organik yang tinggi (> 12% carbon) dan kedalaman gambut minimum 50 cm. Tanah gambut diklasifikasikan sebagai Histosol dalam sistem klasifikasi FAO yaitu yang mengandung bahan organik lebih tinggi dari 30 %, dalam lapisan setebal 40 cm atau lebih pada bagian 80 cm teratas profil tanah (Rina et al. 2008).

Gambut merupakan sumberdaya alam yang banyak memiliki kegunaan antara lain untuk budidaya tanaman pertanian maupun kehutanan dan akuakultur. Selain itu, dapat digunakan untuk bahan bakar, media pembibitan, ameliorasi tanah dan untuk menyerap zat pencemar lingkungan. Menurut Radjagukguk (2003) lahan gambut tropika yang terdapat di Indonesia dicirikan oleh antara lain : (1) biodiversitas (keragaman hayati) yang khas dengan kekayaan keragaman flora dan fauna; (2) fungsi hidrologisnya, yakni dapat menyimpan air tawar dalam jumlah yang sangat besar, dimana 1 juta lahan gambut tropika setebal 2 m ditaksir dapat menyimpan 1,2 juta m3; (3) sifatnya yang rapuh (fragile) karena dengan pembukaan lahan dan drainase (reklamasi) akan mengalami penurunan muka tanah (subsidence), percepatan peruraian dan resiko pengerutan tak balik (irreversible drying) serta rentan terhadap bahaya erosi; (4) sifatnya yang praktis tidak terbarukan karena membutuhkan waktu 5000 - 10.000 tahun untuk pembentukannya sampai mencapai ketebalan maksimum sekitar 20 m, sehingga taksiran laju penurunannya adalah 1 cm dalam 5 tahun di bawah vegetasi hutan; (5) bentuk lahan dan sifat-sifat tanahnya yang khas, yakni lahannya berbentuk kubah keadaannya yang jenuh atau tergenang pada kondisi alamiah serta tanahnya mempunyai sifat-sifat fisika dan kimia yang sangat berbeda dengan tanah-tanah mineral.

(33)

itu, juga mengatur air pada lahan-lahan pertanian serta sumber air minum penduduk dan pemukiman sekitarnya. Pembangunan saluran drainase pada aktivitas perkebunan dapat menyebabkan gambut menjadi kering, teroksidasi dan menyusut yang mengakibatkan terjadinya penurunan muka tanah. Laju subsidensi dalam skenario paling konservatif sekitar 5 cm dalam 1 tahun. Subsidensi yang terjadi di dekat pantai merupakan ancaman serius dari intrusi air laut yang mengancam produktivitas pertanian, termasuk perkebunan kelapa sawit itu sendiri (Brady, 1997; Hooijer et al. 2006; Wosten dan Ritzema, 2002).

Lahan gambut terdiri 3 jenis yaitu gambut dangkal dengan lapisan < 50 cm, gambut sedang dengan tebal lapisan 50 – 100 cm dan gambut dalam dengan lapisan > 200 cm. Lahan gambut mempunyai sifat marginal dan rapuh, maka dalam pengembangannya dalam skala luas perlu kehati-hatian. Kesalahan dalam reklamasi dan pengelolaan lahan mengakibatkan rusaknya lahan dan lingkungan (Widjaja et al. 1992).

Lahan gambut yang terlantar akibat kebakaran sehingga tidak bisa ditanami memiliki permukaan lahan yang tidak rata. Topografi lahan juga dipengaruhi oleh besarnya penurunan muka tanah dari gambut akibat kebakaran dan intensifikasi pengelolaan. Dradjat et al. (1986) diacu dalam Rina et al. (2008) melaporkan laju penurunan muka tanah dalam 1 bulan mencapai 0,36 cm selama 12-21 bulan setelah reklamasi di Barambai (Kalimantan Selatan). Sedangkan untuk gambut saprik di Talio (Kalimantan Tengah) laju subsiden setiap bulan mencapai 0,178 cm dan gambut hemik 0,9 cm bulan.

(34)

Tabel 2. Penataan dan pola pemanfaatan lahan yang dianjurkan pada setiap tipologi lahan bergambut.

Tipologi Lahan Tipe Luapan Air

Kode Tipologi A B C D

SMP Alluvial

Bersulfida

- Sawah Sawah Sawah

G0 Dangkal Sawah Sawah Tegalan Tegalan

G1 Bergambut Sawah Sawah Tegalan Tegalan

G2 Bergambut - Konservasi Kebun Kebun

G3-4 G. Dangkal - Konservasi Kebun Kebun

D G. Sedang - Konservasi Konservasi Konservasi

G. Dalam Dome Gambut

Sumber : Rina et al. 2008

SMP = Sulfat Masam Potensial; G = gambut; D = Dome (kubah gambut)

Salah satu upaya dapat dilaksanakan untuk memanfaatkan lahan gambut dan mengurangi resiko terjadinya kebakaran di lahan gambut adalah memperpendek masa bera. Pengaturan pola tanam dan pola usaha tani merupakan alternatif yang dapat diterapkan untuk meningkatkan intensitas pertanaman dan memperpendek masa bera.

Lahan gambut tropis adalah komponen penting dari siklus karbon global

dan menjadi perhatian penting bagi The United Nations Framework Convention

on Climate Change (UNFCCC). Lahan gambut menyimpan sekitar 2150 sampai

2875 t C ha-1 dengan laju penyerapan sebesar 0,01-0,03 Gt C tahun-1 (Maltby dan

Immirzi, 1993). Lahan gambut juga mempunyai peran penting dalam fungsi

penting sebagai daerah tangkapan air, sistem kontrol, pengatur fluktuasi air,

pencegah banjir dan pencegah terjadinya penggaraman air (saline water

intrusion). Selain itu, lahan gambut air tawar di Indonesia merupakan tempat yang

baik untuk berkembangbiak dan penghasil ikan (MacKinnon et al. 2000).

(35)

Suriadikarta. 2003). Kandungan hara pada masing-masing tingkat kesuburan lahan gambut disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Kandungan hara pada tiga tingkat kesuburan gambut

Tingkat kesuburan

Kandungan

P2O5 CaO K2O Abu (%)

………….. % bobot kering gambut ……….. Eutrofik > 0,25 > 4 > 0,1 > 10

Mesotrofik 0,20-0,25 1-4 0,1 5-10

Oligotrofik 0,05-0,20 0,25-1 0,03-0,1 2-5

Sumber : Polak, 1949 diacu dalam Hartatik dan Suriadikarta, 2003

Tingkat kemasaman tanah gambut berhubungan erat dengan kandungan

asam-asam organiknya, yaitu asam humat dan asam fulvat. Bahan organik yang

telah mengalami dekomposisi mempunyai gugus reaktif seperti karboksil

(–COOH) dan fenol (C6H4OH) yang mendominasi kompleks pertukaran dan dapat

bersifat sebagai asam lemah sehingga dapat terdisosiasi dan menghasilkan ion H

dalam jumlah banyak. Diperkirakan bahwa 85 % sampai 95% muatan pada bahan

organik disebabkan karena kedua gugus karboksil dan fenol tersebut (Andriesse,

1974; Miller dan Donahue, 1990 diacu dalam Rina et al. 1996).

Tingkat dekomposisi gambut dipengaruhi oleh aktivitas mikroorganisme

heterotrofik, dimana pada gambut oligotrofik banyak menghasilkan asam

karboksilat. Tingkat kematangan gambut sangat mempengaruhi sensitivitas

mikroorganisme heterotrofik terutama pada tingkat kematangan gambut eutrofik

(Wright et al. 2009).

2.2. Pengelolaan Lahan Gambut Berbasis Sumberdaya Lokal

Pengembangan pertanian di lahan gambut trofik dihadapkan pada beberapa masalah biofisik antara lain : (1) lahan gambut sebagian besar terhampar di atas lapisan pirit yang mempunyai potensi keasaman tinggi dan pencemaran dari hasil oksidasi seperti Al, Fe dan asam organik lainnya; (2) lahan gambut cepat mengalami perubahan lingkungan fisik setelah direklamasi antara lain menjadi kering tidak balik, berubah sifat menjadi hidrofob dan terjadi subsidence

(36)

permukaan; (4) kawasan gambut merupakan lingkungan yang mempunyai potensi jangkitan penyakit (virulensi) tinggi. Perkembangan organisme pengganggu tanaman (gulma, hama dan penyakit tanaman) dan gangguan kesehatan manusia (malaria, cacing) cukup tinggi (Noor, 2001).

[image:36.612.128.512.286.429.2]

Dalam kurun waktu sejak dibukanya atau dimanfaatkannya lahan oleh petani menunjukkan terjadinya perubahan agrofisik lahan, terutama ketebalan gambut dari lahan yang diusahakan (Rina et al. 1996). Hasil pengamatan terhadap karakteristik dan perubahan agrofisik lahan usaha tani pada rawa gambut di beberapa daerah disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Karakteristik dan perubahan kondisi agrofisik pada lahan gambut.

Kondisi Agrofisik

Lokasi

Pinang Habang

Surya Kanta

Gandaria Kantan

Atas

Tahun Buka/ditempati 1976 1981 1927 1982

Tebal Lapisan Gambut Awal (cm) 50 -100 100 - 150 50 - 100 100 - 150 Tebal Lapisan Gambut 1996 (cm) 5 - 20 25 - 50 5 - 20 25 - 50 Kedalaman Lapisan Pirit (cm) - 50 - 60 - 80 - 110

pH Tanah 4,4 4,4 3,5 3,8

Kadar Fe (ppm) - 10 -25 3 - 5 5 - 10

Sumber : Rina et al. 1996

Permasalahan sosial ekonomi juga banyak terjadi disekitar lingkungan perkebunan, terutama perkebunan negara dan swasta nasional. Konflik sosial yang muncul umumnya berkaitan dengan kepemilikan lahan karena adanya perubahan luasan dan status kepemilikan lahan. Kondisi ini menyebabkan terjadinya perubahan penguasaan lahan, hilangnya kearifan lokal dan budaya setempat (Setyarso dan Wulandari, 2002).

(37)

1. Karakteristik biofisik lahan gambut

Aspek biofisik lahan gambut yang harus dipertimbangkan untuk pengembangan perkebunan kelapa sawit meliputi kondisi fisiografi lahan (tipe luapan), kedalaman, tingkat kematangan, lapisan sub stratum gambut. Aspek biologi meliputi biomassa, biodiversitas dan habitat flora dan fauna dengan nilai konservasi tinggi. Perbedaan tipe luapan di atas memberikan konsekuensi diperlukannya sistem penataan air dan penggunaan lahan atau pola tanam yang spesifik sesuai dengan kondisi biofisik lingkungan, termasuk kemampuan masyarakatnya.

2. Karakteristik sosial ekonomi

Kondisi sosial ekonomi masyarakat setempat menjadi pertimbangan dalam pembukaan lahan gambut. Aspek kelembagaan petani merupakan faktor penentu dalam keberhasilan pengembangan usaha pertanian di wilayah pedesaan. Penguatan kelembagaan petani melalui kelompok tani atau gapoktan membentuk kerjasama yang kuat sesama petani seperti dalam pengelolaan air, pengendalian hama tanaman, pengendalian kebakaran dan pemasaran. Kelembagaan eksternal usaha tani seperti pelayanan penyuluhan, koperasi, pengadaan sarana dan prasarana produksi (pupuk, pestisida, alsintan, dsb), pelayanan peminjaman modal, pelayanan pemasaran merupakan faktor penting dalam menentukan keberhasilan usaha pertanian lahan gambut (Noor, 2011).

3. Pengetahuan dan keterampilan masyarakat.

(38)

Pembangunan perkebunan hendaknya dapat menjaga nilai-nilai sosial yang terdapat di masyarakat seperti kearifan lokal. Kearifan lokal adalah nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat untuk antara lain melindungi dan mengelola lingkungan hidup secara lestari (UU No.32 Tahun 2009).

Aspek kelembagaan merupakan faktor penting dalam pembangunan pertanian termasuk pembangunan perkebunan kelapa sawit. Salah satu model kelembagaan adalah induced innovation model yang menjelaskan adanya keterkaitan beberapa faktor antara lain : (1) resource endowment; (2) cultural endowment; (3) technology; (4) institution. Dari model ini dapat dikembangkan bahwa proses produksi dapat dirubah untuk memungkinkan anggota masyarakat dapat memanfaatkan peluang produksi dan peluang pasar sebaik-baiknya. Perubahan kelembagaan dalam pembangunan pertanian seperti perubahan penguasaan lahan komunal menjadi lahan individual serta modernisasi hubungan-hubungan yang ada dalam sistem penguasaan lahan (Taryoto, 1995).

Konsep pemberdayaan dibangun dari kerangka logik sebagai berikut bahwa : (1) proses pemusatan kekuasaan yang berawal dari pemusatan kekuasaan faktor produksi; (2) pemusatan faktor produksi akan melahirkan masyarakat pekerja yang lemah dan masyarakat pemilik faktor produksi yang kuat; (3) kekuasaan akan menata sistem pengetahuan, sistem politik, sistem hukum dan ideologi secara sistematik akan menciptakan dua kelompok masyarakat yaitu masyarakat berdaya dan masyarakat tidak berdaya. Kondisi ini menciptakan adanya dikotomi yaitu masyarakat yang berkuasa dan manusia yang dikuasai. Untuk membebaskan situasi tersebut, maka harus dilakukan pembebasan melalui proses pemberdayaan bagi yang dikuasai (Wiranto, 2001).

(39)

Keterlibatan dunia usaha untuk mengatasi permasalahan menjadi awal yang baik untuk memelihara hubungan sosial dengan lingkungannya. Untuk itu diperlukan suatu kelembagaan agar kemitraan antara dunia usaha, pemerintah dan masyarakat dapat terjalin dengan baik. Program pengembangan masyarakat (comunity development) dan tanggung jawab sosial perusahaan merupakan bentuk kemitraan yang harus ditingkatkan keberadaannya. Tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility) adalah keinginan, kemampuan dan komitmen dunia usaha untuk membantu pemerintah menyelenggarakan usaha kesejahteraan sosial dan atau memecahkan masalah sosial atas dasar inisiatif sendiri (Dirjen Pemberdayaan Sosial, 2007).

Penerapan pengelolaan lahan gambut berbasis sumberdaya lokal sangat penting. Hal ini disebabkan lahan gambut merupakan salah satu lahan yang potensial dikembangkan dimasa yang akan datang. Menurut Sabiham (2007) menyatakan beberapa kunci pokok penggunaan lahan gambut berkelanjutan : (1) legal aspek yang mendukung pengelolaan lahan gambut; (2) penataan ruang berdasarkan satuan sistem hidrologi; (3) pengelolaan air yang memadai sesuai tipe luapan dan hidrotopografi; (4) pendekatan pengembangan berdasarkan karakteristik tanah mineral di bawah lapisan gambut; (5) peningkatan stabilitas dan penurunan sifat toksik bahan gambut. Selain itu, dalam pengelolaan lahan gambut harus didukung dengan teknologi budidaya spesifik lokasi dan ketersediaan lembaga pendukung.

(40)

Konservasi lahan dalam sistem usaha tani berhubungan dengan persepsi petani dan kondisi serta situasi usaha tani (Subagyo et al. 1996). Menurut Fisher (1986) prilaku petani ditentukan oleh hasil dari permasalahan yang dihadapi dalam melakukan usaha pertanian di lahan gambut. Kendala usaha pertanian di lahan gambut meliputi aspek agrofisik lahan dengan daya dukung yang rendah, aspek lingkungan dengan tingkat pencemaran dan pemasaman dari kemungkinan teroksidasinya pirit cukup tinggi, termasuk teknologi budidaya yang diterapkan, aspek sosial ekonomi petani yang kurang mendukung (Susanto, 2008; Sumawijaya et al. 2006).

Pengelolaan sumberdaya alam memerlukan pengembangan konsep yang bersifat interdisiplin dan interaktif. Pendekatan berpikir sistem dapat memberikan informasi yang lebih baik bagi pengelola atau pemegang kebijakan untuk mempelajari kompleksitas. Metode berpikir sistem menyediakan pengetahuan tentang sebuah mekanisme untuk membantu pengelola sumberdaya dan pemegang kebijakan dalam mempelajari hubungan sebab dan akibat dari proses yang berlangsung, mengidentifikasi permasalahan utama dan mendefinisikan tujuan yang ingin dicapai (Gao et al. 2003)

Bosch et al. (2003) diacu dalam Marimin (2004) menyatakan bahwa sistem sumberdaya alam bersifat kompleks dan dinamis. Berbagai perubahan berlangsung secara terus-menerus dan sulit untuk di prediksi. Pendekatan yang kolaboratif lintas disiplin merupakan kekuatan untuk menciptakan hubungan antara ilmu pengetahuan, sumberdaya alam, manajemen dan kebijakan.

Gips (1986) diacu dalam Reijntjes et al. (1992) menyebutkan bahwa pertanian berkelanjutan harus memenuhi beberapa indikator antara lain :

(41)

2. Berlanjut secara ekonomis, yang berarti bahwa petani bisa cukup menghasilkan untuk pemenuhan kebutuhan dan atau pendapatan sendiri serta mendapatkan penghasilan yang mencukupi untuk mengembalikan tenaga dan biaya yang dikeluarkan. Keberlanjutan ekonomis dapat diukur dari produk usaha tani yang langsung namun juga dalam hal fungsi melestarikan sumberdaya alam dan meminimalkan resiko.

3. Adil, yang berarti sumberdaya alam dan kekuasaan di distribusikan sedemikian rupa sehingga kebutuhan dasar semua masyarakat terpenuhi dan hak-hak mereka dalam penggunaan lahan, modal yang memadai, bantuan teknis serta peluang pemasaran terjamin. Semua orang memiliki kesempatan untuk berperan serta dalam pengembilan keputusan, baik di lapangan maupun di masyarakat.

4. Manusiawi, yang berarti bahwa semua bentuk kehidupan (tanaman, hewan dan manusia) dihargai. Martabat dasar semua makhluk hidup dihormati dan hubungan serta institusi menggabungkan nilai kemanusiaan yang mendasar, seperti kepercayaan, kejujuran, harga diri, kerjasama dan rasa sayang. Integritas budaya dan spritualitas masyarakat dijaga dan dipelihara.

5. Luwes, yang berarti bahwa masyarakat pedesan mampu menyesuaikan diri dengan perubahan kondisi usaha tani yang berlangsung terus seperti pertambahan jumlah penduduk, kebijakan, permintaan pasar dan lain-lain. Hal ini meliputi bukan hanya pengembangan tekhnologi yang baru dan sesuai, namun juga inovasi dalam arti sosial dan budaya.

(42)

dan masyarakat sipil bertanggung jawab dalam dimensi peningkatan kapasitas kelembagaan komunitas.

2.3. Agroekologi Perkebunan Kelapa Sawit Pada Lahan Gambut

Agroekologi merupakan studi agroekosistem yang holistik, termasuk semua elemen lingkungan dan manusia. Fokusnya adalah pada bentuk, dinamika dan fungsi hubungan timbal balik antar unsur-unsur tersebut serta proses dimana seluruh elemen terlibat (Reijntjes et al. 1992). Perkebunan kelapa sawit pada lahan gambut sebagai suatu agroekosistem mempunyai ciri khas yang ditentukan oleh kondisi biofisik, sosioekonomi, budaya dan politik serta kondisi kerumahtanggaan petani.

Agroekologi perkebunan kelapa sawit merupakan bagian dari usaha pertanian yang merupakan suatu sistem. Sistem dapat dikatakan s

Gambar

Tabel 1. Penelitian dan metode serta hasil penelitian terkait novelty
Tabel 4. Karakteristik dan perubahan kondisi agrofisik pada lahan gambut.
Gambar 3. Peta lokasi penelitian di Kabupaten Bengkalis-Meranti Provinsi Riau
Gambar 4. Tahapan penelitian yang  dilakukan
+7

Referensi

Dokumen terkait

uang Rp,2.000 dan hukuman beres beres rumah semuanya  Mencuci pakaian dilakukan oleh masing masing dilakukan saat mandi  Pekerjaan beres beres rumah dilakukan secara bersama

2016.. Usulan Perbaikan..., Shuhuf, Fakultas Teknik 2016.. Fajar Surya Wisesa Tbk merupakan perusahaan yang bergerak di bidang pengolahan limbah kertas menjadi barang

Saran yang perlu diberikan pada Dinas Kesehatan Kabupaten Belu adalah perlu adanya Pengawas Menelan Obat (PMO) bagi penderita malaria falciparum yang diobati dan penyuluhan

Terjadinya peningkatan serangan dari awal pengamatan sampai fase generative tanaman berakhir diduga berhubungan dengan ketersedian tanaman muda yang

Puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapa tmenyelesaikan Skripsi ini dengan judul

Berdasarkan data hasil uji english proficiency test pada table 1 diketahui jumlah data latih (data training) adalah sebanyak 50 data mahasiswa, di mana dari 50

Iodometri merupakan titrasi tidak langsung dan digunakan untuk menetapkan senyawa-senyawa yang mempunyai potensial oksidasi yang lebih besar dari pada sistem iodium iodida

[r]