• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of IDENTIFIKASI MISKONSEPSI MATERI CAHAYA DENGAN FOUR-TIER DIAGNOSTIC TEST PADA SISWA SMP DI KOTA PALU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "View of IDENTIFIKASI MISKONSEPSI MATERI CAHAYA DENGAN FOUR-TIER DIAGNOSTIC TEST PADA SISWA SMP DI KOTA PALU"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Open Access

J urnal P endidikan F isika T adulako O nline

http://jurnal.fkip.untad.ac.id/index.php/jpft

1

IDENTIFIKASI MISKONSEPSI MATERI CAHAYA DENGAN FOUR-TIER DIAGNOSTIC TEST PADA SISWA SMP DI KOTA PALU

Identification Of Misconceptions About The Material Of Light With A Four-Tier Diagnostic Test On Students In The City Of Palu

Aurelly Savitry, Marungkil Pasaribu

Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan MIPA, Universitas Tadulako Jl. Soekarno Hatta KM. 9 Kampus Bumi Tadulako Tondo Palu – Sulawesi Tengah

Email : kakaellyje@gmail.com

Kata Kunci miskonsepsi cahaya tes diagnostik four-tier diagnostic test

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan miskonsepsi materi cahaya yang terjadi pada siswa SMP Negeri di Kota Palu dengan menggunakan four tier diagnostic test. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas IX SMP Negeri di Kota Palu dengan jumlah keseluruhan 107 siswa.

Responden pada penelitian ini diambil berdasarkan kategori miskonsepsi tiap soal dengan jumlah soal 12 nomor dimana tiap nomor berjumlah 1 orang responden sehingga total responden pada penelitian ini berjumlah 12 siswa. Hasil analisis data menunjukkan siswa yang terindentifikasi mengalami miskonsepsi sebesar 46% pada indikator menyelidiki sifat-sifat cahaya dan 40% pada indikator proses pembentukan bayangan pada mata manusia.

Keywords misconception light

diagnostic test four-tier diagnostic test

©2023 The Author p-ISSN 2338-3240 e-ISSN 2580-5924

Abstract

This study aims to describe the misconceptions about light that occur in students of Public Middle Schools in Palu City using a four-tier diagnostic test. This research is a descriptive research with a qualitative approach. The subjects in this study were students of class IX at Public Middle School in Palu City with a total of 107 students. Respondents in this study were taken based on the category of misconceptions for each question with a total of 12 numbered questions where each number amounted to 1 respondent so that the total number of respondents in this study was 12 students. The results of the data analysis showed that students who were identified had misconceptions of 46% on the indicator investigating the properties of light and 40% on the indicator of the process of forming shadows in the human eye.

Received 02 Januari 2023; Accepted 30 March 2023; Available Online 30 April 2023

*Corresponding Author: kakaellyje@gmail.com

PENDAHULUAN

Fisika adalah ilmu yang mempelajari fenomena alam dan dinamika fisiknya [1].

Belajar fisika membutuhkan pemahaman konsep yang baik. Penguasaan konsep menunjukkan bahwa siswa menguasai materi fisika dengan baik, dan pemahaman konsep yang baik akan melestarikan ingatan materi fisika dalam waktu yang lama. Konsep yang dieksplorasi siswa harus secara ilmiah didasarkan pada konsep fisik dunia nyata.

Konsep-konsep fisika yang berbeda dengan konsep-konsep fisika yang sudah ada dapat memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap pembelajaran siswa. Jika konsep yang salah ini dibiarkan terus menerus, maka siswa akan mengalami miskonsepsi [2]. Pemahaman konseptual siswa sangat diperlukan untuk

mencapai hasil belajar yang maksimal. Konsep yang dieksplorasi siswa harus secara ilmiah didasarkan pada konsep fisik dunia nyata.

Konsep fisika yang berbeda dengan konsep fisika yang sudah ada secara permanen dapat mempengaruhi proses belajar siswa. Jika kesalahpahaman ini terus berlanjut maka siswa akan mengalami salah paham [3].

Miskonsepsi adalah konsep yang tidak sesuai dengan konsep ilmiah yang diterima oleh para ahli.[4] Kesalahpahaman muncul ketika konsep tidak sesuai dengan konsep ilmiah yang diterima oleh para ahli. Kesalahpahaman siswa harus segera ditemukan dan dipahami oleh guru, agar nantinya dapat diperbaiki dan diperbaiki, agar kesalahpahaman konseptual tidak muncul secara paralel. Oleh karena itu, perlu dilakukan identifikasi kesalahpahaman dalam pemahaman istilah, khususnya pada

(2)

2 mata pelajaran fisika yang membutuhkan pemahaman konseptual tingkat tinggi. Jika miskonsepsi siswa dibiarkan terus menerus, maka akan mempengaruhi hasil belajar siswa di masa yang akan datang. Salah satu cara untuk mendeteksi miskonsepsi siswa adalah dengan tes diagnostik. Tes diagnostik adalah tes yang mengukur tingkat pemahaman siswa yang hasilnya dapat digunakan sebagai dasar pemantauan. Tujuan dari tes ini adalah untuk mengukur kemampuan belajar siswa dengan mencari kelemahan siswa dan menunjukkan cara berpikir siswa dengan melihat jawaban yang diberikan, meskipun jawaban tersebut tidak benar [5]. Tes diagnostik yang awalnya digunakan adalah two-tier diagnostic test. Two- tier diagnostic test ini dapat membantu mengatasi deteksi miskonsepsi dibandingkan dengan tes pilihan ganda standar. Namun, tes dua tahap ini memiliki kekurangan selain pengembangannya, antara lain tidak dapat mengetahui penyebab kesalahpahaman antar siswa [6]. Two-tier diagnostic test memiliki skor yang terlalu tinggi untuk mengidentifikasi miskonsepsi, karena semua jawaban yang salah dianggap miskonsepsi [7]. Kelemahan two-tier diagnostic test dapat diatasi dengan menggunakan prosedur atau tes diagnostik tiga tahap. Instrumen three-tier diagnostic test memiliki tingkat kepercayaan yang diletakkan setelah tingkat respon dan alasan untuk memastikan kepercayaan siswa terhadap jawaban dua tingkat sebelumnya. Instrumen three-tier diagnostic test dapat mengukur kesalahpahaman bebas kesalahan dan tidak memahami konsep, namun masih memiliki keterbatasan pada tingkat kepercayaan tingkat pertama dan kedua. Untuk instrumen three-tier diagnostic test, tingkat kepercayaannya adalah setelah dua tingkat pertama ketika siswa menyelesaikan kedua tingkat dan merasa tidak yakin dengan jawaban yang dipilihnya, tetapi penting untuk memilih yakin karena hanya ada satu tingkat kepercayaan. Dengan itu, three- tier diagnostic test berkembang menjadi four- tier diagnostic test [8]. Four-tier diagnostic test ini terdiri dari empat tingkat kepercayaan diri siswa terhadap jawaban pertanyaan. Tingkatan pertama terdiri dari soal pilihan ganda dengan beberapa opsi, dan siswa harus memilih jawaban yang menurut mereka paling tepat.

Tahap kedua adalah kepercayaan siswa terhadap jawaban yang dipilih pada tingkat pertama, tingkat ketiga adalah alasan mengapa siswa memilih jawaban pada tingkat pertama, tingkat keempat adalah kepercayaan siswa terhadap alasan yang diberikan pada tingkat ketiga. Beberapa keuntungan dari metode four- tier diagnostic test adalah dapat membedakan

keyakinan terkait jawaban dan argumen siswa, memahami miskonsepsi lebih dalam, dan memudahkan guru merencanakan pembelajaran lebih baik dari sebelumnya [9].

Tes pilihan ganda empat tahap dirancang untuk mengetahui seberapa baik siswa menguasai suatu konsep berdasarkan kepercayaan diri dalam menjawab pertanyaan [10].

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif.

Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk menyelidiki dan menjelaskan suatu fenomena atau realitas sosial dengan menggambarkan subjek dan entitas yang diteliti [11]. Pada penelitian ini, peneliti melakukan ekplorasi terhadap miskonsepsi yang terjadi pada siswa dengan menggunakan intrumen four-tier diagnostic test yang diharapkan mampu mengungkap miskonsepsi yang terjadi.

Penelitian ini dilaksanakan di SMP N 2 Palu, SMP N 6 Palu, SMP N 7 Palu, dan SMP N 21 Palu. Waktu penelitian ini dilaksanakan pada semester ganjil tahun ajaran 2022/2023, Tepatnya mulai tanggal 22 Agustus 2022 – 5 September 2022. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas IX SMP Negeri 2 Palu, SMP Negeri 6 Palu, SMP Negeri 7 Palu dan SMP Negeri 21 Palu dengan jumlah 107 siswa.

Responden pada penelitian ini diambil berdasarkan kategori miskonsepsi tiap soal dengan jumlah soal 12 nomor dimana tiap nomor berjumlah 1 orang responden sehingga total responden pada penelitian ini berjumlah 12 siswa.

Setelah dilakukan tes menggunakan instrumen four-tier diagnostic test pada siswa kelas IX SMP di Kota Palu berupa soal fisika pilihan ganda terkait materi cahaya, selanjutnya ditentukan responden yang akan diwawancarai. Hasil wawancara akan dibandingkan dengan hasil tes sehingga diperoleh data yang kredibel. Data ini dapat digunakan untuk mendeskripsikan miskonsespi yang terjadi pada siswa SMP kelas IX di Kota Palu. Pada penelitian ini responden dipilih berdasarkan tingkat tingginya miskonsepsi pada tiap responden.

analisis terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu: mereduksi data, menyajikan data, dan verifikasi dan penarikan kesimpulan[12].

(3)

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian

1. Hasil Test Instrumen Four-Tier Diagnostic Test

Instrumen tes miskonsepsi yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 12 butir soal dimana tiap butir soal memiliki 4 tingkatan.

Tingkat pertama yaitu pemilihan jawaban, tingkat kedua yaitu keyakinan terhadap jawaban yang dipilih, tingkat kegita yaitu memilih alasan atas jawaban yang telah dipilih, dan tingkat keempat yaitu keyakinan terhadap alasan yang telah dipilih. Jawaban siswa dikelompokkan dalam kategori tingkat pemahaman berdasarkan hasil test pilihan ganda four tier diagnostic test, yaitu kategori paham konsep, kategori paham sebagian, kategori miskonsepsi, kategori tidak paham konsep, dan kategori eror atau tidak dapat diidentifikasi. Hasil tingkat pemahaman siswa untuk semua kategori secara rinci disajikan pada tabel 4.1

Tabel 4.1 Hasil Analisis Persentase Pemahaman konsep siswa dengan Four-Tier Diagnostic Test Tiap Butir Soal

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa rata-rata persentase siswa paham konsep (SC) sebesar 11% yang termasuk dalam kriteria rendah, rata-rata persentase siswa yang kurang pengetahuan (LK) sebesar 27% yang termasuk dalam kriteria rendah, rata-rata persentase siswa yang mengalami miskonsepsi (MSC) sebesar 43% yang termasuk kriteria sedang, rata-rata persentase siswa yang mengalami false positive (FP) sebesar 12% yang termasuk kriteria rendah, rata-rata siswa yang mengalami false negative (FN) sebesar 7% yang termasuk dalam kategori rendah dan rata-rata persentase jawaban siswa yang tidak dapat diidentifikasi atau eror sebesar 1% yang termasuk dalam kategori rendah.

2. Miskonsepsi

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan instrumen four-tier diagnostic test untuk mengetahui siswa yang mengalami miskonsepsi di SMP yang ada di Kota Palu. Berdasarkan tahapan-tahapan dalam teknik pengumpulan data, jumlah siswa yang mengalami miskonsepsi tiap soalnya berbeda-beda. Berikut merupakan diagram analisis miskonsepsi siswa tiap butir soal.

Gbr. 4.1 analisis distribusi miskonsepsi tiap butir soal

Pada diagram di atas dapat dilihat bahwa miskonsepsi paling banyak terjadi pada soal nomor 6 yaitu pada indikator menyelidiki sifat- sifat cahaya dimana jumlah siswa yang mengalami miskonsepsi sebanyak 69 siswa.

Dan miskonsepsi paling sedikit terjadi pada soal nomor 12 yaitu pada indikator mengidentifikasi proses pembentukan bayangan pada mata manusia dimana jumlah siswa yang mengalami miskonsepsi sebesar 23 siswa.

3. Hasil Wawancara

Responden yang terpilih pada penelitian ini yaitu untuk soal nomor satu adalah R-51 dengan jumlah persentase 67%, untuk soal nomor dua adalah R-52 dengan jumlah persentase 92%, untuk soal nomor tiga adalah R-46 dengan jumlah persentase 75%, untuk soal nomor empat adalah R-94 dengan jumlah persentase 75%, untuk soal nomor lima adalah R-52 dengan jumlah persentase 75%, untuk soal nomor enam adalah R-56 dengan jumlah persentase 75%, untuk soal nomor tujuh adalah R-104 dengan jumlah persentase 75%, untuk soal nomor delapan adalah R-66 dengan jumlah persentase 75%, untuk soal nomor sembilan adalah R-95 dengan jumlah persentase 83%, untuk soal nomor sepuluh adalah R-57 dengan jumlah persentase 75%, untuk soal nomor sebelas adalah R-69 dengan jumlah persentase 75%, dan untuk soal nomor

SC LK MSC FP FN E SC LK MSC FP FN E

1 107 16 16 29 41 3 2 15 15 27 38 3 2

2 107 32 19 24 16 16 0 30 18 22 15 15 0

3 107 4 32 47 5 18 1 4 30 44 5 17 1

4 107 1 31 60 3 10 2 1 29 56 3 9 2

5 107 0 26 68 9 3 1 0 24 64 8 3 1

6 107 1 28 69 6 3 0 1 26 64 6 3 0

7 107 9 34 47 9 8 0 8 32 44 8 7 0

8 107 1 31 64 6 4 1 1 29 60 6 4 1

9 107 0 33 68 3 3 0 0 31 64 3 3 0

10 107 17 38 25 24 2 1 16 36 23 22 2 1

11 107 29 31 28 8 10 1 27 29 26 7 9 1

12 107 31 26 23 22 4 0 29 24 21 21 4 0

132 322 516 142 79 8

11 27 43 12 7 1

No Soal ƩR Jumlah Siswa Persentase Kategori Jumlah Siswa (%)

Ʃ Rata-Rata Persentase (%)

29 24 47

60 68 69 47

64 68

25 28 23

0 20 40 60 80

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Jumlah Siswa

Nomor Soal

Analisis Distribusi Miskonsepsi Tiap Butir Soal

MSC

(4)

4 dua belas adalah R-54 dengan jumlah persentase 83%.

Pembahasan

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang dilakukan di beberapa SMP di Kota Palu dengan tujuan mengidentifikasi miskonsespsi yang terjadi pada siswa kelas IX SMP di sekolah tersebut. Siswa memiliki tingkat miskonsepsi yang berbeda-beda pada tiap butir soal.

Miskonsepsi yang dialami ada yang kategori rendah, sedang, dan juga tinggi.

Pada soal nomor 1 digambarkan suasana menghidupkan lilin di malam hari dan siswa harus dapat menggambarkan arah pancar cahaya lilin dimana jawaban yang benar adalah cahaya lilin terpancar kesegala arah. Banyak siswa menjawab benar pada soal nomor satu, namun ada sebagian siswa yang memilih jawaban salah. Dimana jawaban yang seharusnya yaitu lilin memancarkan cahaya ke segala arah. Disamping jawaban itu, banyak siswa salah dalam memilih alasan. Dimana seharusnya cahaya bergerak terus sampai sesuatu menghalanginya, dan jika penghalang tidak ada maka cahaya bisa mencapai jarak yang tidak terhingga jauhnya. Jawaban siswa serta alasan yang mereka pilih pada nomor satu menunjukkan bahwa banyak siswa yang mengalami miskonsepsi pada materi cahaya

Pada soal nomor 2 membahas tentang pengaplikasian proses pembentukan cahaya pada mata manusia yang dapat kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari, yang mana cukup banyak siswa yang dapat memahami maksud dari soal ini sehingga tingkat pemahaman konsep siswa lebih tinggi daripada siswa yang mengalami miskonsepsi. Beberapa siswa yang mengalami miskonsepsi pada soal nomor dua ini terjadi karena terkecoh dengan gambar matahari hanya memancarkan cahaya pada mobil. Dimana jawaban yang seharusnya ialah cahaya dari matahari mengenai mobil, kemudian memantul dari mobil dan diterima oleh mata anak yang membentuk bayangan dari yang bisa dilihat oleh anak.

Pada soal nomor 3 menjelaskan tentang pemantulan cahaya pada sebuah papan datar berwarna putih. Pada soal ini banyak siswa yang menjawab cahaya memantul pada sudut yang berbeda sehingga membuat cahaya terlihat bergerak dam arah yang berbeda-beda.

Tak hanya jawaban yang salah, alasan yang dipilih pun salah dimana seharusnya cahaya akan mengenai papan dan akan memantulkan pada sudut yang sama sehingga membuktikan bahwa sinar cahaya jalan berdampingan.

Jawaban serta pilihan alasan siswa

menyebabkan mereka mengalami miskonsepsi.

Disamping itu ada beberapa siswa yang menjawab benar dan alasan yang dipilih tepat sehingga dapat diketahui mereka memahami konsep dengan baik. Namun ada juga yang jawabannya benar namun pilihan alasannya masih kurang tepat atau salah. Begitupun sebaliknya, jawaban salah namun alasan yang dipilih tepat. Hal ini mengidentifikasi mereka dengan jawaban seperti itu paham sebagian konsep dari materi cahaya.

Pada soal nomor 4 siswa diminta untuk menyelidiki sifat cahaya dimana menggambarkan warna apa yang terlihat pada tanaman hijau dan meja merah jika diletakkan pada suatu ruangan tanpa celah dan hanya disinari oleh cahaya lampu berwarna hijau sja.

Banyak siswa yang terkecoh dengan menjawab tumbuhan hijau dan meja akan berwarna hijau.

Dimana jawaban sebenarnya yaitu tumbuhan hijau dan meja akan berwarna hitam. Hal itu dikarenakan tumbuhan hijau memantulkan cahaya hijau kemudian meja merah menyerap cahaya hijau dan tidak memantulkannya.

Beberapa siswa menjawab benar namun pilihan alasan salah, begitupun sebaliknya. Bahkan ada beberapa siswa yang salah dalam memilih jawaban juga alasan.

Pada soal nomor 5 menjelaskan tentang bagaimana mata manusia dapat melihat warna biru pada buku diatas meja jika diletakkan di samping jendela yang terbuka pada siang hari.

Banyak dari mereka mengira asal muasal warna buku berwarna biru sehingga banyak dari mereka terkecoh jawaban warna biru terdapat dari warna buku itu sendiri. Dimana jawaban yang seharusnya yaitu warna biru pada buku terlihat akibat adanya cahaya matahari yang masuk melalui jendela dan menyinari buku biru di atas meja sehingga warna biru pada buku dapat terlihat. Selain itu banyak siswa yang salah memilih alasan. Kebanyakan alasan yang dipilih oleh siswa yaitu karena cahaya yang membantu agar dapat melihat warna biru pada buku, dimana seharusnya alasan yang tepat yaitu buku memantulkan cahaya biru dan menyerap warna lainnya sehigga pantulan cahaya biru dari buku tersebut yang tertangkap oleh mata.

Pada soal nomor 6 menjelaskan darimana cahaya hijau berasal jika kita menyinari sepotong kaca berwarna hijau dengan cahaya putih dan terlihat cahaya hijau pada sisi lainnya. Banyak siswa yang terkecoh dengan menjawab dari kaca hijau. Padahal kaca hijau itu sendiri tidak dapat menghasilkan cahaya.

Jawaban yang sebenarnya cahaya hijau yang terlihat berasal dari cahaya putih dari senter.

Hal tersebut dikarenakan senter merupakan

(5)

5 sumber cahaya dan cahaya putih terdiri dari banyak cahaya berbeda. Kaca hijau hanya membiarkan cahaya hijau melewatinya wan menyerap warna lain. Kesalahan jawaban serta alasan siswa menyebabkan banyak siswa yang teridentifikasi miskonsepsi. Beberapa siswa ada yang tidak memahami konsep soal ini dengan baik, Namun ada juga beberapa siswa yang paham sebagian konsep dari soal ini. Bahkan ada yang menjawab benar dengan alasan benar walaupun hanya sedikit.

Soal nomor 7 membahas tentang bagaimana proses pancaran cahaya antara Raka, vas bunga dan lampu. Pada soal dikatakan Raka dapat melihat vas bunga yang berada di kamar pada siang hari dan disekitar vas bunga terdapat sebuah lampu kamar yang menyala. Banyak siwa terkecoh dengan jawaban tidak ada yang terjadi karena lampu menyala pada siang hari dan tidak akan membantu melihat vas bunga. Pernyataan tersebut merupakan jawaban yang keliru Dimana jawaban yang seharusnya yaitu cahaya dari lampu akan memantul dari vas bunga ke mata seperti halnya matahari yang menyinari.

Pada soal nomor 8 menjelaskan tentang darimana warna merah pada mobil dapat terlihat. Banyak siswa yang terkecoh dengan jawaban warna merah pada mobil berasal dari mobil itu sendiri. Dimana jawaban yang tepat yaitu warna merah pada mobil dapat terlihat karena adanya cahaya matahari yang menyinari mobil tersebut. Tak sedikit siswa yang menjawab benar namun alasannya belum benar. Alasan yang tepat pada soal nomor delapan ini yaitu karena cahaya matahari menyinari mobil kemudian mobil memantulkan cahaya merah dan menyerap warna lainnya.

Soal nomor 9 membahas tentang sifat cahaya yang terus bergerak dimana pada soal ini digambarkan seorang anak yang mengamati sebuah lampu minyak yang menyala pada siang hari. Banyak siswa yang menjawab nyala api lampu teplok dapat dilihat karena adanya cahaya matahari bukan karena cahaya dari lampu teplok tersebut. Menurut beberapa dari mereka hal itu disebabkan karena lampu minyak tidak memancarkan cahaya karena kita tidak melihat cahaya apapun, kita hanya dapat melihat kobaran api pada lampu minyak. Hal tersebut jelas tidak benar, bahwa lampu teplok menghasilkan cahaya yang bergerak ke segala arah namun cahaya pada lampu teplok tidak dapat mencapai jarak yang jauh. Cahaya bergerak terus sampai sesuatu menghalanginya, jika penghalang itu tidak ada maka cahaya bisa bergerak mencapai jarak yang tidak terhingga jauhnya.

Soal nomor 10 menjelaskan mengenai sifat cahaya dimana digambarkan Doni yang sedang mengendarai motornya dimalam yang gelap dan jalan yang lurus. Pada soal ditanyakan apa yang terjadi jika terdapat seseorang yang berada 30 meter di depan motor Doni, namun orang tersebut berada di pinggir jalan.

Beberapa siswa menjawab Doni tidak dapat melihat motor Hasnia karena lampu motor Doni hanya menyorot ke tengah jalan sedangkan motor Hasnia berada di pinggir jalan.

Keyakinan mereka terkait jawaban itu didukung dengan alasan yang mereka pilih dimana mereka berpikir bahwa cahaya dapat bergerak jika mengenai objek berwarna.

Terdapat kekeliruan pada pemahaman konsep soal nomor sepuluh ini, dimana seharusnya Doni dapat melihat motor milik Hasnia walaupun motornya mogok di pinggir jalan. Karena cahaya bergerak terus sampai sesuatu menghalanginya, namun jika penghalang itu tidak ada maka cahaya bisa mencapai jarak yang tidak terhingga jauhnya.

Kasus pada soal nomor 10 ini motor Doni berkendara di tengah jalan yang lurus dan tanpa penghalang di depannya sehingga memungkinkan bagi Doni untuk melihat Hasnia terlebih lampu yang digunakan merupakan lampu jarak jauh yang mana cahayanya mampu menyorot hingga jarak 100 m.

Soal nomor 11 membahas tentang proses pembentukan bayangan pada mata manusia.

Pada soal ini digambarkan bagaimana proses pada mata yang terjadi jika Sherina melihat sebuah kursi berwarna kuning di ruangan terbuka. Beberapa siswa menjawab interaksi terjadi hanya pada mata Sherina yang melihat kursi kuning. Mereka beranggapan bahwa Otak mengirim sinyal ke mata yang menuju kursi kemudian kembali ke mata. Pada kenyataannya proses pembentukan bayangan benda oleh mata terjadi karena adanya cahaya. Cahaya menyinari kursi berwarna kuning lalu memantulkannya dari kursi menuju ke mata.

Soal nomor 12 menjelaskan terkait proses pembentukan bayangan pada mata manusia.

Dimana pada soal ditanyakan terkait proses yang terjadi antara cahaya matahari, bunga dan mata Dea. Pada soal nomor 12 ini banyak siswa yang terkecoh dengan menjawab tidak ada proses yang terjadi antara mata Dea, bunga dan cahaya matahari. Yang ada, cahaya matahari langsung mengenai bunga. Mereka beralasan bahwa cahaya matahari mengenai bunga dan bunga menyerap cahayanya. Hal tersebut merupakan kekeliruan pada konsep soal nomor dua belas dimana seharusnya proses yang terjadi yaitu cahaya matahari menyinari seluruh objek yang ada dimana salah

(6)

6 satunya yaitu bunga yang dilihat Dea. Cahaya matahari menyinari bunga dan memantulkan cahayanya dari bunga ke mata Dea. Sehingga Dea dapat melihat taman bunga dan seluruh objek yang ada di sekitarnya.

Tes pilihan ganda empat tingkat memiliki kelebihan karena membedakan antara tingkat kepercayaan jawaban dan tingkat kepercayaan alasan siswa memilih, memungkinkan mereka untuk menyelidiki kekuatan pemahaman siswa dan dapat mendiagnosa kesalahpahaman siswa.

. agar siswa menggali lebih dalam, mengidentifikasi bagian-bagian materi yang perlu lebih ditekankan, merancang pembelajaran yang lebih baik untuk mengurangi miskonsepsi [13].

Ditemukan beberapa miskonsepsi yang serupa dengan penelitian ini diantaranya cahaya tidak mencapai tempat yang jauh, cahaya hanya menempuh jarak sejauh posisi pengamat, cahaya yang redup hanya bisa terlihat jika ada cahaya yang lebih terang mengenainya, dan warna benda tidak ditentukan oleh cahaya yang mengenai benda tersebut [14].

Penyebab miskonsepsi fisika pada siswa yaitu siswa (pengetahuan awal atau prakonsepsi/prioir knowledge, pemikiran asosiatif siswa, pemikiran humanistik, reasoning yang tidak lengkap atau salah, instuisi yang salah, tahap perkembangan kognitif siswa, kemampuan siswa, minat siswa), guru, bahan ajar atau literatur, konteks dan metode belajar[15].

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan yaitu total siswa kelas IX dari SMP N 2 Palu, SMP N 6 Palu, SMP N 7 Palu dan SMP N 21 Palu yang teridentifikasi mengalami miskonsepsi dengan menggunakan four-tier diagnostic test pada materi cahaya sebesar 43% yang termasuk dalam kriteria sedang.

Miskonsepsi masih teridentifikasi pada tiap indikator, dengan rata-rata persentase miskonsepsi tertinggi terjadi pada penyelidikan sifat-sifat cahaya yaitu sebesar 46%. Rata-rata persentase terendah terjadi pada indikator identifikasi proses pembentukan bayangan pada mata manusia yaitu sebesar 40%.

Dugaan terkait penyebab terjadinya miskonsepsi pada siswa di SMP N 2 Palu, SMP N 6 Palu, SMP N 7 Palu dan SMP N 21 Palu diantaranya konsepsi awal siswa, intuisi yang salah, minat siswa, kurangnya literasi pada siswa, penjelasan guru, kurangnya bahan ajar yang digunakan, metode mengajar guru yang

monoton, keterbatasan waktu guru dalam mengajar terlebih saat pandemi Covid-19.

penelitian ini masih menjadi penelitian awal dikarenakan hanya dapat mengidentifikasi miskonsepsi yang ada. Masih diperlukan penelitian lanjutan guna memperkuat dugaan- dugaan tentang faktor terjadinya miskonsepsi di sekolah tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

[1] C. A. Pertiwi, and W. Setyarsih. Konsepsi Siswa Tentang Pengaruh Gaya pada Gerak Benda Menggunakan Instrumen Force Concept Inventory (FCI) Termodifikasi. Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika (JIPF), Vol.4, no.2, pp. 162–168, 2015.

[2]

L

.

Amnirullah. Analisis Kesulitan Penguasaan Konsep Mahasiswa pada Topik Rotasi Benda Tegar Dan Momentum Sudut. Jurnal Fisika Indonesia, vol. 19,

no.56,pp.34–37, 2015.

https://doi.org/10.22146/jfi.24356

[3] D.K. Gurel, A. Eryilmaz, and L.C.A. McDermott. review and comparison of diagnostic instruments to identify students’ misconceptions in science. Eurasia Journal of Mathematics, Science and Technology Education, vol.11, no.5, pp. 989–1008, 2015.

[4]

M

.

Mulyadi. Penelitian Kuantitatif Dan Kualitatif Serta Pemikiran Dasar Menggabungkannya. Jurnal Studi Komunikasi Dan Media, vol.15, no.1, pp. 128- 137, 2011.

[5] F. Rochim, F. Munawaroh, And A. Yuniasti , Identifikasi Profil Miskonsepsi Siswa Pada Materi Cahaya Menggunakfan Metode Four Tier Test Dengan Certainty Of Response Index (CRI). Natural Science Education Reseach,vol.2, no.2, pp. 140 – 149, 2019.

[6] W

.

Astutik, Q. Fariyani, and H. Kusuma. Identifikasi Miskonsepsi Mahasiswa Tadris Fisika Menggunakan Four Tier Diagnostic Test. In Jurnal Matematika dan Pendidikan Matematika ,Vol. 4, no. 1, 2019.

[7]

L. A. Didik, M. Wahyudi, and M. Kafrawi. Identifikasi Miskonsepsi dan Tingkat Pemahaman Mahasiswa Tadris Fisika pada Materi Listrik Dinamis Menggunakan 3-Tier Diagnostic Test. Journal of Natural Science and

Integration, vol.3, no.2,

pp.128,2020.https://doi.org/10.24014/jnsi.v3i2.9911 [8] M.L Hakim. Identifikasi miskonsepsi mahasiswa

dengan menggunakan metode certainty of response index pada konsep optik geometri. Widyagogik, 5(1), 45–54. 2017

[9] P. Rawh, A. Samsudin, and M. G. Nugraha.

Pengembangan Four-Tier Diagnostic Test untuk Mengidentifikasi Profil Konsepsi Siswa pada Materi Alat-Alat Optik. WaPFi (Wahana Pendidikan Fisika), 5(1), 84–89. (2020).

[10] F.N

.

Sholihat, F. N., Samsudin, A., & Nugraha, M. G.

(2017). Identifikasi Miskonsepsi dan Penyebab Miskonsepsi Siswa Menggunakan Four-Tier Diagnostic Test Pada Sub-Materi Fluida Dinamik: Azas Kontinuitas. Jurnal Penelitian & Pengembangan

(7)

7

Pendidikan Fisika, 3(2), 175–180.

https://doi.org/10.21009/1.03208

[11] E. L. Maulida, and A. Abdullah, “Pengaruh Pendekatan Konflik Kognitif Dengan Metode Demonstrasi Terhadap Miskonsepsi Siswa Ditinjau Dari Hasil Belajar Dalam Bahasan Pemantulan Cahaya Pada Cermin Di Kelas Viii Smp Negeri 2 Buduran Sidoarjo”. Inovasi Pendidikan Fisika, 2(3), 126–130. (2013)

[12] E. Dolan, “Recent Research in Science Teaching and Learning”. CBE-Life Sciences Education, 9: 76-77.

2010.

[13] A. Rusilowati, “Development of Diagnostic Tests as an Evaluation Tool for Physics Learning Difficulties”.

Prosiding Seminar Nasional Fisika Dan Pendidikan Fisika, 6, 1–10. 2015

[14] Nurulwati, Veloo, & Ruslan. “Suatu Tinjauan Tentang Jenis-Jenis Dan Penyebab Miskonsepsi Fisika”. Jurnal Pendidikan Sains Indonesia, 02(01), 87–95. 2014 [15] Suniati, N. M. S., Sadia, W., & Suhandana, A.

“Pengaruh Implementasi Pembelajaran Kontekstual Berbantuan Multimedia Interaktif Tehadap Penurunan Miskonsepsi”. E-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha, 4(1), 1–13. 2013

Referensi

Dokumen terkait

Specific Competence: M1 Students are able to apply the knowledge gained during their studies to solve problem in the internship program M2 Students are skilled, creative,

ILO1, ILO2, ILO3, ILO5, ILO6 Contents: 1 Analysis of System and Process Capability Measures: Introduction; Process Capability Analysis with Histograms and Probability Plots; Process