Manajemen Pembelajaran Berbasis Pendidikan Karakter
Mohammad Afnan
Institut Ilmu Keislaman Annuqayah [email protected]
Ubaidillah
Institut Ilmu Keislaman Annuqayah [email protected]
Moh. Shalahuddin A. Warits Institut Ilmu Keislaman Annuqayah
Abstrak
Manajemen pembelajaran yang dilakukan dengan pendekatan pendidikan karakter menjadi sebuah topik yang menarik untuk dibahas. Pendidikan karakter menjadi penting karena dapat membentuk sikap dan perilaku siswa dalam kehidupan sehari- hari. Dalam penelitian ini, dijelaskan bagaimana manajemen pembelajaran yang berbasis pendidikan karakter dapat diimplementasikan di dalam kelas. Langkah-langkah untuk mengembangkan karakter siswa melalui pembelajaran adalah dengan mengenal karakter siswa terlebih dahulu, menentukan karakter yang ingin dikembangkan, menetapkan target pembelajaran, dan memberikan feedback kepada siswa.
Implementasi pendidikan karakter di dalam kelas perlu didukung oleh seluruh pihak, baik guru, siswa, maupun orang tua siswa. Selain itu, faktor-faktor pendukung seperti sarana dan prasarana pembelajaran juga perlu diperhatikan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa manajemen pembelajaran berbasis pendidikan karakter dapat membantu siswa dalam membangun karakter yang baik dan mempersiapkan mereka untuk menghadapi kehidupan di masa depan.
Kata Kunci: Manajemen, Pembelajar, Pendidikan Karakter
Pendahuluan
Keberhasilan suatu bangsa dalam memperoleh tujuannya tidak hanya ditentukan oleh melimpah ruahnya sumber daya alam, tetapi sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusianya.
Bahkan ada yang mengatakan bahwa “Bangsa yang besar dapat dilihat dari kualitas/karakter bangsa (manusia itu sendiri). 1 Bahkan bung Karno pernah menegaskan: “Bangsa ini harus dibangun dengan mendahulukan pembangunan karakter (character building) karena pembangunan karakter inilah yang akan membuat Indonesia menjadi bangsa yang besar, maju dan jaya, serta bermartabat. Kalau character building ini tidak dilakukan, maka bangsa Indonesia akan menjadi bangsa kuli”.2
Meninjau kembali akan kedatangan Islam yang disyiarkan pertama kali oleh Rasulullah adalah dengan dasar akhlak. Bahkan Rasulullah sendiri memproklamirkan kerasulannya adalah untuk menyempurnakan akhlak. Para pakar dan ulama’ Islam juga mendasari seluruh dakwah dan penelitiannya dengan akhlak pula.
Dalam era modern saat ini, akhlak seolah-olah hanya sebagai slogan dalam menilai karakter seseorang. Banyak terlihat dengan jelas di sekitar kita bagaimana pola pergaulan yang bahkan dilakukan oleh umat Islam sendiri menyimpang dari esensi dan nilai akhlak. Meningkatnya angka kriminalitas, justru banyak
1 Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011), 2
2 Muchlas Samani dan Hariyanto, Konsep dan Model Pendidikan Karakter, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011), 2
dilakukan oleh orang-orang Islam yang selalu mengaku dan mendengungkan akhlak sebagai dasar dakwah dan pergaulan dalam Islam.3
Islam memuji akhlak yang baik, menyerukan kaum muslimin untuk membinanya, dan mengembangkannya di hati mereka. Islam menegaskan bahwa bukti keislaman ialah akhlak yang baik. Selain itu puncak derajat kemanusiaan seseorang dinilai dari kualitas akhlaknya. Maka tak heran jika kualitas keimananpun di ukur dari akhlak. Seluas apapun kadar keilmuan seseorang tentang Islam, sehebat apapun dirinya ketika melakukan ibadah, atau sekencang apapun pengaduannya tentang kuatnya keimanan yang dimiliki, semua itu tidak bisa memberi jaminan. Tetap saja, alat ukur yang paling akurat untuk menilai kemuliaan seseorang adalah kualitas akhlaknya.
Secara umum kedudukan akhlak adalah universal. Nilai- nilai standar tentang akhlak sudah di hujamkan oleh Allah Swt.
Kedalam jiwa manusia sejak mereka lahir. Sebagaimana Firman Allah, yang berbunyi: Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaannya (QS. Asy-Syams: 8).
Akhlak dalam Islam tidak semata didasarkan pertimbangan- pertimbangan kemanusiaan. Lebih dari itu akhlak adalah ibadah yang mesti didasarkan atas semangat penghambaan kepada Allah Ta'ala. Seorang muslim menjadikan akhlaknya sebagai sarana
3 Amru Khalid, Berakhlak Seindah Rasululloh, (Semarang: Pustaka Nuun, 2007), v – vi
mendekatkan diri pada Allah. Dia mengerjakan itu semua bukan didasarkan atas motivasi ingin mencari pamrih, pujian atau kebanggaan. Akhlak adalah rangkaian amal kebajikan yang diharapkan akan mencukupi untuk menjadi bekal ke negeri akhirat nanti. Namun demikian untuk memiliki akhlak yang mulia perlu adanya bimbingan secara khusus.
Oleh karena itu pendidikan karakter memiliki peranan penting dalam membangun bangsa, sehingga harus ditanamkan sejak dini kepada anak-anak agar tidak ada lagi tawuran antar pelajar, pemerasan, penggunaan narkoba, korupsi dan lain-lain.
Kemudian pertanyaannya, apakah pendidikan karakter merupakan hal yang baru bagi Indonesia? Jawabannya adalah tidak. Dulu juga pernah ada mata pelajaran budi pekerti yang disebut dengan PMP (Pendidikan Moral Pancasila) kemudian berganti dengan PPKn (Pendidikan Kewarganegaraan) yang bertujuan untuk menumbuh kembangkan karakter.
Berbicara mengenai remaja yang terutama berkaitan dengan masalah kenakalan, karakter, moral, maupun akhlak adalah merupakan masalah yang dirasakan sangatlah penting dan menarik untuk dibahas karena seorang remaja merupakan bagian dari generasi muda adalah aset nasional dan merupakan tumpuhan harapan bagi masa depan bangsa dan negara serta agama. Untuk mewujudkan semuanya dan demi kejayaan bangsa dan negara serta agama kita ini, maka sudah barang tentu menjadi kewajiban dan tugas kita semua baik orang tua, pendidik (guru) dan
pemerintah untuk mempersiapkan generasi muda menjadi generasi yang tangguh dan berwawasan atau berpengetahuan yang luas dengan jalan membimbing dan menjadikan mereka semua sehingga menjadi warga negara yang baik dan bertanggungjawab secara moral. Dengan proses pembimbingan dan mengarahkan generasi muda yang tangguh dan memiliki wawasan atau pengetahuan yang luas saja tidaklah cukup rasanya, akan tetapi semuanya haruslah di lengkapi dengan adanya penanaman jiwa keberagamaan yang tinggi.
Adalah suatu fakta di dalam sejarah pembangunan umat yang akan memelihara keberlangsungan hidupnya untuk senantiasa menyerahkan dan mempercayakan hidupnya di dalam tangan generasi yang lebih muda. Generasi muda itulah yang kemudian memikul tanggungjawab untuk tidak saja memelihara kelangsungan hidup umatnya tetapi juga meningkatkan harkat hidup tersebut. Apabila generasi muda yang seharusnya menerima tugas penelitian sejarah bangsanya tidak memiliki kesiapan dan kemampuan yang diperlukan oleh kehidupan bangsa itu, niscaya keberlangsungan suatu bangsa itu akan menuju kearah kegersangan, lalu menuju kepada kekerdilan dan akhirnya akan sampai pada kehancuran. Karna itu, kedudukan angkatan muda dalam suatu masyarakat adalah vital bagi masyarakat itu.4
4 Winarno Surakhmat, Pengantar Penelitian Ilmu dan Metode Tehnik, (Bandung: Tarsito, 1990)
Karena hal inilah maka perlu melakukan pembaharuan (inovasi) sistem pendidikan. Sejalan dengan kebijakan pemerintah memberikan otonomi luas kepada satuan pendidikan dan kepala sekolah, seyogyanya kepala sekolah membuat terobosan melakukan inovasi pengembangan kurikulum melalui program pembelajaran berbasis pendidikan karakter dan mengelolanya mulai dari proses perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan evaluasi pembelajaran berbasis pendidikan karakter.
Manajemen Pembelajaran Berbasis Pendidikan Karakter Manajemen berasal dari Bahasa Latin, yaitu dari asal kata manus yang berarti tangan dan agere yang berarti melakukan.
Kata-kata itu digabung menjadi kata kerja managere yang artinya menangani. Managere diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris dalam bentuk kata kerja to manage, dengan kata benda management, dan manager untuk orang yang melakukan kegiatan managemen. Akhirnya, management diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia menjadi manajemen atau pengelolaan.5
Ada juga yang mendefinisikan manajemen sebagai sebuah proses perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian dan pengontrolan sumberdaya untuk mencapai sasaran secara efektif dan efesien. Efektif berarti bahwa tujuan dapat dicapai sesuai dengan perencanaan, sementara efesien berarti bahwa tugas yang
5 Husaini Usman, Manajemen Teori Praktik dan Riset Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), 4
ada dilaksanakan secara benar, terorganisir dan sesuai dengan jadwal.
Pembelajaran adalah suatu peristiwa atau situasi yang sengaja dirancang dalam rangka membantu dan mempermudah proses belajar dengan harapan dapat membangun kreativitas siswa.6 Tetapi ada juga yang mendefinisikan pembelajaran ialah membelajarkan siswa menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan, pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik atau murid.7
Jadi, dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran adalah proses belajar mengajar untuk membangun kreativitas siswa.
Sehingga manajemen pembelajaran adalah suatu pengelolaan yang bertujuan untuk menciptakan proses belajar mengajar yang mudah direncanakan, diorganisasikan, dilaksanakan dan dikendalikan dengan baik dengan harapan dapat membangun kreativitas siswa.
Pendidikan Karakter dalam bukunya Dharwa Kesuma dkk merupakan sebuah usaha untuk mendidik anak-anak agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan mempraktikkannya dalam
6 Nazarudin, Manajemen Pembelajaran Implementasi Konsep, Karakteristik dan Metodologi Pendidikan Agama Islam di Sekolah Umum, (Yogyakarta: Teras, 2007), 163
7 Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, (Bandung:
Alfabeta, 2008), 61
kehidupan sehari-hari, sehingga mereka dapat memberikan kontribusi yang positif kepada lingkungannya.8
Sedangkan menurut Muchlas Samani dan Hariyanto pendidikan karakter adalah proses pemberian tuntunan kepada peserta didik untuk menjadi manusia seutuhnya yang berkarakter dalam dimensi hati, pikir, raga, serta rasa dan karsa. Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak yang bertujuan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik, dan mewujudkan kebaikan dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati.9
Masnur Muslich yang mendefinisikan pendidikan karakter itu adalah proses internalisasi budaya ke dalam diri seseorang dan masyarakat dengan menekankan pada moral knowing (pengetahuan tentang moral), moral feeling (perasaan tentang moral), dan moral action (perbuatan moral).10 Menurut hemat pemikiran penulis pendidikan karakter adalah sebuah proses yang berbicara mengenai akhlak manusia dalam kesehariannya baik itu dalam lingkungan formal maupun non formal. Akhlak secara bahasa berasal dari kata khalaqa yang asalnya khuluqun yang
8 Dharma Kesuma dkk, Pendidikan Karakter Kajian Teori dan Praktik di Sekolah, (Bandung: Rosdakarya, 2011), 5
9 Muchlas Samani dan Hariyanto, Konsep dan Model...,45
10 Masnur Muslich, Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), 75
berarti: perangai, tabiat, adat atau khlaqun yang berarti kejadian, buatan, ciptaan. 11
Jadi, dapat ditarik kesimpulan bahwa manajemen pembelajaran berbasis pendidikan karakter adalah suatu pengelolaan pembelajaran yang berdasarkan pada pengetahuan moral, perasaan moral dan perbuatan moral atau dengan kata lain tentang akhlak peserta didik.
11 Zakiah Drajat dkk, Dasar-dasar Agama Islam: buku teks PAI pada peguruan tinggi, (Jakarta: Bulan Bintang, 1984), 253
Manajemen Pembelajaran Berbasis Pendidikan Karakter 1. Perencanaan Pembelajaran Berbasis Pendidikan Karakter
Perencanaan adalah sejumlah kegiatan yang ditentukan sebelumnya untuk dilaksanakan pada suatu periode tertentu dalam rangka mencapai tujuan yang ditetapkan.12. Kegiatan yang harus dilakukan dalam perencanaan pembelajaran berbasis pendidikan karakter adalah:
a. Guru mengintegrasikan nilai-nilai budi pekerti dalam materi pembelajaran sesuai dengan mata pelajaran yang di ampunya.13
b. Penyusunan RPP dan Silabus diimplementasikan dengan pembelajaran berbasis pendidikan karakter.
c. Setiap guru BK adalah seorang psikolog yang tidak sekedar psikolog biasa, tetapi juga benar-benar seorang model hidup, uswatun hasanah yang dapat dicontoh oleh setiap siswa segala tindak tanduknya, bertindak sebagai pamong pengganti orang tua di sekolah, menyayangi anak-anak tanpa pernah membedakan dan dapat dekat dengan setiap anak karena ia memang kompeten dalam bidangnya.14
Socrates berpendapat bahwa tujuan paling mendasar dari pendidikan adalah untuk membuat seseorang menjadi good and
12 Husaini Usman, Manajemen...,60
13 Masnur Muslich, Pendidikan Karakter...,178
14 Muchlas Samani dan Hariyanto, Model dan Konsep...,145
smart. Dalam sejarah Islam, Rasulullah Muhammad SAW juga menegaskan bahwa misi utamanya dalam mendidik manusia adalah untuk mengupayakan pembentukan karakter yang baik.15
Sedangkan tujuan pendidikan karakter itu sendiri adalah sebagai berikut:
a. Menguatkan dan mengembangkan nilai-nilai kehidupan yang dianggap penting dan perlu sehingga menjadi kepribadian/kepemilikan peserta didik yang khas sebagaimana nilai-nilai yang dikembangkan.
b. Mengoreksi perilaku peserta didik yang tidak bersesuaian dengan nilai-nilai yang dikembangkan oleh sekolah.
c. Membangun koneksi yang harmoni dengan keluarga dan masyarakat dalam memerankan tanggung jawab pendidikan karakter bersama.16
2. Pengorganisasian Pembelajaran Berbasis Pendidikan Karakter
Pengorganisasian adalah kegiatan menyusun struktur dan membentuk hubungan-hubungan agar diperoleh kesesuaian dalam usaha mencapai tujuan bersama. Jika dihubungkan dengan pembelajaran tujuan bersama yang ingin dicapai adalah guru sebagai pendidik dapat mencapai tujuan pembelajaran sedangkan
15 Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam, 30
16 Dharma Kesuma, dkk, Pendidikan Karakter...,9
murid sebagai peserta didik dapat mencapai tujuan belajar yang dilaksanakan bersama oleh pendidik dan peserta didik.17 Kegiatan yang dilakukan dalam pengorganisasian pembelajaran berbasis pendidikan karakter yaitu:
a. Membagi tanggung jawab setiap personel sekolah dengan jelas sesuai bidang, wewenang, mata ajaran dan tanggung jawabnya.
b. Guru menentukan dan mendesain pembelajaran dengan mengorganisasikan alokasi waktu, desain kurikulum, media dan kelengkapan pembelajaran yang berbasis pendidikan karakter.
c. Merumuskan dan menetapkan metode dan prosedur pembelajaran berbasis pendidikan karakter.
Pengorganisasian ini menggambarkan apakah seorang guru mampu mengelola kelas dengan menggunakan teknik dan langkah tertentu seperti yang tertuang dalam perencanaan pengajaran yang dibuatnya sendiri, sehingga proses pembelajaran berlangsung dengan suasana yang harmonis, edukatif, meaning full, berkualitas dan mengarah pada pencapaian tujuan yang telah ditentukan.18
3. Pelaksanaan Pembelajaran Berbasis Pendidikan Karakter
17 Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, 142
18 Ibid.,144
Pelaksanaan atau penggerakan menurut Terry dalam bukunya Syaiful Sagala adalah merangsang anggota-anggota kelompok untuk melaksanakan tugas-tugas dengan antusias dan kemampuan yang baik. Pelaksanaan dalam proses pembelajaran dilakukan oleh pendidik dengan suasana yang edukatif agar siswa dapat melaksanakan tugas belajar dengan penuh antusias, dan mengoptimalkan kemampuan belajarnya dengan baik.19 Kegiatan pelaksanan pembelajaran berbasis pendidikan karakter yang seharusnya dilakukan oleh seorang guru adalah:
a. Mencintai anak. Cinta yang tulus kepada anak adalah modal awal seorang pendidik. Guru menerima anak didiknya apa adanya mencintainya tanpa syarat dan mendorong anak untuk melakukan yang terbaik pada dirinya. Penampilan yang penuh cinta adalah senyum, sering tampak bahagia, menyenangkan dan pandangan hidupnya selalu positif.
b. Bersahabat dengan anak dan menjadi teladan bagi anak.
Guru harus bisa digugu dan ditiru oleh anak. Oleh karena itu, setiap apa yang diucapkan di hadapan anak harus benar dari sisi apa saja baik itu keilmuwan, moral, agama dan budaya. Cara penyampaiannya pun harus “menyenangkan”
dan beradab. Ia pun harus bersahabat dengan anak-anak tanpa ada rasa kikuk, lebih-lebih angkuh. Anak senantiasa mengamati perilaku gurunya dalam setiap kesempatan.
19 Ibid.,145
c. Mencintai pekerjaan guru. Guru yang mencintai pekerjaannya akan senantiasa bersemangat. Setiap tahun ajaran baru adalah dimulainya satu kebahagiaan dan satu tantangan baru. Guru yang hebat tidak akan merasa bosan dan terbebani. Guru yang hebat akan mencintai anak didiknya satu persatu, memahami kemampuan akademisnya, kepribadiannya, kebiasaannya dan kebiasaan belajarnya.
d. Luwes dan mudah beradaptasi dengan perubahan. Guru harus terbuka dengan teknik mengajar baru, membuang rasa sombong dan selalu mencari ilmu. Ketika masuk ke kelas, guru harus dengan pikiran terbuka dan tidak ragu mengevaluasi gaya mengajarnya sendiri dan siap berubah jika diperlukan.
e. Tidak pernah berhenti belajar. Dalam rangka meningkatkan profesionalitasnya, guru harus belajar dan belajar.
Kebiasaan membaca buku sesuai dengan bidang studinya dan mengakses informasi aktual tidak boleh ditinggalkan.20 Apabila pelaksanan tersebut dilakukan oleh guru tentu keresahan di dunia pendidikan tidak akan terjadi. Salah satu bentuk keresahan yang paling menonjol akhir-akhir ini adalah kekerasan guru terhadap siswa.
20 Masnur Muslich, Pendidikan Karakter...,56
4. Pengawasan Pembelajaran Berbasis Pendidikan Karakter Pengawasan adalah suatu konsep yang luas yang dapat diterapkan pada manusia, benda, dan organisasi. Dalam konteks pembelajaran pengawasan dilakukan oleh seorang kepala sekolah tehadap seluruh kelas apakah terjadi kegiatan belajar mengajar.
Kemudian mengawasi pihak-pihak yang terkait dengan pembelajaran apakah dengan sungguh-sungguh memberikan, pelayanan kebutuhan pembelajaran. 21 Pengawasan dalam pembelajaran berbasis pendidikan karakter, meliputi:
a. Mengevaluasi pelaksanaan kegiatan pembelajaran pendidikan karakter.
b. Melaporkan penyimpangan untuk tindakan koreksi dan merumuskan tindakan koreksi.
c. Menyusun standar-standar pembelajaran.
d. Menilai pekerjaan dan melakukan tindakan koreksi terhadap penyimpangan.
Tujuan pengawasan pembelajaran ini adalah untuk mengetahui apakah program yang ditentukan sudah dilakukan sesuai rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Jika ada kekeliruan atau ada program yang tidak dapat diselesaikan segera
21 Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, 146
dilakukan perbaikan dalam perencanaannya, sehingga tujuan yang sebelumnya ditentukan secara maksimal dapat dipenuhi.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengembangan Pendidikan Karakter
Proses pembentukan karakter pada diri seseorang dipengaruhi oleh faktor-faktor yang ada dalam diri orang yang bersangkutan dan faktor lingkungan. Faktor lingkungan yang berperan dalam pembentukan karakter adalah sebagai berikut:
1. Keluarga
Keluarga adalah komunitas pertama yang menjadi tempat bagi seseorang, sejak usia dini, belajar konsep baik dan buruk, pantas dan tidak pantas, benar dan salah. Dengan kata lain dikeluargalah seseorang belajar tata nilai atau moral. Karena tata nilai yang diyakini seseorang akan tercermin dalam karakternya, dikeluargalah proses pendidikan karakter seharusnya berawal. Pendidikan di keluarga ini akan menentukan seberapa jauh seorang anak dalam prosesnya menjadi orang yang dewasa memiliki komitmen terhadap nilai moral tertentu dan menetukan bagaimana dia melihat dunia sekitarnya.
2. Media Massa
Dalam era kemajuan teknologi informasi dan telekomunikasi saat ini, salah satu faktor yang berpengaruh sangat besar dalam pembangunan atau bahkan perusakan karakter masyarakat atau bangsa adalah media massa, khususnya media elektronik dengan pelaku utama televisi.
Sebenarnya, besarnya peran media khususnya media cetak dan radio dalam pembangunan karakter bangsa telah dibuktikan secara nyata oleh para pejuang kemerdekaan. Bung Karno, Bung Hatta dan Ki Hadjar Dewantara melakukan pendidikan bangsa melalui tulisan-tulisan mereka di surat kabar waktu itu.
Bung Karno dan Bung Tomo mengorbankan semangat perjuangan, keberanian, dan persatuan melalui radio. Mereka memanfaatkan secara bijaksana dan cerdas teknologi yang ada pada saat itu untuk membangun karakter bangsa.
3. Teman-teman Sepergaulan
Teman sepergaulan adalah salah satu faktor lingkungan yang mempengaruhi pembentukan karakter seseorang.
Adakalanya pengaruh teman sepergaulan tidak sejalan dengan pengaruh keluarga bahkan bertentangan.
4. Sekolah
Bagi orangtua, sekolah diharapkan menjadi salah satu tempat atau lingkungan yang dapat membantu anak mengembangkan karakter yang baik.22
Model Pembelajaran Pendidikan Karakter
Secara umum istilah “model” diartikan sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan suatu kegiatan. Dalam pengertian lain, model juga diartikan sebagai barang atau benda tiruan dari benda yang sesungguhnya, seperti, “globe” adalah model dari bumi tempat kita hidup. Atas dasar pemikiran tersebut maka yang dimaksud dengan “model belajar mengajar” adalah kerangka konseptual dan prosedur yang sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tententu dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pengajaran dan para guru dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar.
Dewey mendefinisikan model pembelajaran sebagai “a plan or pattern that we can use to design face to face teaching in the classroom or tutorial setting and to shape instructional material”.
(Suatu sistem atau pola yang dapat kita gunakan merancang tatap muka di kelas atau pembelajaran tambahan di luar kelas dan untuk
22 Tim Pakar Yayasan Jati Diri Bangsa, Pendidikan Karakter di Sekolah dari Gagasan ke Tindakan, (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2011), 45-48
menajamkan materi pelajaran).23 Model pembelajaran pendidikan karakter adalah sebagai berikut:
1. Model Reflektif
Refleksi merupakan proses seseorang untuk memahami makna di balik suatu fakta, fenomena, informasi atau benda.
Model reflektif adalah model pembelajaran pendidikan karakter yang diarahkan pada pemahaman terhadap makna dan nilai yang terkandung di balik teori, fakta, fenomena, informasi, atau benda yang menjadi bahan ajar dalam suatu mata pelajaran.
Pembelajaran reflektif bertujuan untuk menguatkan dan mengembangkan nilai-nilai yang akan diperkuat melalui pembelajaran pada berbagai mata pelajaran yang secara substansi tidak terkait langsung dengan nilai sampai pada level paling atas, yaitu mengajak orang-orang di lingkungan terdekatnya untuk memparaktikkan nilai/makna yang dipelajarinya dalam kehidupan keseharian.
Proses pembelajaran model reflektif dilakukan oleh semua guru mata pelajaran melalui integrasi materi-materi di setiap mata pelajaran. Tahapan yang harus dilakukan oleh seorang guru untuk melaksanakan pembelajaran reflektif sebagai berikut:
a. Menyusun RPP berbasis karakter.
23 Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perspekif Islam, 116
b. Guru melakukan apersepsi yang konstektual dengan kehidupan anak dan terkait dengan materi yang akan dibahas.
c. Melakukan pembelajaran sebagaimana didesain dalam RPP.
d. Melakukan evaluasi yang dilakukan melalui pengamatan terhadap sejauhmana nilai-nilai yang akan dikuatkan atau dikembangkan muncul dalam perilaku anak.
e. Memberikan catatan khusus jika ada anak yang secara khusus memiliki perkembangan perilaku yang berbeda dengan kelompoknya atau tidak sesuai dengan tahapan perkembangannya, apakah bersifat positif atau negatif.
f. Memberikan rujukan kepada guru lain untuk menangani anak-anak yang dikategorikan memiliki kekhususan dalam perkembangan nilai dan karakter.24
2. Model Istiqomah
Untuk mengoptimalkan pembelajaran murid (mutarabbi) mencapai tujuan belajarnya, salah satu model yang diterapkan adalah model istiqomah. Yang dimaksud dengan model istiqomah adalah:
1) I = Immagination. Guru harus mampu mengajar dengan membangkitkan imajinasi jauh kedepan, baik itu manfaat ilmu maupun menciptakan teknologi dari yang tidak ada menjadi ada guna kemakmuran manusia.
24 Dharma Kesuma, dkk, Pendidikan Karakter...,117-122
2) S = Student Centre. Murid sebagai pusat aktivitas. Guru mengajar hanya untuk membantu siswa untuk berperan aktif dalam belajar.
3) T = Teknologi. Guru memanfaatkan teknologi belajar multi indrawi sehingga membuat anak senang dalam belajar dan informasi dapat dengan mudah ditangkap.
4) I = Intervention. Guru mendesain proses intervensi terstruktur pada peserta belajar atau mampu mengkritisi pengalaman belajar siswanya.
5) Q = Question and Answer. Guru mampu mengajar dengan mendorong rasa ingin tahu siswa sehingga menimbulkan pertanyaan dan merancang rasa ingin tahu siswa dengan menemukan jawaban.
6) O = Organization. Guru turut mengontrol pola pngorganisasian ilmu yang telah diperoleh siswa.
7) M = Motivation. Guru hendaknya mengajar dengan melibatkan aspek emosi siswa sehingga dapat membangkitkan motivasi yang kuat dalam diri siswa.
8) A = Application. Guru hendaknya mampu memvisualisasikan ilmu pengetahuan pada dunia praktis, atau mampu berfikir lateral untuk mengembangkan aplikasi ilmu tersebut dalam dunia pendidikan.
9) H = Heart Hepar, Jantung Hati, Spiritual. Guru harus mampu mendidik dengan turut menyertakan nilai-nilai spiritual, karena ini merupakan faktor paling mendasar
untuk kesuksesan jangka panjang. Guru harus mampu membangkitkan kekuatan spiritual kepada muridnya.25
Kesimpulan
Pendidikan ke arah terbentuknya karakter bangsa para siswa merupakan tanggungjawab semua guru. Oleh karena itu, pembinaannya pun harus oleh semua guru. Dengan demikian, kurang tepat jika dikatakan bahwa mendidik para siswa agar memiliki karakter bangsa hanya ditimpahkan pada guru mata pelajaran tertentu, semisal guru PKn atau guru pendidikan agama.
Walaupun dapat dipahami bahwa porsi yang dominan untuk mengajarkan pendidikan karakter bangsa adalah para guru yang relevan dengan pendidikan karakter bangsa.
Tanpa terkecuali, semua guru harus menjadikan dirinya sebagai sosok teladan yang berwibawa bagi para siswanya. Sebab tidak akan memiliki makna apapun bila seorang guru PKn mengajarkan menyelesaikan suatu masalah yang bertentangan dengan cara demokrasi, sementara guru lain dengan cara otoriter.
Atau seorang guru pendidikan agama dalam menjawab pertanyaan para siswanya dengan cara yang nalar yaitu dengan memberikan contoh perilaku para Nabi dan sahabat, sementara guru lain hanya mengatakan asal-asalan dalam menjawab.
25 Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam, 142-144
Sesungguhnya setiap guru yang mengajar haruslah sesuai dengan tujuan utuh pendidikan. Tujuan utuh pendidikan jauh lebih luas dari misi pengajaran yang dikemas dalam Kompetensi Dasar (KD). Rumusan tujuan yang berdasarkan pandangan behaviorisme dan menghafal saja sudah tidak dapat dipertahankan lagi Para guru harus dapat membuka diri dalam mengembangkan pendekatan rumusan tujuan, sebab tidak semua kualitas manusia dapat dinyatakan terukur berdasarkan hafalan tertentu.
Daftar Pustaka
Drajat, Zakiyah dkk. 1984. Dasar-dasar Agama Islam: buku teks PAI pada peguruan tinggi. Jakarta: Bulan Bintang
Kesuma, Dharma dkk. 2011. Pendidikan Karakter Kajian Teori dan Praktik di Sekolah. Bandung: Rosdakarya.
Khalid, Amru. 2007. Berakhlak Seindah Rasululloh, (Semarang:
Pustaka Nuun, 2007)
Majid, Abdul dan Dian Andayani. 2011. Pendidikan Karakter Perspektif Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Muslich, Masnur. 2011. Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional. Jakarta: Bumi Aksara.
Nazarudin. 2007. Manajemen Pembelajaran Implementasi Konsep, Karakteristik dan Metodologi Pendidikan Agama Islam di Sekolah Umum. Yogyakarta: Teras.
Sagala, Syaiful. 2008. Konsep dan Makna Pembelajaran.
Bandung: Alfabeta.
Samani, Muchlas dan Hariyanto. 2011. Konsep dan Model Pendidikan Karakter. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Surakhmat, Winarno. 1990. Pengantar Penelitian Ilmu dan Metode Tehnik. Bandung: Tarsito.
Usman, Husaini. 2008. Manajemen Teori Praktik dan Riset Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Tim Pakar Yayasan Jati Diri Bangsa. 2011. Pendidikan Karakter di Sekolah dari Gagasan ke Tindakan. Jakarta: Elex Media Komputindo.