• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of Passing Off Dalam Persaingan Usaha Yang Menimbulkan Pelanggaran Hak Atas Merek

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "View of Passing Off Dalam Persaingan Usaha Yang Menimbulkan Pelanggaran Hak Atas Merek"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License

Jurnal Ilmiah Penegakan Hukum

Available online http://ojs.uma.ac.id/index.php/gakkum

Passing Off Dalam Persaingan Usaha Yang Menimbulkan Pelanggaran Hak Atas Merek

Passing Off Activities in Business Competition Causing Infringement of Trademark Rights

Annisa Lisaana Sidqin Aliyya* & Rianda Dirkareshza Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum,

Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta, Indonesia Diterima: Juli 2023; Disetujui: Desember 2023; Dipublish: Desember 2023

*Corresponding Email: annisaaliyya22@gmail.com Abstrak

Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui tindakan Passing Off yang dilakukan terhadap merek perdagangan jasa dalam bentuk Bank milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yaitu PT Bank Mandiri (Persero) Tbk beserta dampak yang ditimbulkannya. Masalah difokuskan pada tindakan dalam persaingan usaha yang terjadi ketika ada pihak tidak bertanggung jawab yang memanfaatkan suatu merek yang sudah memiliki reputasi dan terkenal milik pihak lain dengan melakukan pendomplengan dan/atau pemboncengan yang disebut dengan istilah Passing Off. Guna mendekati masalah ini dipergunakan jenis penelitian hukum secara normatif yang kemudian data-data dikumpulkan melalui acuan dari peraturan perundang-undangan serta dilengkapi dengan wawancara. Kajian ini menyimpulkan bahwa terdapat perusahaan bernama PT Pengelola Investama Mandiri yang telah menimbulkan dampak berupa pengelabuhan (misinterpretation) bagi masyarakat dan/atau konsumen karena telah melakukan tindakan Passing Off dengan cara memiliki dan menggunakan logo identik dengan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk selama kurang lebih 4 (empat) tahun, sedangkan mereka bukanlah bagian atau pihak terafiliasi perusahaan.

Kata Kunci: Passing Off; Merek; Persaingan Usaha.

Abstract

This paper aims to find out the Passing Off activities that was carried out on service trading brands in the form of Banks owned by State-Owned Enterprises (BUMN), namely PT Bank Mandiri (Persero) Tbk and the impacts it caused. The problem is focused on actions in business competition that occur when an irresponsible party takes advantage of a brand that already has a reputation and is well-known that belongs to another party by carrying out piggybacking and/or pillaging which is known as Passing Off. To approach this problem, a normative type of legal research is used, which then collects data through references from laws and regulations and is complemented by interviews. This study concludes that there is a company called PT Pengelola Investama Mandiri which has had an impact in the form of misinterpretation for the public and/or consumers because it has taken the Passing Off action by owning and using a logo identical to PT Bank Mandiri (Persero) Tbk for approximately 4 (four) years, while they are not part of or affiliated with the company.

Keywords: Passing Off; Mark; Business Competition.

How to Cite: Aliyya, A.L.S., & Dirkareshza, R. (2023). Passing Off Dalam Persaingan Usaha Yang Menimbulkan Pelanggaran Hak Atas Merek, Jurnal Ilmiah Penegakan Hukum, 10 (2) 2023 : 172-183

(2)

173 PENDAHULUAN

Dalam dunia perdagangan, erat kaitannya dengan merek. Merek merupakan bagian dari Hak Kekayaan Intelektual (HKI) yang dapat dikatakan sebagai suatu identitas yang penting untuk dimiliki oleh setiap pemilik usaha, baik perdagangan barang dan/atau jasa guna membedakan produknya dengan milik orang lain. Selain itu, fungsi dari merek sendiri sangat penting karena merek merupakan sebuah tanda yang dapat menjadi pembeda atas suatu barang terhadap barang lainnya (Dewi, 2019). Kehadiran merek dagang dalam dunia perdagangan penting adanya apabila ditinjau dari aspek ekonomi (Dewi, 2019). Di tengah persaingan pasar yang semakin kompetitif, fungsi merek menjadi semakin luas karena berkaitan pula dengan perkembangan dan peningkatan perdagangan barang dan/atau jasa (Soemarsono &

Dirkareshza, 2021). Maka dari itu, banyak para pengusaha tidak bertanggung jawab yang melanggar etika bisnis dengan melakukan pemboncengan dan/atau pendomplengan terhadap suatu merek, terlebih kepada merek terkenal yang dikenal dengan sebutan Passing Off.

Berdasarkan Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis (selanjutnya disebut UU MIG), merek adalah tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk 2 (dua) dimensi dan/atau 3 (tiga) dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dari 2 (dua) atau lebih unsur tersebut untuk membedakan barang dan/atau jasa yang diproduksi oleh orang atau badan hukum dalam kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa. Tindakan Passing Off dilakukan oleh suatu pihak dengan melakukan pemboncengan dan/atau pendomplengan kepada merek terkenal yang sudah memiliki reputasi baik. Hal

ini terjadi karena pihak yang menjadi pelaku tidak perlu memberikan upaya yang besar terhadap merek miliknya untuk dapat bersaing dalam dunia perdagangan, baik barang maupun jasa (Khotimah & Apriani, 2022).

Passing Off terjadi ketika seseorang ingin memanfaatkan merek atau nama yang sudah dikenal oleh orang lain untuk membuat barangnya lebih menarik, mereka melakukannya dengan menggunakan merek atau nama yang sudah jelas dan dikenal luas di masyarakat (Sari & Romatua, 2021).

Untuk melakukannya, biasanya pelaku meniru atau membuat merek yang hampir sama, dari segi nama, gambar, logo, huruf, bahkan susunan warna, padahal perusahaan milik pelaku bukan pihak afiliasi dari perusahaan yang menjadi korban. Tindakan ini sama halnya seperti yang terjadi kepada PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (selanjutnya disebut dengan PT Bank Mandiri). Bank yang merupakan badan usaha milik negara ini menjadi salah satu korban Passing Off yang terjadi di Indonesia.

Terdapat pelaku usaha yang menamakan perusahaannya dengan nama PT Pengelola Investama Mandiri (selanjutnya disebut dengan PT PIM) dengan logo yang sama dengan PT Bank Mandiri. Persamaan ini dapat menimbulkan dugaan pada publik bahwa PT PIM adalah anak perusahaan atau pihak yang terafiliasi dari PT Bank Mandiri. Hal ini jelas akan memberikan dampak yang merugikan kepada pelaku usaha yang menjadi korban, yaitu dalam kasus ini PT Bank Mandiri karena akan timbul misrepresentasi dalam kalangan masyarakat terhadap merek tersebut.

Pengaturan mengenai

pemboncengan dan/atau

pendomplengan reputasi yang berlaku di negara dengan sistem hukum Common Law tidak dapat diterapkan secara langsung di Indonesia (Adzkia & Ramli,

(3)

2021). Hal ini karena istilah Passing Off masih asing dan belum dikenal secara luas di Indonesia, sebab pengaturan ini merupakan suatu asas yang terdapat dalam sistem hukum Common Law (Sujatmiko, 2010). Meskipun negara dengan sistem hukum Civil Law tidak memiliki pengaturan khusus mengenai perbuatan Passing Off, Indonesia telah tergabung dalam organisasi perdagangan dunia yang dikenal dengan World Trade Organization (selanjutnya disebut dengan WTO). WTO membentuk suatu perjanjian bernama Trade Related Aspect of Intellectual Property Rights (selanjutnya disebut dengan TRIPs) yang bertujuan untuk memberikan bantuan kepada produsen barang dan/atau jasa dalam melakukan kegiatannya (Ahyani, 2014). Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1997, Indonesia pun telah secara resmi meratifikasi perjanjian TRIPs melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 Tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) (Anggraeni & Listiawati, 2023).

Selain diatur dalam hukum internasional, secara nasional landasan perlindungan dalam bidang merek juga diatur dalam UU MIG yang tidak terlepas pula dari mempertimbangkan pasal-pasal dari TRIPs. Maka dari itu, walaupun tidak disebutkan secara langsung mengenai perbuatan Passing Off, pemboncengan atau pendomplengan yang terjadi di Indonesia dapat dikatakan sebagai bentuk persaingan usaha yang curang, dimana korban dapat mendapatkan perlindungan secara hukum. Hal ini dikuatkan dengan pengaturan dalam Pasal 108 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja dan Pasal 21 UU MIG yang mengatur

mengenai merek yang tidak dapat didaftarkan dan/atau dapat ditolak.

Permasalahan mengenai pelanggaran hak atas merek kerap menjadi topik pembahasan yang karenanya banyak hasil dari penelitian- penelitian terdahulu mengenai fenomena Passing Off yang terjadi dalam dunia perdagangan. Penelitian terdahulu pertama ditulis oleh Citra Rosa Budiman dengan judul “Perlindungan Hukum Terhadap Merek Terkenal (Well-Known) di Indonesia” (Budiman, 2019). Dalam tulisan terdahulu ini menyimpulkan bahwa pelanggaran hukum di bidang merek terjadi apabila barang hasil pelanggaran merek digunakan untuk kegiatan perdagangan. Barang hasil pelanggaran dalam hal ini seperti barang- barang palsu yang diperjual-belikan dalam kalangan masyarakat. Aspek yang membedakannya adalah pada tulisan ini pengaturan yang digunakan mengacu kepada undang-undang merek lama, yaitu Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek.

Penelitian terdahulu kedua ditulis oleh Nuzulia Kumala Sari dengan judul

“Perlindungan Merek Terkenal Superman Terhadap Tindakan Dilution dan Passing Off” (Sari & Romatua, 2021). Dalam jurnalnya menjelaskan bahwa pemboncengan nama atau dikenal dengan istilah Passing off adalah tindakan yang mencoba meraih keuntungan melalui jalan pintas dengan segala cara, baik dengan melanggar etika bisnis, norma kesusilaan maupun norma hukum (Sari & Romatua, 2021). Pada Tahun 2018 DC Comic selaku pihak yang mengenalkan merek Superman secara global menggugat PT Marxing Fam Makmur ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat (Sari & Romatua, 2021). Pihaknya melakukan gugatan karena adanya tindakan yang menimbulkan kerugian bagi merek Superman DC Comic.

Pendomplengan dan pemboncengan yang dilakukan oleh PT Marxing Fam Makmur

(4)

175 dilakukan dengan cara menggunakan merek Superman pada merek wafernya.

Superman yang dikenal sebagai karakter pahlawan digunakan pada bungkus wafer dengan gambar dan logo yang sama tanpa adanya perbedaan dengan karakter Superman yang dimiliki oleh DC Comic.

Aspek perbedaan terdapat pada korban Passing Off yang sudah melakukan gugatan atas tindakan Passing Off yang dilakukan terhadap kegiatan usahanya karena telah menimbulkan pelemahan kapasitas atau dilution.

Penelitian terdahulu ketiga ditulis oleh Abdullah Syafi’i, dkk dengan judul

“Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Hak Merek Dagang Terkenal Asing (Well Known Mark) Dari Tindakan Passing Off (Studi Sengketa Kasus GS Atas Nama GS Yuasa Corporation” (Syafi’i et al., 2021).

Dalam jurnalnya menyebutkan bahwa Passing Off erat kaitannya dengan goodwill yang digunakan bersamaan dengan kata reputasi. Maka dari itu, Passing Off sangatlah merugikan bagi perusahaan yang menjadi korban karena akan merusak reputasi serta goodwill yang sudah berusaha dibangun oleh pemilik usaha. Contoh kasus dalam penelitian ini terjadi pada merek GS atas nama PT GS Yuasa Corporation yang menjadi korban dan GiSi atas nama PT Gramitrama Battery Indonesia sebagai pelaku yang keduanya memiliki produk aki. Pendomplengan yang dilakukan menimbulkan misleading dalam masyarakat dalam memilih produk aki tersebut karena tampilan yang mirip, hingga akhirnya menimbulkan kerugian bagi pemilik asli merek GS, yaitu PT GS Yuasa Corporation. Aspek perbedaan terdapat pada korban Passing Off yang dalam penulisan terdahulu merupakan perusahaan yang bergerak pada bidang penjualan barang.

Tindakan Passing Off beserta contoh kasus yang pernah terjadi di Indonesia, seperti yang dibahas pada

beberapa penelitian di atas hanya terjadi pada pelaku usaha perdagangan barang, padahal pendomplengan dan/atau pemboncengan juga dapat terjadi pada merek perdagangan jasa, seperti halnya yang akan dibahas pada penelitian ini, dimana Passing Off dilakukan terhadap Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yaitu PT Bank Mandiri. Oleh karena itu, berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap pelanggaran hak atas merek, khususnya Passing Off terhadap bidang usaha penjualan jasa milik negara serta dampak yang ditimbulkan. Adapun tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui salah satu contoh kasus bentuk tindakan pelanggaran terhadap merek berupa Passing Off, dimana tindakan ini belum terlalu dikenal di Indonesia. Atas tindakan yang dilakukan oleh PT PIM pastinya menimbulkan dampak tersendiri bagi pihak PT Bank Mandiri yang nantinya jika dibiarkan akan menjadi permasalahan yang melibatkan banyak pihak. Oleh karena itu, pada penulisan ini akan melihat seberapa jauh tindakan yang dilakukan dan seberapa besar dampak yang diberikan akibat Passing Off yang dilakukan oleh PT PIM kepada PT Bank Mandiri.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif yang mengacu kepada peraturan perundang-undangan yang kemudian dilengkapi dengan wawancara. Ciri-ciri penelitian hukum normatif salah satunya adalah bersumber dari data-data sekunder (bahan kepustakaan) (Tan, 2021). Wawancara pada penelitian ini dibutuhkan penulis untuk menguatkan data tentang topik penelitian yang akan dibahas.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian hukum ini, yakni pendekatan perundang-undangan (statue approach)

(5)

serta pendekatan kasus (case approach) untuk dapat meneliti berdasarkan contoh nyata dari permasalahan yang dibahas.

Pendekatan ini berusaha mengungkap makna dan tafsir dari teks perundang- undangan, baik dengan cara penafsiran gramatikal, penafsiran berdasarkan sistem hukum, penafsiran otentik, argumentatun a contrarium dan berbagai metode penafsiran lainnya (Nurhayati et al., 2021).

Adapun bahan hukum primer yang digunakan terdiri dari: 1) Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPs Agreement); 2) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagang Dunia); 3) Undang- undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis; 4) Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 67 Tahun 2016 Tentang Pendaftaran Merek, sedangkan hukum sekunder yang digunakan terdiri dari hasil penelitian terdahulu, buku, karya-karya hukum, serta jurnal ilmiah yang memberikan penjelasan dari bahan hukum primer.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bentuk Penyalahgunaan Hak Merek Yang Dilakukan Oleh PT Pengelola Investama Mandiri Terhadap PT Bank Mandiri Tbk.

Permohonan merek haruslah ditolak apabila merek tersebut mempunyai persamaan pada pokoknya dan/atau keseluruhannya dengan nama badan hukum yang dimiliki oleh orang lain, kecuali ada persetujuan dari pihak yang berhak (Pentakosta, 2020).

Persamaan terhadap merek pada umumnya dilakukan oleh pengelola perusahaan yang mencari jalan pintas agar merek dagangnya, baik barang

dan/atau jasa cepat dikenal dan digunakan oleh masyarakat. Melihat kesuksesan dan tingginya reputasi suatu perusahaan, maka sering orang tergoda untuk menyamainya meskipun dengan cara membonceng (Ahyani, 2014).

Passing Off adalah suatu upaya / tindakan / perbuatan yang dilakukan oleh seseorang atau beberapa orang yang mengarah kepada adanya suatu persaiangan tidak sehat atau pelanggaran di bidang Hak Kekayaan Intelektual khususnya tentang merek dengan cara membonceng ketenaran merek yang sudah dikenal oleh masyarakat dengan melakukan pendaftaran merek yang hampir sama (mengandung unsur persamaan pada pokoknya) yang tujuannya adalah untuk memperoleh keuntungan dengan sebesar-besarnya dan merugikan kepentingan pemilik merek yang sah (Pane, 2018). Dalam Hak Kekayaan Intelektual terdapat suatu konsep, yaitu diperlukannya izin terlebih dahulu untuk dapat menyalin dan/atau mengunduh sesuatu yang bukan miliknya (Banindro, 2015). Merek dengan nama yang menarik, mudah dikenal dan diingat tentunya sangat diminati oleh para produsen agar produk barang/jasa miliknya juga mudah diingat dan dikenali oleh konsumen (Arifin & Iqbal, 2020). Siapapun yang melanggar hak eksklusif milik seseorang yang telah memiliki Hak Kekayaan Intelektual, maka pemegang sah Hak Kekayaan Intelektual tersebut dapat mengajukan tuntutan terhadap karyanya, yang dalam hal ini merek apabila terdapat bukti sah dan konkret (Ivana &

Nugroho, 2022).

Bentuk pelanggaran Passing Off di Indonesia salah satunya dilakukan oleh PT Pengelola Investama mandiri (selanjutnya disebut PT PIM). PT PIM merupakan perusahaan yang berdiri sejak tahun 1999 yang bergerak dalam bidang pengelolaan aset, jasa, perdagangan, percetakan, perwakilan,

(6)

177 dan/atau peragenan. Berdasarkan pernyataan yang dilakukan dalam wawancara dengan mantan pegawai PT PIM, awal mula PT PIM dibuat dengan tujuan untuk menangani para debitur bermasalah dari ex legacy PT Bank Mandiri, yaitu menagih hutang-hutang dari para debitur. Setelah hutang piutang dan aset-aset dari ex legacy PT Bank Mandiri sudah habis, lini bisnis PT PIM beralih kepada bidang perumahan, pengadaan tenaga adidaya, dan pengelolaan parkir. Selama perjalanan usahanya di Indonesia, PT PIM ditemukan melakukan pelanggaran merek, yaitu Passing Off atas logo PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (selanjutnya disebut PT Bank Mandiri).

Pendomplengan atau

pemboncengan dilakukan dengan cara menyerupai logo PT Bank Mandiri yang terdiri dari nama, kata, huruf, serta susunan warna.

Perbandingan gambar logo PT PIM dan PT Bank Mandiri:

Gambar 1. Logo PT Bank Mandiri (Persero) Tbk

Sumber Gambar:

https://www.bankmandiri.co.id/brandguideline

Gambar 2. Logo PT Pengelola Investama Mandiri Sumber Gambar:

https://images.app.goo.gl/BeF2ShinXpgUbanC6

Apabila melihat Gambar 1 dengan Gambar 2, maka dapat dibandingkan seperti berikut:

Tabel 1 Perbandingan Logo PT PIM dengan PT Bank Mandiri

Dengan perbandingan di atas, dapat dilihat bahwasanya PT PIM memenuhi berbagai unsur persamaan, dimana hal

tersebut penting adanya guna membedakan barang dan/atau jasa dari sebuah perusahaan. Logo tersebut dapat menimbulkan misrepresentasi public yang mengira bahwa PT PIM merupakan salah satu anak dari PT Bank Mandiri.

Logo merupakan bagian dari merek yang dilindungi, seperti yang tertulis dalam Pasal 2 ayat (3) UU MIG, yaitu merek yang dilindungi terdiri atas tanda berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk 2 (dua) dimensi dan/atau 3 (tiga) dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dari 2 (dua) atau rebih unsur tersebut untuk membedakan barang dan/atau jasa yang diproduksi oleh orang atau badan hukum dalam kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa.

PT PIM telah menggunakan atau mencantumkan logonya diberbagai kebutuhan usahanya, seperti yang tercantum dalam website resmi perusahaan, seragam, serta properti miliknya. Dapat dilihat sebagai berikut:

Perbandingan

Logo PT Bank

Mandiri

PT Pengelola Investama Mandiri Nama

Terdapat kata

“mandiri”

Terdapat kata

“mandiri”

Susunan warna Biru dan

kuning Biru dan kuning Bentuk

gelombang emas

Ada Ada

(7)

Gambar 3. Logo PT PIM Pada Properti Sumber Gambar:

https://pengelolainvestama.co.id/

Gambar 4. Logo PT PIM Pada Properti Sumber Gambar:

https://pengelolainvestama.co.id/

Gambar 5. Logo PT PIM Pada Seragam Karyawan Sumber Gambar:

https://pengelolainvestama.co.id/

Gambar 6 Logo PT PIM pada seragam karyawan Sumber Gambar:

https://pengelolainvestama.co.id/

Gambar 7 Logo PT PIM Pada Website Resmi Perusahaan

Sumber Gambar:

https://pengelolainvestama.co.id/

Terdapat 11 (sebelas) anak perusahaan yang dinyatakan resmi dan tergabung dalam PT Bank Mandiri, di antaranya, yaitu (Tbk., 2023) : 1) Bank Syariah Indonesia; 2) PT Bank Mandiri Taspen; 3) Bank Mandiri (Europe) Ltd; 4) AXA Mandiri Financial Services; 5) Mandiri AXA General Insurance; 6) Asuransi Inhealth; 7) Mandiri Sekuritas;

8) Mandiri Capital Indonesia; 9) Mandiri Tunas Finance; 10) Mandiri Utama Finance; 11) Mandiri International Remittance. Terlihat bahwasanya PT PIM tidak termasuk dalam anak perusahaan dari PT Bank Mandiri. Sekretaris PT Bank Mandiri, yakni Rudi As Aturridha, dalam keterangannya kepada media mengatakan bahwa PT Bank Mandiri tidak mengakui adanya hubungan dengan PT PIM. Ia mengatakan PT Bank Mandiri tidak memiliki hubungan afiliasi ataupun keterkaitan dengan PT PIM (Sukarno &

Ady, 2021).

Hal tersebut dikuatkan dengan pernyataan dalam wawancara yang dilakukan oleh penulis bersama kepala cabang dari salah satu anak perusahaan PT Bank Mandiri, yaitu PT Bank Mandiri Taspen. Sebagai seorang karyawan dari Mandiri Group, ia mengatakan bahwasanya seluruh calon karyawan, sebelum bergabung pastinya akan mendapatkan pembekalan dan pengenalan mengenai induk mereka, yaitu PT Bank Mandiri beserta jajaran anak perusahaannya. Dari pembekalan dan pengenalan tersebut, PT PIM tidak termasuk salah satu dari 11 (sebelas) anak perusahaan PT Bank Mandiri. Jika dilihat dari kepemilikan sahamnya pun, PT Bank Mandiri tidak menjadi salah satu pemegang saham pada PT PIM. Hal ini pun juga telah ditanyakan oleh

(8)

179 narasumber kepada beberapa Kepala Cabang Bank Mandiri dan mereka memberikan jawaban yang sama, yaitu PT PIM bukanlah merupakan salah satu anak perusahaan PT Bank Mandiri.

Selain itu, tidak adanya hubungan dan/atau afiliasi antara PT PIM dengan PT Bank mandiri juga dinyatakan oleh mantan pegawai PT PIM yang memberikan pernyataan dalam wawancara yang dilakukan dengan penulis. Ia mengatakan bahwasanya pemegang saham PT PIM adalah PT Bumi Daya Plaza yang mana kepemilikan sahamnya adalah Dana Pensiun Mandiri, bukan PT Bank Mandiri. PT PIM hanya pernah menangani debitur-debitur bermasalah dari ex legacy PT Bank Mandiri. Walaupun pernah menangani hal yang berhubungan dengan PT Bank Mandiri, bukan berarti PT PIM merupakan bagian PT Bank Mandiri.

Maka dari itu, PT PIM tidak dapat dikatakan dan bukanlah anak perusahaan dari PT Bank Mandiri.

Terhadap perbuatan yang dilakukan oleh PT PIM, UU MIG mengatur mengenai merek yang tidak dapat didaftarkan dan ditolak. UU MIG telah menerangkan bahwa “setiap merek baru yang ingin mendaftarkannya kepada negara tidak boleh memiliki persamaan secara fundamental terhadap merek terkenal yang telah diakui oleh negara”, maka apabila terdapat indikasi persamaan pada permohonan pendaftaran merek, merek baru tersebut harus langung ditolak menimbang unsur kemiripan secara fundamental terutama dengan merek terkenal (Afif & Sugiyono, 2021).

Pasal 20 huruf c UU MIG sebagaimana telah diubah menjadi Pasal 108 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja jelas menyatakan suatu merek tidak dapat didaftarkan apabila memuat unsur

yang dapat menyesatkan masyarakat tentang asal kualitas, jenis, ukuran, macam, tujuan penggunaan barang dan/atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya. Adapun Pasal 21 ayat (1) jo ayat (3) UU MIG menyatakan permohonan pendaftaran merek dapat ditolak apabila mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya serta diaj ukan oleh pemohon yang beritikad tidak baik.

Pasal 108 ayat (1) huruf c Undang- Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja

“memuat unsur yang dapat menyesatkan masyarakat tentang asal, kualitas, jenis, ukuran, macam, tujuan penggunaan barang dan/atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya atau merupakan nama varietas tanaman yang dilindungi untuk barang dan/atau jasa yang sejenis;”

Pasal 21 ayat (1) UU MIG

“Permohonan ditolak jika Merek tersebut mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan:

a. Merek terdaftar milik pihak lain atau dimohonkan lebih dahulu oleh pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis;

b. Merek terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis;

c. Merek terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa tidak sejenis yang memenuhi persyaratan tertentu;”

Pasal 21 ayat (3) UU MIG

”Permohonan ditolak jika diajukan oleh Pemohon yang beritikad tidak baik”

Oleh karena itu, PT PIM dalam menjalankan usahanya dapat dinilai melakukan suatu upaya jalan pintas atau free riding dengan membonceng dan/atau mendompleng merek PT Bank Mandiri. Perbuatan tersebut menunjukkan bahwa pelaku usaha PT

(9)

PIM tidak beriktikad baik dalam menjalankan usahanya. Dalam UU MIG, pelaku yang beriktikad tidak baik mencakup mereka yang patut diduga dalam mendaftarkan mereknya memiliki niat untuk meniru, menjiplak, atau mengikuti merek pihak lain demi kepentingan usahanya, di mana hal tersebut menimbulkan kondisi persaingan usaha tidak sehat, mengecoh, atau menyesatkan konsumen. Akibatnya, apabila pemohon yang dalam hal ini merupakan pemilik usaha yang telah mendaftarkan mereknya, pemeriksa merek, yaitu Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual wajib menolak pengajuan merek yang dilakukannya, seperti yang tertulis dalam Pasal 21 ayat (1) dan (3) UU MIG. Selain itu, berdasarkan Pasal 83 UU MIG, Bank Mandiri sebagai korban tindakan pelanggaran atas merek dapat melayangkan gugatan kepada PT PIM berupa ganti rugi dan/atau penghentian terhadap semua perbuatan berkaitan dengan penggunaan merek tersebut.

Adapun sanksi pidana yang dapat diberikan terhadap PT PIM seperti yang telah diatur dalam Pasal 100 UU MIG.

Dampak Yang Ditimbulkan Oleh PT Pengelola Investama Mandiri Terhadap PT Bank Mandiri (Persero) Tbk

Seperti yang tertulis dalam UU MIG, bahwasanya pemilik merek yang mempunyai persamaan dengan merek lain dan beritikad tidak baik tidak dapat mendaftarkan merek miliknya.

Pendaftaran dapat dilakukan apabila pemilik mengganti mereknya yang dalam kasus ini, yaitu logo PT PIM. Berdasarkan keterangan oleh Sekretaris perusahaan PT Bank Mandiri, Rudi As Aturridha, PT Bank Mandiri telah melakukan teguran terhadap PT PIM untuk mengganti logonya pada tahun 2021, serta menegaskan bahwa PT Bank Mandiri tidak memiliki hubungan afiliasi ataupun

keterkaitan dengan PT PIM (Anto, 2021).

Akibat teguran tersebut, barulah PT PIM mengganti logo miliknya yang sebelumnya memiliki kemiripan dengan PT Bank Mandiri dan mendaftarkannya ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual.

Namun, penggunaan logo yang sama dengan PT Bank Mandiri oleh PT PIM telah dilakukan dalam waktu yang lama.

Berdasarkan keterangan yang diberikan oleh Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (selanjutnya disebut MAKI), PT PIM diduga telah menggunakan logo yang identik dengan PT Bank Mandiri setidaknya sejak tahun 2018 (Fathur, 2021). Setelah mendapatkan teguran oleh PT Bank Mandiri pada tahun 2021, barulah PT PIM mengubah logonya.

Sebelum adanya teguran yang dilakukan oleh PT Bank Mandiri, tidak ada itikad baik dari PT PIM untuk mengganti logonya. Teguran yang diberikan oleh PT Bank Mandiri kepada PT PIM barulah terjadi sejak terdapat perusahaan bernama Fireworks Ventures Limited yang menyurati Menteri BUMN Erick Thohir mengenai eksistensi PT PIM serta desakan yang dilakukan oleh MAKI.

Hal ini telah memberikan dan/atau menimbulkan dampak tersendiri terhadap PT Bank Mandiri. Dampak tersebut harus dilihat sebagai suatu akibat dari pengelabuhan (misrepresentation) yang dilakukan oleh pihak yang tidak beritikad baik (Pentakosta & Hernawati, 2020).

Pengusaha yang beriktikad tidak baik tersebut dalam hal persaingan tidak jujur semacam ini berwujud penggunaan upaya-upaya mempergunakan merek dengan meniru merek terkenal (well know trade mark) yang sudah ada, sehingga merek atas barang atau jasa yang diproduksinya secara pokoknya sama dengan merek atas barang atau jasa yang sudah terkenal (untuk barang- barang atau jasa sejenis) dengan maksud menimbulkan kesan kepada khalayak

(10)

181 ramai, seakan-akan barang atau jasa yang diproduksinya itu sama dengan produksi barang atau jasa yang sudah terkenal (Dirkareshza & Simanjuntak, 2023).

Pada tahun 2021, Menteri BUMN Erick Thohir mendapat surat dari perusahaan bernama Fireworks Ventures Limited yang mempertanyakan mengenai eksistensi PT PIM. Awal mula tindakan tersebut dilakukan karena PT PIM yang turut ikut serta mengklaim memiliki porsi hak tagih piutang PT Geria Wijaya Prestige yang dimiliki oleh Fireworks Ventures Limited. Mereka mempertanyakan keterkaitan atau hubungan hukum antara PT PIM dengan PT Bank Mandiri karena logo yang dimiliki dan/atau dipergunakan oleh PT PIM memiliki kemiripan dengan yang dipergunakan oleh PT Bank Mandiri. Atas Tindakan tersebut, PT Bank Mandiri berpotensi dirugikan karena diduga memiliki kaitan dengan PT PIM. Maka dari itu, pendomplengan dan pemboncengan merupakan suatu perbuatan yang dilarang karena dapat menimbulkan pengelabuhan bagi banyak pihak. Passing Off sangat berpotensi untuk menipu konsumen dan menyebabkan kebingungan publik di masyarakat tentang asal-usul suatu produk dan/atau jasa.

Pengelabuhan secara sederhana dapat dibuktikan apabila tindakan seseorang tersebut mengakibatkan konsumen beranggapan bahwa suatu produk berupa barang dan/atau jasa tersebut dimiliki oleh seseorang yang lain, bukan milik pemilik aslinya (Pentakosta & Hernawati, 2020). Salah satu akibatnya terjadi kepada mantan pegawai PT PIM yang pada saat melakukan wawancara oleh penulis mengaku bahwa ia mengira PT PIM merupakan salah satu anak perusahaan PT Bank Mandiri pada saat ingin mendaftar menjadi karyawannya karena melihat logonya yang identik dengan PT

Bank Mandiri. Atas dampak yang ditimbulkan dari perbuatan Passing Off PT PIM, berdasarkan Pasal 83 ayat (1) huruf a dan b UU MIG, PT Bank Mandiri sebagai pemiliki merek terdaftar dan/atau terkenal dapat melakukan gugatan berupa ganti rugi dan/atau penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan merek oleh pelanggar. Penghentian kegiatan dan/atau jasa yang menggunakan Merek tersebut dilakukan guna mencegah kerugian yang lebih besar kepada pemilik merek asli.

SIMPULAN

Di Indonesia, pelanggaran berupa Passing Off penah terjadi terhadap PT Bank Mandiri yang menjadi korban PT PIM dengan cara meniru logo PT Bank Mandiri dari segi nama, susunan warna, dan bentuk. Padahal, PT PIM bukan merupakan pihak terafiliasi dan/atau anak perusahaan PT Bank Mandiri.

Perbuatan tersebut menunjukkan bahwa pelaku usaha PT PIM tidak beriktikad baik dalam menjalankan usahanya.

Akibatnya, berdasarkan Pasal 21 ayat (1) jo ayat (3) UU MIG logo PT PIM dapat ditolak ataupun tidak dapat didaftarkan.

Walaupun PT PIM sudah mengganti logonya pada tahun 2021, Passing Off telah dilakukannya selama kurang lebih 3 (tiga) tahun yang menyebabkan adanya dampak yang timbul dari perbuatannya tersebut. Contohnya adalah terdapat perusahaan bernama Fireworks Ventures Limited yang menanyakan mengenai eksistensi PT PIM karena logo yang dimiliki dan/atau dipergunakan oleh PT PIM memiliki kemiripan dengan yang dipergunakan oleh PT Bank Mandiri.

Selain itu, terdapat pula mantan pegawai PT PIM yang pada saat ingin mendaftarkan diri menjadi karyawan mengira bahwasanya PT PIM merupakan anak perusahaan PT Bank Mandiri karena memiliki logo yang sama. PT Bank

(11)

Mandiri dapat melakukan tindakan hukum berupa gugatan ganti rugi seperti yang terdapat dalam Pasal 83 ayat (1) huruf a dan b UU MIG serta ketentuan pidana yang tertulis dalam Pasal 100 UU MIG terhadap PT PIM.

DAFTAR PUSTAKA

Adzkia, M. R., & Ramli, T. A. (2021). Perlindungan Hukum Merek Terkenal atas Penggunaan Tanpa Izin Berdasarkan UU Merek dan Pemboncengan Reputasi (Passing Off).

Prosiding Ilmu Hukum, 608–612.

https://doi.org/http://dx.doi.org/10.2931 3/.v0i0.27357.

Afif, M. S., & Sugiyono, H. (2021). Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Merek Terkenal Di Indonesia. Jurnal USM Law Review, 4(2), 565–585.

https://doi.org/http://dx.doi.org/10.2662 3/julr.v4i2.4097

Ahyani, S. (2014). Perlindungan Hukum Terhadap Merek Atas Action for Passing Off. Jurnal Wawasan Yuridika, 27(2), 538–553.

https://doi.org/http://dx.doi.org/10.2507 2/jwy.v27i2.55

Anggraeni, H. Y., & Listiawati, E. (2023). Enigma Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual Terhadap Tindakan Misappropriation Oleh Pihak Asing Dalam Regulasi Internasional.

JURNAL USM LAW REVIEW, 6(1), 174–190.

https://doi.org/http://dx.doi.org/10.2662 3/julr.v6i1.6710

Anto, K. (2021). PIM Pakai Logo Identik, Bank Mandiri: Tidak Terafiliasi. Sindonews.

https://ekbis.sindonews.com/read/30999 0/178/pim-pakai-logo-identik-bank- mandiri-tidak-terafiliasi-1611280864 Arifin, Z., & Iqbal, M. (2020). Perlindungan Hukum

Terhadap Merek Yang Terdaftar. Jurnal Ius Constituendum, 5(1), 47–65.

https://doi.org/http://dx.doi.org/10.2662 3/jic.v5i1.2117

Banindro, B. S. (2015). Implementasi Hak Kekayaan Intelektual. Badan Penerbit Institut Seni Indonesia Yogyakarta.

Budiman, C. R. (2019). Perlindungan Hukum Terhadap Merek Terkenal (Well-Known) Di Indonesia. Reformasi Hukum, 23(1), 1–

18.

https://doi.org/https://doi.org/10.46257/

jrh.v23i1.54.

Dewi, C. I. D. L. (2019). Sistem Perlindungan Merek Dan Implikasinya. Jurnal Yustitia, 13(2), 1–8.

Dirkareshza, R., & Simanjuntak, A. A. (2023).

Comparative Study of State Jurisdiction:

Indication at Indonesia, the EU and US.

Audito Comparative Law Journal (ACLJ),

4(2), 96–107.

https://doi.org/https://doi.org/10.22219/

aclj.v4i2.26434

Fathur, R. (2021). MAKI desak Bank Mandiri proses hukum PT Pengelola Investama

Mandiri. Antaranews.Com.

https://m.antaranews.com/berita/196800 4/maki-desak-bank-mandiri-proses- hukum-pt-pengelola-investama-mandiri Ivana, G., & Nugroho, A. A. (2022). Akibat

Kekosongan Hukum Terhadap Non- Fungible Token Sebagai Pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual. Jurnal USM Law

Review, 5(2), 708–721.

https://doi.org/http://dx.doi.org/10.2662 3/julr.v5i2.5685

Khotimah, V. H., & Apriani, R. (2022). Faktor- Faktor Penyebab Terjadinya Pelanggaran Hak Merek Berupa Pemboncengan Reputasi (Passing Off) Merek Terkenal Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis. Jurnal Ilmiah Wahana Pendidikan, 8(20), 398–408.

https://doi.org/https://doi.org/10.5281/z enodo.7243144

Nurhayati, Y., Ifrani, I., & Said, M. Y. (2021).

Metodologi Normatif Dan Empiris Dalam Perspektif Ilmu Hukum. Jurnal Penegakan Hukum Indonesia, 2(1), 1–20.

https://doi.org/https://doi.org/10.51749/

jphi.v2i1.14

Pane, H. (2018). Perlindungan Hukum Terhadap Merek Terdaftar dari Perbuatan Pihak Lain yang Beritikad Tidak Baik dengan Melakukan Pemboncengan Reputasi (Passing Off)(Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No. 450/Pdt. Sus- Hki/2016) [Universitas Sumatera Utara].

In Universitas Sumatera Utara.

https://repositori.usu.ac.id/handle/12345 6789/4240

Pentakosta, K. (2020). Tindakan Passing Off Terhadap Merek Dalam Pemakaian Nama Perseroan Terbatas Di Indonesia. Syiah Kuala Law Journal, 4(1), 1–10.

https://doi.org/https://doi.org/10.24815/

sklj.v4i1.15749

Pentakosta, K., & Hernawati, E. (2020). Passing Off yang Dilakukan Oleh Pihak yang Beritikad Tidak Baik Melalui Pemakaian Nama Perseroan Terbatas. JURNAL YUSTIKA: MEDIA HUKUM DAN KEADILAN,

23(02), 100–118.

https://doi.org/https://doi.org/10.24123/

yustika.v23i02.4094

(12)

183 Sari, N. K., & Romatua, R. (2021). Perlindungan

Merek Terkenal Superman Terhadap Tindakan Dilution Dan Passing Off. Journal of Economic and Business Law Review, 1(1), 1–12.

Soemarsono, L. R., & Dirkareshza, R. (2021).

Urgensi Penegakan Hukum Hak Cipta Terhadap Pembuat Konten Dalam Penggunaan Lagu di Media Sosial. USM LAW REVIEW, 4(2), 615–630.

https://doi.org/http://dx.doi.org/10.2662 3/julr.v4i2.4005

Sujatmiko, A. (2010). Prinsip hukum penyelesaian pelanggaran passing off dalam hukum merek. Yuridika, 25(1), 51–69.

https://doi.org/https://doi.org/10.20473/

ydk.v25i1.183

Sukarno, & Ady, P. (2021). Soal PT Pengelola Investama Mandiri, Fireworks Surati Menteri BUMN. Kabar24 Bisnis.

https://kabar24.bisnis.com/read/2021020

3/16/1352358/soal-pt-pengelola- investama-mandiri-fireworks-surati- menteri-bumn.

Syafi’i, A., Nawi, S., & Busthami, D. S. (2021).

Perlindungan Hukum Terhadap Merek Dagang Terkenal Atas Tindakan (Passing Off) Pada Praktek Persaingan Usaha.

Journal of Lex Generalis (JLG), 2(8), 2120–

2133.

Tan, D. (2021). Metode Penelitian Hukum:

Mengupas Dan Mengulas Metodologi Dalam Menyelenggarakan Penelitian Hukum. Nusantara: Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial, 8(8), 2463–2478.

https://doi.org/http://dx.doi.org/10.3160 4/jips.v8i8.2021.2463-2478

Tbk., B. M. (2023). Mandiri Group.

Bankmandiri.Co.Id.

https://www.bankmandiri.co.id/web/gues t/mandiri-group

Referensi

Dokumen terkait

21/KPPU-L/2007 bentuk persekongkolan tender yang dilakukan adalah persekongkolan vertikal yaitu persekongkolan yang terjadi di antara salah satu atau beberapa pelaku

21/KPPU-L/2007 bentuk persekongkolan tender yang dilakukan adalah persekongkolan vertikal yaitu persekongkolan yang terjadi di antara salah satu atau beberapa

merek tersebut di beberapa Negara.. 52 Selain itu Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor M. 03-Hc.02.01 Tahun 1991 Tentang Penolakan Permohonan Pendaftaran Merek

Contoh permasalahan yang diuraikan diatas terjadi di kota Bitung Sulawesi Utara, yang mana pihak debitur tidak dapat memenuhi kewajibannya mengangsur

Praktek perdagangan musik dan lagu yang melanggar hak cipta dituangkan dalam bentuk VCD dan DVD di lingkungan jalan Mataran Yogyakarta marak dilakukan. Hal ini tentunya

8 Medya Rischa Lubis, 2014, Alasan Itikad Tidak Baik Dalam Pembatalan Merek Sebagai Wujud Perlindungan Hukum Terhadap Merek Terkenal Prada Di Indonesia (Studi kasus putusan PK